Kementrian Lembaga: Jaksa Agung

  • Yoon Suk Yeol – Halaman all

    Yoon Suk Yeol – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Yoon Suk Yeol adalah Presiden Korea Selatan.

    Pria bertinggi di 1,78 m ini juga dikenal sebagai pengacara. Ia juga pernah menjabat sebagai jaksa agung.

    Yoon Suk Yeol lahir pada tanggal 18 Desember 1960 di Seoul, Korea. 

    Presiden Yoon Suk Yeol lahir di lingkungan Bomun-dong, distrik Seongbuk, Seoul.

    Yoon Suk Yeol merupakan anak dari pasangan profesor. 

    Dilansir Britannica, ayah Yoon Suk Yeol bernama Yoon Ki-Jung yang merupakan ekonom terkemuka di Universitas Yonsei.

    Ayah Yoon Suk Yeol mendirikan Korean Statistical Society dan menjadi anggota National Academy of Sciences. 

    Sementara sang ibu adalah Choi Jeong-Ja.

    Ibu Yoon Suk Yeol mengajar di Ewha Womans University sebelum meninggalkan jabatannya untuk menikah. 

    Pasangan itu membesarkan Presiden Yoon Suk Yeol dan adik-adiknya di Yeonhui-dong, distrik Gangnam, tempat Yoon bersekolah di Sekolah Dasar Daegwang, Sekolah Menengah Pertama Jungnang, dan Sekolah Menengah Atas Chungam.

    Yoon Suk Yeol diketahui telah menikah dengan Kim Keon-hee sejak tanggal 11 Maret 2012.

    Pendidikan

    Tahun 1988 : Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Nasional Seoul

    Tahun 1983 : Sarjana Hukum, Jurusan Hukum, Universitas Nasional Seoul

    Karier

    Dilansir dari laman eng.president.go.kr, Yoon Suk Yeol menempuh pendidikan di Universitas Nasional Seoul, tempat ia meraih gelar Sarjana dan Magister Hukum. 

    Yoon Suk Yeol mengawali kariernya sebagai jaksa pada tahun 1994. 

    Presiden Yoon Suk Yeol menjabat sebagai Kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul dan diangkat sebagai Jaksa Agung pada tahun 2019.

    Dengan keyakinannya, tidak setia kepada siapa pun kecuali kepada Konstitusi, ia adalah seorang jaksa yang hanya berpedoman pada hukum dan prinsip. 

    Yoon Suk Yeol melakukan investigasi korupsi terhadap tokoh-tokoh penting pemerintahan.

    Presiden Yoon terjun ke dunia politik dengan tujuan menjadikan Republik Korea sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan dan kreativitas, negara yang menjunjung tinggi generasi masa depan dan masyarakat yang kurang mampu, serta negara yang memenuhi tanggung jawabnya dan berbagi nilai-nilai universal dengan masyarakat internasional.

    Didorong oleh aspirasi rakyat untuk pemulihan keadilan dan supremasi hukum, ia terpilih sebagai Presiden pada bulan Maret 2022.

    Berikut rincian lengkap karier Presiden Yoon Suk Yeol :

    2010 – 2022

    Mei 2022 Presiden Republik Korea ke-20
    Maret 2022 Presiden terpilih ke-20 Republik Korea
    Juli 2019 Jaksa Agung, Kejaksaan Agung
    Mei 2017 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul
    April 2013 Kepala Jaksa, Cabang Yeoju, Kantor Kejaksaan Distrik Suwon
    September 2011 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul & Kepala Divisi Investigasi Pusat 1, Kantor Kejaksaan Agung (merangkap jabatan)

    2001 – 2009

    Januari 2009 Kepala Jaksa, Departemen Investigasi Khusus, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu
    Januari 2008 Dikirim ke Kejaksaan Khusus untuk menyelidiki kejahatan yang diduga dilakukan oleh calon presiden dari Partai Nasional Besar
    Maret 2007 Petugas Riset Penuntutan, Kejaksaan Agung
    Januari 2002 Pengacara, Bae, Kim & Lee LLC

    1990 – 1999

    Maret 1999 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Seoul

    Maret 1994 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu

    Februari 1994 Lulus dari Angkatan ke-23 Lembaga Penelitian dan Pelatihan Peradilan

    Oktober 1991 Lulus Ujian Advokat ke-33

    Deklarasi Darurat Militer

    Presiden Yoon Suk Yeol – Selebaran dari Kantor Kepresidenan Korea Selatan yang diambil pada tanggal 3 Desember 2024 ini menunjukkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato untuk mengumumkan darurat militer di Seoul. – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember mengumumkan darurat militer, menuduh pihak oposisi sebagai “pasukan anti-negara” dan mengatakan bahwa ia bertindak untuk melindungi negara dari “ancaman” yang ditimbulkan oleh Korea Utara. (Photo by Handout / South Korean Presidential Office / AFP) (AFP/HANDOUT)

    Pada Selasa (3/12/2024), Yoon mengumumkan darurat militer di Korea Selatan dalam rangkaian peristiwa yang dramatis dan tak terduga. 

