Kementrian Lembaga: Fraksi Nasdem

  • 6
                    
                        Akhir Masalah Etik Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach: Diberhentikan Sementara Tanpa Gaji
                        Nasional

    6 Akhir Masalah Etik Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach: Diberhentikan Sementara Tanpa Gaji Nasional

    Akhir Masalah Etik Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach: Diberhentikan Sementara Tanpa Gaji
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI akhirnya menjatuhkan sanksi kepada tiga anggota dewan nonaktif, yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai Nasdem, serta Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dari Fraksi PAN.
    Ketiganya dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi hukuman pemberhentian atau penonaktifan sementara tanpa menerima hak keuangan, baik gaji maupun tunjangan anggota dewan.
    Dua nama lain yang turut diperiksa dalam rangkaian sidang etik, yaitu Adies Kadir dari Fraksi Golkar dan Surya Utama atau Uya Kuya dari Fraksi PAN, tidak dinyatakan melanggar kode etik.
    Putusan itu dibacakan dalam sidang MKD DPR pada Rabu (5/11/2025), setelah sebelumnya alat kelengkapan dewan (AKD) ini memeriksa berbagai saksi dan ahli dalam sidang yang digelar, Senin (3/11/2025).
    Berdasarkan pantauan Kompas.com, proses persidangan pada Senin lalu berlangsung selama kurang lebih empat jam.
    MKD memanggil dan meminta keterangan para saksi serta ahli secara maraton dalam satu hari pemeriksaan.
    Para pihak yang dimintai keterangan adalah pejabat internal DPR, ahli media sosial, ahli hukum, ahli sosiologi, ahli kriminologi, analis perilaku, hingga wakil koordinator wartawan parlemen.
    Kesaksian dan pandangan para ahli tersebut menjadi dasar pertimbangan MKD dalam melihat konteks dan dampak sosial atas tindakan para teradu.
    Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun menyampaikan bahwa masing-masing teradu menerima sanksi dengan tingkat berbeda.
    “Teradu dua, Nafa Indria Urbach, terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu dua nonaktif selama 3 bulan,” kata Adang, dalam sidang putusan.
    Untuk
    Eko Patrio
    , yang berstatus teradu empat, MKD menjatuhkan
    sanksi nonaktif
    selama 4 bulan.
    Sedangkan Sahroni, sebagai teradu lima, menerima sanksi paling berat dengan masa nonaktif 6 bulan.
    “Menghukum teradu empat, Eko Hendro Purnomo, nonaktif selama 4 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN,” kata Adang.
    “Menghukum teradu lima,
    Ahmad Sahroni
    , nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Nasdem,” sambung dia.
    Selain itu, MKD menegaskan bahwa ketiganya diberhentikan sementara tanpa mendapatkan hak keuangan.
    “Menyatakan teradu selama masa penonaktifan tidak mendapatkan hak keuangan,” ujar Adang.
    Putusan berlaku sejak tanggal dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh masing-masing partai.
    Adapun putusan-putusan tersebut dijatuhkan MKD juga berdasarkan kepada sejumlah pertimbangan yang memberatkan dan juga meringankan bagi para teradu.
    Wakil Ketua MKD Imran Amin mengatakan, kontroversi yang menimpa para anggota DPR tersebut berawal dari beredarnya informasi yang salah mengenai aksi berjoget anggota DPR sebagai bentuk selebrasi atas kenaikan gaji.
    Isu tersebut memicu kemarahan publik yang meluas dan berujung pada gelombang kritik tajam di media sosial.
    Menurut MKD, baik Nafa maupun Eko tidak memiliki niat untuk melecehkan publik.
    Namun, keduanya dinilai kurang mempertimbangkan sensitivitas situasi.
    “Mahkamah berpendapat bahwa tidak terlihat niat teradu dua,
    Nafa Urbach
    , untuk menghina atau melecehkan siapapun,” kata Imran.
    “Namun demikian, Nafa Urbach harus berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Harus lebih peka dalam melihat situasi dan konteks kondisi sosial,” sambung dia.
    Terkait Eko Patrio, MKD menyoroti unggahan video parodi suara “horeg” yang muncul beberapa hari setelah kontroversi bergulir.
    Langkah itu dinilai sebagai respons yang kurang tepat.
    “Seharusnya teradu IV Eko Hendro Purnomo cukup mengklarifikasi kepada publik bahwa berjoget bukan karena merayakan kenaikan gaji,” ujar Imran.
    Sementara itu, Sahroni dinilai menggunakan pilihan kata yang tidak bijak saat merespons polemik yang berkembang, sehingga memicu kesan arogan di mata publik.
    “Seharusnya teradu lima Ahmad Sahroni, menanggapi dengan pemilihan kalimat yang pantas dan bijaksana, tidak menggunakan kata-kata yang tidak pas,” ucap Imran.
    Namun, MKD juga mempertimbangkan bahwa ketiganya turut menjadi korban penyebaran berita bohong.
    Dalam kasus Sahroni dan Eko Patrio, bahkan rumah keduanya sempat dijarah oleh sekelompok massa.
    “Hal ini harus dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan,” pungkas Imran.
    Menanggapi keputusan MKD, Sahroni menyatakan menerima putusan tersebut.
    Ia menegaskan akan menjadikannya sebagai bahan introspeksi.
    “Keputusan sudah diputus oleh MKD, dan saya terima secara lapang dada,” kata Sahroni, kepada Kompas.com, Rabu (5/11/2025).
    “Saya ambil hikmahnya dari apa yang sudah terjadi. Dan ke depan, saya akan belajar untuk lebih baik lagi,” ujar dia.
    Politikus Partai Nasdem itu menekankan bahwa dirinya berkomitmen memperkuat integritas sebagai wakil rakyat, terutama dalam hal komunikasi publik.
    Sementara Eko Patrio maupun Nafa Urbach belum memberikan tanggapan terkait putusan sanksi etik yang dijatuhkan MKD.
    Keduanya langsung bergegas meninggalkan lokasi usai persidangan selesai digelar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Apresiasi Kemensos di Bawah Gus Ipul: Cepat Tanggap Tangani Ribuan Bencana

