Kementrian Lembaga: Fraksi PDIP

  • Ratusan Polisi Kawal Rapat Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati Sudewo

    Ratusan Polisi Kawal Rapat Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati Sudewo

     

    Liputan6.com, Pati – Rapat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Kabupaten Pati yang membahas pemakzulan Bupati Pati Sudewo berlangsung di lantai 2 ruang Badan Anggaran DPRD Pati pada Rabu (3/9/2025).

    Dari pantauan Liputan6.com, rapat hak angket pemakzulan Bupati Pati itu yang berlangsung sejak pukul 10.30 WIB hingga 16.20 WIB itu mendapat perhatian luas dari masyarakat di wilayah yang berjuluk Bumi Mina Tani. 

    Agenda rapat kali ini mengupas persoalan mutasi jabatan guru, tenaga kesehatan, hingga perangkat desa yang dilakukan Bupati Sudewo.

    Untuk mengamankan jalannya rapat, sebanyak 105 personel gabungan dari Sat Samapta Polresta Pati diturunkan di gedung wakil rakyat tersebut. Aparat ditempatkan di sejumlah titik strategis guna memastikan kegiatan berlangsung tertib, aman, dan kondusif.

    “Kami menurunkan kekuatan penuh agar seluruh rangkaian rapat berjalan lancar tanpa hambatan,” ujar Kapolresta Pati Kombes Pol Jaka Wahyudi.

    Rapat tersebut dihadiri Tim Pansus yang diketuai Teguh Bandang Waluyo (Fraksi PDIP) beserta anggota dari berbagai fraksi. Selain itu, dihadiri sejumlah tokoh masyarakat dan dari berbagai kalangan.

    Mereka yang diundang rapat Pansus kali ini adalah Kepala SMPN 1 Tayu Sri Wahyuni, dokter RSUD Soewondo Pati Reni Kurniawati, mantan sekretaris desa dari beberapa wilayah, serta Ketua Dewan Pengawas RSUD Soewondo Dr. Torrang Rudolf Effendy Manurung.

    Sedangkan dari unsur masyarakat, tampak pula kehadiran Supriyono alias Botok bersama Teguh Istiyanto dan Mulyati dari perwakilan kelompok Pati Bersatu yang baru saja menggelar aksi damai di Gedung KPK di Jakarta kemarin lusa.

    Agenda rapat terbagi dalam beberapa sesi. Narasumber pertama, Sri Wahyuni, memaparkan kondisi sekolah dan proses mutasi guru yang terjadi di SMPN 1 Tayu. Dilanjutkan dengan keterangan dokter Reni Kurniawati mengenai mutasi dirinya dari RSUD Soewondo ke RSUD Kayen dan kembali lagi.

    Selanjutnya pengakuan tiga perwakilan mantan sekretaris desa yang menyampaikan keberatan atas mutasi yang dinilai sepihak. Sementara sesi terakhir diisi pernyataan Ketua Dewan Pengawas RSUD Soewondo terkait legalitas pengangkatan dirinya.

     

     

  • Ketika Rakyat Berjuang Sendirian

    Ketika Rakyat Berjuang Sendirian

    OLEH: MUHAMMAD FADHIL BILAD*

    AGUSTUS, bulan kemerdekaan, seharusnya menjadi momen rakyat menikmati hasil perjuangan leluhur. Namun, realitanya jauh dari harapan. Rakyat masih harus berjuang: mengejar kesejahteraan, melawan ketimpangan ekonomi, dan memperjuangkan martabat kemanusiaan. 

    Ibu Pertiwi menangis melihat anak-anaknya berjuang menuntut keadilan, yang kerap bertransformasi menjadi gerakan sosial. Sayangnya, gerakan organik ini sering dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab: fasilitas publik dirusak, rumah-rumah dijarah, kantor dibakar, bahkan rakyat tak berdosa menjadi korban kekerasan dengan dalih “pembelaan diri”. Kemurnian aspirasi rakyat pun ternoda, isu besar yang diperjuangkan menjadi kabur dan tak terarah.