    Ia menuduh Majelis Nasional yang dipimpin oposisi, dan khususnya Partai Demokrat Korea sebagai “sarang penjahat” dan “monster yang meruntuhkan sistem demokrasi liberal .”

    Ia mengklaim bahwa negara itu telah menjadi “surga narkoba” dan menuduh lawan-lawannya berpihak pada Korea Utara.

    Yoon menyatakan, keputusannya untuk memberlakukan darurat militer ditujukan untuk memberantas “kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tidak tahu malu ini.”

    Segera setelah pengumuman Yoon, Kepala Staf Angkatan Darat Park An-Su diangkat menjadi komandan darurat militer.

    Park menyatakan bahwa semua kegiatan politik, termasuk protes publik dan pertemuan Majelis Nasional, dilarang.

    Ia mengumumkan “semua media berita dan publikasi” akan dikontrol oleh otoritas darurat militer dan memperingatkan bahwa siapa pun yang melanggar darurat militer dapat ditangkap tanpa surat perintah.

    Meskipun demikian, para pengunjuk rasa mulai berkumpul di luar Majelis Nasional, di mana mereka bentrok dengan polisi.

    Pernyataan Yoon segera dikecam oleh politisi oposisi dan partai penguasa Korea Selatan, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).

    Majelis Nasional bersidang dengan 190 dari 300 anggota parlemennya dan mengeluarkan resolusi dengan semua anggota yang hadir memberikan suara untuk membatalkan pernyataan darurat militer.

    Ini menandai deklarasi darurat militer pertama di Korea Selatan sejak 1980.

    Setelah pemungutan suara Majelis Nasional, Yoon membatalkan keputusannya dan mengumumkan akan mencabut darurat militer setelah menyusun kabinetnya, hanya beberapa jam setelah deklarasi awalnya.

    Keesokan harinya, sejumlah anggota staf Yoon mengundurkan diri. Partai-partai oposisi liberal Korea Selatan mengajukan mosi untuk memberikan suara atas pemakzulan Yoon pada 7 Desember.

    Yoon selamat dari pemungutan suara pemakzulan setelah partainya keluar dari Majelis Nasional, memboikot prosesnya.

    Sebagai hasil dari boikot tersebut, hanya 195 anggota parlemen yang memilih untuk pemakzulan, kurang dari 200 suara yang dibutuhkan. 

    Pimpinan PPP, Han Dong-hoon menyatakan, Yoon akan segera mengundurkan diri dan selama sisa masa jabatan, Yoon ia tidak akan menangani tugas kepresidenan apa pun.

    Sebaliknya, Perdana Menteri Han Duck-Soo akan memikul tanggung jawab tersebut dengan arahan dari PPP.

    Sementara itu, anggota parlemen oposisi mengajukan mosi untuk pemungutan suara pemakzulan lainnya pada 14 Desember.

    Selain itu, Yoon dilarang meninggalkan negara itu oleh kementerian kehakiman, dan jaksa membuka kasus pidana terhadapnya karena pengkhianatan.

    Pemakzulan

    Pada 14 Desember 2024, para anggota parlemen Korea Selatan mengambil langkah bersejarah dengan memutuskan untuk memakzulkan Yoon Suk Yeol.

    Dalam pemungutan suara yang melibatkan 300 anggota parlemen, 204 suara mendukung pemakzulan, 85 menolak, dan tiga abstain, sementara delapan suara dibatalkan.

    Ketua Majelis Nasional (DPR) Woo Won-shik dalam pembukaan rapat Majelis Nasional menekankan, beban sejarah kini berada di tangan para anggota majelis.

    Dia mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tanggung jawab konstitusional mereka.

    Sementara itu, Park Chandae, pemimpin Partai Demokratik Korea menyatakan, Yoon dianggap sebagai “dalang pemberontakan”.

