Kementrian Lembaga: Fraksi PKB

  • 10
                    
                        Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap
                        Nasional

    10 Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap Nasional

    Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKB Zainul Munasichin mengungkapkan sejumlah kemungkinan mengapa rakyat Indonesia
    kesulitan mencari kerja
    .
    Zainul menduga, salah satunya disebabkan oleh
    SDM Indonesia
    yang tidak kompeten, sehingga tidak terserap lowongan kerja (loker).
    “Jangan-jangan memang kita ini enggak siap SDM yang kompeten. Lowongan kerja banyak tetapi enggak keserap, karena standar SDM kita ini enggak kompeten untuk bisa mengisi lowongan itu,” ujar Zainul saat ditemui di kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
    Selain itu, Zainul membeberkan, kondisi
    iklim usaha
    selaku sektor hulu juga harus baik, sehat, dan bagus.
    Jika sektor hulunya sehat, maka tenaga kerja yang merupakan sektor hilir akan terbawa ke dalamnya.
    “Tapi kalau sektor hulunya ini enggak bagus, iklim usaha kita ini enggak bagus, maka tidak akan ada penciptaan lapangan kerja yang berkualitas yang bisa diserap oleh pasar kerja kita,” tuturnya.
    Zainul pun mencontohkan kondisi iklim usaha berupa investasi di Indonesia.
    Pada kuartal pertama 2025 ini, kata Zainul, investasi Indonesia meningkat hingga 15 persen.
    Hanya saja, Zainul heran kenapa investasi yang masuk ke Indonesia tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerjanya.
    “Rp 486 triliun dana masuk ke Indonesia investasi, tapi serapan tenaga kerjanya kecil, hanya 600.000. Kalau dibikin indeksnya, 1 tenaga kerja itu yang direkrut butuh Rp 700 juta investasi. Rp 700 juta investasi hanya merekrut 1 tenaga kerja. Kan mahal sekali,” jelas Zainul.
    Meski demikian, Zainul menduga, bisa saja investasi yang masuk memang bukan padat karya, melainkan padat modal.
    Dia mengatakan, sektor pertambangan adalah contoh padat modal, di mana investasi Rp 1 triliun hanya akan menyerap 5.000 tenaga kerja.
    Sedangkan di sektor pertanian, investasi Rp 1 triliun bisa menyerap 150 ribu tenaga kerja.
    Lalu, Zainul juga memprediksi uang investasi banyak yang terbuang karena mengurus perizinan hingga dipalak ormas.
    “Yang kedua, mungkin padat karya mungkin, tapi karena proses birokrasi kita ini tidak mendukung untuk itu, maka banyak dana yang bocor.
    High cost
    . Uang investasi yang harus dipakai untuk kegiatan produksi habis ke mana-mana itu ngurus perizinannya mahal, termasuk kena ormas-ormas yang mengganggu itu,” kata Zainul.
    Sebagai informasi, jumlah
    pengangguran di Indonesia
    pada 2025 mencapai 7,28 juta orang atau setara dengan 4,76 persen.
    Apabila dirinci, profil pendidikan pengangguran di Indonesia terdiri dari lulusan SD hingga sarjana. Dari data yang ditampilkan, sebanyak 2.422.846 lulusan SD dan SMP yang menganggur.
    Kemudian, ada 2.038.893 lulusan SMA yang menganggur. Lalu, ada 1.628.517 lulusan SMK yang menganggur.
    Selanjutnya, ada 1.010.652 lulusan universitas yang menganggur, dan terakhir sebanyak 177.399 lulusan diploma yang menganggur.
    Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang saat ini bekerja sebanyak 145,77 juta orang. Dari jumlah itu, ada 38,67 persen yang bekerja di sektor formal dan 56,57 persen pekerja di sektor informal (termasuk setengah pengangguran).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RUU masyarakat hukum adat jadi agenda Legislasi Prioritas PKB

    RUU masyarakat hukum adat jadi agenda Legislasi Prioritas PKB

    Sumber foto: Radio Elshinta/ Arie Dwi Prasetyo

    Wakil Ketua Baleg: RUU masyarakat hukum adat jadi agenda Legislasi Prioritas PKB
    Dalam Negeri   
    Editor: Valiant Izdiharudy Adas   
    Jumat, 11 Juli 2025 – 21:10 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKB Ahmad Iman Syukri menegaskan bahwa RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) menjadi agenda legislasi prioritas yang akan diperjuangan PKB di parlemen. Rancangan peraturan itu disusun untuk melindungi masyarakat adat dari marginalisasi, diskriminasi, serta kriminalisasi.