    DPR Apresiasi Kemensos di Bawah Gus Ipul: Cepat Tanggap Tangani Ribuan Bencana

    Jakarta (beritajatim.com) – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengapresiasi langkah cepat dan tanggap Kementerian Sosial (Kemensos) dalam menangani berbagai bencana yang terjadi di Indonesia.

    Apresiasi itu disampaikan Cucun saat Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Evaluasi Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran Tahun 2025 serta Rencana Kerja Tahun 2026 Bidang Kebencanaan.

    Rapat digelar Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana di Ruang Rapat Badan Anggaran DPR RI, Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

    “Terima kasih Pak Mensos. Selama ini kita mengapresiasi tanggap dan aksi cepat dari Kemensos setiap ada accident, setiap ada bencana. Kita memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya,” kata Cucun.

    Dalam rapat tersebut, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) memaparkan capaian dan kinerja Kemensos dalam penanganan bencana. Ia menyebutkan, sepanjang satu dekade terakhir (2014–2024) terjadi 38.506 kejadian bencana di Indonesia. Rata-rata alokasi anggaran bencana melalui Kemensos mencapai Rp442,25 miliar per tahun.

    “Kita sudah memberikan bantuan kepada korban bencana dalam bentuk logistik kedaruratan, sebanyak 478.225 jiwa. Kami juga memberikan santunan korban yang meninggal sebanyak 425 jiwa untuk bencana alam maupun bencana non malam. Kemudian santunan lain yang menyasar 9.447 jiwa. Kami juga memberikan bantuan kepada korban bencana non-alam ada 1.078 jiwa,” jelas Gus Ipul.

    Untuk kesiapsiagaan pra-bencana, Kemensos memiliki 1.254 Kampung Siaga Bencana dan 783 Lumbung Sosial yang tersebar di 35 provinsi, 826 kecamatan, dan 211 kabupaten/kota. Lumbung sosial tersebut berisi logistik yang dibutuhkan saat bencana terjadi.

    Selain kesiapan logistik, Kemensos juga memperkuat sumber daya kebencanaan meliputi mitra kerja, alat evakuasi, logistik dan gudang logistik, sistem komunikasi, kendaraan siaga bencana, dan sumber daya manusia kebencanaan. Saat ini, Kemensos memiliki 38.400 personel Taruna Siaga Bencana (Tagana), 951 Pelopor Perdamaian, dan para Pendamping Sosial.

    “Dalam tahun 2025 ini kita melibatkan 11.216 orang Tagana yang turun dan dikerahkan pada saat masa kedaruratan atau bencana,” kata Gus Ipul.

    Menanggapi pemaparan itu, Cucun menegaskan DPR memberikan apresiasi atas langkah Kemensos dalam memperkuat penanggulangan bencana. Ia juga membuka ruang bagi Kemensos untuk mengajukan penyesuaian anggaran apabila dibutuhkan demi kepentingan rakyat.