    Ia menekankan bahwa pemakzulan adalah satu-satunya cara untuk melindungi konstitusi Korea Selatan.

    (Tribunnews.com/Ika Wahyuningsih)

  • Menteri Yusril Dengar Kabar Filipina Ingin Ganti Hukuman Mary Jane jadi Seumur Hidup

    Menteri Yusril Dengar Kabar Filipina Ingin Ganti Hukuman Mary Jane jadi Seumur Hidup

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengaku adanya kabar pemerintah Filipina akan mengganti hukuman terhadap terpidana kasus narkotika Mary Jane Veloso, dari mati ke seumur hidup.

    Hal itu diungkapnya usai menghadiri rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto, Jumat (13/12/2024). 

    Yusril mengaku mendengar rencana tersebut sejalan dengan proses pengembalian Mary Jane yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia. Saat ini, terangnya, perjanjian antara RI-Filipina soal pengembalian narapidan tersebut sudah rampung. 

    Untuk diketahui, Jaksa Agung merupakan jaksa eksekutor atas hukuman mati terhadap Mary Jane. Namun, dengan pengembalian Mary Jane ke pemerintah asal negaranya, maka tanggung jawab pembinaan sebagai terpidana kini beralih ke Filipina. 

    Yusril menyebut pemerintah Filipina menerima status Mary Jane sebagai terpidana hukuman mati. Akan tetapi, dia menyebut ada kemungkinan Presiden Bong Bong Marcos bakal memberikannya amnesti. 

    “Dengar-dengar mereka akan memberikan pengampunan dan akan mengubah menjadi pidana seumur hidup, dan kita menghormati itu sebagai keputusan dari pemerintah Filipina,” kata Yusril usai menghadiri ratas di Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Sabtu (14/12/2024). 

    Pria yang pernah menjabat Menteri Kehakiman era Presiden Abdurrahmad Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri itu lalu menuturkan, pembicaraan dengan pemerintah Filipina mengenai Mary Jane sudah bersifat final. 

    Pemerintah RI, kata Yusril, siap untuk mengembalikan Mary Jane dalam waktu beberapa hari ke depan. “Mudah-mudahan dalam waktu beberapa hari ke depan, minggu ke depan sudah bisa diselesaikan dan akan segera direalisasikan,” ujar mantan Ketua Umum Partai Bulang Bintang (PBB) itu. 

    Adapun Yusril mengungkap terdapat tiga negara yang telah mengajukan pengembalian narapidana asing yang tengah menjalani hukuman di Indonesia, yaitu Filipina, Australia dan Prancis. 

  • Presiden Prabowo Akan Beri Amnesti Napi HIV, Narkoba, hingga Kasus Papua

    Presiden Prabowo Akan Beri Amnesti Napi HIV, Narkoba, hingga Kasus Papua

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto akan memberikan amnesti, yakni pengampunan atau penghapusan hukuman terhadap narapidana (napi) yang sudah berstatus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), HIV, narkoba, hingga terkait kasus Papua. Langkah ini sebagai solusi untuk mengurangi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).  

    Hal itu terungkap saat memimpin rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2024).

    “Ada beberapa kasus terkait dengan orang sakit berkepanjangan, termasuk warga binaan kita yang sudah berstatus ODGJ. Untuk HIV kurang lebih 1.000 orang akan diberi amnesti,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di kompleks di Istana Kepresidenan, Jakarta.

    Dia mengatakan, Prabowo juga meminta beberapa kasus terkait penghinaan diberi amnesti, seperti di Papua. “Kasus Papua, ada kurang lebih 18 orang, tetapi bukan bersenjata, Presiden Prabowo setuju untuk diberikan amnesti,” kata dia.

    Selain itu, kata dia, napi terkait narkoba akan diberikan amnesti. “Kasus yang seharusnya mendapat rehabilitasi akibat penggunaan narkotika juga diberikan amnesti,” ujarnya.

    Dalam ratas itu juga dibahas menyangkut transfer kasus dengan sejumlah negara sahabat. “Presiden Prabowo akan memberikan amnesti terhadap beberapa narapidana yang saat ini tengah kami lakukan asesmen bersama Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas),” kata dia. 

    Rencana Presiden Prabowo memberikan amnesti dalam rangka mengurangi overload kapasitas lapas dan dilakukan atas pertimbangan kemanusiaan.

    Namun untuk detail jumlah napi yang diberi amnesti, kementerian terkait akan melakukan asesmen bersama jaksa agung dan kapolri.

