Profil Tom Lembong, Eks Mendag yang Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Thomas Trikasih Lembong ditetapkan menjadi tersangka oleh
Kejaksaan Agung
dalam kasus dugaan
korupsi
terkait impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Lelaki yang kerap disapa
Tom Lembong
itu ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitas sebagai mantan Menteri Perdagangan bersama Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 berinisial CS.
Tom yang lahir pada 4 Maret 1971 bermukim di Jerman antara usia 3 sampai 10 tahun. Namun, dia sempat mengenyam pendidikan di Regina Pacis, Palmerah, Jakarta.
Setelah lulus SMA, Tom kemudian pergi ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Dia kemudian menyelesaikan pendidikan tingginya di Harvard University pada 1994 dengan gelar Bachelor of Arts (B.A.) di bidang arsitektur dan tata kota.
Akan tetapi, Tom Lembong justru berkecimpung di industri jasa keuangan.
Dia bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley di Singapura pada 1995. Setelah itu Tom Lembong menduduki posisi sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia dari 1999 sampai 2000.
Tom Lembong juga pernah menjadi penasihat ekonomi ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Posisi ini dipertahankan sampai Jokowi menjadi presiden 2014.
Lalu, Tom menjadi Menteri Perdagangan 2015-2016, sebelum digeser menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sampai 2019.
Setelah itu, Tom Lembong bergabung dengan kubu calon presiden Anies Baswedan sebagai tim pemenangan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dalam konstruksi perkara ini, pada 2015, berdasarkan rapat koordinasi antarkementerian, telah disimpulkan Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak diperlukan impor gula.
Akan tetapi, di tahun yang sama, Tom yang ketika itu menjabat Menteri Perdagangan memberikan izin impor gula kristal mentah tersebut.
Oleh Kemendag, PT AP diberikan izin mengimpor 105.000 ton gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.
“Pemberian izin ini tidak melalui rapat koordinasi atau tanpa ada rekomendasi dari Kementerian Perindustrian,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024) malam.
Akibat perkara itu, Indonesia diduga mengalami kerugian mencapai Rp 400 miliar. Usai pemeriksaan, Tom Lembong kemudian ditahan sebagai tersangka di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Jaksa Agung
-
/data/photo/2024/10/29/6720ed8793449.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Profil Tom Lembong, Eks Mendag yang Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula Nasional
-

Kejagung jadi lembaga hukum paling dipercaya publik
Ilustrasi – Kejaksaan Agung (ANTARA FOTO)
Survei Indikator: Kejagung jadi lembaga hukum paling dipercaya publik
Dalam Negeri
Widodo
Minggu, 27 Oktober 2024 – 22:15 WIBElshinta.com – Lembaga survei Indikator mencatat Kejaksaan Agung (Kejagung) di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin masih menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik.
Berdasarkan survei pada 10-15 Oktober 2024, Kejagung berada di urutan ketiga setelah institusi presiden dan TNI. Kepercayaan publik terhadap Kejagung mencapai 75 persen, paling tinggi dibanding lembaga penegak hukum lainnya.
“Kalau kita cek, TNI masih paling tinggi yang dipercaya (96 persen), disusul institusi presiden sekitar 86 persen, kemudian Kejaksaan Agung 75 persen,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat merilis hasil survei secara daring yang dipantau dari Jakarta, Minggu.
Di bawah Kejagung, pengadilan memiliki tingkat kepercayaan publik sekitar 73 persen, Polri 69 persen, Mahkamah Konstitusi (MK) 68 persen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 65 persen.
Sementara itu, Menteri Perumahan Maruarar Sirait, mengapresiasi capaian Kejagung sebagai lembaga penegak hukum paling dipercaya publik. Menurut dia, bahwa Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah menyatakan soal komitmennya dalam pemberantasan korupsi.
“Jaksa Agung itu bagus, bilang kalau memberantas korupsi harus dari kepalanya. Orang nomor satunya. Saya pikir kalau seorang Jaksa Agung bisa ngomong begitu, kita para menteri juga harus bisa memberi contoh itu,” kata Maurarar yang juga hadir secara daring mengikuti rilis survei tersebut.
Adapun dalam survei tersebut, jumlah sampel sebanyak 1200 orang dengan asumsi metode simple random sampling. Ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error–MoE) sekitar 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi di Indonesia yang terdistribusi secara proporsional.
Sumber : Antara
-

