Kementrian Lembaga: Fraksi PKS

  • Fraksi PKS Optimis Kepemimpinan Prabowo Bawa Indonesia Lebih Baik

    Fraksi PKS Optimis Kepemimpinan Prabowo Bawa Indonesia Lebih Baik

    Jakarta, CNN Indonesia

    Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menyampaikan optimisme terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi tantangan dan peluang pada 2025. Optimisme ini disampaikan dalam evaluasi akhir tahun 2024 dan proyeksi tahun depan di Jakarta, Senin (30/12).

    Ketua Fraksi PKS DPR, Jazuli Juwaini, menilai bahwa Presiden Prabowo telah menunjukkan kualitas kepemimpinan yang kuat, transformatif, dan kolaboratif sejak dilantik dua bulan lalu.

    “Kami ingin mengakhiri tahun 2024 dan mengawali tahun 2025 dengan semangat optimisme yang kuat. Kita telah melewati pergantian kepemimpinan yang smooth (mulus). Demokrasi berjalan relatif baik dan transisi kepemimpinan berjalan lancar,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (30/12).

    Ia juga menyoroti gaya kepemimpinan Prabowo yang kuat, karismatik, sekaligus transformatif, sesuai dengan kebutuhan bangsa saat ini. Menurutnya, presiden juga menunjukkan kepemimpinan yang kolaboratif dengan mengajak seluruh elemen bangsa bersatu membangun bangsa.

    Jazuli menambahkan, di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian, mulai dari perang Rusia-Ukraina, ketegangan Timur Tengah, hingga perang dagang Cina-Amerika Serikat, Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak hanya kuat tetapi juga mampu menjaga martabat bangsa di kancah internasional.

    “Kita menyaksikan Presiden Prabowo yang baru menjabat dua bulan menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan determinan di pentas global ketika berbicara pada sejumlah konferensi internasional serta bertemu dengan negara adidaya seperti Rusia, Cina, dan Amerika Serikat. Presiden menunjukkan dignity sebagai bangsa termasuk sikap yang tegas dalam membela kemerdekaan Palestina,” kata dia.

    Menurut Anggota Komisi I DPR ini, rakyat Indonesia juga menaruh kepercayaan yang sangat tinggi kepada Prabowo. Beragam survei menunjukkan 80 persen lebih rakyat percaya presiden bisa membawa Indonesia jauh lebih baik.

    Tingkat kepuasan dan kepercayaan rakyat ini tertinggi di antara pemimpin yang pernah ada. Hal ini menandakan tingginya basis legitimasi sekaligus ekspektasi publik kepada Prabowo dan kabinetnya.

    Tingkat kepercayaan tersebut sejalan dengan komitmen kuat untuk membantu rakyat, melayani rakyat, meringankan beban rakyat, dan menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa termasuk dalam upaya memajukan ekonomi dan membangun kemandirian nasional.

    “Sektor ketenagakerjaan misalnya yang menterinya adalah portofolio PKS atas arahan presiden langsung menaikkan UMP dan UMK yang signifikan, yaitu naik sebesar 6,5 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Demikian juga dengan sektor-sektor lainnya semua bekerja cepat dan tepat sasaran untuk rakyat,” terang Jazuli.

    Anggota DPR Dapil Banten ini juga melihat kesungguhan Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi dan mereformasi birokrasi. Presiden sangat tegas dan keras kepada para pembantunya untuk bekerja serius demi rakyat.

    Pernyataannya juga lugas soal korupsi, bahkan di hadapan aparat TNI dan POLRI. Prabowo bahkan mengaku mendapat ancaman pribadi atas sikap tegasnya tersebut.

    Alhasil sudah cukup banyak kasus-kasus korupsi besar yang mulai diproses untuk memberikan efek kejut bagi perbaikan tata kelola negara khususnya menyangkut sumber-sumber penerimaan negara yang signifikan.

    Prabowo dengan tegas memerintahkan untuk memberantas judi online. Hal yang sama juga ditegaskan untuk kasus narkoba dan penyelundupan yang harus diberantas tuntas dengan kerja sama di antara aparat penegak hukum.

    Prabowo juga fokus meluncurkan program yang menyentuh langsung peningkatan kualitas SDM mulai dari yang mendasar perbaikan gizi melalui program makan bergizi hingga perbaikan kurikulum dan tata kelola pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Termasuk menaikkan gaji dan tunjangan guru.

    Prabowo faktanya juga memperluas bantuan sosial untuk masyarakat miskin, termasuk perluasan subsidi, insentif, dan stimulus bagi masyarakat tidak mampu, menengah ke bawah, dan UMKM.

    Menurut Doktor Ilmu Manajamen ini, ada banyak pekerjaan rumah yang ditinggalkan oleh pemerintahan-pemerintahan terdahulu mulai dari beban utang yang cukup besar, angka kemiskinan yang cukup tinggi, disparitas pendapatan antarpenduduk, antarsektor dan wilayah, kapasitas fiskal yang rapuh, juga dari sisi penerimaan negara yang belum maksimal.

    Namun dengan kepemimpinan Presiden yang determinatif sekaligus transformatif dan kolaboratif Fraksi PKS yakin Presiden dan kabinetnya dengan dukungan Parlemen yang solid akan dapat mengurai berbagai permasalahan tersebut dan menyelesaikannya secara bertahap dan progresif.