     

    “Kami sebagai pengusul RUU MHA secara konsisten menempatkan pengusungan RUU tentang Masyarakat Adat sebagai salah satu agenda legislasi prioritas,” ujar Iman dalam acara diskusi pakar dalam rangka penyusunan naskah akademik RUU MHA yang digelar Badan Keahlian DPR di Ruang Baleg, Jumat (11/7/2025).

     

    Lebih lanjut iman mengatakan ada sejumlah alasan yang menjadi dasar menyusunan RUU tersebut. Pertama, dasar UUD 1945, khususnya Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3), yang mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional. Kedua, Fraksi PKB yang memiliki akar historis dan sosiologis yang kuat dengan Nahdlatul Ulama (NU), secara inheren membawa tradisi pembelaan terhadap kelompok yang rentan dan seringkali terpinggirkan. 

     

    “Sejarah panjang NU dalam memperjuangkan hak-hak rakyat kecil, termasuk masyarakat adat dan petani desa yang kerap menjadi korban ketidakadilan agraria, menjadi landasan kuat bagi PKB untuk meneruskan perjuangan tersebut melalui jalur legislasi,” ujarnya

     

    Kemudian, Iman menambahkan ketiadaan payung hukum yang spesifik dan kuat mengakibatkan pengakuan serta perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat menjadi lemah, yang pada akhirnya seringkali menjadi akar dari berbagai permasalahan dan konflik di lapangan.

     

    “PKB memandang perlindungan terhadap kelompok lemah sebagai kewajiban moral yang tak terpisahkan dari norma agama. PKB menempatkan adat sebagai salah satu kelompok masyarakat yang perlu dilindungi secara serius dari berbagai bentuk marginalisasi, diskriminasi, serta kriminalisasi yang seringkali mereka hadapi,” kata iman

     

    Iman mengatakan, saat ini pengaturan mengenai Masyarakat Adat diterapkan dalam berbagai undang-undang sektoral, seperti undang-undang kehutanan, agraria, desa, dan pesisir. Fragmentasi regulasi ini menciptakan tumpang tindih, yang justru menghambat upaya Masyarakat Adat untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka.

     

    Banyak dalil Al-Qur’an yang menjadi landasan Fraksi PKB dalam mengusung RUU Masyarakat Adat. Seperti QS Al-Mā’idah ayat 8 yang diperintahkan untuk “berlaku adil” kepada semua golongan. Kemudian hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya; ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkan (terzalimi)”.

     

    Kaidah fiqih juga menjadi landasan, yaitu “Dar’ al-mafsadah muqaddam ʿalā jalb al-maṣlaḥah” (menolak kerusakan didahulukan atas menarik kemaslahatan). Kaidah itu sangat relevan, di mana RUU Masyarakat Adat dipandang sebagai instrumen krusial untuk mencegah mafsadah berupa kriminalisasi dan urusan agraria yang merugikan masyarakat adat.

     

    “Jadi, pengkajian dan penyusunan RUU Masyarakat Adat ini bukan sekadar agenda legislasi biasa, melainkan sebuah langkah strategis dan mendesak untuk mengatasi kesenjangan hukum yang ada, dan mewujudkan keadilan sosial yang hakiki bagi seluruh Masyarakat Adat di Indonesia,” tegas Iman. 

     

    Hadir dalam acara diskusi, Wakil Ketua Baleg Martin Manurung, Direktur Jenderal dan Pelindungan Tradisi, Kementerian Kebudayaan Restu Gunawan, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, Pakar Masyarakat Hukum Adat Mathius Awoitauw, dan Erasmus Cahyadi dari Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat dan Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. ( Arie Dwi Prasetyo)

    Sumber : Radio Elshinta

  • Legislator PKB Minta Kasus Diplomat Kemlu Tewas di Kos Diusut Tuntas

    Legislator PKB Minta Kasus Diplomat Kemlu Tewas di Kos Diusut Tuntas

    Jakarta

    Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kasus diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), ADP (39), tewas dengan kepala terlilit lakban di kamar kosnya di Menteng, Jakarta Pusat. Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB, Oleh Soleh, minta kasus ini diusut tuntas.

    Oleh tak ingin menduga-duga terkait kesimpulan penyebab ADP tewas karena masih diselidiki polisi. Namun jika ADP menjadi korban pembunuhan, Oleh mengutuk keras perbuatan keji tersebut.