Terungkap Peran Tom Lembong di Kasus Impor Gula yang Rugikan Negara Rp400 Miliar
Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong dalam kasus dugaan korupsi izin persetujuan impor gula.
Untuk diketahui, pria yang akrab disapa Tom Lembong itu merupakan satu dari dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Keduanya juga sudah ditahan per hari ini, Selasa (29/10/2024).
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohari, pihaknya menduga Tom berperan dalam memberikan penugasan kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian menjadi gula kristal putih.
Kendati impor itu ditujukan untuk menstabilkan harga gula yang melambung tinggi karena kelangkaan saat itu, Tom diduga menyalahi sejumlah aturan.
“Padahal yang seharusnya melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka stabilitas harga adalah BUMN yang ditunjuk oleh menteri perdagangan. Itu pun seharusnya gula kristal putih, bukan gula kristal mentah,” jelas Qohari dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024).
Berdasarkan kronologi perkaranya, Tom diduga memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton pada 2015. Padahal, saat itu Indonesia dinyatakan surplus gula.
Pada sekitar sembilan tahun silam, hasil rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri. Akan tetapi, Tom yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.
“Akan tetapi pada tahun yang sama yaitu 2015 Menteri Perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih” jelasnya.
Di sisi lain, peraturan yang ada yakni Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No.257/2004 mengatur bahwa impor gula kristal hanya boleh diimpor oleh BUMN. Namun, pada izin persetujuan yang dikeluarkan oleh Tom, impor itu dilakukan oleh swasta PT AP.
“Dan impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” lanjut Qohari.
Selanjutnya, pada 28 Desember 2015. kementerian-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian menggelar rapat ihwal Indonesia yang disebut bakal mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton di 2016. Pemerintah pun menggelar rapat untuk membahas stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada rentang waktu November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdangan Indonesia (Persero) atau PPI memerintahkan P, selaku Staf Senior Manajer Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Padahal, timpal Qohari, impor yang boleh dilakukan untuk pemenuhan stok dan stabilasi harga seharusnya gula impor putih, dan hanya boleh dilakukan oleh BUMN.
Tidak hanya itu, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu sebenarnya adalah produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi.
Setelah impor dilakukan oleh kedelapan perusahaan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, Kejagung menduga senyatanya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya.
Harga yang dipatok untuk gula itu yakni Rp16.000 per kg, atau lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 per kg dan tidak dilakukan operasi pasar.
Alhasil, PT PPI berhasil mendapatkan fee sebesar Rp105 per kg dari delapan perusahaan yang melakukan importasi dan pengolahan gula kristal mentah ke gula putih tersebut.
“Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, Kejagung menetapkan dua orang tersangka yaitu TTL selaku Mendag Periode 2015-2016 serta CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI 2015-2016.
-

Temuan Duit Hampir Rp 1 T Zarof Ricar Dinilai Tanda Krisis Sistem Hukum
Jakarta –
Masyarakat dihebohkan dengan penemuan uang Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas di kediaman Mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Pakar hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho mengatakan sistem hukum di Indonesia tengah mengalami krisis serius.
“Ketika mantan pejabat peradilan ditemukan menyimpan uang dalam jumlah fantastis, ini tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga ancaman bagi kredibilitas sistem hukum kita. Ini adalah cerminan bahwa ada krisis serius dalam pengawasan dan akuntabilitas pada level tertinggi peradilan,” ujar Hardjuno kepada wartawan, Selasa (29/10/2024).
Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair) itu mengatakan kasus ini mengungkap celah besar dalam sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan. Dia menduga kasus ini tak melibatkan satu orang.
“Saat uang sebesar itu ditemukan di rumah seorang mantan pejabat peradilan, ini tidak bisa dianggap hanya sebagai kasus perorangan. Ini adalah masalah sistemik yang mengindikasikan betapa lemahnya mekanisme kontrol internal di institusi peradilan,” katanya.
Menurut Hardjuno, temuan ini bisa menjadi momentum untuk mendorong reformasi yang lebih mendalam. Ia juga mengusulkan agar ada pengetatan pengawasan terhadap aset dan harta pejabat peradilan, serta transparansi yang lebih tinggi.
“Kita butuh reformasi yang tidak hanya memperketat aturan, tetapi juga mekanisme pengawasan yang memungkinkan setiap praktik korupsi terdeteksi lebih dini. Transparansi menjadi kebutuhan utama.Kasus ini harus menjadi peringatan keras bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk mereka yang seharusnya menegakkan hukum. Jika kita tidak bertindak tegas sekarang, maka kepercayaan publik terhadap peradilan akan semakin runtuh,” tambahnya.
Sebelumnya, uang sebesar Rp 920 miliar ditemukan penyidik Kejagung usai melakukan rangkaian penggeledahan di kediaman milik Zarof Ricar. Uang fantastis itu diakui Zaro sebagai hasil pengurusan perkara selama bertugas di MA.
“Saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kapusdiklat yang tadi saya katakan, menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang. Ada yang rupiah dan ada yang mata uang asing,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (25/10).
Qohar mengatakan Zarof mengaku menerima sejumlah uang dari tindakan kongkalikong perkara di Mahkamah Agung. Perbuatan sebagai makelar kasus itu diakui Zarof telah dilakukannya lebih dari 10 tahun silam.
“Berdasarkan keterangan yang bersangkutan ini dikumpulkan mulai tahun 2012-2022. Karena 2022 sampai sekarang yang bersangkutan sudah purnatugas,” ujar Qohar.
Namun Harta Zarof yang dilaporkan sebesar Rp 51 miliar di LHKPN. Berdasarkan situs e-LHKPN KPK, Zarof menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK pada Maret 2022. LHKPN itu disetorkan Zarof untuk akhir jabatannya sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA.
(azh/azh)
-