    Fraksi PKS sangat optimis Indonesia bisa bangkit mencapai target pembangunan yang dicanangkan dalam RPJPN 2025-2045 maupun RPJM seperti peningkatan perkapita menuju negara maju, penurunan angka kemiskinan, dan peningkatan kualitas dan daya saing SDM bangsa.

    “Pak Prabowo Subianto memberikan kita optimisme. Banyak kebijakan beliau yang sangat positif bagi rakyat. PKS siap mendukung penuh dan berharap semua pihak memberikan kesempatan dan dukungan kepada beliau,” pungkas Jazuli.

    (rir/rir)

  • PPN 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025, Siapa yang Mengesahkan?

    PPN 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025, Siapa yang Mengesahkan?

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Indonesia telah menetapkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang akan berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara hingga 6,4 persen pada 2025, dengan target total pendapatan sebesar Rp 2.996 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 2.490 triliun direncanakan berasal dari penerimaan pajak. Sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara, PPN memiliki peran penting dalam mendukung berbagai program pemerintah.

    Apa Itu PPN?

    PPN adalah jenis pajak konsumsi yang wajib dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa yang termasuk dalam Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Sebagai pajak tidak langsung, PPN disetor oleh pihak lain (misalnya, pedagang) atas nama konsumen yang menjadi penanggung pajak.

    Sejak 1 April 2022, tarif PPN di Indonesia ditetapkan sebesar 11 persen. Namun, kenaikan menjadi 12 persen pada 2025 diperkirakan akan berdampak pada daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi secara umum.

    Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Agus Herta Sumarto, mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati agar kebijakan ini tidak menggerus daya beli masyarakat.

    “Untuk menaikkan tax ratio kita salah satunya adalah dengan menaikkan tarif pajak, walaupun masih ada cara lain. Namun, pemerintah juga harus hati-hati jangan sampai kenaikan pajak ini malah menggerus daya beli,” kata Agus, dikutip dari Antara pada Senin (30/12/2024).

    Siapa yang Mengusulkan Kenaikan PPN 12 Persen?

    Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, keputusan untuk menaikkan tarif PPN sebesar 12 persen pada 2025 diambil melalui banyak pertimbangan berat dan bukan tanpa alasan oleh pemerintah. Kenaikan PPN menjadi 12 persen didasarkan pada sejumlah pertimbangan berikut:

    Meningkatkan pendapatan negara: Dengan peran strategis PPN, peningkatan tarif ini diharapkan membantu memperbaiki kondisi fiskal yang terdampak pandemi Covid-19.Mengurangi ketergantungan pada utang: Pendapatan pajak yang lebih tinggi akan membantu menekan defisit anggaran dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri.Penyesuaian standar internasional: Dengan tarif baru ini, Indonesia mendekati rata-rata PPN global yang mencapai 15 persen, termasuk di negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

    Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebutkan bahwa kenaikan ini juga bertujuan untuk memastikan Indonesia tetap kompetitif di tingkat internasional.

    Siapa yang Mengesahkan PPN 12 Persen 2025?

    Rencana kenaikan tarif PPN telah disepakati pemerintah bersama DPR RI melalui pengesahan RUU HPP menjadi UU pada 7 Oktober 2021. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022. Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar, memimpin sidang pengesahan tersebut.

    Sebanyak delapan fraksi DPR RI menyetujui pengesahan UU HPP, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP. Sementara itu, Fraksi PKS menolak dengan alasan rencana kenaikan PPN berpotensi kontraproduktif terhadap pemulihan ekonomi nasional. PKS juga menyoroti kemungkinan penerapan pajak pada kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan keagamaan, meskipun saat ini tarifnya masih 0 persen.

    Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat ekonomi nasional melalui peningkatan penerimaan negara, mengurangi ketergantungan pada utang, dan menyesuaikan dengan standar internasional. Meski demikian, pemerintah diingatkan untuk memastikan kebijakan ini tidak membebani masyarakat, terutama kelompok rentan, demi menjaga stabilitas ekonomi secara menyeluruh.

  • PKS: PPN 12 Persen Berdampak Negatif ke Sektor Pertanian, Ancam Swasembada Pangan – Halaman all

    PKS: PPN 12 Persen Berdampak Negatif ke Sektor Pertanian, Ancam Swasembada Pangan – Halaman all

     

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Fraksi PKS Johan Rosihan menilai pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai Januari 2025 berdampak negatif terhadap sektor pertanian, kesejahteraan masyarakat, terutama petani kecil, termasuk target swasembada pangan.

    Menurut Johan, kenaikan PPN dapat membebani mereka karena peningkatan biaya produksi seperti pupuk, benih, dan alat pertanian.

    “Kebijakan ini juga berisiko, yang pertama meningkatkan harga produk pangan. Harga jual produk pertanian berpotensi naik, sehingga menurunkan daya beli masyarakat,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (25/12/2024).

    Johan menyoroti dampak kenaikan itu pada target swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah. 

    Menurut Legislator Komisi IV itu, kenaikan PPN bisa berpotensi pada ketergantungan impor .

