Kementrian Lembaga: Jaksa Agung

  • Gempar Suap Menteri Singapura, Miliuner Ong Beng Seng Mengaku Bersalah

    Gempar Suap Menteri Singapura, Miliuner Ong Beng Seng Mengaku Bersalah

    Jakarta

    Miliuner Singapura, Ong Beng Seng, mengaku bersalah atas tuduhan bersekongkol dengan mantan menteri yang telah divonis bersalah dalam kasus suap langka di negara itu.

    Ong mengakui perbuatannya di sidang yang berlangsung di Singapura, Senin (04/08). Pengusaha hotel berumur 79 tahun yang juga berperan dalam ajang balap Formula 1 di Singapura itu dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal tujuh tahun.

    Para jaksa menuduh Ong Beng Seng memberikan sejumlah hadiah kepada mantan Menteri Perhubungan Singapura, Subramaniam Iswaran, yang kala itu masih aktif menjabat di kabinet. Pemberian itu mencakup, antara lain tiket menonton Grand Prix Formula 1, penginapan di hotel mewah di Qatar, dan perjalanan jet pribadi.

    Para menteri di Singapura tidak boleh menyimpan pemberian yang diberikan kepada mereka, menurut regulasi yang berlaku di negara itu. Anggota kabinet Singapura dapat menyimpan hadiah itu asalkan mereka membayar nilai pasar hadiah tersebut kepada pemerintah.

    Syarat lainnya, para menteri juga wajib melaporkan apa pun yang mereka terima dari orang-orang yang berbisnis dengan mereka.

    Kasus yang melibatkan Iswaran dan Ong Beng Seng mengejutkan publik karena negara yang menjadi pusat keuangan Asia Tenggara itu yang membanggakan diri dengan citra bersih mereka.

    Iswaran dan Ong Beng Seng sebelumnya ditangkap Juli 2023. Total hadiah yang diterima Iswaran dan Ong bernilai lebih dari Rp5 miliar (S$403.000).

    Saat pemberian hadiah oleh Ong terjadi, Iswaran duduk di komite pengarah F1 dari sisi pemerintah. Iswaran juga menjadi kepala negosiator untuk urusan bisnis terkait F1.

    Bukan cuma soal pemberian hadiah, Ong juga didakwa bersekongkol dengan Iswaran untuk menghalangi proses pengusutan hukum. Menurut jaksa, Ong membantu Iswaran melakukan pembayaran tiket pesawat dari Doha ke Singapura yang dipersoalkan secara hukum.

    Lahir di Malaysia pada tahun 1946, Ong pindah ke Singapura saat masih kecil dan mendirikan perusahaan perhotelan dan properti pada tahun 1980-an.

    Ong tengah menderita kanker sumsum tulang langka. Otoritas pengadilan sebelumnya mengizinkan Ong bepergian ke luar negeri untuk keperluan medis dan pekerjaan.

    Perusahaannya, Hotel Properties Limited, pada April lalu menyebut Ong akan mengundurkan diri sebagai direktur pelaksana untuk “mengatasi kondisi medisnya”.

    Bagaimana vonis untuk eks menteri Singapura, Subramanian Iswaran?

    Subramanian Iswaran adalah menteri pertama Singapura yang diadili terkait tuduhan korupsi selama hampir 50 tahun. (Getty Images)

    Subramanian Iswaran, seorang menteri senior di dalam kabinet pemerintahan Singapura, telah dijatuhi hukuman 12 bulan penjara oleh pengadilan negara tersebut.

    Iswaran, 62 tahun, juga telah mengaku bersalah menerima gratifikasi senilai lebih dari S$403.000 (sekitar Rp4,8 miliar) saat menjabat serta menghalangi jalannya penyelidikan.

    Gratifikasi yang diterima Iswaran mencakup tiket Grand Prix Formula 1, sepeda Brompton T-line, alkohol, dan tumpangan jet pribadi.

    Hakim Vincent Hoong, yang memimpin persidangan kasus tersebut di Pengadilan Tinggi Singapura, menekankan bahwa kejahatan pria yang menjabat menteri transportasi tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik.

    Hakim Hoong juga mencatat bahwa Iswaran tampaknya berpikir bahwa ia akan dibebaskan.

    “Dalam suratnya kepada perdana menteri, ia menyatakan bahwa ia menolak (dakwaan) dan menyatakan keyakinannya yang kuat bahwa ia akan dibebaskan,” kata Hakim Hoong.

    “Oleh karena itu, saya merasa sulit untuk menerima bahwa ini merupakan indikasi penyesalannya.”

    Tidak jelas kapan Iswaran akan melapor ke penjara, tetapi pengacaranya meminta hakim untuk mempercepat prosesnya.

    Gaji yang besar tidak korupsi?

    Iswaran akan menjalani hukumannya di Penjara Changi, penjara yang sama untuk menahan terpidana mati di Singapura. Di sana, sel-selnya tidak memiliki kipas angin dan sebagian besar narapidana tidur di atas tikar jerami, bukan di tempat tidur.