    “Jikalau misalkan hasil investigasi ini dilakukan oleh pihak lain atau kata lain adanya pembunuhan berencana, meminta kepada pemerintah untuk mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya dan menghukum seberat-beratnya terhadap pelaku pembunuhan,” kata Oleh kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).

    Meski begitu, Oleh berpesan agar intelijen Polri harus meningkatkan kewaspadaan. Sebab, kata dia, jika ada kasus penyerangan kepada diplomat bisa mencederai wajah Indonesia di mata dunia.

    “Pemerintah dalam hal ini pihak keamanan dan pihak intelijen harus terus meningkatkan kewaspadaan dan deteksi dini bagaimana agar hal-hal seperti ini tidak terulang kembali,” ucapnya.

    Seperti diketahui, Polda Metro Jaya mengambil alih penyelidikan kasus kematian ADP. Korban ditemukan tewas dengan kondisi kepala terlilit lakban dan berselimut di dalam kamar kosnya di Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7) pagi.

    Ade Ary belum bisa menyampaikan lebih lanjut terkait sejauh mana penyelidikan yang dilakukan oleh tim Subdit Resmob.

    “Yang jelas masih diselidiki semuanya, belum ada kesimpulan,” imbuhnya.

    “CCTV itu kan hanya petunjuk. Ini membutuhkan penyelidikan yang komprehensif, harus dibuktikan secara ilmiah sehingga tidak terbantahkan,” katanya.

    Ia juga meminta masyarakat tidak berspekulasi terkait apa penyebab kematian korban sebelum ada hasil penyelidikan yang resmi keluar.

    (fas/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 10
                    
                        Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik
                        Nasional

    10 Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik Nasional

    Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Mahkamah Konstitusi
    (MK) menjadi sasaran kritik tajam dalam rapat kerja
    Komisi III DPR
    RI pada Rabu (9/7/2025).
    Para anggota dewan mengecam
    putusan MK
    yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029. Mereka menilai putusan itu menimbulkan kegaduhan dan menunjukkan inkonsistensi MK.
    Padahal rapat yang turut diikuti oleh Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) itu sebenarnya beragendakan pembahasan anggaran.
    Anggota Fraksi Partai Nasdem,
    Rudianto Lallo
    mengatakan, MK saat ini tengah menjadi perbincangan hangat karena telah membuat putusan yang kontroversial dan bahkan menabrak konstitusi.
    “MK ini kemudian yang paling banyak didiskusikan hari ini karena ada putusan kontroversi soal pengujian UU. Ya tentu kita berharap MK menjadi penjaga konstitusi kita. Mudah-mudahan tidak ada lagi putusan-putusan yang menjadi polemik di masyarakat,” kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan.
    Dia pun menyinggung proses legislasi di DPR yang melibatkan waktu panjang dan harus menjaring aspirasi publik. Namun, hasil kerja itu bisa langsung berubah drastis oleh satu putusan MK.
    “Kalau tiba-tiba satu pasal dianggap bertentangan tetapi justru amar putusan MK ini bertentangan, ini juga problem konstitusi kita. Nah ini
    deadlock
    jadinya,” ujar dia.
    Nada serupa dilontarkan anggota Fraksi PKB,
    Hasbiallah Ilyas
    . Dia menyindir dominasi sembilan hakim konstitusi dalam mengubah arah sistem pemilu yang disusun oleh ratusan anggota legislatif.
    “Jangan 500 orang ini, Pak, kalah dengan 9 hakim. Ini bikin undang-undang KUHAP saja sudah berapa lama kita belum selesai sampai hari ini. Tolong agak lebih bijaklah,” kata Hasbiallah.
    Dia juga mengkritisi inkonsistensi aturan pemilu dari waktu ke waktu yang dinilai menimbulkan kebingungan di masyarakat.
    “Misalnya pemilu, berapa kali setiap pemilu itu diubah. Dari tahun 2009 diubah, sekarang diubah lagi, ini yang bikin jadi kegaduhan di masyarakat,” ujar Hasbiallah.
    Berkaca dari persoalan ini, Hasbiallah pun mendorong agar proses seleksi calon hakim konstitusi lebih ketat ke depannya.
    “Menurut saya perlu diseleksi lebih optimal lagi, jangan sampai adanya MK ini keluar dari norma yang ada,” kata dia.
    Dari Fraksi Demokrat, Andi Muzakir juga menyuarakan kekhawatiran soal inkonsistensi MK karena akan berdampak buruk bagi sistem ketatanegaraan.
    “Saya hanya satu, Pak, konsisten dalam mengambil keputusan. Jangan setiap periode berubah lagi putusannya. Jadi tidak ada konsistensi dalam mengambil putusan. Tahun ini serempak, berikutnya dipisah. Tidak ada konsistensi. Mau dibawa ke mana negara ini?” ujar dia.
    Wakil Ketua Komisi III Dede Indra Permana Soediro turut mengingatkan MK agar menjalankan tugas sebagai penguji, bukan pembentuk norma hukum.
    “Sedikit masukan juga kepada MK bahwa sesuai dengan tugas yang sudah ada, bahwa MK adalah penguji norma, bukan membentuk (norma),” kata politikus PDI-P itu.
    Menanggapi banyak kritik, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan menegaskan bahwa putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah dibacakan dan MK hanya tinggal menunggu DPR menindaklanjutinya.