    “Ketiga yaitu menghambat swasembada pangan. Ketergantungan pada impor bisa meningkat jika petani kehilangan insentif untuk meningkatkan produktivitas,” kata dia.

    Johan lantas meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ini dan mempertimbangkan untuk menunda implementasinya. Komisi IV pun, dikatakan Johan, siap berdialog khusus soal sektor agraria ini.

    Menurutnya, perlu juga langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak kenaikan PPN, di antaranya pengecualian terhadap barang strategis.

    “Jangan sampai kebijakan ini justru melemahkan sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional,” tandas Johan.

    Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12% per 1 Januari 2025,” tutur Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12).

    Airlangga menyampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1%, atau hanya dikenakan tarif 11% saja.

    Barang-barang pokok yang dikenakan tarif 11% yakni,  minyak goreng dengan kemasan Minyakita, tepung terigu dan gula industri.

    “Jadi stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan dan minuman yang peranannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi yakni 36,3%, juga tetap 11% (tarif PPN),” ungkapnya.

    Airlangga menyampaikan, pemerintah juga menerapkan pengecualian objek PPN. 

    Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:

    Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi.

    Kemudian, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja.

    Lalu, vaksin, buku pelajaran dan kitab suci, air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap).

    Berikutnya, tarif listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
    Rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS.

    Lalu, sektor jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional, ,esin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan.

    Selain itu juga komoditi bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak, minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi, emas batangan dan emas granula serta enjata/alutsista dan alat foto udara

    “Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat PPN diberikan fasilitas atau 0%. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan telur, sayur, susu, jasa pendidikan, angkutan umum, seluruhnya bebas PPN,” terangnya.

     

     

  • Legistaror dorong Presiden titahkan Kejagung dan BPK sita uang judol Rp187,2 triliun

    Legistaror dorong Presiden titahkan Kejagung dan BPK sita uang judol Rp187,2 triliun

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

    Legistaror dorong Presiden titahkan Kejagung dan BPK sita uang judol Rp187,2 triliun
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 24 Desember 2024 – 14:48 WIB

    Elshinta.com – Komisi hukum dari Fraksi PKS DPR mendukung usulan penyitaan uang judi online (judol) senilai Rp187,2 triliun yang diduga dinikmati perbankan, e-wallet dan operator seluler untuk dikembalikan ke negara. 

    Fraksi PKS pun mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk bertindak cepat dan tegas terkait aliran dana judol di lembaga keuangan tersebut.

    Anggota Komisi III DPR bidang hukum, Habib Aboe Bakar Al-Habsyi menilai, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) harus menjadi pelajaran penting agar penanganan aliran dana judol di lembaga keuangan tersebut dapat dilakukan lebih akuntabel.
     
    Sekjen PKS ini juga mendorong Presiden Prabowo memerintahkan Kejagung dan BPK menyita duit judol yang dinikmati perbankan, e-wallet serta operator seluler. 

    “Penyitaan duit judol di perbankan, e-wallet dan operator seluler oleh Kejagung bekerja sama dengan BPK di luar pengadilan adalah solusi yang cepat dan tepat,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (24/12). 

    Politisi PKS ini mengatakan, penyitaan uang judol bakal memberikan efek jera kepada lembaga penyelenggara sistem pembayaran baik perbankan, e-wallet dan operator seluler yang terkoneksi dengan merchant judol.
     
    Pelakunya, katanya, terancam pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar berdasarkan UU ITE Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 45 Ayat (2).  Selain itu, Pasal 303 KUHP juga mengatur hukuman hingga 10 tahun penjara atau denda Rp25 juta bagi pelaku perjudian. 

    Dijelaskan, bank, e-wallet dan operator seluler dapat kehilangan dana hasil judol yang dianggap sebagai hak pemerintah dan pendapatan dari aktivitas ilegal ini akan disita. Reputasi dan operasional perusahaan bakal terancam. 

    “Jadi judol  merupakan wabah yang sangat serius yang telah menyebabkan risiko sistemik di sistem pembayaran kita. Di sisi lain, ada yang menikmati dari tiap rupiah transaksi judol. Yakni perbankan, e-wallet, operator seluler dan lembaga non bank lainnya,” katanya
     
    Sementara, Presiden Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri menyayangkan melempemnya pengawasan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  Akibatnya, judol dimanfaatkan perbankan dan lembaga keuangan non-bank mengeruk cuan. Padahal, praktik judol dilarang negara. 
     
    Meluasnya sistem pembayaran judol lewat bank, e-wallet dan operator seluler, bukti lemahnya pengawasan perbankan melalui OJK dan pengawasan sistem pembayaran oleh BI.
     
    Mudahnya koneksi pembayaran melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), kata Deni, API (Application Programming Interface) dari perbankan, e-wallet ke PJP (penyedia system pembayaran), berdampak kepada melemahnya E-KYC (Elecronic Know Your Costumer) dan E-KYB (Electronic Know Your Business). 

    Dalam hal ini, perbankan dan e-wallet pura-pura tidak tahu adanya koneksi dalam sistem pembayaran merchant judol. 
     
    Di mana, PJP yang mendapat izin operasi dari BI (Bank Indonesia) sesuai dengan PBI No.22/23/PBI/2020 dan juga PJP yang mendapat izin PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) lewat PP No 71/2019 dari Menkodigi akhirnya berevolusi menjadi media transaksi pembayaran dan merchant judol. 