    “Kalau misalkan nanti anggaran penyesuaian-penyesuaian diperlukan untuk rakyat, silakan tinggal datang ke DPR dan di rapat-rapat kabinet. Yang penting kalau anggaran dibutuhkan rakyat, Pak Mensos harus sudah siap hadir di tengah-tengah rakyat,” tegasnya.

    Rapat tersebut juga dihadiri sejumlah anggota DPR RI di antaranya Maman Imanul Haq (Fraksi PKB), Sigit Purnomo (Fraksi PAN), Obon Tabroni (Fraksi Gerindra), M. Husni (Fraksi Gerindra), dan Sri Wulan (Fraksi NasDem).

    Selain itu hadir Menteri Agama Nasaruddin Umar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi, Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani, dan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Noor Achmad.

    Turut hadir pula Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan, Wakil Menteri ATR/BPN Ossy Dermawan, Sekretaris Utama BNPB Rustian, serta Sekretaris Utama Basarnas Abdul Haris Achadi.

    Pejabat dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, dan Markas Besar TNI-Polri juga hadir dalam rapat tersebut. [tok/ian]

  • Setjen DPR Sebut Aksi Joget Uya Kuya Cs di Sidang Tahunan Bukan Soal Kenaikan Gaji

    Setjen DPR Sebut Aksi Joget Uya Kuya Cs di Sidang Tahunan Bukan Soal Kenaikan Gaji

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR menegaskan aksi joget anggota parlemen saat rangkaian acara sidang tahunan MPR pada Agustus lalu merupakan spontanitas.

    Pernyataan itu diungkap Suprihatini selaku Deputi Bidang Persidangan Sekretariat Jenderal DPR saat sidang terkait lima anggota DPR yang dinonaktifkan pada Senin (3/11/2025).

    Kelima anggota DPR itu yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Nasdem, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, serta Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) dari Fraksi PAN.

    Mulanya, anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MHK) Habiburokhman menanyakan kepada saksi Suprihartini soal pemutaran musik dalam sidang tahunan itu.

    “Lagu yang dipilih itu lagu daerah ya? Bukan Pop, bukan ya? Pertimbangannya apa?” ujar Habiburokhman dalam sidang MKD.

    Suprihartini menjelaskan bahwa pemilihan lagu ini merupakan bentuk apresiasi kepada budaya daerah untuk acara kenegaraan. Setelahnya, Habiburokhman kembali bertanya soal kaitan anggota parlemen yang berjoget dengan pemutaran lagu daerah itu.

    “Jadi ada anggota DPR menikmati lagu tersebut ikut berjoget itupun apresiasi terhadap budaya daerah?” tanya Habiburokhman.

    “Memberikan apresiasi Betul, terhadap budaya daerah,” jawab Suprihatini.

    Selanjutnya, anggota MKD lainnya yakni TB Hasanuddin ikut bertanya kepada Suprihartini. Pertanyaannya masih seputar pemutaran lagu daerah dan diiringi aksi joget anggota parlemen.

    Hasanuddin pun bertanya bagaimana tanggapan Suprihatini terkait kondisi kebatinan anggota parlemen yang berjoget dalam sidang tahunan itu.

    “Ketika ada orang merespons dengan baik dalam suasana yang tadi disampaikan kebatinan gembira kemudian selesai bekerja keras, menurut saksi kira kira bagaimana kondisi situasi saat itu?” tanya TB Hasanuddin.

    “Baik yang mulia, menurut pandangan kami itu bentuk apresiasi peserta sidang terhadap persembahan lagu daerah dan dilakukan spontanitas tanpa kami ada arahan dan sebagainya,” jawab Suprihatini.

    Lebih lanjut, Suprihatini menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah membahas soal kenaikan gaji atau tunjangan lainnya sebelum para anggota Parlemen berjoget di ruang sidang.

    “Tidak ada pembahasan kenaikan gaji atau tunjangan lainnya,” pungkasnya.

  • Saya Jatuh, Kolor Saya Diambil

    Saya Jatuh, Kolor Saya Diambil

    GELORA.CO –  Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni.

    akhirnya bicara soal kejadian memilukan yang menimpa dirinya.

    Rumah mewahnya di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dijarah massa dalam peristiwa yang bikin publik tercengang.

    Dalam pengakuannya, Sahroni mengisahkan momen mencekam ketika ia harus menyelamatkan diri dengan cara yang tak pernah terpikir sebelumnya,

    Bersembunyi di atas plafon rumahnya sendiri.