     

    Hilangnya Partisipasi yang Bermakna

     

     

    Idealnya, DPR sebagai wakil rakyat mengadopsi prinsip “meaningful participation”, partisipasi bermakna, yang menjamin hak rakyat untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapat penjelasan atas aspirasinya. Keputusan DPR seharusnya lahir dari proses terbuka bersama rakyat. Jika prinsip ini diterapkan sungguh-sungguh, demonstrasi di jalanan tak perlu terjadi karena suara rakyat sudah terwakili. Namun, realitas berbicara lain. Maraknya aksi protes menjadi indikasi nyata bahwa DPR gagal mewujudkan partisipasi bermakna. 

     

    Lalu, kepada siapa DPR meminta pertimbangan dalam pengambilan keputusan? Bambang Wuryanto, atau akrab disapa Bambang Pacul, anggota DPR dari Fraksi PDIP, secara jujur mengungkap realitas pahit. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Menko Polhukam pada Maret 2023, ia blak-blakan menyatakan bahwa keputusan DPR diambil berdasarkan instruksi pimpinan partai. 

    Sistem pengambilan keputusan di Rapat Paripurna DPR pun memperkuat pernyataan ini: suara diwakilkan oleh fraksi, bukan individu anggota DPR atau daerah pemilihan. Artinya, pimpinan partai, bukan wakil rakyat yang kita pilihlah yang menentukan arah kebijakan. Anggota DPR hanyalah “pemain orkestra” yang menari mengikuti irama sang maestro: pimpinan partai.

     

    Chile vs. Prancis: Pelajaran dari Dua Dunia

     

    Untuk memahami peran partai politik dalam merespons gejolak sosial, mari kita lihat dua kasus berbeda. Di Chile pada 2019, kenaikan harga tiket transportasi umum memicu protes massa yang meluas ke isu pendidikan dan ketimpangan ekonomi. Pemerintahan Bastian Piñera awalnya merespons dengan tindakan represif, namun tekanan rakyat memaksa mereka membuka dialog. Partai oposisi, seperti Partido Socialista dan Frente Amplio, mendorong reformasi struktural, menghasilkan kesepakatan lintas partai yang memberikan kanal politik formal bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi. 

     

    Sebaliknya, di Prancis pada 2018, gerakan “Yellow Vests” dipicu kenaikan pajak bahan bakar, yang memicu demonstrasi besar, penjarahan, dan bentrokan dengan aparat. Partai oposisi seperti La France Insoumise dan Rassemblement National berusaha mengambil peran, tetapi ditolak massa yang tidak ingin gerakan mereka diklaim sebagai agenda partai. Presiden Macron akhirnya mencabut pajak bahan bakar dan meluncurkan “Grand Débat National”, sebuah forum dialog langsung dengan rakyat. 

     

    Dari kedua kasus ini, kita belajar bahwa partai politik bisa menjadi jembatan penyelesaian konflik, seperti di Chile, atau justru kehilangan relevansi jika gagal merangkul rakyat, seperti di Prancis.

     

     

    Di Indonesia, partai politik bukan hanya berkuasa di parlemen, tetapi juga di setiap lini pemerintahan. Mulai dari penyusunan kabinet, penempatan pejabat di lembaga negara, kepala daerah, hingga posisi direksi dan komisaris, semua dipengaruhi rekomendasi partai. Realitas ini diperparah dengan praktik di bawah meja yang menjadi “ciri khas” Indonesia. Dengan kekuatan sebesar ini, pertanyaannya: apa peran partai dalam mendamaikan gejolak sosial-politik? Apakah partai hanya sibuk mengumpulkan “setoran” dari gaji, tunjangan, atau proyek-proyek yang digarap kadernya? 