    Putusan MK
    kan sudah diucapkan, kami tinggal menunggu kewenangan DPR untuk menindaklanjuti. Kami tunggu. Karena DPR juga punya kewenangan,” ujar Heru.
    Dia pun enggan berkomentar lebih jauh mengenai kritik yang diarahkan ke lembaganya ataupun terhadap putusan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
    Sebagai informasi, melalui putusan tersebut, MK memutuskan agar pemilu nasional dan daerah dilaksanakan secara terpisah mulai 2029.
    Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
    Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
    Selain itu, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
    “Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Meski begitu, MK tidak menentukan secara pasti tenggat waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.
    MK hanya mengusulkan agar pemilu daerah digelar paling cepat dua tahun setelah pemilu nasional, dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden.
    Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Taufik Basari menyatakan bahwa putusan pemisahan pemilu nasional dan daerah menimbulkan dilema konstitusional. Pasalnya, pelaksanaan maupun pengabaian putusan MK tersebut akan sama-sama melanggar konstitusi.
    “Melaksanakan atau tidak melaksanakan putusan MK akan sama-sama melanggar konstitusi,” ujar Taufik.
    Dia mengacu pada Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945 yang menyebut pemilu harus dilaksanakan lima tahun sekali, serta Pasal 18 Ayat (3) yang menegaskan DPRD dipilih melalui pemilu.
    “Inilah yang saya sebut sebagai dilematis
    constitutional deadlock
    . Dimakan masuk mulut buaya, tidak dimakan masuk mulut harimau,” ucap Taufik.
    Sementara itu, Peneliti Politik BRIN Devi Darmawan menilai sikap MK yang langsung menetapkan
    pemilu dipisah
    menunjukkan ketidakpercayaan terhadap DPR.
    “Hal ini menunjukkan sebenarnya ada ketidakpercayaan dari Mahkamah Konstitusi ini kepada kinerja parlemen,” kata Devi dalam diskusi daring.
    Menurut Devi, DPR dan pemerintah selama ini lambat merevisi UU Pemilu, sehingga MK mengambil sikap tegas yang tidak memberi pilihan lain.
    Namun, dia mengingatkan agar MK tetap berada dalam koridor sebagai penguji konstitusionalitas, bukan pembentuk norma.
    “Kalau seperti sekarang berkesan seolah-olah MK agak lebih mendominasi dalam pembuatan peraturan Undang-Undang, khususnya yang terkait dengan sistem kepemiluan,” ucap Devi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Soal Polemik Putusan Pemisahan Pemilu: Kami Tunggu DPR Tindaklanjuti

    MK Soal Polemik Putusan Pemisahan Pemilu: Kami Tunggu DPR Tindaklanjuti

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Heru Setiawan tak banyak buka suara perihal putusan MK soal pemisahan jadwal keserentakan pemilu nasional dan lokal yang memunculkan polemik, terkhusus bagi partai politik.

    Heru hanya mengatakan bahwa putusan MK sudah dibacakan dan tinggal ditindaklanjuti oleh DPR selaku pembentuk undang-undang, sehingga pihaknya hanya akan menunggu saja.

    “Putusan MK kan sudah diucapkan, kami tinggal menunggu kewenangan DPR untuk menindaklanjuti. Kami tunggu. Karena DPR juga punya kewenangan,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

    Diberitakan sebelumnya, partai politik ramai-ramai menentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pelaksanaan pemilu daerah dan nasional. 

    Seluruh partai politik tengah mengkosolidasikan sikapnya terhadap putusan tersebut. Mayoritas partai menentang tentang putusan tersebut.  Pasalnya, putusan MK tersebut dinilai telah bertentangan dengan konstitusi karena menyalahi Undang-Undang Dasar 1945. 