    “Saya Panik, Naik ke Plafon, Terus Jatuh”.

    Kejadian itu terjadi pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025. Massa yang entah datang dari mana tiba-tiba menyerbu rumah pribadi Sahroni. Teriakan, bentakan, dan suara benda pecah memenuhi udara.

    “Saya panik, sempat masuk ke kamar mandi, terus naik ke plafon. Tapi plafonnya enggak kuat, saya jatuh,” tutur Sahroni seperti dikutip dari Suara.com (3/11/2025).

    Ia menyebut, dalam keadaan genting itu, kepercayaannya terhadap orang di sekitarnya benar-benar runtuh.

    “Hari itu saya enggak percaya sama siapa pun,” ujarnya lirih.

    Bukan cuma barang berharga yang hilang, tapi juga benda-benda pribadi yang membuat Sahroni geleng kepala.

    “Kolor aja saya diambil. Foto keluarga pun enggak tersisa,” ungkapnya.

    Kasus ini langsung menyita perhatian publik.

    Bagaimana tidak, sosok seperti Ahmad Sahroni  yang dikenal sukses, humble, dan kerap tampil mewah justru menjadi korban dari amukan massa.

    Kepada media, politisi yang dijuluki “Crazy Rich Tanjung Priok” ini mengaku mengalami trauma berat.

    Ia tak hanya kehilangan harta benda, tapi juga rasa aman di rumah sendiri.

    Sahroni menuturkan, saat kejadian, ada sekitar delapan orang yang terjebak di dalam rumah. Mereka hanya bisa bersembunyi sambil menunggu situasi reda.

    “Saya cuma bisa pasrah. Barang-barang semua diangkut, bahkan yang enggak seberapa nilainya,” katanya.

    Yang paling menyakitkan, lanjut Sahroni, adalah ketika ia melihat foto-foto keluarganya ikut hilang. “Itu bukan soal uang. Foto-foto itu punya nilai emosional,” ucapnya.

    Usai kejadian, Sahroni sempat meluapkan emosinya lewat unggahan di media sosial.

    Ia menyindir keras pihak-pihak yang menyerbu rumahnya tanpa dasar dan tanpa malu.

    “Saya alhamdulillah tidak korupsi. Tapi rumah ini dianggap duit rakyat”.

    “Saya yakin, orang-orang yang teriak itu boro-boro bayar pajak, pasti nunggu sembako juga,” tulisnya di akun Facebook pribadinya.

    Unggahan itu langsung viral dan menuai reaksi beragam.

    Ada yang membela Sahroni, ada pula yang menilai ucapannya terlalu tajam.

    Namun bagi Sahroni, itu adalah luapan kekecewaan seorang manusia biasa yang rumahnya habis dijarah tanpa ampun.

    “Orang suka bilang, pejabat itu kebal. Sekarang lihat, bahkan saya pun bisa jadi korban,” ujarnya.

    Hingga kini, pihak kepolisian disebut masih menyelidiki kasus tersebut.

    Belum ada keterangan resmi soal berapa kerugian total dan siapa dalang di balik penjarahan itu.

    Namun masyarakat sekitar Tanjung Priok masih membicarakannya.

    Sebagian warga mengaku kaget, sebagian lagi merasa prihatin, meskipun itu merupakan kesalahan dalam berperiliaku.***

  • Alasan KPK Periksa Anggota DPR Rajiv di Cirebon terkait Kasus CSR BI-OJK

    Alasan KPK Periksa Anggota DPR Rajiv di Cirebon terkait Kasus CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan anggota DPR Fraksi NasDem diperiksa di Polres Cirebon, bukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sebagai saksi kasus dugaan korupsi corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, pemeriksaan yang berlangsung pada Kamis (30/10/2025) karena penyidik lembaga antirasuah sedang melakukan pemeriksaan sejumlah saksi di lokasi yang sama.

    “Pemeriksaan dilakukan di Cirebon, mengingat tim penyidik juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi di sana untuk perkara ini. Supaya lebih efektif,” kata Budi dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (31/10/2025).

    Budi menuturkan bahwa penyidik telah berkoordinasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap Rajiv.

    “Dikoordinasikan demikian, karena tim sedang riksa juga di sana,” ujarnya.

    Budi mengemukakan pemeriksaan di Cirebon untuk mengulik informasi terkait perkenalan Rajiv terhadap dua tersangka, yakni Satori dan Heri Gunawan.

    “Dalam permintaan keterangan kali ini, Penyidik mendalami terkait perkenalan Sdr. RAJ dengan para tersangka dan pengetahuannya tentang program sosial di Bank Indonesia,” jelas Budi.