     

    Di tingkat akar rumput, partai politik juga punya pengaruh besar. Keberadaan mereka di parlemen dan pemerintahan tak lepas dari dukungan rakyat saat pemilu, yang sering disebut sebagai “pesta demokrasi”. Saat kampanye, partai mendekati rakyat, membentuk komunitas kecil untuk menjaga simpati pemilih dengan janji-janji kesejahteraan, keadilan, dan pemerataan. Namun, setelah pemilu, komunikasi ini meredup. Partai seolah hanya hadir saat butuh suara, bukan saat rakyat butuh didengar. Apakah sarasehan dengan rakyat hanya agenda musiman menjelang pemilu? Mengapa partai tidak menggelar dialog serupa di tengah situasi krisis seperti sekarang? 

     

    September Hitam: Ancaman Ketidakstabilan

     

    Hari ini, kita memasuki bulan yang kelam dalam sejarah Indonesia: “September Hitam”. Tragedi Semanggi II, pembunuhan Munir Said Thalib, dan peristiwa G30S/PKI menjadi pengingat betapa rapuhnya keadilan sosial di negeri ini. Di tengah dinamika politik saat ini, kabar tentang partai politik lebih banyak berputar pada manuver elit: Nasdem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, PAN menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya, Golkar menonaktifkan Adies Kadir, sementara Gerindra, PDIP, dan PKS setuju menghapus tunjangan rumah DPR setelah protes publik. Bahkan, Presiden memanggil ketua umum partai ke Istana Negara. Semua ini mengesankan bahwa partai politik adalah penguasa sejati republik ini, tapi apakah mereka benar-benar bekerja untuk rakyat? 

     

    Upaya partai saat ini masih jauh dari optimal, terutama jika dibandingkan dengan kekuatan besar yang mereka miliki di setiap lini pemerintahan. Jika eskalasi ketidakstabilan sosial-politik terus diabaikan, rakyat didiskriminasi, kebebasan berekspresi dibatasi, dan aspirasi tidak terpenuhi, maka risiko terburuk mengintai: revolusi rakyat. Partai politik bisa kehilangan legitimasi, digantikan oleh gerakan rakyat yang akan menentukan arah bangsa.

     

    Ke Mana Partai Harus Melangkah?

     

    Partai politik harus kembali ke akarnya: rakyat. Mereka harus membuka ruang dialog yang intensif, bukan hanya saat pemilu, tetapi juga di saat krisis. DPR perlu menjalankan prinsip partisipasi bermakna dengan sungguh-sungguh, mendengar dan mempertimbangkan aspirasi rakyat, bukan sekedar menjalankan instruksi pimpinan partai, sekalipun tidak bisa dilepaskan karena realitas yang tersistemik dan sudah menjadi tradisi antara partai dengan kadernya di parlemen, maka sebaik-baiknya instruksi ‘pimpinan partai’ adalah untuk membersamai dan mendengarkan secara utuh aspirasi rakyat. 

    Jika partai gagal menjadi jembatan antara rakyat dan negara, mereka tidak hanya kehilangan kepercayaan, tetapi juga relevansi di mata rakyat. September ini, partai politik punya pilihan: menjadi solusi atau bagian dari masalah. Pilihan ada di tangan mereka, dan waktu terus berjalan. 

    *(Penulis adalah Director of Diplomacy and Foreign Affairs, Indonesia South-South Foundation)

  • Sugeng Pujianto Kandidat Kuat Ketua DPC PDIP Malang

    Sugeng Pujianto Kandidat Kuat Ketua DPC PDIP Malang

    Malang (beritajatim.com) – Sugeng Pujianto jadi salah satu nama yang banyak diusulkan Pengurus Anak Cabang (PAC) sebagai bakal calon Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kabupaten Malang.

    Sugeng, mantan Anggota DPRD Jatim dari Fraksi PDIP dua periode dari Dapil Malang Raya.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh, ada 28 PAC yang mengusulkan nama Sugeng, Politisi senior PDIP di Malang.

    Pengalaman serta sepak terjangnya Sugeng selama berseragam partai berlambang banteng moncong putih itu pun tak perlu diragukan.

    Hal itu juga diakui Ketua PAC PDI Perjuangan Kecamatan Lawang, Samuel Molindo. Samuel mengatakan bahwa sosok Sugeng selama ini sudah banyak berjasa bagi masyarakat, utamanya di Daerah Pemilihan (Dapil) 6 yang meliputi Lawang, Singosari, dan Pakis. Meskipun, saat ini Sugeng sudah tidak menjabat sebagai anggota dewan.