    “Inilah yang menyebabkan maraknya judol semakin berkembang pesat,” paparnya.
     
    Dia bilang, baik perbankan, e-wallet maupun operator seluler adalah media yang digunakan untuk melakukan pembayaran judol secara digital. 

    Ketiga lembaga itu meraup keuntungan atau cuan berupa Fee based income (pendapatan) yang cukup jumbo. 
     
    Berdasarkan catatan CBC, sejak 2017 hingga 2024, terjadi transaksi judol lewat perbankan, e-wallet dan operator seluler sebesar Rp1.416 triliun. 

    Kemudian sistem pembayaran yang membantu judol , di mana, perbankan mendapat Rp3.000 per transaksi, e-wallet Rp1.500 per transaksi dan operator seluler di kisaran Rp2.500-Rp5.000 per top up. 

    Sehingga, pendapatan perbankan, e-wallet dan operator seluler dari praktik judol  selama 8 tahun (2017-2024) sebesar fee based income perbankan Rp70,5 triliun, e-wallet Rp11,5 triliun, operator seluler Rp4,2 triliun. Sedangkan nilai transaksi yang diblokir PPATK sebesar Rp101 triliun. 
     
    “Jumlah pendapatan bank, e-wallet dan operator seluler dari judol dalam 8 tahun, sebesar Rp86,2 triliun dan yang diblokir Rp101 triliun dapat diambil oleh BPK bekerja sama dengan Kejagung dengan cara dicicil selama setahun,” ungkapnya. 

    Jika besarnya pengembalian tidak sesuai dengan angka sebenarnya, kata dia, BPK dapat melakukan investigasi audit, IT audit, di mana biaya audit ditanggung lembaga yang bersangkutan.

    Sumber : Elshinta.Com

  • KIM Plus Nilai PDIP Lempar Batu Sembunyi Tangan soal PPN Menjadi 12%

    KIM Plus Nilai PDIP Lempar Batu Sembunyi Tangan soal PPN Menjadi 12%

    Jakarta

    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menyoroti elite partai politik (parpol) saling lempar bola dengan adanya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Adi menilai para elite parpol seolah mencari kambing hitam imbas kenaikan PPN.

    “Intinya, semua berebut mencari kambing hitam soal kenaikan PPN 12% karena kebijakan ini dinilai kontroversial dan merugikan rakyat dan yang saat ini disalahkan pemerintahan Prabowo Subianto,” kata Adi kepada wartawan, Senin (23/12/2024).

    Adi menyebut kondisi semakin memanas ketika PDIP menolak kenaikan PPN, padahal dianggap sebagai inisiator. Karena itu, kata dia, PDIP dikeroyok oleh parpol KIM Plus.

    “Dalam konteks itulah, partai koalisi pemerintah mencari biang kerok soal kebijakan ini karena peraturannya dibuat saat PDIP berkuasa saat itu. Apalagi PDIP berlagak menolak kebijakan kenaikan PPN 12 persen padahal PDIP inisiatornya. Di situlah kemudian PDIP dikoroyok oleh KIM Plus yang dinilai lempar batu sembunyi tangan,” ujarnya.

    Kenaikan PPN Bisa Dibatalkan

    Adi menilai semestinya mudah saja bagi pemerintah dan DPR membatalkan kebijakan tersebut. Mengingat, mayoritas fraksi di DPR RI mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Kalau UU tersebut dinilai kontroversial dan merugikan rakyat, pemerintah dan DPR bisa batalkan UU ini. Toh mayoritas DPR full total dukung Prabowo. Mudah saja mengubah aturan kenaikan PPN itu,” ucapnya.

    “Kalau mau lanjut pun pemerintah merem pun beres, karena hampir semua fraksi akan mendukung,” jelasnya.

    Kata PDIP soal Inisiator PPN 12%

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menjawab pernyataan Waketum Partai Gerindra Rahayu Saraswati yang menilai ada andil PDIP dalam pengesahan UU HPP yang menjadi dasar kenaikan PPN 12%. Dolfie mengatakan mulanya UU HPP merupakan inisiatif pemerintah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Dolfie menyebutkan saat itu sebanyak 8 fraksi di DPR RI, kecuali PKS, menyetujui RUU HPP menjadi undang-undang. Ia mengatakan RUU itu diketok pada 7 Oktober 2021.

    “Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP; Selanjutnya RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI (Komisi XI); disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021; 8 Fraksi (Fraksi PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, NasDem, Fraksi PKB, F Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PPP) menyetujui UU HPP kecuali fraksi PKS,” kata Dolfie.

    “UU HPP, bentuknya adalah omnibus law, mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai. UU ini juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon,” tambahnya.

    Ia mengatakan pemerintah dapat mengusulkan kenaikan atau penurunan dari tarif PPN tersebut dengan rentang perubahan tarif 5-12 persen. Dolfie menyebutkan pertimbangan kenaikan atau penurunan tarif PPN bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Ia mengatakan pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN dengan cara menaikkan atau menurunkan.