    Pemeriksaan di Cirebon merupakan penjadwalan ulang karena Rajiv mangkir dari pemeriksaan KPK pada Senin (27/10/2025).

    Sekadar informasi, dalam perkara ini KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori, anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023 sebagai tersangka.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” kata Asep, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

  • KPK Telusuri Aset Satori Terkait Kasus Dana CSR BI-OJK Saat Periksa 8 Saksi

    KPK Telusuri Aset Satori Terkait Kasus Dana CSR BI-OJK Saat Periksa 8 Saksi

    KPK Telusuri Aset Satori Terkait Kasus Dana CSR BI-OJK Saat Periksa 8 Saksi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kepemilikan aset Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, Satori terkait kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Materi tersebut didalami KPK saat memeriksa delapan saksi di Kantor Kepolisian Resor Cirebon Kota, pada Selasa (28/10/2025).
    “Penyidik meminta keterangan kepada para saksi terkait kepemilikan aset Tersangka ST (Satori),” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).
    Budi mengatakan, langkah ini adalah upaya KPK dalam mengoptimalkan pemulihan keuangan negara atau asset recovery dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
    Adapun delapan saksi yang diperiksa adalah Sarifudin selaku Petugas Protokol PPATS Kec. Palimanan; Suhandi selaku Pemerintah Desa Panongan, Kec. Palimanan; Sandi Natakusuma selaku Pemerintah Desa Panongan, Kec. Palimanan.
    Lalu, Deni Harman selaku Pemerintah Desa Pegagan, Kec. Palimanan; Suhanto selaku Pemerintah Desa Pegagan, Kec. Palimanan; Hj. Muniah selaku Ibu Rumah Tangga; Mohamad Mu’min selaku swasta; Fatimatuzzahroh selaku swasta; Abdul Mukti selaku swasta; dan Kiki Azkiyatul selaku swasta.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Anggota DPR RI, Heru Gunawan dan Satori sebagai tersangka terkait kasus dana CSR BI-OJK Tahun 2020-2023, pada Kamis (7/8/2025).
    KPK menduga, yayasan yang dikelola Heru Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
    Atas perbuatannya, Heru Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MKD Siapkan Jadwal Sidang Etik Terpisah untuk Sahroni hingga Uya Kuya

    MKD Siapkan Jadwal Sidang Etik Terpisah untuk Sahroni hingga Uya Kuya

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, sidang etik terhadap Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, dan Adies Kadir akan digelar secara terpisah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

    Menurut Dasco, setiap anggota dewan yang dinonaktifkan buntut dari aksi unjuk rasa pada Agustus lalu akan menjalani sidang etik masing-masing sesuai perkara. “Memang tidak langsung digabung karena perkaranya masing-masing,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (29/10/2025).

    Dasco menjelaskan, pihaknya telah mendaftarkan perkara para anggota dewan tersebut ke MKD. Saat ini tengah masuk tahap registrasi. MKD akan mengumumkan jadwal sidang masing-masing anggota setelah masa reses berakhir.

    “Menurut ketentuan, jarak antara registrasi dan pemanggilan untuk sidang itu ada jangka waktu. Makanya saya bikin pada masa reses supaya bisa ngejar waktu sidang,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Dasco menambahkan, para teradu belum diminta hadir dalam tahap awal registrasi ini. “Nanti ada jadwalnya, yang diputus hari ini siapa tanggal berapa,” sambungnya.

    Diketahui, sejumlah anggota DPR periode 2024-2029 dinonaktifkan partai politik mereka setelah menyampaikan pernyataan kontroversial yang memicu kemarahan publik dan berujung aksi massa.

    Lima anggota DPR yang dimaksud, antara lain Ahmad Sahroni (Fraksi Nasdem), Nafa Urbach (Fraksi Nasdem), Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio (Fraksi PAN), Surya Utama alias Uya Kuya (Fraksi PAN), dan Adies Kadir (Fraksi Golkar).