    Ketua Fraksi PKB pada MPR, Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz berpandangan bahwa UUD 1944 merupakan konstitusi tertinggi di Indonesia. Maka dari itu, menurutnya, setiap undang-undang atau peraturan hukum di bawahnya harus menyesuaikan UUD 1945.

    “Di pasal 22E UUD 1945 ayat 1 jelas disebut pemilu dilaksanakan secara LUBER setiap lima tahun sekali. Ayat 2 juga menyebutkan pemilu diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden dan Wapres, dan DPRD, jadi jelas dasar hukumnya. Tidak boleh ada aturan yang tidak sesuai dengan ini,” tuturnya di Jakarta, Senin (7/7).

    Di lain pihak, Politisi sekaigus legislator Nasdem, Rifqinizamy Karsayuda menilai Mahkamah Konstitusi (MK) menurunkan kualitasnya usai mengeluarkan putusan terkait dengan pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal. 

    Dia mengatakan seharusnya tugas MK hanya sampai di titik menilai suatu norma undang-undang saja soal apakah itu konstitusional atau inkonstitusional, sehingga tidak sampai membentuk suatu norma tertentu. 

    “Mahkamah men-downgrade dirinya dari yang harusnya hanya menilai satu norma undang-undang terhadap undang-undang dasar apakah bersifat konstitusional atau inkonstitusional, menjadi mahkamah yang membentuk norma,” singgungnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (7/7/2025).

  • Pakar ingatkan RUU KUHAP lindungi HAM dalam penegakan hukum

    Pakar ingatkan RUU KUHAP lindungi HAM dalam penegakan hukum

    Jakarta (ANTARA) – Pakar hukum pidana Hery Firmansyah mengingatkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disusun DPR RI dapat melindungi dan menghormati hak asasi manusia (HAM) dalam penegakan hukum di tanah air.

    “Bagaimana kemudian bisa membuat desain KUHAP yang melindungi, menghormati hak asasi manusia ini yang tentunya perlu untuk kita pertimbangkan,” kata di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikannya dalam diskusi forum legislasi bertajuk “Komitmen DPR Menguatkan Hukum Pidana melalui Pembahasan RUU KUHAP” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan DPR RI.

    Sebab, kata dia, KUHAP yang lama justru lebih banyak mengakomodasi hak dari pelaku tindak pidana, sedangkan hak daripada korban justru terbatas hanya pada satu pasal.

    Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara itu pun menuturkan pasal dalam KUHAP lama yang hanya mengakomodasi hak korban, yakni menyangkut ganti kerugian.

    “Selebihnya itu tidak bicara tentang hak dari korban,” katanya.

    Untuk itu, dia berharap DPR RI dapat mengawal aspek tersebut dalam pembahasan RUU KUHAP yang tengah bergulir di parlemen.

    Dia menekankan pula agar RUU KUHAP tidak hanya berbicara soal kecepatan dalam menangani sebuah perkara, melainkan keadilan bagi semua pihak.

    “Maka harapan kita dan teman-teman DPR bisa mengawal hal itu yang lebih bisa bicara tentang due process of law, tidak hanya bicara tentang penanganan perkara yang cepat saja (speedy trial), tapi fair trial,” ujarnya.

    Di sisi lain, dia mendorong agar DPR bersama Pemerintah dapat mengintegrasikan dan mengakomodasi kepentingan hukum banyak pihak dalam penyusunan RUU KUHAP, termasuk mengedepankan aspek partisipasi publik yang bermakna (meaningful pariticipation).

    “Karena memang aturan hukumnya harus tegas dan jelas mengatur itu karena konsepsi pidana ini kan bicara lex certa, lex scripta dan kex stricta serta tidak boleh ditafsirkan lain, dia harus mengatur secara tegas,” katanya.

    Dia lantas melanjutkan, “Pada pelaksanaan yang paling mahal dalam penegakan hukum itu adalah mengimplementasikannya, termasuk asas utama dari equality before the law dulu; di mana hak-hak tersangka dan juga hak korban itu diakomodasi sama.”

    Komisi III DPR RI pada Selasa resmi memulai tahapan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, setelah memulai rapat kerja bersama pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Kementerian Sekretariat Negara.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman pun memimpin langsung Panitia Kerja (Panja) pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, sebagai ketua Panja.