    Ia adalah tokoh politik pertama Singapura yang disidang di pengadilan dalam hampir 50 tahun.

    Singapura bangga dengan citranya yang bersih dan bebas dari korupsi. Namun, citra tersebut, serta reputasi Partai Aksi Rakyat yang berkuasa, telah tercoreng akibat kasus Iswaran.

    Anggota parlemen Singapura termasuk yang berpenghasilan tertinggi di dunia. Beberapa menteri bahkan berpenghasilan lebih dari S$1 juta (sekitar Rp11,9 miliar).

    Para pejabat Singapura menjustifikasi jumlah tersebut dengan dalih bahwa gaji yang besar memerangi korupsi.

    Iswaran akan menjalani hukumannya di Penjara Changi, penjara yang sama untuk menahan terpidana mati di Singapura. (Getty Images)

    Para menteri dilarang menerima hadiah kecuali mereka membayar nilai pasar hadiah tersebut kepada pemerintah. Mereka juga harus melaporkan apa pun yang mereka terima dari orang-orang yang memiliki hubungan bisnis dengan mereka.

    “Nilai [hadiah] itu tidak signifikan mengingat dia sudah bertahun-tahun mengabdi. Namun, dengan gajinya, seharusnya dia mampu untuk tidak menerimanya [hadiah],” kata Eugene Tan, seorang profesor hukum di Singapore Management University.

    “Saya pikir publik mengharapkan pengadilan untuk tidak menunjukkan toleransi terhadap perilaku semacam ini,” sambungnya.

    Jika pegawai negeri menerima hadiah besar, kepercayaan publik akan terkikis

    Tim kuasa hukum Iswaran telah meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara selama delapan minggu, jika hakim menganggap hukuman penjara diperlukan.

    Pengacaranya berpendapat bahwa tuduhan tersebut bukan penyalahgunaan kekuasaan dan tidak merugikan pemerintah.

    Di lain pihak, jaksa meminta hukuman penjara selama delapan hingga sembilan bulan, dengan mengatakan Iswaran “lebih dari sekadar penerima hadiah pasif”.

    “Jika pegawai negeri dapat menerima hadiah besar dalam situasi seperti itu, dalam jangka panjang kepercayaan publik terhadap netralitas dan integritas pemerintah akan sangat terkikis,” kata Wakil Jaksa Agung, Tai Wei Shyong.

    Baca juga:

    “Tidak menghukum tindakan seperti itu akan mengirimkan sinyal bahwa tindakan seperti itu ditoleransi,” imbuhnya.

    Pada Kamis (03/10), Hakim Hoong mengatakan bahwa pemegang jabatan tinggi memiliki dampak yang sangat besar terhadap kepentingan publik.

    “Orang-orang seperti itu menentukan standar bagi para pegawai negeri dalam menjalankan tugas dengan standar integritas yang tinggi dan harus terhindar dari persepsi bahwa mereka rentan terhadap pengaruh keuntungan finansial,” katanya.

    Trik menghindari penyelidikan

    Iswaran pernah memegang beberapa jabatan di kantor perdana menteri: di kementerian dalam negeri, kementerian komunikasi, dan yang terbaru, kementerian transportasi.

    Tuduhan terhadap Iswaran pertama kali muncul pada Juli tahun lalu.

    Hampir semua tuduhan terhadapnya berasal dari hubungannya dengan miliarder property, Ong Beng Seng, yang membantu membawa Grand Prix Formula 1 ke Singapura. Ong Beng Seng juga sedang diselidiki.

    Iswaran bertemu CEO McLaren, Zak Brown, menjelang F1 Grand Prix di Singapura pada 2022. (Getty Images)

    Ketika Iswaran mengetahui pihak berwenang sedang menyelidiki rekan-rekan Ong, ia meminta Ong untuk menagih biaya tiket pesawatnya ke Doha, kata Hakim Hoong pada hari Kamis (02/10).

    Dengan meminta untuk ditagih dan membayar tiket, Iswaran bertindak dengan pertimbangan dan perencanaan yang matang guna menghindari penyelidikan atas pemberian hadiah tersebut, imbuh Hakim Hoong.

    Baca juga:

    Iswaran awalnya didakwa dengan 35 tuduhan, termasuk dua tuduhan korupsi, satu tuduhan menghalangi keadilan, dan 32 tuduhan “memperoleh barang-barang berharga saat berstatus pegawai negeri”. Namun dalam persidangan pada akhir September, Iswaran mengaku bersalah atas pelanggaran yang lebih ringan setelah tuduhan korupsi diubah.

    Pengacara tidak mengonfirmasi apakah kesepakatan pembelaan telah dicapai.

    “Sistemnya masih berjalan dan masih ada komitmen publik. Namun, kasus khusus ini tentu saja tidak akan menguntungkan partai,” kata Tan.