  • Temuan Baru Kasus Keracunan di 2 Sekolah di Banyuwangi, Diduga karena MBG  
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        25 Oktober 2025

    Temuan Baru Kasus Keracunan di 2 Sekolah di Banyuwangi, Diduga karena MBG Surabaya 25 Oktober 2025

    Temuan Baru Kasus Keracunan di 2 Sekolah di Banyuwangi, Diduga karena MBG
    Tim Redaksi
    BANYUWANGI, KOMPAS.com 
    – DPRD Banyuwangi mengungkap temuan baru dugaan keracunan disebabkan konsumsi makan bergizi gratis (MBG) di dua sekolah yang ada di Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur.
    Hal tersebut diungkapkan anggota Komisi IV DPRD Banyuwangi, Zamroni usai melakukan inspeksi mendadak di dua sekolah yang diduga menjadi lokasi insiden keracunan, yaitu di SMA NU Gombengsari dan SMPN 3 Kalipuro.
    “Tadi mendadak ditelepon oleh ketua komisi mendengar informasi tersebut. Kita langsung merapat (ke sekolah) dan ternyata benar ada dugaan keracunan setelah makan MBG,” kata Zamroni, Sabtu (25/10/2025).
    Zamroni bersama anggota Komisi IV DPRD Banyuwangi lainnya mendapatkan informasi bahwa para siswa mengalami gejala sakit perut hingga diare usai mengonsumsi MBG pada Jumat (24/10/2025).
    Zamroni mengurai, terdapat 11 korban dari SMA NU Gombengsari, terdiri 10 siswa dan satu guru. Sembilan di antaranya dilarikan ke Puskesmas Kelir, sementara satu siswa dan satu guru dilarikan ke RSUD Blambangan.
    “Sementara info dari Puskesmas kelir, siswa SMPN 3 Kalipuro banyak yang sakit perut, namun tidak teridentifikasi karena pulang sendiri-sendiri dan tidak dibawa ke Puskesmas,” ungkap dia.
    Setelah upaya konfirmasi, Ketua Fraksi Partai Nasdem itu mengatakan, menurut keterangan dari guru SMPN 3 Kalipuro terdapat 20 siswa yang mengalami gejala keracunan.
    Juga, ada dua guru, yang menyantap MBG jatah murid yang tidak masuk, lalu turut keracunan dan mengalami sakit perut.
    “Setelah sakit,
    Alhamdulillah
    bisa ngantor kembali. Tapi dia (salah satu guru) takut karena masih menyusui,” ujar Zamroni.
    Zamroni menyebut, insiden keracunan MBG dapat menjadi atensi serius untuk pihak-pihak terkait agar memperbaiki teknis pelayanan MBG, sehingga tidak lagi timbul korban lainnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan DPR Siap jika Diwajibkan Pakai Maung sebagai Mobil Dinas

    Pimpinan DPR Siap jika Diwajibkan Pakai Maung sebagai Mobil Dinas

    Pimpinan DPR Siap jika Diwajibkan Pakai Maung sebagai Mobil Dinas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, Saan Mustopa menanggapi positif jika pimpinan Parlemen juga diwajibkan untuk menggunakan Maung sebagai mobil dinas.
    Saan menegaskan hal ini ketika ditanya tanggapannya soal Presiden Prabowo Subianto yang menyebut jajaran menterinya akan memakai mobil dinas Maung dalam waktu dekat.
    “Kalau mobil Maung yang dipakai Presiden menjadi mobil dinasnya, mobil hariannya diikuti oleh menteri, bahkan diikuti oleh nanti pimpinan DPR, menurut saya itu hal yang positif,” kata Saan saat ditemui usai hadiri rangkaian HUT ke-14 Nasdem di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, Sabtu (25/10/2025).
    Menurut Saan, penggunaan Maung sebagai mobil dinas adalah suatu kebanggaan terhadap produk dalam negeri.
    “Ya, kita dengan senang hati (pakai Maung), sebenarnya kan ini adalah bentuk kebanggaan terhadap produk Indonesia ya, Pindad lah. Dan presiden kan juga sehari-hari pakai mobil Maung,” ujarnya.
    Diketahui, kelakar Prabowo yang menyebut menterinya segera beralih menggunakan mobil Maung buatan PT Pindad disambut dengan dukungan dari para pejabat pemerintahan.
    Prabowo melontarkan guyonan ini saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta pada Senin, 20 Oktober 2025.
    “Dan sebentar lagi saudara-saudara harus pakai Maung semua. Saya enggak mau tahu,” ujar Prabowo disambut tawa dan tepuk tangan peserta sidang.
    Namun, suasana santai tidak mengaburkan pesan serius di balik gurauan itu. Prabowo menegaskan, penggunaan produk dalam negeri menjadi salah satu langkah memperkuat kemandirian industri.
    Oleh karena itu, Kepala Negara berseloroh bahwa mobil para menteri dengan merek lain hanya bisa digunakan pada saat libur.
    “Yang mobil-mobil bagus pakai kalau libur saja. Ya pada saat saya enggak panggil, kau bolehlah kau pakai mobil itu,” kata Prabowo masih dengan nada bercanda.
    Rencana penggunaan Maung Pindad sebagai kendaraan dinas resmi jajaran Kabinet Merah Putih bukan hal yang baru.
    Presiden Prabowo sebelumnya telah memberikan arahan penggunaan mobil Maung untuk para menteri, wakil menteri, kepala badan dan kepala lembaga, hingga eselon I kementerian.
    Arahan itu secara langsung disampaikan Prabowo dalam acara retret di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah pada akhir Oktober 2024.
    Bahkan, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) saat itu, AM Putranto mengungkapkan bahwa pemerintah sudah memesan 10.000 unit Maung kepada PT Pindad.
    “Untuk program itu 10.000 (unit Maung) ke depan, untuk yang 100 hari kerja diharapkan 5.000 sekian dan itu akan berlanjut,” ujar Putranto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 30 Oktober 2024.
    Terkait bahan bakunya, lebih banyak menggunakan bahan baku dalam negeri. Secara porsi, bahan baku dari dalam negeri mencapai 70 persen, sementara bahan baku impor dari Korea Selatan sebesar 30 persen.
    Namun, Putranto belum bisa memastikan apakah Maung itu bakal diberikan juga untuk kendaraan dinas wajib pemerintah daerah atau sebaliknya.
    “Prioritas di sini (pemerintah pusat), nanti kalau dibagi semua kan enggak kebagian. Kalau (produksi) 10.000 artinya kan diprioritaskan (di pemerintah pusat),” kata Putranto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Teteskan Air Mata, Orang Tua Demonstran di Jember Minta Pembebasan dari Tahanan