Masih Tersenyum, Kejaksaan Langsung Tahan Tom Lembong di Rutan Salemba
Jakarta (beritajatim.com) – Kejaksaan Agung langsung melakukan penahanan terhadap Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong. Dia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 s.d. 2016.
“Tersangka TTL di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 50/ F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 29 Oktober 2024,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejaksaan Agung.
Begitu juga dengan tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) , ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 51/ F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 29 Oktober 2024.
“Kedua Tersangka dilakukan penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan) selama 20 hari ke depan,” katanya.
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong.
Sementara saat akan memasuki mobil tahanan, tampak Tom berjalan dengan tangan diborgol dan mengenakan rompi tahanan pidsus warna merah muda. Sesekali dia melempar senyum. Tom pun mengaku telah menyerahkan sepenuhnya kasus yang menjeratnya kepada Tuhan. “Saya menyerahkan ke Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Tom. [hen/ian]
-

Tom Lembong Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Jakarta (beritajatim.com) – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Tom ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 s.d. 2016.
“Tim Penyidik JAM PIDSUS Tetapkan dua orang tersangka dalam Perkara Impor Gula, Salah Satunya Eks Menteri Perdagangan Berinisal TTL,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya.
Penetapan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan JAM PIDSUS Nomor: Prin-54/F.2/Fd.2/10/2023 tanggal 03 Oktober 2023. Adapun kedua tersangka tersebut yaitu TTL selaku Menteri Perdagangan periode 2015 s.d. 2016 berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor: TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024. Dan tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : TAP-61/F.2/Fd.2/10/2024.
Qohar menambahkan, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [hen/ian]
-

Kejagung Sebut Kasus Impor Gula yang Seret Tom Lembong Sudah Diselidiki sejak 2023
Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016 yang menjerat Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau yang akrab disapa Tom Lembong sudah diselidiki sejak 2023.
“Penyidikan dalam perkara ini sudah cukup lama, sejak Oktober 2023,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar kepada wartawan Selasa (29/10/2024).
Qohar mengatakan, pihaknya tak serta-merta menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Menurutnya, penetapan tersangka ditentukan berdasarkan kecukupan alat bukti dan keterangan ahli.
“Cukup lama karena perkara ini bukan perkara yang biasa. Bukan perkara yang sederhana,” tegasnya.
Qohar juga membantah telah mempolititasi kasus tersebut. Dia menekankan ada bukti yang cukup untuk menjerat Tom Lembong sebagai tersangka.
“Tidak terkecuali siapa pun pelakunya, ketika ditemukan bukti yang cukup maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” katanya.
Sebelumnya Abdul Qohar mengatakan, Tom Lembong berperan memberi izin impor gula kristal mentah ke gula kristal putih saat harga melambung tinggi.
“Padahal, seharusnya yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri adalah BUMN yang ditunjuk menteri perdagangan. Itu pun gula kristal putih bukan gula kristal mentah,” ungkapnya.
Tom Lembong ditahan selama 20 hari ke depan seusai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. “TTL ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” katanya kepada wartawan.
-