    Selain itu, pimpinan Komisi III DPR RI lainnya pun turut menjadi pimpinan Panja RUU KUHAP, yakni Dede Indea Permana dari Fraksi PDIP, Sari Yuliati dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Sahroni dari Fraksi Partai NasDem, dan Rano Alfath dari Fraksi PKB.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR: RUU KUHAP harus rampung cepat sebab RUU lain menunggu

    DPR: RUU KUHAP harus rampung cepat sebab RUU lain menunggu

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP yang bergulir di parlemen harus rampung dalam waktu cepat sebab terdapat RUU lainnya yang menunggu produk legislasi tersebut.

    Dia menjelaskan RUU KUHAP perlu dirampungkan segera agar pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik dan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana pun bisa segera dilakukan oleh DPR bersama Pemerintah.

    “Jadi kami harapkan ini cepat, selain itu kenapa kami minta cepat? Ada dua Rancangan Undang-Undang juga yang menanti KUHAP ini, antara lain RUU Kepolisian dan juga RUU Perampasan aset. Jadi ada dua RUU yang menunggu itu,” kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Dia juga mengatakan RUU KUHAP harus segera rampung sebab harus disinkronkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) akan berlaku pada 2 Januari 2026.

    “Kami kan ingin KUHAP ini bisa cepat selesai karena kan KUHAP ini hukum acara yang menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ini kan hukum acara pidananya. Jadi kami harapkan ini cepat selesai karena harus disinkronkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang lalu, yang sudah disahkan oleh DPR,” tuturnya.

    Dia pun menekankan muatan materi RUU KUHAP nantinya harus dapat mengakomodasi perkembangan kondisi saat ini, salah satunya dengan memasukkan konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam menegakkan hukum di tanah air.

    “Menyesuaikan dengan kondisi keadaan sekarang, terkait dengan kasus-kasus hukum, sekarang kan ada restorative justice segala macam gitu kan. Nah, itu juga harus dimasukkan, jadi agar supaya aparat penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan juga pengacara, dan para pencari hukum dapat mendapatkan keadilan yang sebenar-benarnya,” katanya.

    Dia memastikan pula jalannya pembahasan RUU KUHAP di parlemen akan berlangsung secara terbuka dengan mengakomodasi pandangan dan masukan dari berbagai kalangan sipil dalam penyusunan produk legislasi tersebut.

    “Sebelum diserahkan Komisi III kan mereka sudah membuka ruang luas-luasnya, dan minggu lalu sampai kemarin juga mengundang para pakar seluruhnya diundang ikatan-ikatan advokat, kepolisian, kehakiman, IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia), kemudian kejaksaan, seluruh stakeholders yang terkait dengan hukum itu semua diundang,” ujarnya.

    Dia lantas melanjutkan, “Karena ini kan dasar daripada dasar hukum pidana yang akan mencakup seluruh undang-undang lex specialis lainnya di bidang hukum pidana karena ini dasarnya, pokoknya, di sini (RUU KUHAP).”

    Komisi III DPR RI pada Selasa resmi memulai tahapan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, setelah memulai rapat kerja bersama pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Kementerian Sekretariat Negara.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman pun memimpin langsung Panitia Kerja (Panja) pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, sebagai ketua Panja.

    Selain itu, pimpinan Komisi III DPR RI lainnya pun turut menjadi pimpinan Panja RUU KUHAP, yakni Dede Indea Permana dari Fraksi PDIP, Sari Yuliati dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Sahroni dari Fraksi Partai NasDem, dan Rano Alfath dari Fraksi PKB.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sri Mulyani Full Senyum! APBN 2024 Banjir Apresiasi dari DPR RI

    Sri Mulyani Full Senyum! APBN 2024 Banjir Apresiasi dari DPR RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pencapaian APBN 2024 mendapatkan apresiasi oleh fraksi anggota DPR RI dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 masa persidangan IV tahun sidang 2024-2025 di Gedung DPR RI, Jakarta pada Selasa (8/7/2025).

    Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) yang diwakili oleh Puteri Anetta Komarudin mengapresiasi APBN 2024 yang solid meskipun ada tantangan dari instabilitas ekonomi domestik.

    “Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2024 dihadapkan pada berbagai tantangan perekonomian global yang sangat dinamis. Namun APBN 2024 terbilang cukup solid dalam menjawab tantangan-tantangan yang ada,” ucapnya saat menyampaikan pandangan fraksi Partai Golkar.

    Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa solidnya APBN 2024 terlihat dari sejumlah indikator ekonomi makro, “Pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,03% dan inflasi sebesar 1,57%.”

    Kemudian, apresiasi juga disampaikan oleh Sabam Rajagukguk yang membacakan pandangan fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

    “Fraksi Partai Gerindra DPR RI memberikan apresiasi atas pengelolaan APBN 2024 yang berhasil menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tahun politik dan transisi pemerintahan, ini menjadi landasan fiskal yang kokoh untuk menuju ekonomi kerakyatan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto,” ucanya.