    Skandal politisi Singapura

    Kasus terhadap Iswaran merupakan salah satu dari serangkaian skandal politik yang mengguncang Partai Aksi Rakyat (PAP) yang berkuasa. Partai itu telah lama menggembar-gemborkan sikap antikorupsi dan perbuatan tak bermoral.

    Sebelum Iswaran, terakhir kali politikus Singapura menghadapi penyelidikan korupsi terjadi pada 1986. Ketika itu, Menteri Pembangunan Nasional, Teh Cheang Wan, diselidiki karena menerima suap. Ia bunuh diri sebelum didakwa.

    Kemudian, mantan Menteri Negara untuk Lingkungan Hidup, Wee Toon Boon, dijatuhi hukuman 18 bulan penjara pada 1975 atas kasus yang melibatkan lebih dari S$800.000 (Rp9,5 miliar).

    Pada 2023, dua menteri diselidiki atas tuduhan korupsi terkait transaksi real estat. Keduanya bebas dari tuduhan pelanggaran. Kemudian, ketua parlemen mengundurkan diri karena berselingkuh dengan salah satu anggota parlemen.

    Skandal properti tersebut menimbulkan pertanyaan tentang posisi istimewa yang dimiliki para menteri di Singapura pada saat biaya hidup meningkat.

    Singapura akan menyelenggarakan pemilihan umum paling lambat November 2025.

    Perolehan suara rakyat PAP menurun dalam pemilihan umum terakhir, dan partai tersebut menghadapi tantangan dari Partai Pekerja selaku oposisi yang semakin berpengaruh.

    Partai Pekerja memenangkan total 10 kursi di parlemen dalam pemilihan terakhir, tetapi juga diguncang oleh skandal. Pemimpinnya, Pritam Singh, telah didakwa berbohong di bawah sumpah kepada komite parlemen. Ia telah menolak tuduhan tersebut.

    Tonton juga Video: Peringatan PM Singapura untuk Negara di Dunia: Kenali Bahaya

    (ita/ita)

  • Perbaikan rel kereta api di Lamongan masuk tahap pemadatan jalur

    Perbaikan rel kereta api di Lamongan masuk tahap pemadatan jalur

    perbaikan tersebut sebagai bagian dari rangkaian perbaikan geometri rel yang dimulai sejak 29 Juli dan ditargetkan rampung 9 Agustus 2025

    Lamongan, Jawa Timur (ANTARA) – PT Kereta Api Indonesia KAI Persero (KAI) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya menyatakan bahwa perbaikan jalur rel di perlintasan sebidang JPL 317 Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, di Jalan Jaksa Agung Suprapto, telah memasuki tahap pemadatan jalur.

    Manajer Humas KAI Daop 8 Surabaya, Luqman Arif saat dikonfirmasi di Lamongan, Minggu, mengatakan bahwa perbaikan tersebut sebagai bagian dari rangkaian perbaikan geometri rel yang dimulai sejak 29 Juli dan ditargetkan rampung 9 Agustus 2025.

    “Hari ini kami melaksanakan pemadatan menggunakan alat berat Multi Tie Tamper (MTT) setelah pembongkaran aspal, penggantian rel dan bantalan rampung,” kata Luqman.

    Ia menjelaskan tahapan tersebut krusial untuk dilakukan sebelum masa penstabilan dan pengaspalan ulang pada perlintasan yang berada di Kecamatan Tumenggungbaru, Kabupaten Lamongan itu.

    Ia menjelaskan pemadatan dilakukan Minggu dini hari, pukul 00.30–05.00 WIB untuk meminimalkan gangguan lalu lintas di jalur arah Lamongan Babat yang dilintasi rel kereta api tersebut.

    Luqman menambahkan perbaikan bertujuan meningkatkan keselamatan dan keandalan jalur antara Stasiun Surabayan (Kecamatan Sukodadi, Lamongan) dan Stasiun Lamongan.

    “Kami mengapresiasi dukungan seluruh pihak, termasuk masyarakat dan instansi terkait, dalam kelancaran pelaksanaan pekerjaan ini,” tambahnya.

    Sementara itu, Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) Polres Lamongan AKP Nur Arifin mengatakan pengalihan arus diberlakukan sejak Sabtu malam hingga Minggu pagi untuk mengantisipasi kepadatan di sekitar lokasi pekerjaan.

    “Kami arahkan kendaraan ke jalur alternatif dan menempatkan personel di lapangan untuk pengaturan situasional,” katanya.

    Jalur alternatif yang disiapkan yakni, Tuban–Lamongan melalui Tol Manyar–Deandles, Bojonegoro–Lamongan via Cerme–Mantup, untuk kendaraan pribadi menuju Surabaya, dialihkan melalui Sukodadi–Unisda, serta Tuban–Surabaya melalui Paciran.

    Sedangkan, untuk arus lalu lintas kendaraan dari Gresik dan Babat dialihkan melalui Jalan Lingkar Utara (JLU) Lamongan.

    Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah/Alimun Khakim
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Agustus 2025

    Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati… Nasional 3 Agustus 2025

    Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo Subianto
    mengeluarkan keputusan untuk memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    ), Hasto Kristiyanto, yang terseret kasus Harun Masiku.
    Pemberian amnesti tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang telah mendapat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945.
    Secara hukum, amnesti adalah tindakan negara yang menghapus seluruh akibat pidana atas suatu perbuatan, termasuk menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.
    Melalui amnesti ini, status hukum Hasto dinyatakan berakhir secara permanen, termasuk penyidikan dan penuntutan yang sempat dilakukan oleh aparat penegak hukum.
    Artinya, negara mengambil sikap bahwa perkara tersebut tidak lagi dianggap sebagai tindakan pidana yang perlu diproses lebih lanjut.
    Secara politik, keputusan ini menjadi isyarat penting dari pemerintahan Prabowo, terutama dalam menghadapi dinamika relasi dengan partai-partai di luar koalisi pemerintah.
    Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai bentuk rekonsiliasi, amnesti terhadap figur sentral PDI-P jelas menyimpan bobot politis yang tidak kecil.
    Langkah ini juga mencerminkan pemanfaatan kewenangan konstitusional Presiden untuk mengintervensi proses hukum demi pertimbangan keadilan dan kepentingan nasional yang lebih luas.
    Dalam praktik ketatanegaraan, pemberian amnesti kerap digunakan untuk meredam ketegangan politik atau menyelesaikan perkara yang dianggap sarat kepentingan non-hukum.
    Sebelum amnesti disampaikan, Ketua Umum
    Megawati Soekarnoputri
    memerintahkan para kadernya untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam acara Bimbingan Teknis atau Bimtek PDI-Perjuangan di Bali.
    Perintah Megawati agar kadernya mendukung pemerintahan Prabowo ini diungkapkan oleh Ketua DPP PDI-P Deddy Yevri Sitorus.
    “Sembari juga memastikan bahwa kita punya cukup banyak gagasan dalam rangka menjaga dan mendukung pemerintah agar betul-betul ada pada rel yang seharusnya,” kata Deddy, di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (31/7/2025) malam.
    Menurut dia, dukungan yang diberikan itu bagi upaya-upaya positif yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga negara, bangsa, dan rakyat agar mampu melalui kondisi yang belum baik saat ini.
    Dia mengatakan, upaya-upaya yang perlu didukung di antaranya untuk mengatasi kondisi fiskal yang sangat tidak stabil, pemasukan negara yang berkurang, tantangan pembayaran utang luar negeri, hingga tantangan geopolitik dan ekonomi global.
    Secara umum, dia mengatakan bahwa Megawati ingin supaya partai berlambang kepala banteng itu tetap solid secara organisasi dengan memiliki frekuensi yang sama.
    Untuk itu, menurut dia, Megawati meminta kepada para kadernya untuk turun ke masyarakat agar mengetahui persoalan-persoalan murni yang dialami masyarakat.
    Menurut dia, Megawati selalu berpesan bahwa partai politik adalah tiang utama dari pemerintahan.
    Dengan landasan undang-undang yang ada, dia mengatakan bahwa partai politik harus solid untuk bisa berperan dengan baik.
    “Sudah tentu kita sebagai partai, terutama anggota legislatif kita, sebagai bagian dari negara ini, tentu harus berpikir menyatukan frekuensi. Selain itu, kita juga menggunakan kesempatan itu untuk menemukan inovasi-inovasi baru,” kata Anggota Komisi II DPR RI itu.
    Meski tidak menjadi oposisi, partai berlambang banteng moncong putih itu menegaskan tetap berada di luar pemerintahan.
    Politikus PDI-P Yasonna Laoly menuturkan, dukungan yang dilakukan PDI-P adalah sebagai penyeimbang atau menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah.
    “Kan kalau PDI-P kemarin di bimtek, ibu sudah mengatakan. Kita dukung pemerintahan Pak Prabowo, walaupun kita berada di luar kabinet. Kita tetap mendukung sebagai penyeimbang,” ujar Yasonna, di sela-sela rangkaian Kongres ini.
    Presiden Prabowo Subianto menyatakan, Partai Gerindra yang ia pimpin dan PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri merupakan kakak dan adik.
    Meski hubungan kedua partai bagaikan saudara kandung, Prabowo menyebutkan bahwa PDI-P dan Gerindra tidak boleh berada dalam koalisi bila merujuk praktik demokrasi di negara barat.
    “Ini sebenarnya PDI-P sama Gerindra ini kakak-adik. Tapi, benar kita ini karena apa ya, demokrasi kita kan diajarkan oleh negara barat, jadi enggak boleh koalisi satu,” kata Prabowo, dalam peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025).
    Prabowo menuturkan, sebagai negara demokrasi, harus ada pihak yang mengoreksi kebijakan pemerintah.
    PDI-P dalam hal ini tidak menjadi bagian dari koalisi bersama Gerindra.
    Perwakilan PDI-P juga tidak ada dalam Kabinet Merah Putih dan lebih banyak menduduki kursi di parlemen.
    “Itu memang benar, harus ada yang di luar (koalisi), koreksi kita gitu, ngoreksi. Tapi, ya sedulur, ya kan?” ucap Prabowo.
    “Kalau bahasanya itu jaksa Agung, hopeng (hao pengyou—teman baik). Bahasanya Pak Utut hopeng, karena suhunya sama dia ini,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amnesti, Abolisi, dan Tebang Pilih Hukum
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Agustus 2025

