Kementrian Lembaga: Jaksa Agung

  • Kejagung Sita Rp565 Miliar Terkait Kasus Impor Gula, Tak Ada dari Tom Lembong

    Kejagung Sita Rp565 Miliar Terkait Kasus Impor Gula, Tak Ada dari Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita Rp565 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2016. Namun, tidak ada dana yang disita dari eks Mendag Tom Lembong. 

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan penyitaan itu dilakukan oleh direktorat jaksa agung tindak pidana khusus (Jampidsus) terhadap 9 tersangka swasta.

    “Bahwa pada hari ini tepatnya selasa tanggal 25 Februari 2025, tim penyidik pada direktorat penyidikan Jampidsus Kejagung RI telah melakukan penyitaan uang sebanyak Rp565,3 miliar,” ujarnya di Kejagung, Selasa (25/2/2025).

    Kemudian, Qohar merincikan uang paling banyak disita berasal dari TWN selaku Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products sebesar Rp150 miliar.

    Selanjutnya, Wisnu Hendraningrat selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo senilai Rp60 miliar; Hansen Setiawan selaku Dirut PT Sentra Usahatama Jaya senilai Rp41 miliar. Kejagung tidak menyebutkan kerugian negara yang disita dari eks Mendag Tom Lembong.

    Adapun, untuk selanjutnya uang ratusan miliar itu bakal disimpan di rekening penampungan lain pada Jampidsus di Bank Mandiri.

    “Uang dari 9 tersangka yang telah disita oleh penyidik tersebut dengan total sejumlah Rp565,3 miliar dititipkan di rekening penampungan lain pada Jampidsus di Bank Mandiri,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan 11 tersangka. Dua dari tersangka itu adalah eks Menteri Perdagangan RI Tom Lembong dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus.

    Kemudian, sembilan tersangka lainnya merupakan bos dari perusahaan swasta. Dugaannya, sembilan orang itu beserta Tom dan Charles diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi izin impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Adapun, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp578 miliar.

  • Pertamina Pastikan Layanan Energi Tetap Berjalan, Hormati Proses Hukum di Kejagung

    Pertamina Pastikan Layanan Energi Tetap Berjalan, Hormati Proses Hukum di Kejagung

    PIKIRAN RAKYAT – Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyamin layanan energi tetap berjalan optimal bagi masyarakat di tengah proses hukum yang sedang berjalan. Hal itu disampaikannya di Jakarta pada Selasa, 25 Februari 2025.

    Diketahui Kejaksaan Agung (Kejagung) dan aparat penegak hukum kini sedang melakukan proses hukum di sejumlah subholding Pertamina. Perusahaan tetap menghormati proses yang sedang berlangsung tersebut.

    “Pertamina menjamin pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan berjalan normal seperti biasa,” ujarnya Fadjar Djoko Santoso.

    Fadjar menyebut Pertamina Grup memegang teguh komitmen perusahaan yaitu menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, pihaknya juga tetap berpegang pada Good Corporate Governance (GCG) dan aturan yang berlaku dalam menjalankan bisnisnya.

    Terkait proses hukum, Pertamina siap bekerja sama dengan Kejagung dan aparat berwenang agar proses itu berjalan lancar. Asas hukum praduga tak bersalah tetap dikedepankan.

    Sementara itu, Kejagung pada Senin 24 Februari 2025 menetapkan 7 tersangka di kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung memeriksa 96 saksi dan 2 ahli.

    “Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan telah dinyatakan sehat, lalu Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar.

    Selain itu, Harli menyebut pihaknya sudah memiliki alat bukti cukup yaitu 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik. Berdasar bukti dan pemeriksaan di atas, Kejagung menetapkan 7 tersangka berikut:

    RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. SDS selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional. YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Demikian komitmen Pertamina dalam pelayanan energi kepada masyarakat. Lembaga itu tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung oleh Kejagung dan aparat penegak hukum lainnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kronologi Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Seret Anak Riza Chalid

    Kronologi Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Seret Anak Riza Chalid

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023 menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    “Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar Senin (24/2/2025) malam.

    Kerugian tersebut, kata dia, berasal dari berbagai komponen antara lain kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

    Qohar menjelaskan posisi kasus ini terjadi pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

    Awalnya, PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

    Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.

    Akan tetapi, ujar Qohar, tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

    Pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. Menurut Kejagung, saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Maka, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.

    Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

    “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ucapnya. 

    Dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina dengan broker.

    “Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” ucapnya.

    Selain itu, lanjut dia, tersangka DW dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang.

    Akibat kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi yang kemudian HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.

    Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp193,7 triliun. Akan tetapi, jumlah tersebut adalah nilai perkiraan sementara dari penyidik. Kejagung menyebut bahwa nilai kerugian yang pasti sedang dalam proses penghitungan bersama para ahli.

    Diketahui, Kejagung pada Senin (24/2) malam menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini, yaitu RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku PT Pertamina International Shipping.

    Lalu, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Tata Kelola Minyak Mentah

    Salah satu tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah diduga merupakan anak dari saudagar minyak Mohammad Riza Chalid atau Reza Chalid.

    Tersangka itu bernama Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficil Owner PT Navigator Khatulistiwa. Muhammad Kerry Andrianto Riza merupakan anak pertama dari Mohammad Riza Chalid.

    “Betul [MKAR anak Riza Chalid],” ujar Jampidsus Febrie Adriansyah ketika dikonfirmasi Bisnis, Selasa (25/2/2025). 

    MKAR menjadi tersangka kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023 bersama enam tersangka lainnya.

    Keenam tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, lalu Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin.

    Selain itu, tersangka lainnya adalah Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional, Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara.

  • 10
                    
                        Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun
                        Nasional

    10 Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun Nasional

    Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun
    Editor
    KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan
    korupsi tata kelola minyak mentah
    dan produk kilang PT
    Pertamina
    ,
    subholding,
    dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018 sampai dengan 2023. 
    Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka, salah satunya yakni
    Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
    Riva Siahaan (RS).
    “Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tujuh orang tersangka,” dilansir dari keterangan resmi Kejagung, Selasa (25/2/2025). 
    Selain Riva, enam tersangka lain yakni Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional berinisial SDS, kemudian YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Menurut Kejagung, pada 2018 sampai 2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri, termasuk kontraktornya juga harus dari dalam negeri, sebelum merencanakan impor minyak bumi.
    Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
    Namun, berdasarkan penyidikan Kejagung, Riva dan tersangka SDS serta AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang.
    Sehingga, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.
    Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, menurut Kejagung, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan fakta sebagai berikut; 
    Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, hal itu yang menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor).
    Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Hanya saja, terdapat perbedaan harga yang tinggi antara minyak impor dan minyak mentah dari dalam negeri. 
     
    Dalam penyidikannya, pihak Kejagung menemukan fakta adanya pemufakatan jahat (
    mens rea
    ) pada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga antara tersangka SDS, AP dan RS dengan tersangka YF bersama DMUT/Broker yakni tersangka MK, DW, dan GRJ sebelum tender dilaksanakan.
    Para pihak tersebut menyepakati mengatur harga dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
    “Pemufakatan tersebut diwujudkan dengan adanya tindakan (
    actus reus
    ) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (spot) yang tidak memenuhi persyaratan,” ungkap Kejagung. 
    Caranya yakni tersangka RS, SDS, dan AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
    Tersangka DM dan GRJ juga berkomunikasi dengan tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (
    spot
    ) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor minyak mentah serta dari RS untuk impor produk kilang.
    Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Kejagung mengungkapkan bahwa tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92.
    Padahal, sebenarnya, RS hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
    Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, Kejagung juga menemukan fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
    “Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” ungkap Kejagung. 
    Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun, dengan rincian kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun.
    Kemudian, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.
    Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Retret di Akmil, Kepala Daerah Hari ini Dapat Materi dari KPK, Jaksa Agung, hingga Kapolri

    Retret di Akmil, Kepala Daerah Hari ini Dapat Materi dari KPK, Jaksa Agung, hingga Kapolri

    loading…

    Retret kepala daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah, hari ini, Selasa (25/2/2025), menghadirkan narasumber Ketua KPK, Jaksa Agung, dan Kapolri. FOTO/YOHANES DEMO

    JAKARTA Retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah akan kembali dilanjutkan hari ini, Selasa (25/2/2025). Para kepala daerah akan mendapatkan materi langsung dari para pemangku kebijakan seperti Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

    Dari agenda yang diterima SINDOnews dari Sekretariat Magelang Retreat 2025, para peserta mulai bangun sejak pukul 04.30 WIB untuk melaksanakan ibadah dan mengenakan pakaian olahraga sesuai instruksi, yaitu kaus panjang putih dan celana training hitam. Kegiatan pagi akan dilanjutkan dengan senam bersama di lapangan depan Ruang Sudirman.

    Setelah sarapan, para kepala daerah akan mengikuti apel pagi pukul 07.00, diikuti oleh rangkaian sesi paparan dari berbagai menteri dan tokoh penting.

    Sesi pagi dibuka oleh Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kepala BKKBN. Mereka akan membahas program pembangunan manusia dan kesejahteraan sosial, dengan moderator Rektor IPDN.