    “Pak Sugeng itu senior, orang lama, kita sudah sangat mengenal dengan beliau. Beliau pengampu Dapil 6, selama ini beliau cukup memperhatikan Lawang,” kata Samuel, Selasa (2/9/2025).

    Selain Sugeng, PAC Lawang juga mengusulkan dua nama lain. Di antaranya Didik Gatot Subroto dan Redam Guruh Krismantara. Didik merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang saat ini, sedangkan Redam adalah anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang.

    “Di Lawang itu tiga nama, Pak Sugeng, kemudian Mas Didik Ketua DPC sekarang, kemudian Mas Redam anak muda dari Dapil saya kebetulan,” ucapnya.

    Selain PAC Lawang, PAC Kecamatan Pakis pun mengusulkan tiga nama serupa. Pengurus PAC Pakis sepakat mengusulkan nama Sugeng, Didik, dan Redam.

    “Kalau di kita ada tiga, Pak Sugeng, Pak Ketua DPC, dan Mas Redam. Alasan kita mengusulkan tiga nama itu karena kita ingin ada perubahan di Kabupaten Malang terkait kepartaian, baik DPC, PAC, Ranting sampai Anak Ranting. Itulah yang diharapkan saya dan teman-teman,” ujar Ketua PAC PDI Perjuangan Pakis, Bambang Sutejo. (yog/ian)

  • Kemarin, naik pangkat polisi korban ricuh demo-Prabowo tak akan mundur

    Kemarin, naik pangkat polisi korban ricuh demo-Prabowo tak akan mundur

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai kabar di ranah politik telah diwartakan Kantor Berita ANTARA pada Senin (1/9), mulai dari Presiden Prabowo Subianto memerintahkan kenaikan pangkat bagi anggota Polri yang menjadi korban ricuh demo hingga Presiden menegaskan tidak akan mundur menghadapi aksi-aksi anarkis.

    Berikut kilas balik berita politik kemarin untuk kembali Anda simak.

    1. Prabowo perintahkan kenaikan pangkat anggota Polri korban ricuh demo

    Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada aparat kepolisian yang menjadi korban dalam rangkaian aksi demonstrasi yang berujung ricuh di sejumlah daerah.

    “Saya sampaikan ke Kapolri saya minta semua petugas dinaikin pangkat. Dinaikin pangkat luar biasa karena bertugas di lapangan membela negara, membela rakyat, menghadapi anasir-anasir,” kata Prabowo usai menjenguk korban di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.

    Baca selengkapnya di sini.

    2. Demo ricuh, Kapolri sebut ikuti bukti saat ditanya andil Riza Chalid

    Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo saat ditanya mengenai andil Riza Chalid dalam kericuhan aksi massa yang di antaranya ada pembakaran dan penjarahan menyebut Polri bergerak sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan di lapangan.

    “Ya tentunya Polri akan bergerak sesuai dengan bukti-bukti di lapangan. Kita akan menarik (kesimpulan, red.) dari fakta yang kita dapat, akan kita cari baik pelaku di lapangan, aktornya, siapa yang membiayai, semua akan kita cari tahu,” kata Listyo menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di RS Polri Kramat Jati, Jakarta

    Baca selengkapnya di sini.

    3. Wakil Panglima respons soal anggota BAIS yang ditangkap saat demo

    Wakil Panglima TNI Jenderal TNI Tandyo Budi Revita merespon soal beredarnya informasi anggota Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS) yang ditangkap anggota Brimob di tengah kerumunan masa aksi demonstran.

    Menurut Tandyo, pihak terkait seharusnya tidak membongkar identitas anggota intelijen yang tertangkap.

    “Begitu ini ditangkap kemudian keluar seperti itu, harusnya yang menangkap itu tidak menyebarkan itu, karena kan intelijen,” kata Tandyo kepada awak media di gedung DPR, Jakarta Pusat.

    Baca selengkapnya di sini.