    Amnesti, Abolisi, dan Tebang Pilih Hukum Nasional 3 Agustus 2025

    Amnesti, Abolisi, dan Tebang Pilih Hukum
    Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Anggota DPR RI Periode 2019-2024, Gubernur DKI Jakarta (2017), Wakil Gubernur DKI Jakarta (2014-2017) dan Walikota Blitar (2000-2010). Kini ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Periode 2024-2029.
    DALAM
    panggung sejarah kekuasaan, keputusan politik kerap menjadi penentu arah nasib individu, bahkan bangsa.
    Ketika Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, publik terbelah antara lega dan gusar, antara optimisme dan skeptisisme.
    Di satu sisi, tindakan ini dibaca sebagai bentuk keberanian politik untuk memutus lingkaran balas dendam kekuasaan. Di sisi lain, keputusan ini diselubungi tanda tanya: mengapa mereka yang terkena hukuman? Mengapa bukan yang lain?
    Amnesti dan abolisi bukan sekadar tindakan administratif, melainkan simbol kebijakan negara dalam memaknai keadilan.
    Dalam pengertian hukum positif, amnesti adalah pengampunan yang diberikan kepada individu atau kelompok atas tindakan pidana tertentu, biasanya bermuatan politik, yang menghapuskan segala akibat hukum.
    Abolisi, sebaliknya, adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang dan diberikan atas dasar pertimbangan politik tertentu.
    Keduanya diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi.
    Dalam kasus Hasto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan yang terjerat tuduhan
    obstruction of justice
    dan suap dalam perkara Harun Masiku dengan vonis 3,5 tahun penjara; amnesti menjadi pilihan untuk memulihkan martabat seorang politikus yang dianggap menjadi korban kriminalisasi.
    Sementara itu, Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan (2015-2016) terdakwa kasus impor gula dengan vonis hukuman 4,5 tahun penjara, mendapat abolisi yang menghapus semua proses dan putusan hukum.
    Kedua tindakan ini, secara hukum sah, tapi secara moral dan politik memanggil renungan lebih dalam.
    Apresiasi atas amnesti dan abolisi tak boleh membutakan kita dari ketimpangan hukum yang telah lama menjadi borok tak tersembuhkan dalam demokrasi Indonesia.
    Ketika keputusan hakim tampak seperti salinan naskah kekuasaan, dan ketika tuntutan jaksa mencerminkan atmosfer politik ketimbang asas legalitas, maka kita sedang menyaksikan bagaimana keadilan kehilangan sakralitasnya.
    Mengapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diam pada kasus-kasus korupsi yang nilainya jauh lebih besar, bahkan seukuran gajah?
    Mengapa kejaksaan lamban dalam mengusut skandal-skandal besar yang menguapkan triliunan rupiah uang rakyat?
    Di saat yang sama, aparat penegak hukum tampak sangat aktif ketika berhadapan dengan figur-figur yang berada di luar lingkar kekuasaan.
    Pola ini mengulangi siklus gelap dalam sejarah penegakan hukum di negeri ini: selektif, transaksional, dan sarat kepentingan.
    Buku Daniel S. Lev berjudul “Legal Evolution and Political Authority in Indonesia” (Equinox Publishing, 2000) menjadi titik awal refleksi penting.
    Lev menunjukkan bahwa hukum di Indonesia tidak pernah menjadi entitas otonom, melainkan selalu dibentuk dan dibelokkan oleh agenda kekuasaan.
    Hal ini masih relevan hingga hari ini. Ketika figur seperti Hasto dan Tom Lembong dijerat atau dibebaskan berdasarkan kalkulasi politik, bukan semata prosedur hukum, maka jelas bahwa supremasi hukum masih menjadi ideal yang jauh dari kenyataan.
    Penegakan hukum di Indonesia semakin diragukan setelah KPK dilemahkan melalui revisi Undang-Undang No. 19 Tahun 2019. KPK yang dahulu independen dan progresif, kini berada di bawah kendali dewan pengawas yang berafiliasi dengan pemerintah.
    Hukum menjadi sunyi ketika pelakunya adalah kroni atau bagian dari sistem kekuasaan. Padahal, dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jelas bahwa setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok wajib dihukum berat.
    Namun, teks hukum kehilangan makna jika aparatnya tunduk pada perintah kekuasaan.
    Hal ini dipertegas oleh Satjipto Rahardjo dalam bukunya “Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan” (Kompas, 2008), bahwa hukum di Indonesia terlalu kaku pada prosedur tetapi gagal pada substansi keadilan.
    Ia menyerukan agar aparat hukum lebih berpihak kepada nilai keadilan sosial daripada sekadar teks hukum.
    Dalam konteks Prabowo, pemberian amnesti dan abolisi bisa dibaca sebagai upaya koreksi terhadap praktik hukum yang telah kehilangan arah moral.
    Sebastian Pompe (2012) juga mencatat bahwa hukum di Indonesia sangat rentan digunakan sebagai alat politik.
    Dari Mahkamah Konstitusi hingga Mahkamah Agung, Pompe menunjukkan bahwa tekanan kekuasaan menjadi bagian inheren dalam pengambilan keputusan.
    Dengan itu, maka yang dibutuhkan bukan hanya pemimpin yang berani memberikan pengampunan, tetapi sistem hukum yang berani berdiri sendiri.
    Apa arti keadilan dalam sistem hukum yang telah dibajak oleh logika kekuasaan? Ketika hukum tidak memberi perlindungan kepada yang lemah, dan justru menjadi senjata untuk menundukkan lawan politik, maka legitimasi hukum pun runtuh.
    Rakyat melihat bahwa keadilan hanyalah milik mereka yang dekat dengan kekuasaan, dan hukum adalah panggung sandiwara tanpa penonton yang percaya.
    Keputusan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi dapat dipandang sebagai gestur moral yang melampaui prosedur teknis hukum.
    Namun, hal ini tak cukup jika tidak diikuti reformasi institusional. KPK harus dikembalikan kepada independensinya.
    Jaksa Agung harus benar-benar bebas dari kendali partai politik. Hakim harus memperoleh jaminan keamanan politik dan kesejahteraan agar tidak mudah dibeli atau ditekan. Dan yang terpenting, semua proses hukum harus terbuka untuk diawasi rakyat.
    Konstitusi memberikan ruang untuk koreksi politik terhadap kesewenang-wenangan hukum, sebagaimana Pasal 14 UUD 1945 yang menjadi dasar pemberian amnesti dan abolisi.
    Namun, koreksi itu tidak boleh menjadi pengganti dari sistem hukum yang rusak. Ia hanya boleh menjadi intervensi moral ketika hukum telah dibajak oleh tirani prosedural.
    Di sinilah refleksi penting kita: bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia tidak gagal karena kekurangan undang-undang, melainkan karena lemahnya komitmen politik dan keberanian moral para penyelenggara negara.
    Hukum dipakai bukan untuk membangun keadilan, tetapi untuk mempertahankan kekuasaan dan mengamankan jejaring ekonomi politik para elite. Inilah yang melahirkan krisis sistem penegakan hukum kita.
    Apresiasi terhadap keputusan Presiden Prabowo mesti diikuti oleh dorongan publik untuk terus memperjuangkan sistem hukum yang rasional, independen, dan berpihak kepada rakyat.
    Jika tidak, maka amnesti dan abolisi hanya akan dipahami sebagai strategi kompromi politik, bukan jalan menuju keadilan sejati.
    Dan selama hukum masih berpihak pada mereka yang kuat, bukan pada kebenaran, maka keadilan akan tetap menjadi angan yang dituliskan dalam pasal-pasal undang-undang, tetapi tak pernah benar-benar hidup dalam kenyataan.
    Hal ini tentu bertentangan dengan sifat dasar Indonesia yang merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tom Lembong Dapat Abolisi, Eks Kabareskrim Polri: Pelajaran Berharga untuk Institusi Kejaksaan