    Pada sesi kedua, dari pukul 10.30 hingga 12.30 WIB, para pemateri retreat yaitu Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Menteri Pertanian, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Menteri Komunikasi dan Digital akan memberikan materi. Diskusi ini dimoderatori oleh Dirjen Bina Pemerintahan Desa dan fokus pada sektor-sektor yang krusial dalam mendukung pembangunan daerah.

    Setelah istirahat siang, paparan akan dilanjutkan dengan kehadiran Menko Bidang Pangan dan Menteri Investasi yang akan membahas hilirisasi industri dan investasi di daerah. Kegiatan sore dilanjutkan dengan paparan dari Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal serta Menteri UMKM, dimoderatori Deputi BNPP.

    Sesi paling dinantikan pada malam hari, yaitu paparan dari Ketua KPK, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BPKP, akan menjadi puncak acara. Mereka akan menyampaikan materi penting terkait pengawasan, pemberantasan korupsi, dan akuntabilitas kepala daerah, dengan moderator Irjen Kemendagri.

    Jadwal Retret Kepala Daerah, Selasa, 25 Februari 2025:04.30 diharapkan sudah bangun, dan melaksanakan ibadah masing-masing

    05.10 berpakaian olahraga

  • Usai Korupsi Timah, Kini Muncul Kasus Korupsi di Pertamina yang Rugikan Negara Rp193 Triliun

    Usai Korupsi Timah, Kini Muncul Kasus Korupsi di Pertamina yang Rugikan Negara Rp193 Triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

    “Berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, bukti dokumen yang telah disita secara sah, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” ucap Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 24 Februari 2025 malam.

    Tujuh tersangka itu berinisial RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku PT Pertamina International Shipping.

    Lalu, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Tujuh tersangka tersebut, akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk proses pemeriksaan terhitung sejak malam ini, Senin 24 Februari 2025.

    Sementara itu, Pertamina menyatakan menghormati Kejaksaan Agung terkait penetapan tersangka ini.

    “Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,”ujar VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso.

    Rugikan Negara Rp193 Triliun

    Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan KKKS tahun 2018–2023 itu menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    “Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun,” kata Abdul Qohar.

    Kerugian tersebut berasal dari berbagai komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

    Kronologi Kasus

    Abdul Qohar menjelaskan, posisi kasus ini adalah pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

    PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

    Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.

    Akan tetapi, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

    Pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.

    Pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Maka, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.

    Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

    “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” tutur Abdul Qohar.

    Dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina, dengan broker.

    “Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” ucap Abdul Qohar.

    Selain itu, tersangka DW dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang.

    Akibat kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi yang kemudian HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.

    Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp193,7 triliun. Namun, jumlah tersebut adalah nilai perkiraan sementara dari penyidik. Kejagung menyebut bahwa nilai kerugian yang pasti sedang dalam proses penghitungan bersama para ahli.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 10
                    
                        Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun
                        Nasional

    2 Kejagung Tetapkan Dirut Pertamina Patra Niaga Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Nasional

    Kejagung Tetapkan Dirut Pertamina Patra Niaga Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    (
    Kejagung
    ) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan
    korupsi tata kelola minyak mentah
    dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
    Satu dari tujuh tersangka itu adalah Riva Siahaan (RV) selaku Direktur Utama PT
    Pertamina Patra Niaga
    .
    “Berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, bukti dokumen yang telah disita secara sah, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Sementara itu, enam tersangka lainnya adalah SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF selaku PT Pertamina International Shipping; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
    Kemudian, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Qohar menyebutkan, ketujuh tersangka tersebut langsung ditahan selama 20 hari ke depan untuk pemeriksaan terhitung sejak Senin malam.
    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur mengenai prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
    “Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Harli.
    Kemudian, minyak bagian dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS swasta wajib ditawarkan kepada PT Pertamina. Apabila penawaran tersebut ditolak oleh PT Pertamina maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor.
    Akan tetapi, subholding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), diduga berusaha menghindari kesepakatan.
    Lebih lanjut, dalam periode tersebut juga terdapat Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) yang diekspor karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang lantaran pandemi Covid-19.
    Namun, pada waktu yang sama, PT Pertamina malah mengimpor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung: Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Rugikan Negara Rp 193 Triliun

    Kejagung: Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Rugikan Negara Rp 193 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina subholding dan kontraktor kontrak kerja sama atau K3S  tahun 2018-2023 telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 193,7 triliun.

    Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, empat di antaranya dari Pertamina dan tiga pihak swasta.

    “Berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, bukti dokumen yang telah disita secara sah, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025) malam.