    Dolfie memberikan masukan kepada pemerintah Prabowo Subianto jika tetap menaikkan PPN sebesar 12%. Menurut dia, kenaikan itu mesti dibarengi dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat.

    (taa/jbr)

  • Gerindra-PDIP Memanas soal PPN 12 Persen, Pengamat: Politik Kita Mirip Drakor

    Gerindra-PDIP Memanas soal PPN 12 Persen, Pengamat: Politik Kita Mirip Drakor

    loading…

    Pengamat politik Adi Prayitno menyoroti memanasnya hubungan Partai Gerindra dengan PDIP terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen. Menurutnya, politik Indonesia seperti drama Korea (drakor). Ilustrasi/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Pengamat politik Adi Prayitno menyoroti memanasnya hubungan Partai Gerindra dengan PDIP terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Menurutnya, politik Indonesia seperti drama Korea ( drakor ).

    “Politik kita kan mirip drakor. Dulu dukung aturan tertentu, tiba-tiba hari ini paling heroik nolak aturan yang disetujui sendiri itu,” kata Adi saat dihubungi, Senin (23/12/2024).

    Kendati demikian, Adi menilai, dinamika politik saat ini masih terbilang wajar. Menurutnya, sikap politik yang kerap berubah acapkali dilakukan semua politisi dan elite politik.

    “Biasalah yang begini-begini di ini negara. Dilakukan semua politisi dan elite. Tergantung posisi politik,” kata Adi.

    Adi menilai, langkah Gerindra dan sejumlah partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu didasari lantaran Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terkesan seperti ingin cuci tangan dan tampil bak pahlawan atas sikap politik terkait kenaikan PPN 12 persen .

    “KIM Plus ingin bilang bahwa PDIP juga bertanggung jawab terkait dengan kenaikan PPN ini, bukan cari aman bak pahlawan,” tandas Adi.

    Sebelumnya, Wakil ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dari Fraksi Gerindra Wihadi Wiyanto menegaskan, wacana kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ia menyebut, payung hukum itu merupakan produk legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDIP.

    Merespons itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit turut membalas sindiran yang dilakukan Partai Gerindra soal kenaikan PPN menjadi 12 persen. Dia mengungkap, UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP merupakan inisiatif pemerintah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    “UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021. Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP,” kata Dolfie kepada wartawan, Minggu (22/12/2024).

    Dolfie melanjutkan, RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI di Komisi XI DPR. Kemudian, disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021. Sebanyak delapan fraksi yaitu Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PPP telah menyetujui UU HPP itu. Satu fraksi yang menolak yakni Fraksi PKS.

    “UU HPP, bentuknya adalah Omnibus Law, mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai. UU ini juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon,” ujarnya.

    (zik)

  • Serangan Balik Koalisi Pendukung Prabowo usai PDIP Kritik PPN 12%

    Serangan Balik Koalisi Pendukung Prabowo usai PDIP Kritik PPN 12%

    Bisnis.com, JAKARTA — Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan sikap PDI Perjuangan atau PDIP yang menolak kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.

    PSI menjadi partai keempat yang menyerang balik PDIP. Sebelumnya ada Gerindra, PKB, dan Golkar yang telah melontarkan pernyataan dengan nada yang sama kepada partai berlambang banteng tersebut.  

    Juru Bicara PSI, I Putu Yoga Saputra menilai bahwa partai yang dinahkodai Megawati Soekarnoputri itu bak pahlawan kesiangan, padahal sempat terlibat dalam panitia kerja (panja) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).  Bahkan, Ketua Panja UU HPP berasal dari PDIP.

    “Kami sangat menyesalkan sikap PDIP. Lihat jejak digital, PDIP menjadi pengusul dan terlibat dalam panja UU HPP. Bahkan Ketua Panja dari PDIP. Kalau sekarang mereka menolak, apa namanya? Ya, pahlawan kesiangan,”  katanya lewat rilisnya, Senin (23/12/2024).

    Menurutnya, PPN 12% itu sudah menjadi amanat UU yang apabila tidak dijalankan, justru melanggar hukum dan mengundang risiko sosial.

    “Kenaikan itu bermanfaat dalam jangka panjang terkait peningkatan penerimaan negara untuk membiayai sejumlah hal, termasuk program kesejahteraan sosial. Ujung-ujungnya akan kembali ke rakyat,” ujar Yoga.

    Satu hal lain, Fraksi PDIP adalah fraksi terbesar di DPR RI. Mereka sangat bisa mengarahkan pembahasan sebuah UU. “Kalau mereka tidak ada di parlemen atau fraksi kecil, okelah. PDIP itu fraksi terbesar di DPR. Tidak ada catatan sama sekali mereka menolak saat pembahasan,” pungkas Yoga.

    Gerindra Minta PDIP Oposisi 

    Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan bahkan menyarankan agar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) segera menyatakan diri sebagai oposisi. 

    Sebelum Hergun, politikus Gerindra lainnya yakni Wihadi Wiyanto dan Bahtra Banong juga mengungkapkan hal yang sama. Mereka mempertanyakan sikap PDIP yang berubah menetang tarif PPN 12%..

    Adapun Heru Gunawan menuding bahwa banyak politisi PDIP mengunakan isu PPN untuk menyampaikan kritik kepada pemerintahan Prabowo Subianto atas rencana kenaikan PPN 12% atas barang tertentu.