Penampakan Tom Lembong Kenakan Rompi Tahanan Kejagung, Tangan Diborgol dan Irit Bicara
Jakarta, Beritasatu.com – Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau akrab disapa Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016. Dia tampak mengenakan baju tahanan dan irit bicara.
Pantauan Beritasatu.com, Tom Lembong keluar dari gedung Kartika Kejaksaan Agung (Kejagung) pukul 20.45 WIB. Dia terlihat mengenakan baju tahanan Kejagung berwarna merah muda.
Tangan Tom Lembong yang diborgol penyidik dibiarkan terlihat tanpa ditutupi oleh apa pun. Ia juga dikawal beberapa petugas saat hendak masuk ke mobil tahanan Kejagung.
Tom Lembong memilih irit bicara saat awak media mencecarnya dengan sejumlah pertanyaan terkait kasus tersebut.
Dia hanya mengatakan dirinya menyerahkan semua proses hukum terhadap Tuhan. “Kita serahkan semua kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” ucapnya di Kejagung, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Sebelumnya, Kejagung menetapkan eks menteri perdagangan itu sebagai tersangka kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.
Tom Lembong berperan memberi izin impor gula kristal mentah ke gula kristal putih saat harga melambung tinggi.
“Padahal, seharusnya yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri adalah BUMN yang ditunjuk menteri perdagangan. Itu pun gula kristal putih bukan gula kristal mentah,” ungkap Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar.
Tom Lembong bakal ditahan selama 20 hari ke depan seusai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
“TTL ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” katanya kepada wartawan.
-

Kasus Emas ANTAM, Saksi Sebut Budi Said yang Minta Kekurangan Emas
Jakarta (beritajatim.com) – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dengan terdakwa Budi Said. Dalam Sidang nomor perkara 78/Pid.Sus.TPK/2024/PNJkt.Pst ini menghadirkan beberapa saksi di antaranya Eksi Anggraeni.
Dalam kesaksiannya, Eksi mengaku membuat surat keterangan kekurangan emas di di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01, diminta dan didesain oleh Budi sendiri. Surat itu kemudian menjadi dasar bagi Budi untuk menggugat perdata PT ANTAM di pengadilan.
“Semua konsep surat itu berasal dari arahan Budi Said,” ujar Eksi di depan Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Menurutnya, surat keterangan kekurangan serah emas sebanyak 1.136 kilogram dari BELM Surabaya 01 ANTAM dibuat atas permintaan Budi Said melalui telepon.
Eksi mengungkapkan, sekitar Oktober atau November 2018, dia dihubungi oleh Budi untuk mendokumentasikan semua transaksi pembelian emas di ANTAM, termasuk tanggal pembelian, jumlah dana yang disetor ke rekening ANTAM, nomor faktur, dan waktu penyerahan barang. “Semua perhitungan itu, arahannya dari Pak Budi,” tambahnya dalam persidangan.
Setelah konsep surat disusun, Eksi mendatangi BELM Surabaya 01 untuk meminta surat keterangan tersebut kepada Kepala Butik, Endang Kumoro. Namun, Endang sedang menunaikan ibadah umroh saat itu.
Eksi kemudian menemui Ahmad Purwanto, seorang pejabat di butik, dan Misdianto, pegawai administrasi. Permintaan surat keterangan dari Budi Said disampaikan kepada Purwanto, dengan Eksi mengonfirmasi bahwa surat tersebut memang permintaan Budi.
Usai surat selesai dibuat, Eksi menyerahkannya ke rumah Budi Said di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Surabaya. Namun, Budi menolak karena surat tersebut tidak ditandatangani oleh Endang. Setelah Endang kembali dari umroh, Eksi kembali ke butik untuk meminta surat yang sama dengan tanda tangan Endang. “Setelah saya serahkan, Pak Budi bilang, ‘Ini benar, Bu’,” kata Eksi.
Dalam sidang, jaksa menunjukkan surat bertanggal 16 November 2018, yang menyebutkan harga emas Rp 505 juta per kilogram. Eksi menyatakan, harga tersebut sesuai dengan informasi dari dirinya kepada Budi, meski harga resmi ANTAM pada 2018 berkisar Rp 590 juta per kilogram.
Saat jaksa menanyakan keabsahan surat itu, Eksi mengaku harga di surat itu memang tidak sesuai dengan harga resmi ANTAM yang tertera di faktur. Eksi menambahkan, catatan pembayaran itu pun tidak sesuai dengan tanggal di faktur, karena dia menuliskannya berdasarkan instruksi Budi Said.
Seperti diketahui, JPU Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas ANTAM, dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaan yang dibacakan pada persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Budi Said diduga terlibat dalam transaksi pembelian 5,9 ton emas yang direkayasa agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01.
Jaksa mengungkapkan, Budi Said juga melakukan transaksi pembelian emas dengan harga sebesar Rp505.000.000 per kilogram itu jauh di bawah standar dan tidak sesuai prosedur ANTAM. Dia bekerja sama dengan broker Eksi Anggraeni serta beberapa terpidana yang merupakan mantan pegawai ANTAM, termasuk Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto.
Dalam dua transaksi utama, Budi Said pertama kali membeli 100 kilogram emas dengan harga Rp25.251.979.000, yang seharusnya hanya berlaku untuk 41,865 kilogram. Hal tersebut mengakibatkan selisih emas sebesar 58,135 kilogram yang belum dibayar. Sedangkan pada transaksi kedua, Budi Said membeli 5,9 ton emas seharga Rp3.593.672.055.000, dan secara melawan hukum mengklaim adanya kurang serah sebanyak 1.136 kilogram.
Dalam kasus ini, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp 1,16 triliun yang terdiri dari Rp92.257.257.820 dari pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 dari pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas ANTAM di BELM Surabaya 01 dan kewajiban ANTAM untuk menyerahkan 1.136 kg emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No. 1666K/Pdt/2022 tertanggal 29 Juni 2022.
Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. [hen/ian]
-