    Para tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan,  Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifudin, Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwanto.

    Sementara dari pihak swasta, yakni Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara berinisial DW dan Benefical Owner PT Navigator Khatulistiwa berinisial MKAN.

    “Penetapan ketujuh tersangka  korupsi tata kelola minyak mentah dilakukan penyidik jaksa agung muda tindak pidana khusus Kejagung setelah memiliki bukti permulaan yang cukup dari hasil gelar perkara. Berdasarkan fakta penyidikan, para tersangka diduga terlibat mengimpor minyak mentah produk kilang secara melawan hukum untuk keuntungan pribadi,” tutur Abdul Qohar.

    Perbuatan para tersangka juga membuat harga bahan bakar  minyak negeri menjadi mahal sehingga harus disubsidi oleh pemerintah melalui APBN.

    Menurut Abdul Qohar, dalam konstruksi perkara pada periode 2018 hingga 2023, tersangka Riva Siahaan, Sani Dinar Saifudin dan Agus Purwanto melakukan pengondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

    Untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah maupun produk kilang, akhirnya dilakukan dengan cara impor sambil menolak produksi minyak mentah dalam negeri oleh K3S dengan alasan harga yang terlalu tinggi dan tidak sesuai spesifikasi.  

    Untuk kepentingan penyidikan, ketujuh tersangka langsung ditahan di rutan Kejagung selama 20 hari pertama. Penyidik masih terus mendalami kasus  korupsi tata kelola minyak mentah ini termasuk menelusuri aliran dana dan dugaan keterlibatan pihak lain.

  • Kasus Tata Kelola Minyak Mentah Rugikan Negara Hingga Rp 193,7 Triliun

    Kasus Tata Kelola Minyak Mentah Rugikan Negara Hingga Rp 193,7 Triliun

    Jakarta

    Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023. Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.

    “Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).

    Qohar menyebut, kerugian itu bersumber dari berbagai komponen. Mulai dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri hingga kerugian impor minyak mentah melalui demut atau broker.

    “Kerugian impor BBM (bahan bakar minyak) melalui demut atau broker. kerugian pemberian kompensasi dan kerugian karena pemberian subsidi karena harga minyak tadi menjadi tinggi,” ungkapnya.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan angka kerugian itu prediksi sementara. Pihaknya akan meneliti lebih jauh seiring perkembangan kasus tersebut.

    “Jadi dapat dijelaskan bahwa, kerugian Rp 193,7 triliun tentunya itu baru perhitungan yg baru dilakukan oleh penyidik ya, jadi perkiraan. Tentu sekarang ahli keuangan sedang melakukan perhitungan dan bagaimana perhitungan dari tahun ke tahun kita harapkan, karena kerugian keuangan negara yang fix setelah ada perhitungan ahli,” ujarnya.

    Adapun 7 tersangka itu antara lain:
    1.⁠ RS selaku Dirut Utama PT Pertamina Patra Niaga
    2.⁠ ⁠SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
    3.⁠ ⁠YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping
    4.⁠ ⁠AP, selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International
    5.⁠ ⁠MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
    6.⁠ ⁠DW, selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
    7.⁠ ⁠YRJ, selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera

    Atas perbuatan para tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP.

    (ond/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kejagung Tetapkan 7 Tersangka Korupsi Minyak Mentah dan Langsung Ditahan

    Kejagung Tetapkan 7 Tersangka Korupsi Minyak Mentah dan Langsung Ditahan

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018–2023.

    “Berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, bukti dokumen yang telah disita secara sah, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2025) malam.

    Dikutip dari Antara, ketujuh tersangka, yakni berinisial RS selaku direktur utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF dari PT Pertamina International Shipping.

    Lalu, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAN selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku komisaris PT Jenggala Maritim, dan direktur utama PT Orbit Terminal Merak.

    Ketutuh tersangka tersebut akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk proses pemeriksaan terhitung sejak malam ini.

    Sementara itu, PT Pertamina menyatakan menghormati Kejaksaan Agung terkait penetapan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah.

    “Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” kata VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso.

    Sebelumnya, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur mengenai prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

    “Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata dia.

    Ia menyebut, minyak bagian dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS swasta wajib ditawarkan kepada PT Pertamina. Apabila penawaran tersebut ditolak oleh PT Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor.

    Akan tetapi, subholding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), diduga berusaha menghindari kesepakatan.

    Lebih lanjut, dalam periode tersebut juga terdapat minyak mentah dan kondensat bagian negara (MMKBN) yang diekspor karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang lantaran pandemi Covid-19.

    Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah mengimpor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.