    Dia menyebut Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI menyatakan, kenaikan PPN 12% dapat memperburuk kondisi kelas menengah dan pelaku usaha kecil.

    Termasuk, mantan calon presiden yang diusung PDIP yang juga Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo menyatakan, kebijakan tersebut bisa membuat ngilu kehidupan rakyat.  

    “Menurutnya, PDIP tidak perlu bermain drama dengan berpura-pura membela rakyat kecil. Semua tahu, bahwa kenaikan PPN 12% merupakan tanggung jawab PDIP yang kala itu menjadi pimpinan pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP),” tuturnya lewat rilisnya, Minggu (22/12/2024).

    Politisi yang biasa disapa Hergun itu menyatakan, dasar kenaikan PPN adalah Pasal 7 Ayat (1) UU HPP yang menyatakan tarif PPN sebesar 11% berlaku 1 April 2022 dan tarif 12% berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

    Dia menilai bahwa berdasarkan ketentuan UU HPP, kenaikan tarif PPN dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama sudah dilakukan pada 2022.

    “Waktu itu PDIP paling bersemangat menyampaikan kenaikan PPN dan bahkan mau pasang badan. Sehingga aneh menjelang pemberlakukan tahap kedua, PDIP berpaling muka dan mengkritik dengan keras,” katanya.

    Lebih lanjut, mantan anggota Panja UU HPP itu, menjelaskan bahwa pembahasan tingkat I UU HPP dilakukan di Komisi XI DPR. Waktu itu yang menjabat sebagai Ketua Panja adalah kader PDIP Dolfi OFP.

    Selain itu, sebagai partai terbesar di DPR, PDIP juga mengirim anggotanya paling banyak di Panja. “Pembahasan di tingkat I terbilang lancar. Hampir semua fraksi menyatakan persetujuannya terhadap UU HPP. Lalu, pembahasan dilanjutkan pada tingkat II yaitu di Rapat Paripurna DPR RI. Konfigurasinya tidak berbeda. Perlu diketahui, waktu itu Ketua DPR juga dijabat oleh kader PDIP Puan Maharani,” jelasnya.

    Hergun menyatakan, pembentukan UU HPP sejatinya bertujuan memperkuat fondasi fiskal dan meningkatkan tax ratio Indonesia. Sebagaimana diketahui, tax ratio Indonesia tercatat masih lebih rendah dibanding negara-negara lain.

    “Pada 2021 tax ratio Indonesia tercatat sebesar 10,9%. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata 36 negara Asia Pasifik yang sebesar 19,3%. Tax ratio Indonesia juga tercatat lebih rendah 22 poin persen dibanding negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dengan rata-rata 34%,” jelasnya.

    Jawaban PDIP

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI sekaligus anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Dolfie Othniel Frederic Palit, menjawab tudingan politikus Gerindra tentang protes kenaikan tarif PPN menjadi 12%. 

    Dolfie bahkan menegaskan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disetujui oe 8 fraksi di parlemen dalam paripurna 7 Oktober 2021 lalu.

    Adapun, kedelapan fraksi tersebut adalah Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP menyetujui UU HPP. Dia menyebut hanya Fraksi PKS tidak menyetujui itu.

    “Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP. Selanjutnya RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI [Komisi XI]. Disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, pada Minggu (22/12/2024).

    Adapun dalam amanat UU HPP, lanjut Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP pada kala itu, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12%, yang sebelumnya adalah 11%.

    Dia menjelaskan, dalam UU itu, pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif dalam rentang 5% hingga 15% dan bisa menurunkan ataupun menaikkan. Sesuai dengan Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, tambahnya, pemerintah dapat mengubah tarif PPN sesuai dengan persetujuan DPR.

    “Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kenaikan atau penurunan tarif PPN sangat bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN [naik atau turun],” jelasnya.

    Kendati demikian, Politikus PDIP ini menyebut jika Pemerintahan Prabowo Subianto tetap menggunakan tarif PPN 12%, ada enam hal yang perlu menjadi perhatian saat membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    “Kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik, pertumbuhan ekonomi berkualitas, penciptaan lapangan kerja, penghasilan masyarakat meningkat, pelayanan publik yang semakin baik, efisiensi dan efektivitas belanja negara,” pungkasnya.

  • Ketua DPRD DKI Prediksi Pramono Tak Bentuk TGUPP Saat Jabat Gubernur: Dulu PDIP Menolak

    Ketua DPRD DKI Prediksi Pramono Tak Bentuk TGUPP Saat Jabat Gubernur: Dulu PDIP Menolak

    JAKARTA – Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin memprediksi Pramono Anung, calon Gubernur Jakarta terpilih di Pilkada 2024, tidak akan membentuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) saat memimpin Jakarta lima tahun ke depan.

    Sebab, melihat latar Pramono sebagai politikus PDIP, sikap politiknya tak berbeda dengan partainya. Di mana, saat Anies Baswedan menjabat Gubernur Jakarta periode 2017-2022, Fraksi PDIP kerap mengkritik kinerja TGUPP.