    Gerindra pun memandang bahwa capaian kinerja ekonomi Indonesia 2024 sangat memuaskan terutama di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

    “Kami memandang kinerja ekonomi Indonesia pada 2024 sangat memuaskan dengan capaian-capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% yang dicapai di tengah situasi perekonomian global yang penuh ketidakpastian dan cenderung melambat pada 2024,” tuturnya.

    Sementara itu, fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memberikan apresiasi terhadap APBN yang mampu mencatatkan pendapatan per[ajakan yang melampaui target secara beruntun sejak 2021.

    “Secara khusus fraksi PKB kembali mengapresiasi capaian pendapatan perpajakan secara berturut-turut semenjak tahun 2021 telah melampaui target yang dipatok dalam APBN,” ucap Indrajaya yang membacakan pandangan fraksi PKB.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Bak peribahasa “anjing menggonggong, kafilah berlalu”, proyek
    penulisan ulang sejarah Indonesia
    menuai pro-kontra, bahkan mendapat banyak kritik, namun tetap jalan terus. 
    Mewakili pemerintah, Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    berpandangan penulisan sejarah memang diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
    Pasalnya, sejarah disebut seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 RI Soekarno, Presiden ke-2 RI Soeharto, dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
    Selain itu, menurut Fadli Zon, penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan
    tone
    positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
    Namun, di sisi lain, publik dan sejumlah fraksi di DPR berpandangan proyek penulisan sejarah ulang ini tertutup dan dilakukan dalam waktu yang terlalu singkat.
    Apalagi, pemerintah disebut hanya ingin memasukkan sejarah yang tone-nya positif saja, sehingga kemungkinan akan ada sejarah yang hilang.
    Melihat kontroversi dan polemik yang timbul dari penulisan sejarah ulang ini, Wakil Ketua DPR
    Sufmi Dasco Ahmad
    pun turun tangan.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengkritik penulisan ulang sejarah.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad meminta penulisan sejarah ulang ditunda. Sebab, menurut dia, proyek tersebut terkesan tertutup dan waktunya terlalu singkat.
    “Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup,” kata Habib Syarief dalam rapat kerja dengan Fadli Zon.
    Habib Syarief mengungkapkan, dia tidak mendapatkan data lengkap dan penjelasan rinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah, padahal sudah berupaya mencarinya.
    Ditambah lagi, dia mengatakan, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.
    “Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” ujarnya.
    Selain itu, dia menyoroti soal target penyelesaian penulisan sejarah ulang yang hanya tujuh bulan.
    Dalam pandangannya, target tersebut sangat singkat untuk penyusunan sejarah yang kerap memakan waktu puluhan tahun.
    “Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi,” katanya.
    Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P, Mercy Chriesty Barends langsung meminta agar penulisan ulang sejarah dihentikan.
    Sebab, dia mengaku khawatir jika proyek tersebut diteruskan, justru akan semakin melukai korban yang masih mencari keadilan dan menimbulkan polemik baru di masyarakat.
    “Kami percaya ya Pak ya, daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan. Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini,” ujar Mercy.
    Apalagi, menurut dia, ada pernyataan Fadli Zon yang meragukan kebenaran terjadinya pemerkosaan massal 1998.
    “Kami sangat berharap permintaan maaf. Mau korbannya perorangan yang jumlahnya banyak, yang Bapak tidak akui itu massal, permintaan maaf tetap penting. Karena korban benar-benar terjadi,” katanya.
    Mercy lantas mengingatkan bahwa sejarah seharusnya tidak ditulis dengan cara memilih-milih peristiwa yang hendak diangkat.
    Sebab, banyak sisi kelam sejarah yang tidak bisa diungkapkan seluruhnya, tetapi tetap menjadi bagian penting dari memori kolektif bangsa.
    “Kalau memilih-milih saja mana yang ditulis dan mana yang tidak ditulis, ada banyak kekelaman-kekelaman yang ada di bawah permukaan yang tidak bisa kami ungkapkan satu per satu,” ujar Mercy.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO)
    Hasan Nasbi
    menegaskan ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah.
    Hasan meyakini para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya. Sebab, banyak pihak mengkritik soal proyek penulisan sejarah yang sedang digagas pemerintah.
    “Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan profesor, doktor akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah,” kata Hasan di tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).
    “Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” tegas Hasan.
    Oleh karenanya, ia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.
    Menurutnya, jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan oleh desakan publik.
    “Mau enggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang mengerjakan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka,” ucap Hasan.
    Dia menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.
    “Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak,” kata dia.
    Selain itu, ia menyorot tidak semua kejadian sejarah dapat ditulis.
    Hasan mencontohkan soal pekerja seks komersil (PSK) bagi tentara Jepang saat di masa penjajahan.
    “Dan tulisan sejarah tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Ada enggak dalam tulisan sejarah Indonesia yang pernah ditulis bahwa kita dulu di masa Jepang, pimpinan putra menyediakan PSK terhadap tentara Jepang,” ungkapnya.
    “Ada nggak ditulis dalam sejarah kita, kejadian nggak? Kejadian, PSK dibawa dari Karawang kok. Tapi dalam sejarah kita ditulis nggak itu?” lanjut Hasan.
    Menurut Hasan, para sejarawan tentu punya pertimbangan dalam menyusun ulang sejarah Indonesia.
    “Jadi, penulisan sejarah pasti ada pertimbangan mata. Ada kebutuhan kita sebagai sebuah bangsa untuk mempelajari sejarah ini, untuk apa? Memetik pelajaran di masa lalu dan untuk membesarkan bangsa kita di masa yang akan datang,” ujarnya.
    Menbud Fadli Zon mengatakan saat ini uji publik terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia telah dimulai di DPR dan sejumlah universitas.
    “Uji publiknya bulan Juli ini, tapi teman-teman DPR kemarin sudah mulai, di Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, di Universitas Hasanuddin,” ujar Fadli Zon saat ditemui di acara Pagelaran Wayang di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/7/2025) lalu.
    Fadli mengatakan, proses uji publik yang kini dilakukan berjalan lancar, tidak ada masalah. “Enggak ada masalah,” katanya.
    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR akan menugaskan tim untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Budaya.
    Menurutnya, penugasan tim itu untuk memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik.
    Dasco memaparkan, pembentukan tim ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan para pimpinan DPR lainnya.
    “Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI,” ujar Dasco, Sabtu (5/7/2025).
    Dasco menjelaskan, tim yang diturunkan terdiri dari Komisi III DPR dan Komisi X DPR.
    Dia menekankan, alat kelengkapan dewan yang diterjunkan ke dalam tim itu dipastikan bakal bekerja secara profesional.
    “Yang terdiri dari komisi hukum, Komisi III dan komisi pendidikan dan kebudayaan, Komisi X untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan,” tuturnya.
    Sementara itu, Dasco berharap, dengan supervisi ini, penulisan ulang sejarah yang digagas Kementerian Kebudayaan tidak lagi menjadi polemik.
    “Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan,” imbuh Dasco.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Perintahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, DPR Sebut Inkonsistensi dan Berpotensi Menabrak Konstitusi

