Surabaya (beritajatim.com)– Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Y Ristu Nugroho, menegaskan bahwa RAPBD Jatim 2026 harus menjadi instrumen keberpihakan kepada rakyat kecil. Fraksi PDIP menilai struktur pendapatan dan belanja daerah tahun depan menuntut keberanian politik agar anggaran benar-benar memberi dampak nyata bagi masyarakat.
“APBD tidak boleh berhenti sebagai dokumen teknokratis, tetapi menjadi instrumen politik keberpihakan kepada rakyat kecil,” ujar Ristu, Minggu (16/11/2025).
Menurut dia, penyusunan APBD 2026 berlangsung di tengah ruang fiskal yang menyempit dan situasi ekonomi yang tidak stabil. Karena itu, belanja daerah harus diarahkan untuk memperkuat ekonomi rakyat, mengurangi kemiskinan, membuka lapangan kerja, dan memastikan pemerataan pembangunan.
“Penurunan pendapatan ini adalah alarm serius yang perlu dijawab dengan keberanian politik,” lanjut dia.
Ristu menjelaskan pendapatan daerah 2026 dipatok Rp26,30 triliun, turun Rp1,96 triliun dari usulan awal dan merosot Rp9,17 triliun dibanding realisasi 2024. Penurunan terbesar berasal dari Transfer ke Daerah (TKD) yang anjlok 24 persen akibat kebijakan konsolidasi fiskal pusat.
“Ini sinyal serius bagi keberlanjutan fiskal Jatim. Tingginya ketergantungan pada pusat menunjukkan lemahnya kemandirian daerah,” tegasnya.
Fraksi PDIP juga memberi perhatian besar pada pertumbuhan PAD yang hanya naik 2 persen serta kontribusi dividen BUMD yang dianggap stagnan. Ristu menilai BUMD harus direformasi agar tidak terus bergantung pada rente aset.
“BUMD tidak boleh hidup dari rente aset. BUMD harus menghasilkan nilai tambah untuk rakyat,” katanya.
Struktur PAD yang 76 persen bertumpu pada PKB dan BBNKB dinilai tidak sehat karena beban pajaknya banyak ditanggung masyarakat. Karena itu, fraksi mendorong reformasi pajak progresif dan perluasan basis pajak dari sektor hijau hingga ekonomi digital.
“PAD harus tumbuh dari sektor produktif, bukan dari pungutan yang memberatkan rakyat,” ujar dia.
Selain itu, defisit APBD 2026 sebesar Rp916,73 miliar yang ditutup dengan SiLPA dinilai sebagai bukti lemahnya serapan anggaran. Dari 14 pertanyaan strategis yang diajukan fraksi, hanya 12 yang dijawab dan sebagian jawabannya dinilai belum menyentuh masalah struktural.
“Kami menunggu jawaban yang lebih substansial tentang kemandirian fiskal, reformasi BUMD, dan strategi pemerataan pembangunan,” tuturnya.
“APBD harus menjadi anggaran gotong royong yang berpijak pada keberpihakan, transparansi, dan akuntabilitas,” pungkasnya. [asg/but]



/data/photo/2025/11/11/69132364ae458.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5399923/original/030310100_1762048214-Bupati_Pati_Sudewo.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/10/31/6904a53f68b9d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)