  • Mahfud MD dan Tantangannya pada Komnas HAM

    Mahfud MD dan Tantangannya pada Komnas HAM

    JAKARTA – Segala tuntutan pengusutan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya di masa lalu, harus segera diselesaikan agar tidak ada lagi pihak yang memanfaatkan sebagai komoditas politik. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD setelah dirinya menerima kunjungan dari utusan parlemen Selandia Baru.

    Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, saat melakukan pertemuan, dia memberikan penjelasan pada utusan parlemen Selandia Baru terkait pelanggaran HAM di Indonesia. Mahfud bilang, kasus pelanggaran hak asasi ini terbagi tiga yaitu, pelanggaran masa lalu, masa kini, dan masa depan.

    “(Pelanggaran) yang masa lalu sebenarnya selalu menjadi komoditas politik yang harus diselesaikan. Salah satu cara penyelesaiannya adalah non-yudisial,” kata Mahfud kepada wartawan di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa, 19 November.

    Cara non-yudisial seperti apa, Mahfud memang tak menjelaskan. Tapi, cara ini diambil karena menurutnya korban, pelaku, dan barang buktinya kini sudah tak ada lagi.

    Untuk membuktikan komitmennya melakukan penyelesaian kasus HAM, Mahfud kemudian menantang Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk memberikan bukti terkait pelanggaran hak asasi di masa lalu. Termasuk pelanggaran HAM berat yang terjadi saat peristiwa tahun 1956.

    Menurutnya, selama ini Komnas HAM justru kerap tarik ulur dengan Kejaksaan Agung. Hal ini dinilai Mahfud, karena tiap Komnas HAM menyerahkan bukti pada Kejaksaan Agung dan bukti itu dikembalikan karena kurang lengkap, alih-alih melengkapi bukti pelanggaran, mereka tak memperbaikinya.

    “Jaksa Agung mengembalikan, ‘nih anda perbaiki’, lalu bukan perbaikan yang diberikan, tapi tanggapan. Sampai berkali-kali itu. Nah kita clear-kan saja itu,” ungkapnya.

    Sehingga, Mahfud meminta agar Komnas HAM bisa menunjukkan bukti yang kuat untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

    Bahkan, dia mengatakan, jika bukti dan data yang disampaikan sudah kuat maka bukan tak mungkin dirinya sendiri yang membawa ke pengadilan untuk penyelesaian kasus tersebut.

    “Saya kira Komnas HAM cukup dewasa untuk tahu. Kalau memang bisa, ayo, saya yang bawa ke pengadilan,” tegas dia.

    Sedangkan di Papua, Mahfud meminta agar pihak lain tak selalu mengaitkan tindakan represif yang ada di sana sebagai salah satu pelanggaran HAM. Sebab, yang terjadi bukan selalu soal pelanggaran hak asasi tapi penegakan hukum di wilayah Indonesia.

    Apalagi, penegakan hukum ini dirasa perlu mengingat ketika kerusuhan terjadi, peristiwa ini kerap ditunggangi oleh pihak separatis. “Kita punya UU juga keamanan dan ketertiban yang menjamin memberi hak kepada negara untuk melakukan langkah-langkah keamanan. Jadi bukan pelanggaran HAM,” ungkap dia.

    “Nah, yang saya katakan pelanggaran HAM di Papua itu terjadi secara horizontal. Kelompok dengan kelompok lainnya di tingkat rakyat sendiri, itu tidak bisa dibantah,” imbuhnya.

    Terkait pelanggaran hak asasi secara horizontal, Mahfud mengatakan hal itu sedang diupayakan oleh pemerintah agar bisa segera diselesaikan dan prosesnya masih berlangsung hingga saat ini.

    Mahfud, yang dilantik sebagai Menkopolhukam pada 20 Oktober 2019 ini, mengatakan dirinya mendapat mandat untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia khususnya pelanggaran berat masa lalu. Kata dia, mandat ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara usai pelantikan para menteri.

    Sebagai tindak lanjut, Mahfud bahkan mengatakan dia bakal menghidupkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi. Gagasan ini juga sudah disampaikan pada Presiden Joko Widodo.

    Komisi ini bukan barang baru sebenarnya. Karena sebelumnya, KKR pernah diundangkan dalam UU 27/2004. Namun di tahun 2006, perundangan ini dibatalkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Jimly Asshidiqie. Pembatalan ini disebabkan undang-undang ini dianggap tak memiliki konsistensi sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.