    Teteskan Air Mata, Orang Tua Demonstran di Jember Minta Pembebasan dari Tahanan

    Jember (beritajatim.com) – Air mata menetes di pipi Umiyati, ibunda Ali Firmansyah, demonstran yang saat ini ditahan aparat penegak hukum karena dituduh melakukan perusakan saat aksi unjuk rasa akhir Agustus 2025.

    Dengan suara serak di dalam rapat dengar pendapat umum di gedung DPRD Kabupaten Jember, Jawea Timur, Senin (20/10.2025) sore, Umiyati meminta agar sang anak dibebaskan segera.

    “Saya sebelumnya minta maaf sama Bapak-Bapak dan Ibu. Saya ibunya Adi Firmansyah. Anak saya itu sudah enggak punya bapak semenjak SMP, dan dia yang menggantikan mencari nafkah untuk mengasih makan saya,” kata Umiyati.

    Ditemani para aktivis mahasiswa, Umiyati menemui sejumlah Wakil Ketua DPRD Jember Widarto dan Fiad Akhsan, Ketua Fraksi Nasdem David Handoko Seto, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Achmad Dhagir Syah, anggota PDI Perjuangan Candra Ary Fianto, dan anggota Fraksi PPP Intan Permatasari.

    Umiyati meminta agar anaknya dibebaskan dari tahanan. Sebelum ditahan, Adi adalah seorang pekerja kafe. “Saya orang tua tunggal. Kalau anak saya lama di tahanan, siapa yang ngasih makan saya, Pak?” kata Umiyati.

    Selama ini Adi menjadi tulang punggung keluarga. “Saya mohon anak saya dibebaskan, Pak. Saya sendirian di rumah, dia yang serumah sama saya. Saya mohon kebesaran hati Bapak-Bapak untuk membebaskan anak saya,” kata Umiyati.

    Sumari, ayah Sahroni Fahmi, demonstran lainnya yang juga ditahan, tidak menduga sang anak akan ditangkap polisi. “Kalau enggak salah pada 3 September 2025, ada beberapa petugas dari kepolisian ke rumah sekitar jam 4 sore. Di sana kita banyak ngobrol tentang masalah aksi dan sebagainya,” katanya.

    Saat itu Sumari bertanya, apakah Sahroni ditahan. Petugas kepolisian yang diajak bicara mengatakan tidak ada penahanan. “Sekarang hanya mau dimintai keterangannya, selambat-lambatnya kurang dari 24 jam,” katanya, menirukan sang petugas.

    Setelah ditahan, Sumari mendapatkan informasi jika anaknya hanya berada di sel selama sepekan. “Buat efek jera,” katanya, menirukan informasi itu. Namun ternyata berkas Sahroni dianggap lengkap dan diserahkan Kejaksaan Negeri Jember.