    MK Perintahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, DPR Sebut Inkonsistensi dan Berpotensi Menabrak Konstitusi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemilu nasional dan daerah dipisah menimbulkan pro kontra. Ada kekhawatiran akan terjadi ketidakpastian hukum dan berpotensi menabrak konstitusi.

    Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Muhammad Khozin menyoroti ketidakjelasan dan potensi inkonsistensi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2023. Putusan MK ini memerintahkan agar pemilu nasional dan daerah dipisahkan.

    Dari putusan MK itu, Komisi II DPR RI menilai tidak memberikan kepastian hukum dan berpotensi menabrak konstitusi jika dipaksakan untuk segera diterapkan.

    “Amar putusan, di pertimbangan putusan, dan itu menjadi satu-satuan dalam amar putusan nomor 55 bahwa ada enam opsi tawaran yang diberikan oleh MK untuk kemudian dilakukan tindak lanjut oleh lembaga pembentuk undang-undang,” kata Khozin dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7).

    Salah satu dari enam opsi tersebut, awalnya memberikan ruang bagi Pemerintah dan DPR untuk merumuskan mekanisme pemisahan pemilu sesuai kewenangan legislatif.

    Namun, DPR kemudian membandingkan dengan Putusan Nomor 135 yang keluar beberapa hari kemudian. Keenam opsi tersebut menjadi terkunci hanya dalam satu alternatif.

    “Itu inkonsistensi yang pertama. Kita nggak bicara background-nya dulu, tapi apa yang sudah tersurat secara kasat mata,” tegasnya.

    Khozin juga menyoroti pertimbangan MK dalam putusan Nomor 55 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk menentukan desain model keserentakan pemilu.