  • Banyak Negara Ajukan Pemindahan Narapidana, Pemerintah Perlu Hati-Hati Ambil Keputusan

    Banyak Negara Ajukan Pemindahan Narapidana, Pemerintah Perlu Hati-Hati Ambil Keputusan

    Banyak Negara Ajukan Pemindahan Narapidana, Pemerintah Perlu Hati-Hati Ambil Keputusan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi XIII
    DPR
    RI Pangeran Khairul Saleh mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait
    pemindahan narapidana
    di Indonesia ke negara asalnya atau
    transfer of prisoner
    .
    Sebab, saat ini mulai banyak negara yang meminta Indonesia melakukan transfer of prisoner, setelah keputusan memindahkan narapidana kasus narkoba Mary Jane Veloso ke negara asalnya, yakni Filipina.
    “Permintaan pemindahan narapidana oleh berbagai negara dapat menciptakan tantangan bagi penegakan hukum di Indonesia,” ujar Pangeran dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/12/2024).
    Menurut Pangeran, kehati-hatian sangat diperlukan karena dia khawatir pemindahan narapidana tanpa dasar hukum yang jelas, justru menimbulkan persoalan hukum baru di Indonesia.
    “Kami berharap Pemerintah lebih hati-hati dalam membuat keputusan. Jangan sampai menabrak konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi,” kata Pangeran.
    Selain itu, lanjut Pangeran, pemindahan narapidana ke negara asal tanpa alasan kuat juga dianggap dapat menimbulkan kecemburuan di masyarakat.
    Dia pun khawatir kondisi tersebut akan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, karena dianggap memiliki standar ganda dalam penegakan hukum.
    “Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini berpotensi memperburuk ketimpangan dalam sistem peradilan, dan mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi hukum,” kata Pangeran.
    “Jadi dapat mengurangi kepatuhan terhadap hukum itu sendiri. Ini dapat memicu peningkatan tindak kriminal dan konflik sosial,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengungkapkan, ada tiga negara yang menyampaikan permohonan pemindahan narapidana.
    “Dari Perancis satu, kemudian dari Australia ada lima, kemudian Filipina ada satu,” kata Agus Andrianto usai bertemu Jaksa Agung di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2024).
    Untuk diketahui, Prancis meminta Indonesia untuk memindahkan warga negaranya, Serge Atlaoui yang mendapat hukuman mati atas kasus narkoba.
    Sedangkan Australia meminta pemerintah Indonesia untuk pemindahan penahanan lima anggota Bali Nine yang merupakan warga negara mereka.
    Adapun
    Presiden Prabowo
    Subianto sudah menyatakan keinginannya agar proses pemindahan narapidana asal Australia yang tergabung dalam “Bali Nine” dapat dilakukan sebelum Hari Raya Natal 2024.
    Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (5/12/2024).
    “Transfer ‘Bali Nine’ hanya tinggal menunggu waktu. Presiden Prabowo Subianto mengatakan kepada saya jika memungkinkan kami bisa mentransfer mereka bulan Desember ini. Secara spesifik Pak Prabowo mengatakan kepada saya jika mungkin, sebelum Natal,” kata Yusril.
    Saat ini, lima anggota “Bali Nine” masih menjalani hukuman di penjara Indonesia, yaitu Matthew Norman, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Scott Rush, dan Martin Stephens.
    Mereka dihukum penjara seumur hidup sebagai bagian dari jaringan penyelundup 8,202 kilogram heroin dari Indonesia ke Australia melalui Bandara Ngurah Rai, Bali, tahun 2005.
    Dua anggota lainnya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dieksekusi oleh regu tembak pada tahun 2015, sementara Tan Duc Thanh Nguyen meninggal dalam tahanan karena sakit kanker pada tahun 2018.
    Renae Lawrence, salah satu anggota “Bali Nine”, dibebaskan setelah hukumannya diringankan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pria Surabaya Ditangkap usai Video Cubit Anak Viral, Terancam 3 Tahun Penjara – Halaman all

    Pria Surabaya Ditangkap usai Video Cubit Anak Viral, Terancam 3 Tahun Penjara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pria berinisial Bambam (bukan nama sebenarnya) ditangkap oleh polisi di Surabaya, Jawa Timurl, setelah terekam video mencubit anaknya.

    Peristiwa tersebut terjadi di depan Hotel Leedon, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kecamatan Gubeng, Surabaya.