    Tom Lembong Dapat Abolisi, Eks Kabareskrim Polri: Pelajaran Berharga untuk Institusi Kejaksaan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen (purn) Susno Duadji, ikut merespons terkait pemberian abolisi bagi Tom Lembong.

    Hal itu tampak saat mengomentari unggahan kader PKB, Umar Sahadat Hasibuan atau Gus Umar di akun media sosial X.

    “Jaksa agung harusnya mundur. gak malu apa Tom Lembong dipaksain jadi terpidana lalu dikasih abolisi sama presiden,” tulis Gus Umar, dikutip Sabtu (2/8/2025).

    Cuitan yang disertai video terkait Tom Lembong itu pun dikomentari Susno Duadji.

    Mantan petinggi Mabes Polri ini menilai, apa yang terjadi pada Tom Lembong bisa menjadi pelajaran bagi Kejaksaan agar independen dan tidak jadi alat kekuasaan.

    “Abolisi untuk Tom Lembong pelajaran berharga untuk institusi kejaksaan agar idependen dan jangan mau dijadikan alat kepentingan politik penguasa, nama kejaksaan sudah baik jangan dirusak kepentingan politik,” tulis Susno.

    Seperti diketahui, Tom Lembong mendapat abolisi dari Presiden Prabowo. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, seluruh proses hukum yang sedang berjalan untuk eks Mendag Thomas Trikasih Lembong dihentikan usai mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

    Dia mengatakan, penghentian seluruh proses hukum itu merupakan konsekuensi setelah usulan abolisi yang diajukan Presiden resmi diterima oleh DPR.