    4. PDIP minta maaf soal Deddy Sitorus dan Sadarestuwati

    Ketua DPP PDIP Said Abdullah meminta maaf soal Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP yakni Deddy Sitorus dan Sadarestuwati yang turut disorot dan dikritik oleh publik terkait sikapnya yang dilakukan beberapa waktu lalu.

    Dia mengatakan bahwa hal yang disampaikan oleh Deddy Sitorus atau hal yang dilakukan Sadarestuwati akan menjadi pelajaran etika bagi PDIP. Menurut dia, tokoh publik harus menyampaikan kata-kata yang berempati dan bersimpati terhadap rakyat.

    “Saya sebagai Anggota Fraksi PDI Perjuangan, atas nama Pak Deddy Sitorus Ibu Sadarestuwati, sungguh-sungguh minta maaf jika kemudian ada kesalahan, kekhilafan, yang dilakukan oleh Pak Deddy dan Ibu Sadarestu,” kata Said di kompleks parlemen, Jakarta.

    Baca selengkapnya di sini.

    5. Respons aksi anarkis, Prabowo: Demi Allah saya tak akan mundur

    Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk membela rakyat dan bersumpah tidak akan mundur dalam menghadapi aksi-aksi anarkis yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.

    “Demi Allah saya tidak akan mundur setapak pun, saya yakin rakyat bersama saya,” kata Prabowo saat memberikan keterangan pers usai menjenguk korban aksi demonstrasi di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Fraksi PDIP: Tunjangan Perumahan DPR Disetop, Tunggu Putusan BURT

    Fraksi PDIP: Tunjangan Perumahan DPR Disetop, Tunggu Putusan BURT

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, menegaskan bahwa penghentian sejumlah tunjangan anggota DPR, termasuk tunjangan perumahan, merupakan bagian dari upaya memperbaiki tata kelola dan menumbuhkan empati kepada rakyat.

    Hal itu menanggapi arahan Presiden Prabowo Subianto terkait disiplin dan efisiensi di parlemen.

    “Yang pertama, saya sudah menyampaikan setop tunjangan perumahan. Ini bukan semata soal rasionalitas pembacaan kita terhadap anggaran, tetapi juga permufakatan di antara fraksi-fraksi DPR. Ada landasan etik, empati, dan simpati yang harus ditumbuhkan untuk mengawal rasionalitas DPR,” ujar Said di Jakarta, Senin (1/9/2025).

    Menurutnya, agar tata kelola berjalan sempurna, keputusan lebih lanjut akan dikembalikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR.

    “Oleh karenanya, agar tata kelolanya sempurna, kita kembalikan dan secepatnya BURT melakukan itu atas arahan dan petunjuk pimpinan DPR,” jelasnya.

    Ketika ditanya mengenai nasib anggaran yang sudah terlanjur dialokasikan di awal tahun, Said menyebut hal itu masih menunggu rapat resmi BURT. Termasuk soal kemungkinan rumah dinas dikembalikan jika tunjangan perumahan benar-benar dihentikan. 

    “Ya, kita tunggu keputusan BURT,” kata Said.

  • PDIP minta maaf soal Deddy Sitorus dan Sadarestuwati

    PDIP minta maaf soal Deddy Sitorus dan Sadarestuwati

    “Saya sebagai Anggota Fraksi PDI Perjuangan, atas nama Pak Deddy Sitorus Ibu Sadarestuwati, sungguh-sungguh minta maaf jika kemudian ada kesalahan, kekhilafan, yang dilakukan oleh Pak Deddy dan Ibu Sadarestu,”

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP PDIP Said Abdullah meminta maaf soal Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP yakni Deddy Sitorus dan Sadarestuwati yang turut disorot dan dikritik oleh publik terkait sikapnya yang dilakukan beberapa waktu lalu.

    Dia mengatakan bahwa hal yang disampaikan oleh Deddy Sitorus atau hal yang dilakukan Sadarestuwati akan menjadi pelajaran etika bagi PDIP. Menurut dia, tokoh publik harus menyampaikan kata-kata yang berempati dan bersimpati terhadap rakyat.