    “Saya pribadi selaku orang tua ketika ditahan untuk efek jera seminggu, saya ikhlas. Tapi kalau berkepanjangan seperti ini, anak-anak kami ini rata-rata usianya 25 tahun ke bawah. Jenjang masa depannya masih panjang. Kalau sampai ditahan lama-lama seperti ini, jenjang kariernya akan habis. Selesai mereka. Apalagi mengingat sekarang mencari pekerjaan sulit,” kata Sumari,.

    Sumari tak ingin anaknya tercatat sebagai residivis. “Kita juga minta bantuan, ketika nanti dibutuhkan secara administrasi, membutuhkan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Dia bukan penjahat,” katanya.

    Menurut Sumari, para demonstran yang ditahan itu tidak punya niat buruk. “Firmansyah bukan mahasiswa. Tetapi kenapa dia tampil dalam aksi, jarena melihat pajak rumahnya naik lebih dari 100 persen,” katanya.

    Mambaul Muarif, kuasa hukum para demonstran yang ditahan itu, sempat menanyakan kejadian pada aksi massa 30 Agustus 2025. Saat itu hanya tinggal kurang lebih 20 orang yang berkumpul di dekat Markas Kepolisian Resor Jember di Jalam Kartini, saat azan Magrib menggema. Massa besar dari organisasi mahasiswa ekstra kampus Cipayung sudah menarik diri.

    Saat itulah terjadi aksi perusakan tenda dan pelemparan bom molotov. Ridho, salah satu demonstran yang ditahan, mengaku kepada Mambaul bahwa saat itu sedang duduk di bawah tenda.

    “Kemudian tenda itu terbakar. Kenapa kok terbakar? Tidak tahu. Sepertinya ada lemparan molotov dari arah dari bundaran Jalan Kartini,” kata Mambaul menirukan jawaban Ridho.

    Api hampir mengenai badan Ridho. Dia lantas menarik tenda itu ke tengah jalan. “Karena di pinggir itu banyak kerumunan orang dan mungkin juga ada kendaraan. Itu yang dilakukan oleh Ridho. Artinya ini kan dalam rangka upaya menyelamatkan diri dan juga orang lain,” kata Mambaul.

    Mambaul juga sempat bertanya kepada Adi Firmansyah yang menyiram bensin ke api. “Pada saat ramai itu, tiba-tiba dari belakang ada menjawil. Dia ngasih botol Aqua yang isinya bensin tapi sedikit. Suruh siram, lempar supaya mungkin apinya semakin berkobar,” katanya. Adi mengaku tidak tahu siapa yang menyuruh dan tidak mengenalnya.

    Purcahyono Juliatmoko, kuasa hukum lainnya, berharap penanganan para demonstran itu dilakukans secara humanis. “Pasal 170 KUHP subsider 187 itu ancaman hukumannya itu tujuh tahun. Tapi kembali lagi, bahwa ada prinsip proporsional yang sebenarnya harus bisa dilakukan,” katanya.

    Menurut Juliatmoko, demonstrasi pada 30 Agustus 2025 di Jember masih berjalan normal. “Tidak ada kerusakan infrastruktur yang signifikan, tidak ada pembakaran infrastruktur kepolisian yang cukup signifikan. Beda dengan kondisi yang dialami di Kediri, Makassar, dan kota-kota besar lainnya,” katanya.

    Hanya ada tenda yang rusak di Jember. “Kalau ngomong tenda, dinominalkan pun tidak lebih dari Rp 2,5 juta. Kalau kita perbandingkan dengan aksi demonstrasi Omnibus Law dulu, kerusakannya lebih signifikan saat itu: kaca gedung DPRD Jember dan rehabilitasinya lebih dari Rp 10 juta,” kata Juliatmoko.

    “Orang tua demonstrasi yang ditahan juga berani membayar ganti rugi jika hanya kerusakan tenda., ataupun kalau mau dibelikan yang baru, mereka siap. Tapi mereka minta: ‘sekali lagi, anak saya jangan ditahan’,” kata Juliatmoko.

    Juliatmoko mengatakan, tidak ada satu pun dari demonstran yang ditahan adalah pelaku pelemparan bom molotov. “Teman-teman yang ditahan ini sama sekali tidak melempar molotov. Kalau diberikan bensin oleh orang tidak dikenal, itu memang iya. Cuma orang tidak dikenal. Kalau mau mengejar aktor intelektual, ya kejarlah yang melempar Mmlotov. Itu saya pikir lebih proporsional, lebih adil buat kita semua,” katanya. [wir]