Kronologi Ditetapkannya Tom Lembong Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula
Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI resmi menetapkan dua tersangka kasus tindak pidana korupsi impor gula periode tahun 2015-2016. Dua tersangka itu yakni Thomas Trikasih Lembong (TTL) sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) pada saat itu dan CS sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Perihal kasus tersebut, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar menjelaskan kronologinya: Bahwa berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian tepatnya yang dilaksanakan 15 Mei 2014 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu melakukan impor.
Akan tetapi pada tahun yang sama yaitu tahun 2015 tersebut Mendag yaitu Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton, yang kemudian Gula Kristal Mentah (GKM) diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP).
Qohar melanjutkan, sesuai dengan keputusan Mendag dan Industri nomor.. Tahun 2004 yang dibolehkan impor GKP adalah BUMN tapi berdasarkan persetujuan yang dikeluarkan tersangka TTL, impor gula dilakukan dan impor GKM itu tidak melalui rapat koordinasi atau rapat koordinasi dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Lalu, pada 28 Desember, dilakukan rakor di bidang Perekonomian yang dihadiri Kementerian Perekonomian yang salah satu pembahasannya bahwa Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 207 ribu ton.
“Dalam rangka stabilitasi harga gula dan pemenuhan impor gula nasional sampai November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan, bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula. Padahal dalam rangka pemenuhan stok harusnya diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan hanya BUMN,” ungkap Abdul Qohar.
Selanjutnya, ke delapan perusahaan swasta yang kelola GKM menjadi GKP sebenarnya izin industrinya adalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntuhkan untuk industri makanan minuman.
Adapun, setelah kedelapan perusahaan itu impor dan mengolah GKM jadi GKP, lalu PT PPI seolah membeli gula itu padahal senyatanya gula itu dijual perusahaan swasta yaitu 8 perusahaan itu ke pasaran atau masyarakat lewat distributor yang terafiliasi dengannya, seharga RP 16 ribu per kilogram atau lebih tinggi dari HIT Rp 13 ribu dan tidak dilakukan operasi pasar.
“Bahwa kerugian negara akibat ini yang tidak sesuai perundangan, negara rugi kurang lebih Rp 400 miliar,” ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa, (29/10/2024).
“Karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi, adapun dua tersangka itu adalah satu TTL (Tomas Trikasih Lembong), selaku Mendag periode 2015-2016. Yang kedua tersangka atas nama CS Direktur Pengembangan bisnis PT PPI periode 2015-2016 berdasarkan surat tap tersangka tanggal 29 Oktober 2024,” tegasnya.
(pgr/pgr)