    “Saya sebagai Anggota Fraksi PDI Perjuangan, atas nama Pak Deddy Sitorus Ibu Sadarestuwati, sungguh-sungguh minta maaf jika kemudian ada kesalahan, kekhilafan, yang dilakukan oleh Pak Deddy dan Ibu Sadarestu,” kata Said di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Adapun Deddy Sitorus yang merupakan Anggota Komisi II DPR disorot publik karena pernyataannya yang membedakan antara pejabat dan rakyat jelata. Sedangkan Sadarestuwati menuai kritik karena ikut berjoget dalam Sidang Tahunan MPR RI beberapa waktu lalu.

    Khusus Sadarestuwati, Said menilai bahwa acara sidang tahunan itu sebetulnya sudah selesai ketika Sadarestuwati berjoget. Menurut dia, Anggota Komisi VI DPR RI itu berjoget karena ingin menunjukkan kebhinekaan ketika merespons lagu yang berasal dari daerah timur Indonesia.

    Meski begitu, dia mengatakan bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP belum menentukan sikap apapun terhadap Deddy atau Sadarestuwati. Dia pun menghormati keputusan partai lain yang menonaktifkan sejumlah Anggota DPR yang juga disorot publik.

    Sebelumnya, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan anggotanya dari Senayan imbas adanya sorotan dan tuntutan dari publik. Wakil rakyat yang dinonaktifkan itu mulai dari anggota biasa, pimpinan komisi, hingga Pimpinan DPR RI.

    Anggota DPR yang dinonaktifkan itu yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi PAN, dan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Fraksi Partai Golkar.

    Kediaman sejumlah wakil rakyat itu pun dijarah dan dirusak oleh kelompok masyarakat, di antaranya rumah Ahmad Sahroni, Eko Patrio, hingga Uya Kuya. Selain rumah para legislator, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani juga turut dijarah.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PDIP Minta Maaf Atas Pernyataan Deddy Sitorus dan Viralnya Sadarestuwati: Ini Pelajaran Bagi Kita – Page 3

    PDIP Minta Maaf Atas Pernyataan Deddy Sitorus dan Viralnya Sadarestuwati: Ini Pelajaran Bagi Kita – Page 3

    Sebelumnya, Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, meminta agar tunjangan perumahan anggota DPR dihentikan.

    Menurutnya, politik tidak cukup hanya berbicara soal kesepakatan dan rasionalitas, melainkan harus dilandasi nilai etik, empati, dan simpati kepada rakyat.

    Di saat perekonomian rakyat serba sulit, mereka menyabung nasib dijalanan, namun DPR mendapatkan tunjangan yang jumlahnya oleh ukuran rakyat kebanyakan sangat luar biasa,” kata Said dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (30/8/2025).

    Said menegaskan, Fraksi PDIP menilai sudah saatnya anggota DPR memiliki sense of crisis dan kepekaan terhadap penderitaan rakyat. Dia menyebut, berbagai fasilitas yang berlebihan dari pajak rakyat tidak seharusnya dinikmati wakil rakyat.

    “Jika tiap anggota DPR memiliki sensibilitas atau empati terhadap kehidupan rakyat yang masih susah, maka tidak akan lagi ada fasilitas dari pajak rakyat yang berlebihan,” tegasnya.

  • Fraksi PDIP DPRD Magetan: Jaga Demokrasi, Awasi Anggaran dan Aspirasi Warga

    Fraksi PDIP DPRD Magetan: Jaga Demokrasi, Awasi Anggaran dan Aspirasi Warga

    Magetan (beritajatim.com) – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Magetan, Suyono Willing, menegaskan komitmen fraksinya untuk memperkuat demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas publik di tengah dinamika politik nasional yang belakangan memicu gelombang protes masyarakat.

    Menurutnya, isu kesejahteraan pejabat, tekanan ekonomi, dan tata kelola pemerintahan yang dipertanyakan publik harus menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan.

    “Kami melihat peristiwa ini sebagai pengingat agar semua pihak kembali menegakkan akuntabilitas, perlindungan hak-hak warga, serta ruang kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi,” ujar Suyono, Minggu (31/8/2025).