    Bambam kini menjadi tersangka atas dugaan penganiayaan anak dengan ancaman pidana penjara selama tiga tahun.

    Kronologi Kejadian

    Video yang memperlihatkan Bambam mencubit anaknya viral di media sosial dan memicu kemarahan publik.

    Dalam video tersebut, anak Bambam terlihat menangis dan meminta ampun saat dicubit.

    Menanggapi viralnya video tersebut, Satreskrim Polrestabes Surabaya, khususnya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), langsung melakukan penyelidikan.

    Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Nainggolan, menjelaskan banyak pengaduan yang masuk melalui media sosial.

    Reskrim pun langsung melakukan penyelidikan, dimulai dari memeriksa CCTV yang ada di sekitar lokasi.

    “Dari situ kami runtut sampai ke belakang, ketemulah (Bambam),” jelas AKP Rina, Jumat (13/12/2024).

    Bambam, yang berusia 35 tahun, mengaku anaknya adalah seorang yang hiperaktif.

    Ia mengaku menggunakan cara mencubit untuk menenangkan anaknya.

    Namun, pihak kepolisian menilai metode yang digunakan Bambam sudah melampaui batas.

    Sementara menurut pihak kepolisian, cara Bambam mendidik sudah lumayan kelewatan.

    Oleh karena itu, Bambam ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan anak berdasarkan Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 3 tahun 6 bulan.

    Hingga kini, identitas perekam video tersebut masih belum terungkap.

    Pihak kepolisian menyebutkan perekam adalah seorang wanita yang berada di dalam mobil saat kejadian.

    Rina menegaskan perekam seharusnya dapat melakukan tindakan untuk menolong anak tersebut, seperti menegur atau meminta bantuan dari sekuriti hotel.

    “Yang kami minta itu kalau ada kejadian seperti itu ke anak jangan hanya sekedar diviralkan. Kita semua punya tanggung jawab yang sama terhadap anak,” jelasnya.

    Ia meminta masyarakat untuk lebih proaktif dalam mencegah kekerasan terhadap anak dengan cara menegur pelaku jika memungkinkan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Viral Pria Cubit Anak Kecil hingga Menangis Minta Ampun di Surabaya, Kini Jadi Tersangka

    Viral Pria Cubit Anak Kecil hingga Menangis Minta Ampun di Surabaya, Kini Jadi Tersangka

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Tony Hermawan
     
    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Seorang pria menjadi tersangka Pasal 80 ayat (1) perlindungan anak. Itu setelah pelaku mencubiti anaknya dan terekam kamera orang tak dikenal. Pasal itu tak main-main, ancaman pidananya penjara selama 3 tahun.
     
    Kejadiannya berada di depan Hotel Leedon, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kecamatan Gubeng, Surabaya. Banyak yang mengumpatnya di media sosial. Sebab tampak di video, Pria tersebut tetap mencubit anaknya meski sudah berteriak-teriak, menangis minta ampun.
     
    Dia diamankan Satreskrim Polrestabes Surabaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) setelah videonya viral.

    Kasi Humas Polrestabes AKP Rina Shanty Nainggolan mengatakan Polrestabes Surabaya saat itu banyak mendapat pengaduan dari media sosial. Reskrim langsung melakukan penyelidikan. Dimulai dari memeriksa CCTV yang ada di sekitar lokasi.
     
    “Dari situ kami runtut sampai ke belakang, ketemulah,” katanya.
     
    Terungkap anak kecil itu adalah anak dari pelaku pencubitan. Usianya baru 3,5 tahun. Dia mengaku anaknya hiperaktif. Setiap menenangkan yaitu dengan mencubit. 

    Sedangkan, menurut pihak kepolisian cara pelaku mendidik sudah lumayan kelewatan. Oleh sebab itu ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan anak.
     
    “Pasal 80 ancaman hukumannya 3 tahun 6 bulan,” sebut Rina.

    Video viral Pria Cubit Anak Kecil hingga Menangis Minta Ampun di Surabaya (istimewa)

    Sampai sekarang tidak terungkap siapa yang telah merekam video tersebut. Dari suara video, perekam adalah wanita yang saat itu sedang berada di dalam mobil.

    Temuan polisi saat itu sebenarnya kondisi si perekam sangat memungkinkan menolong korban. Yaitu turun dari mobil menegur atau meminta bantuan sekuriti hotel.