    “Sebetulnya TGUPP Pak Anies kemarin pun ditolak oleh PDI Perjuangan. Artinya kalau memang TGUPP kemarin zaman Pak Anies menjadi penghambat karena gubernur sudah punya SKPD, saya yakin PDIP tidak akan membuat TGUPP lagi. Karena apa? Karena kemarin saja sudah ditolak,” kata Khoirudin kepada wartawan, Minggu, 22 Desember.

    Karenanya penasihat Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta ini menilai Pramono akan memaksimalkan tugas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk menjalankan program kerjanya ke depan tanpa TGUPP.

    “Karena ada SKPD yang semuanya loyal pada gubernur. Sekarang giliran (Pramono yang diusung PDIP) menang, masak dibuat (TGUPP) lagi? Saya yakinnya begitu,” tutur Khoirudin.

    Khoirudin juga merespons rencana Pramono untuk membentuk tim transisi yang akan membantu mengimplementasikan janji kampanye di Pilkada 2024 serta menyesuaikan program kerja sesuai arah Jakarta setelah tak berstatus Ibu Kota.

    Khoriudin menilai tim transisi wajar untuk dibentuk. Namun, satu hal yang menjadi catatan, Khoirudin meminta Pramono dan tim transisinya bisa menyusun program kerja sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2025-2045 yang sudah disahkan Pemprov DKI bersama DPRD.

    “Tentu tim sinkronisasi dibutuhkan oleh gubernur baru untuk bisa menyiapkan sebelum dilantik definitif oleh pemerintah pusat. Jadi, penting untuk bisa mengenali, beradaptasi dengan situasi di Jakarta hari ini,” urainya.

    Lebih lanjut, Khoirudin yang juga menjabat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKS DKI Jakarta memastikan fraksinya tak akan menjadi oposisi di pemerintahan Pramono dan wakilnya, Rano Karno.

    Khoirudin memastikan akan bekerja sama dengan Pramono-Rano untuk menjalankan pemerintahan di Jakarta lima tahun mendatang.

    “Kita bersama-sama mengelola Jakarta. Semua yang baik buat warga Jakarta kita putuskan bersama-sama. Enggak ada istilah oposisi,” urai dia.

  • Ramai Politikus Gerindra Serang Balik PDIP Usai Kritik Prabowo Soal Tarif PPN 12%

    Ramai Politikus Gerindra Serang Balik PDIP Usai Kritik Prabowo Soal Tarif PPN 12%

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah politkus Gerindra mengkritik balik PDI Perjuangan (PDIP) yang belakangan ini cukup sering melontarkan keberatan dengan keputusan pemerintah untuk tetap menaikan tarif PPN menjadi 12%. 

    Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan bahkan menyarankan agar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) segera menyatakan diri sebagai oposisi. 

    Sebelum Hergun, politikus Gerindra lainnya yakni Wihadi Wiyanto dan Bahtra Banong juga mengungkapkan hal yang sama. Mereka mempertanyakan sikap PDIP yang berubah menetang tarif PPN 12%..

    Adapun Heru Gunawan menuding bahwa banyak politisi PDIP mengunakan isu PPN untuk menyampaikan kritik kepada pemerintahan Prabowo Subianto atas rencana kenaikan PPN 12% atas barang tertentu.

    Dia menyebut Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI menyatakan, kenaikan PPN 12% dapat memperburuk kondisi kelas menengah dan pelaku usaha kecil.

    Termasuk, mantan calon presiden yang diusung PDIP yang juga Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo menyatakan, kebijakan tersebut bisa membuat ngilu kehidupan rakyat.  

    “Menurutnya, PDIP tidak perlu bermain drama dengan berpura-pura membela rakyat kecil. Semua tahu, bahwa kenaikan PPN 12% merupakan tanggung jawab PDIP yang kala itu menjadi pimpinan pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP),” tuturnya lewat rilisnya, Minggu (22/12/2024).

    Politisi yang biasa disapa Hergun itu menyatakan, dasar kenaikan PPN adalah Pasal 7 Ayat (1) UU HPP yang menyatakan tarif PPN sebesar 11% berlaku 1 April 2022 dan tarif 12% berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

    Dia menilai bahwa berdasarkan ketentuan UU HPP, kenaikan tarif PPN dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama sudah dilakukan pada 2022.

    “Waktu itu PDIP paling bersemangat menyampaikan kenaikan PPN dan bahkan mau pasang badan. Sehingga aneh menjelang pemberlakukan tahap kedua, PDIP berpaling muka dan mengkritik dengan keras,” katanya.

    Lebih lanjut, mantan anggota Panja UU HPP itu, menjelaskan bahwa pembahasan tingkat I UU HPP dilakukan di Komisi XI DPR. Waktu itu yang menjabat sebagai Ketua Panja adalah kader PDIP Dolfi OFP.

    Selain itu, sebagai partai terbesar di DPR, PDIP juga mengirim anggotanya paling banyak di Panja. “Pembahasan di tingkat I terbilang lancar. Hampir semua fraksi menyatakan persetujuannya terhadap UU HPP. Lalu, pembahasan dilanjutkan pada tingkat II yaitu di Rapat Paripurna DPR RI. Konfigurasinya tidak berbeda. Perlu diketahui, waktu itu Ketua DPR juga dijabat oleh kader PDIP Puan Maharani,” jelasnya.