    Ia juga menyoroti langkah pemerintah pusat yang mulai memperketat fasilitas anggota parlemen sebagai bentuk koreksi. Kebijakan tersebut, kata Suyono, harus benar-benar dikawal agar tidak berhenti pada wacana, melainkan mampu mengembalikan kepercayaan publik.

    Empat Langkah Fraksi PDI Perjuangan Magetan

    1. Penguatan Pengawasan Anggaran dan Fasilitas Pejabat
    Fraksi akan mendorong penertiban pos belanja non-prioritas, terutama fasilitas yang tidak mendesak, agar dialihkan untuk kepentingan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Rapat evaluatif dengan TAPD maupun OPD akan digelar guna memastikan disiplin fiskal serta menindaklanjuti kebijakan rasionalisasi fasilitas pejabat.

    2. Menjaga Kebebasan Pers dan Akses Informasi Publik
    FPDIP Magetan menekankan agar pembahasan RUU Penyiaran tidak mengancam kebebasan pers, khususnya jurnalisme investigatif yang berfungsi mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Fraksi berencana mengadakan Public Hearing di Magetan bersama insan pers, komunitas kreator, perguruan tinggi, dan ormas untuk menghimpun aspirasi lokal.

    3. Menjamin Ruang Aspirasi dan Pendekatan Humanis Aparat
    Fraksi menegaskan hak konstitusional warga dalam menyampaikan pendapat secara damai. Aparat penegak hukum didorong mengedepankan dialog, transparansi, dan profesionalitas agar potensi gesekan tidak berujung pada kekerasan. “Aparat harus hadir sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, bukan dianggap sebagai lawan,” tegas Suyono.

    4. Komitmen Keterbukaan dan Partisipasi Publik
    FPDIP Magetan mendukung penuh keterlibatan masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintahan maupun DPRD. Fraksi membuka ruang masukan agar aspirasi warga dapat langsung terhubung dengan pengambilan kebijakan di tingkat daerah.

    “Demokrasi harus dirawat dengan keberanian untuk terbuka, dikritik, dan diperbaiki. Fraksi PDI Perjuangan DPRD Magetan berdiri di garis depan untuk memastikan anggaran berpihak pada rakyat, pers bebas bekerja, dan suara warga tertampung tanpa sekat. Kami mengundang seluruh masyarakat Magetan untuk aktif mengawasi, memberi masukan, dan bersama-sama membangun tata kelola yang jujur, adil, dan efektif,” pungkas Suyono Willing. [fiq/ted]

  • Fraksi PDIP Desak Penghentian Tunjangan Perumahan DPR, Said: Mari Mengukur Diri

    Fraksi PDIP Desak Penghentian Tunjangan Perumahan DPR, Said: Mari Mengukur Diri

    Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI, Said Abdullah, mendesak agar tunjangan perumahan untuk anggota parlemen di Senayan, Jakarta dihentikan. Dia pun mengajak seluruh anggota DPR untuk Kembali mengukur diri dan mempertanyakan kembali apakah sudah menjalankan fungsi mereka sebagai aspirator rakyat dengan baik.

    “Fraksi PDI Perjuangan DPR RI meminta untuk dihentikan tunjangan perumahan terhadap anggota DPR serta fasilitas lainnya di luar batas kepatutan, dan semua itu akan menjadi pelajaran buat kami ke depannya,” tegas Said. dalam keterangan tertulis diterima beritajatim.com, Sabtu (30/8/2025).

    Said menegaskan politik bukan sekadar rasionalitas dan kesepakatan. Politik harus lekat dengan dimensi etik, empati, serta simpati. Sehingga tunjangan terhadap anggota DPR harus dimaknai bukan sekadar jumlah namun menyangkut nilai-nilai dari tiga aspek tersebut.