    Rina meminta masyarakat agar belajar dari kasus ini. Setiap melihat kejadian anak mengalami kekerasan anak jangan hanya sekedar direkam kemudian diviralkan. Sebaiknya juga melakukan tindakan.
     
    “Yang kami minta itu kalau ada kejadian seperti itu ke anak jangan hanya sekedar diviralkan. Kita semua punya tanggung jawab yang sama terhadap anak. Enggak ada salahnya kita kalau melihat tetangga ataupun melihat siapapun yang menyakiti anak tegur aja. Dengan kita menegur, pasti tindakan kekerasan yang lebih parah bisa diantisipasi,” tandasnya.

  • Ayah Cubit Anak Kandung di Pinggir Jalan, Direkam Netizen dan Viral, Sekarang Terancam 3 Tahun Penjara

    Ayah Cubit Anak Kandung di Pinggir Jalan, Direkam Netizen dan Viral, Sekarang Terancam 3 Tahun Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Seorang ayah di Surabaya terancam hukuman 3 tahun penjara gara-gara mencubit anak kandungnya di pinggir jalan Jaksa Agung Suprapto, Genteng, Surabaya. Aksi menyubit anak-anak itu direkam oleh netizen dan viral di media sosial.

    “Sudah jadi tersangka dan disangkakan pasal UU Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 pasal 80 ayat 1 dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun 6 bulan,” kata Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanti, Jumat (13/12/2024).

    Kejadian itu bermula dari seorang netizen perempuan yang merekam aksi ayah kandung mencubit paha anak kandungnya yang sedang menangis. Video itu lantas diunggah di media sosial dan viral.

    “Bantu viralin, baru saja temanku melihat kejadian kekerasan ini di depan Hotel Leedon. Terjadi siang ini pukul 11.15 WIB,” tulis seorang pengirim video diunggah melalui akun @yuniirma_wati027, dilihat beritajatim.com pada Kamis (12/12/2204).

    Dari keterangan tambahan dari pengirim video ini pelaku terus mencubit. Meskipun bocah laki – laki tersebut sudah menangis, dan memohon ampun.

    “Terlepas apa dari salah anak laki-laki tersebut, seharusnya bukan dengan cara mencubit dan berkali-kali, jika diteliti anak laki-laki tersebut menangis sambil berkata ‘ampun’,” ujar pengirim.

    Setelah viral pihak kepolisian bergerak cepat. Ayah kandung dari anak yang dicubit itu ditangkap Unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya. Ia dimintai keterangan. Kepada polisi, ia mengaku bahwa saat itu tidak ada niat menyakiti. Ia menjelaskan bahwa anaknya hiperaktif dan saat itu ia mencubit agar anaknya diam.

    “Anak ini memang hiperaktif. Bapaknya untuk mendiamkan anak ini. Memang anaknya Hiperaktif. Dihukum dengan dicubit. (Mencubitnya) Tidak sering,” imbuh Rina.

    Atas kejadian ini, Rina menghimbau bahwa urusan anak merupakan urusan bersama dan bukan hanya tugas polisi. Sehingga, apabila masyarakat melihat hal yang serupa bisa langsung menegur daripada direkam dan diviralkan.

    “Ga ada salahnya kalau kita lihat siapapun yang menyakiti anak seperti itu bisa ditegur (langsung),” pungkas Rina. [ang/suf]

  • Pelaku Cubit Anak di Surabaya Ditetapkan Tersangka

    Pelaku Cubit Anak di Surabaya Ditetapkan Tersangka

    Surabaya (beritajatim.com) – Pelaku cubit anak di Surabaya yang diviralkan oleh netizen ditetapkan sebagai tersangka oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, Jumat (13/12/2024).

    “Iya sudah tersangka,” kata AKP Rina Shanti, Kasi Humas Polrestabes Surabaya saat diwawancarai Beritajatim.com.

    Rina mengatakan, setelah mendapat laporan berupa video yang viral di media sosial, pihaknya langsung melakukan penyelidikan. Anggota dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya langsung menyisir lokasi dan mengamankan rekaman video kamera Closed Circuit Television (CCTV) di sekitar jalan Agung Suprapto, Genteng, Surabaya.

    “Setelah kita runtut, kemarin Kamis (12/12/2024) pukul 7 pagi kita sudah amankan pelaku yang ternyata adalah ayah kandungnya sendiri,” tutur Rina.

    Mantan Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya itu menjelaskan selama diperiksa oleh penyidik, dia mengaku bahwa saat itu anaknya hiperaktif. Dia melakukan pencubitan dengan tujuan agar anaknya diam dan tidak hiperaktif.