    Hergun menyatakan, pembentukan UU HPP sejatinya bertujuan memperkuat fondasi fiskal dan meningkatkan tax ratio Indonesia. Sebagaimana diketahui, tax ratio Indonesia tercatat masih lebih rendah dibanding negara-negara lain.

    “Pada 2021 tax ratio Indonesia tercatat sebesar 10,9%. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata 36 negara Asia Pasifik yang sebesar 19,3%. Tax ratio Indonesia juga tercatat lebih rendah 22 poin persen dibanding negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dengan rata-rata 34%,” jelasnya.

    Hergun berdalih bahwa berdasarkan catatan OECD, penerimaan pajak Indonesia masih didominasi pajak penghasilan (PPh) yaitu sebesar 5,1% dari PDB, disusul pajak pertambahan nilai (PPN) yaitu sebesar 3,4% dari PDB, dan terakhir dari cukai sebesar 1,6% dari PDB.

    Hergun menilai bahwa pemerintah juga sudah menyiapkan sejumlah insentif untuk rumah tangga berpenghasilan rendah dan untuk menjaga daya beli. Paket insentif tersebut antara lain berupa bantuan beras/pangan, diskon biaya listrik 50% selama 2 bulan, serta insentif perpajakan seperti.

    “Ada berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun untuk 2025,” tandasnya.

    Oleh sebab itu, Hergun berpandangan, para politisi seharusnya menunjukkan keteladanan dan konsistensi perjuangan. Sikap PDIP yang berubah 180 derajat bisa dipandang sebagai sikap oportunis yang memanfaatkan panggung demi menaikkan pencitraan.

    “Sebaiknya PDIP mengambil sikap tegas sebagai opisisi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dengan demikian, konfigurasi politik di parlemen akan menjadi jelas. Tidak seperti sekarang, PDIP terkesan menjadi partai yang tidak bertanggung jawab atas kebijakan yang dibuatnya,” pungkas Hergun.

    Jawaban PDIP

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI sekaligus anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Dolfie Othniel Frederic Palit, menjawab tudingan politikus Gerindra tentang protes kenaikan tarif PPN menjadi 12%. 

    Dolfie bahkan menegaskan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disetujui oe 8 fraksi di parlemen dalam paripurna 7 Oktober 2021 lalu.

    Adapun, kedelapan fraksi tersebut adalah Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP menyetujui UU HPP. Dia menyebut hanya Fraksi PKS tidak menyetujui itu.

    “Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP. Selanjutnya RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI [Komisi XI]. Disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, pada Minggu (22/12/2024).

    Adapun dalam amanat UU HPP, lanjut Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP pada kala itu, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12%, yang sebelumnya adalah 11%.

    Dia menjelaskan, dalam UU itu, pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif dalam rentang 5% hingga 15% dan bisa menurunkan ataupun menaikkan. Sesuai dengan Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, tambahnya, pemerintah dapat mengubah tarif PPN sesuai dengan persetujuan DPR.

    “Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kenaikan atau penurunan tarif PPN sangat bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN [naik atau turun],” jelasnya.

    Kendati demikian, Politikus PDIP ini menyebut jika Pemerintahan Prabowo Subianto tetap menggunakan tarif PPN 12%, ada enam hal yang perlu menjadi perhatian saat membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    “Kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik, pertumbuhan ekonomi berkualitas, penciptaan lapangan kerja, penghasilan masyarakat meningkat, pelayanan publik yang semakin baik, efisiensi dan efektivitas belanja negara,” pungkasnya.

  • Fraksi PKS DPR sebut Parlemen Mesir juga sepakat dukung Palestina

    Fraksi PKS DPR sebut Parlemen Mesir juga sepakat dukung Palestina

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan Parlemen Mesir juga menyepakati dukungan terhadap Palestina dari pertemuan antara Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI dengan Komisi Luar Negeri Parlemen Mesir, beberapa waktu lalu.

    Dia mengatakan hal itu merupakan tanggung jawab moral kemanusiaan dari parlemen Indonesia untuk serius dan bahu membahu mewujudkan kemerdekaan Palestina sebagai negara yang berdaulat.

    “Ini adalah panggilan kemanusiaan. Kita tidak boleh tinggal diam menyaksikan pembantaian setiap hari yang dilakukan oleh penjajah Israel. Menangis kita menyaksikan ribuan anak-anak, ibu-ibu dan lansia meninggal dengan tragis dibantai oleh tentara Israel,” kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Oleh karena itu, menurut dia, tidak ada jalan lain bagi seluruh negara beradab di muka bumi untuk bersatu menghentikan kebiadaban Israel dan totalitas dalam mendukung kemerdekaan Palestina sebagai negara berdaulat. Dia menegaskan bahwa Indonesia dan Mesir bisa menjadi motor utama untuk mewujudkannya.

    Dalam kesempatan itu, dia juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada pemerintah, parlemen dan rakyat Mesir sekaligus menitipkan putra-putri Indonesia yang sedang belajar di Universitas Al-Azhar yang jumlahnya sekitar 15 ribu orang.

    “Mereka adalah generasi terbaik bangsa kami, yang menimba ilmu di universitas terbaik. Kami titip mereka. Anggaplah mereka sebagai putra putri sendiri,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2024