    “Atas pemberian abolisi kepada saudara Tom Lembong, dengan demikian, konsekuensinya, kalau yang namanya abolisi, maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan itu dihentikan. Ya, dihentikan,” ujarnya di Komplek DPR, Kamis lalu. (bs-sam/fajar)

  • Dari Pahlawan Jadi Terdakwa, Mantan Presiden Divonis 12 Tahun

    Dari Pahlawan Jadi Terdakwa, Mantan Presiden Divonis 12 Tahun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan presiden Kolombia yang masih berkuasa, Álvaro Uribe, telah dijatuhi hukuman 12 tahun tahanan rumah. Keputusan tersebut sekaligus mengakhiri kariernya yang panjang dan penuh perdebatan dalam politik negara itu selama satu generasi.

    Dilansir The Guardian, Sabtu (2/8/2025), Uribe, yang yang saat ini berusia 73 tahun, menerima hukuman maksimal setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan mengintervensi saksi. Seperti diketahui, Uribe memimpin Kolombia dari tahun 2002 hingga 2010 dan memimpin kampanye militer tanpa henti melawan kartel-kartel narkoba dan gerilyawan Farc.

    Dia tetap populer di Kolombia, meskipun dituduh oleh para kritikus bekerja sama dengan paramiliter bersenjata sayap kanan untuk menghancurkan kelompok-kelompok pemberontak sayap kiri.

    Bahkan, dia masih memegang kekuasaan yang cukup besar atas politik konservatif di Kolombia, dengan memainkan sebagai penentu dalam pemilihan pemimpin partai baru.

    Akhirnya, Ia dinyatakan bersalah karena meminta paramiliter sayap kanan untuk berbohong tentang dugaan hubungan mereka dengannya.

    Seorang hakim pada hari Senin menyatakan dia bersalah atas dua tuduhan mengganggu saksi dan “penipuan prosedural”.

    Namun, Uribe bersikeras bahwa ia tidak bersalah dan mengatakan bahwa ia akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

    Sebagai seorang garis keras dalam hal hukum dan ketertiban, Uribe merupakan sekutu dekat Amerika Serikat dan memiliki hubungan dengan sayap kanan Amerika.

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, sebelumnya sempat mengecam penuntutan Uribe, dengan menyatakan, tanpa memberikan bukti, bahwa hal tersebut merupakan senjata bagi cabang peradilan Kolombia oleh para hakim radikal.

    Pernyataannya menuai pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa Uribe adalah politisi yang paling dicintai di negara Amerika Selatan tersebut. Hal itu tecermin pada tahun 2019 lalu yang mana ribuan orang melakukan protes di Medellín dan ibu kota, Bogota, ketika ia pertama kali didakwa dalam kasus ini.

    Saat itu, sekelompok kecil pengikutnya berkumpul di luar pengadilan dengan mengenakan topeng yang dibuat sesuai dengan gambarnya dan meneriakkan yel-yel: “Uribe, tidak bersalah!”

    Penyelidikan terhadap Uribe dimulai pada tahun 2018 dan telah mengalami banyak lika-liku, dengan beberapa jaksa penuntut umum yang berusaha untuk menutup kasus ini.

    Kasus ini mendapatkan dorongan baru di bawah jaksa agung saat ini, Luz Camargo, yang dipilih oleh presiden saat ini, Gustavo Petro. Ia merupakan mantan gerilyawan dan musuh bebuyutan Uribe.

    Lebih dari 90 saksi memberikan kesaksian dalam persidangan yang dibuka pada Mei 2024. Selama persidangan, jaksa penuntut memberikan bukti setidaknya satu mantan pejuang paramiliter yang mengatakan bahwa dia dihubungi oleh Uribe untuk mengubah ceritanya.

    Mantan presiden itu juga sedang diselidiki dalam kasus-kasus lain, seperti telah bersaksi di hadapan jaksa dalam penyelidikan awal terhadap pembantaian petani oleh paramiliter pada tahun 1997 ketika dia menjabat sebagai gubernur di bagian barat Antioquia.

    Sebuah pengaduan juga telah diajukan terhadapnya di Argentina, di mana yurisdiksi universal memungkinkan penuntutan kejahatan yang dilakukan di mana pun di dunia.

    Pengaduan tersebut berasal dari dugaan keterlibatan Uribe dalam lebih dari 6.000 eksekusi dan penghilangan paksa warga sipil oleh militer Kolombia ketika ia menjabat sebagai presiden.

    Meskipun demikian, Uribe bersikeras bahwa pengadilannya adalah produk dari balas dendam politik.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Salinan Keppres Amnesti Hasto Kristiyanto Diterima KPK

    Salinan Keppres Amnesti Hasto Kristiyanto Diterima KPK

    GELORA.CO -Salinan surat Keputusan Presiden (Keppres) tentang amnesti Hasto Kristiyanto sudah diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Salinan surat diserahkan Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum (Kemenkum) Widodo yang datang langsung ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat malam, 1 Agustus 2025.