    “Dengan demikian ukurannya tidak cukup kesepakatan antar fraksi mengenai penghapusan tunjangan anggota DPR, tetapi kami mengajak seluruh anggota DPR untuk mengukur diri, apakah dalam situasi seperti ini, di saat rakyat mempertanyakan kinerja DPR, mempertanyakan fungsinya sebagai aspirator, di saat perekonomian rakyat serba sulit, mereka menyambung nasib di jalanan, namun DPR mendapatkan tunjangan yang jumlahnya oleh ukuran rakyat kebanyakan sangat luar biasa,” ujar Said.

    Jika ukuran etik tersebut bisa dijalankan oleh mayoritas anggota DPR, Said meyakini segala bentuk tunjangan serta fasilitas yang melampaui nilai kepatutan tidak akan ada lagi. Jika tiap anggota DPR memiliki sensibilitas terhadap kehidupan rakyat yang masih susah, maka tidak akan lagi ada berbagai fasilitas dari pajak yang berlebihan.

    “Sebaliknya jika mayoritas anggota DPR bekerja dengan simpatik, mendengar, mengartikulasikan aspirasi-aspirasi rakyat, mungkin saja rakyat tidak akan mempertanyakan eksistensi dan kemanfaatan DPR. Dengan denyut aspirasi rakyat yang terus bisa diperjuangan, maka dengan sendirinya marwah DPR bisa dijaga,” tegas dia.

    Bagi Fraksi PDIP, terang Said, aspek etik, empati, dan simpati merupakan jiwa bagi gerak politik DPR, bukan sekadar kesepakatan dan ketentuan legal formal.

    “Pimpinan Fraksi PDI Perjuangan DPR sendiri telah memberi peringatan terhadap anggota anggota fraksi kami untuk memiliki sense of crisis, bisa tepo sliro, dan memerintahkan untuk terus mawas diri, sebab DPR adalah etalase, dimana hak rakyat untuk mempersoalkan semua hal yang dianggap menyimpang dan tidak patut,” kata dia. [beq]

  • PDIP Diminta Hentikan Slogan ‘Partai Wong Cilik’, Ini Alasannya

    PDIP Diminta Hentikan Slogan ‘Partai Wong Cilik’, Ini Alasannya

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Medsos, Herwin Sudikta, mendadak meminta PDIP menggaungkan slogan ‘Partai Wong Cilik’.

    Bukan tanpa alasan, hal ini tidak lepas dari respons politikus PDIP, Aria Bima, mengenai tunjangan fantastis DPR.

    “Sebaiknya PDIP berhenti jual slogan partai wong cilik,” kata Herwin di X @bungherwin dikutip pada Rabu (27/8/2025).

    Herwin merasa bahwa sikap kritis PDIP yang berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran tidak lagi terlihat beberapa waktu terakhir.

    “Kalau setiap petugas partainya kompak cuma bisa jawab normatif, artinya mereka sudah buta terhadap jeritan aksi rakyat,” Herwin menuturkan.

    Ia bilang, saat ini orang-orang PDIP yang duduk di parlemen tidak lagi menjadikan teriakan orang-orang kecil sebagai pusat perhatian.

    “Yang mereka bela bukan lagi wong cilik, tapi kursi empuk plus tunjangan fantastisnya,” tandasnya.

    Sebelumnya, anggota DPR dari fraksi PDIP, Aria Bima, menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak penuh untuk menyampaikan aspirasi.

    Termasuk melalui aksi demonstrasi, terkait polemik besarnya tunjangan anggota dewan.

    Menurut Aria, aksi turun ke jalan adalah bentuk kebebasan berpendapat yang dijamin.

    “Didemo enggak apa-apa, biasa. Harus didemo kalau perlu,” dikutip pada Rabu (27/8/2025).

    Isu tunjangan DPR kembali mencuat setelah publik mengetahui adanya fasilitas tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan.

    Jika digabungkan dengan gaji pokok dan tunjangan lain, penghasilan anggota DPR disebut-sebut bisa tembus lebih dari Rp 100 juta setiap bulan.

    Kondisi ini memicu gelombang protes. Ratusan massa menggelar aksi di depan pintu masuk DPR pagi tadi. Namun, Aria enggan merinci secara detail berapa total pendapatannya.