    “Anak ini memang hiperaktif. Bapaknya untuk mendiamkan anak ini. Memang anaknya Hiperaktif. Dihukum dengan dicubit. Bapaknya diamankan. Masih sekarang masih dimintai keterangan,” tutur Rina.

    Kini ayah kandung dari anak yang dicubit itu akan menghadapi ancaman hukuman dengan disangkakan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 pasal 80 ayat 1 dengan ancaman pidana kurungan penjara 3 tahun 6 bulan.

    Polisi sudah menangkap pria yang melakukan pencubitan kaki seorang anak di Surabaya. Aksi pria itu viral di instagram dan memancing berbagai reaksi dari netizen. Diketahui, aksi mencubit paha dan kaki anak-anak itu terjadi di pinggir jalan Jaksa Agung Suprapto.

    AKP Rina Shanty Kasi Humas Polrestabes Surabaya membenarkan bahwa pria yang mencubit anak di bawa umur hingga korban meminta ampun itu sudah diamankan.

    “Iya benar (terduga pelaku) sudah diamankan,” katanya, Jumat (13/12/2024). [ang/beq]

  • Menkum Usulkan Prabowo Beri Amnesti untuk 44.000 Napi Kasus ITE hingga Terkait Papua

    Menkum Usulkan Prabowo Beri Amnesti untuk 44.000 Napi Kasus ITE hingga Terkait Papua

    loading…

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengusulkan 44.000 orang narapidana (napi) kepada Presiden Prabowo Subianto untuk diberikan amnesti. Foto/Raka Dwi Novianto

    JAKARTA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengusulkan 44.000 orang narapidana ( napi ) kepada Presiden Prabowo Subianto untuk diberikan amnesti. Supratman menjelaskan bahwa amnesti tersebut diberikan kepada napi yang terjerat kasus penghinaan serta gangguan kejiwaan.

    “Beberapa kasus yang terkait dengan kasus-kasus penghinaan terhadap, ataupun ITE yang terkait dengan kepala negara, atau itu presiden meminta untuk diberi amnesti,” kata Supratman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2024).

    Kemudian, kata dia, ada juga beberapa kasus yang terkait dengan orang yang sakit berkepanjangan termasuk HIV. “Itu ada kurang lebih sekitar seribu sekian orang, itu juga diminta untuk diberikan amnesti. Termasuk beberapa kasus-kasus yang terkait dengan Papua, ada kurang lebih 18 orang, tetapi yang bukan bersenjata, juga Presiden setuju untuk memberikan amnesti,” sambungnya.

    Supratman juga menyebut napi pengguna narkotika yang direhabilitasi juga akan mendapatkan amnesti. “Namun demikian jumlah pastinya nanti akan kami sampaikan setelah kami melakukan asesmen bersama dengan Menteri Imipas. Dan karena itu sekali lagi beberapa masukan yang diberikan oleh Pak Menko, Pak Menhan, tadi konstruktif semua, juga bersama dengan Jaksa Agung dan Pak Kapolri,” ungkapnya.

    Supratman Andi Agtas menghadiri rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan pada hari ini, Jumat (13/12/2024). Dalam ratas tersebut, Supratman mengusulkan 44 ribu narapidana untuk diberikan amnesti.

    “Saat ini yang kita data dari Kementerian Imipas yang memungkinkan untuk diusulkan amnesti kurang lebih sekitar 44.000 sekian orang ya. Saya belum tahu persis jumlahnya berapa. Namun demikian ini kan baru paparan,” kata Supratman.

    Supratman mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo menyetujui untuk memberikan amnesti kepada narapidana. “Yang kedua prinsipnya Presiden setuju untuk pemberian amnesti,” kata Supratman.

    Meski begitu, Supratman menyebut usulan tersebut akan meminta pertimbangan DPR. “Tapi selanjutnya kami akan meminta pertimbangan kepada DPR. Apakah DPR nanti dinamikannya seperti apa? Kita tunggu setelah resmi kami mengajukannya kepada Parlemen untuk mendapatkan pertimbangan,” ungkapnya.

    Supratman menjelaskan bahwa pemberian amnesti tersebut untuk mengurangi overload kapasitas lapas dsn pertimbangan manusia. “Di samping untuk mengurangi overload dari kapasitas lapas kita, tapi juga atas pertimbangan kemanusiaan,” kata Supratman.

    (rca)