    “Alhamdulillah terimakasih, pada malam hari ini saya atas nama dari Kementerian Hukum tadi diminta datang bersama Pak Menteri dampingi ke Istana, dan kebetulan kami menerima surat salinan tentang keputusan presiden, dibawa langsung oleh Pak Menteri, dan Pak Menteri mendapatkan tugas juga sekaligus mengantarkannya ke Pak Jaksa Agung, kebetulan saya mendapat tugas sekaligus mampir ke KPK menyerahkan surat kepada pimpinan KPK,” kata Widodo usai menyerahkan salinan surat.

    Widodo mengatakan, surat salinan Keppres amnesti Hasto telah diterima Pelaksana Tugas Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mewakili pimpinan KPK.

    “Ini surat salinan Keppresnya (diserahkan) kepada Pak Asep. Cuma isinya apa nanti pimpinan yang akan menyampaikan terhadap keputusan tersebut,” terang Widodo.

    “Saya yang terima. Dengan saya, ini mau proses dulu suratnya biar cepat, nanti teman-teman ke belakang tunggu ya,” kata Asep di lokasi yang sama.

  • Pejabatnya Jadi Tersangka Korupsi Batu Bara, Kementerian ESDM Buka Suara – Page 3

    Pejabatnya Jadi Tersangka Korupsi Batu Bara, Kementerian ESDM Buka Suara – Page 3

    Berdasarkan pantauan kanal News Liputan6.com, Sunindyo dibawa keluar dari Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada Kamis (31/7/2025) sekitar pukul 20.53 WIB. Dia mengenakan rompi tahanan merah muda kejaksaan, dengan wajah ditutupi masker.

    “Ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan.

    Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menetapkan Komisaris PT Ratu Samban Mining (RSM), David Alexander Yowomo (DA) sebagai tersangka di kasus dugaan tindak pidana korupsi memanipulasi data uji mutu penambangan batubara. Hal itu diumumkan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan.

    “Perkara ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu, dan kebetulan hari ini kita fasilitasi diperiksa di Kejaksaan Agung. Dan hari ini juga langsung ditetapkan sebagai tersangka dari alat-alat bukti yang ada, dan hari ini juga langsung dilakukan penahanan,” tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (30/7/2025).

    Menurut Anang, dalam kasus yang diusut tersebut sudah ada tujuh tersangka sebelumnya dan juga telah dilakukan penahanan. Dengan penetapan kali ini, maka total sudah ada delapan tersangka. “Kerugian estimasi dari penyidik ini kurang lebih sekitar Rp 500 miliar,” kata Anang.

     

  • Alasan Pemerintah Tetapkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur – Page 3

    Alasan Pemerintah Tetapkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi meminta menteri, pimpinan lembaga negara, hingga kepala daerah untuk mengibarkan bendera merah putih secara serentak di kantor masing-masing mulai 1 hingga 31 Agustus 2025. Pengibaran bendera ini untuk memeriahkan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI.

    Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Mensesneg Nomor B-20/M/S/TU.00.03.07/2025 tertanggal 28 Juli 2025. Surat ini ditujukan untuk Pimpinan Lembaga Megara, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Kabinet Merah Putih, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri.

    Kemudian, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pimpinan Lembaga Non Struktural, Kepala Perwakilan Rl di Luar Negeri, Gubernur Provinsi di seluruh lndonesia, hingga Bupati dan Walikota di seluruh lndonesia.

    “Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka menyemarakkan Peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan Rl Tahun 2025, kami mengajak Bapa lbu/Saudara untuk dapat turut serta berpartisipasi dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut: Mengibarkan Bendera Merah Putih secara serentak di lingkungan masing-masing mulai tanggal 1 s.d. 31 Agustus 2025,” demikian dikutip Liputan6.com dari surat edaran Mensesneg, Kamis (31/7/2025).

    Selain itu, pimpinan lembaga negara, menteri, hingga kepala daerah diminta memasang dekorasi, umbul-umbul, poster, spanduk, baliho, atau hiasan lainnya di kantor masing-masing. Pemasangan dekorasi, poster, spanduk, balihosesuai dengan Pedoman lndentitas Visual Peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan Rl Tahun2025.

    “Tema, logo, dan panduan identitas visual Peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan Rl Tahun 2025 dapat diunduh pada laman https://hut80ri.setneg.go.id,” bunyi surat edaran Mensesneg.

  • Video: Prabowo Panggil Jaksa Agung-Kapolri Bahas Kasus Beras Oplosan

    Video: Prabowo Panggil Jaksa Agung-Kapolri Bahas Kasus Beras Oplosan

    Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan sejumlah pejabat secara mendadak di Istana, Rabu (30/07/2025) malam. Salah satu yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Jaksa Agung ST Burhanuddin.

    Selengkapnya dalam program Power Lunch CNBC Indonesia (Kamis, 31/07/2025) berikut ini.