Kementrian Lembaga: Fraksi Nasdem

  • Video Komisi I Dorong Pembentukan Badan Independen soal Transfer Data ke AS

    Video Komisi I Dorong Pembentukan Badan Independen soal Transfer Data ke AS

    Video Komisi I Dorong Pembentukan Badan Independen soal Transfer Data ke AS

    Guru di Demak yang Viral Berangkat Umrah

    32 Views | Jumat, 25 Jul 2025 04:04 WIB

    Amelia Anggraini selaku anggota Komisi 1 DPR RI Fraksi Nasdem ingin menjamin data pribadi WNI ke AS dapat dilindungi UU PDP (Perlindungan Data Pribadi). Ia pun mendorong pemerintah segera membentuk sebuah badan perlindungan data independen.

    Badan itu nantinya bertugas untuk mengawasi dan menjamin pemenuhan prinsip perlindungan data WNI.

    Ammaarza Akhmal – 20DETIK

  • Soal Beras Oplosan, Legislator Rajiv Minta Pemerintah Jaga Stabilitas Harga

    Soal Beras Oplosan, Legislator Rajiv Minta Pemerintah Jaga Stabilitas Harga

    Jakarta

    Anggota Komisi IV DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat II, Rajiv mengapresiasi pemerintah dan aparat penegak hukum yang membongkar praktik beras oplosan di sejumlah daerah. Sebab, beras oplosan tidak hanya merugikan secara ekonomi tapi juga kesehatan.

    Namun, Rajiv mengingatkan pemerintah juga harus tetap menjaga agar pasokan beras medium tetap aman dan harganya terkendali. Jangan sampai, kata dia, masyarakat kesulitan mendapat beras lantaran harganya mahal.

    “Tentu, penegakan hukum harus kita dukung agar ada efek jera bagi para produsen maupun distributor beras yang nakal. Tapi, pemerintah juga harus perhatikan jangan sampai harganya jadi mahal sehingga masyarakat sulit dapatkan beras,” kata Rajiv dalam keterangan tertulis, Kamis (17/7/2025).

    Menurut dia, kelangkaan atau gejolak harga beras bisa saja dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan dengan cara curang. Makanya, ia menekankan pentingnya pengawasan ketat di lapangan, mulai dari gudang penyimpanan hingga distribusi beras.

    “Pemerintah harus hadir memastikan distribusi beras berjalan lancar dan harga tetap stabil. Jangan sampai masyarakat menjadi korban dua kali, baik dari sisi kualitas maupun harga. Jadi negara harus hadir, pengawasan publik juga penting. Harus ada sistem pengawasan konsisten dan berbasis teknologi, seperti digitalisasi logistik dan sertifikasi mutu yang transparan hingga ke pengecer,” ujarnya.

    Kata dia, praktik pengoplosan beras ini adalah bentuk penipuan terhadap konsumen serta ancaman terhadap ketahanan pangan nasional. Makanya, lanjut Rajiv, harus ada tindakan tegas apabila terbukti ada pihak yang melanggar aturan.

    Di samping itu, Anggota Fraksi Partai NasDem ini mengapresiasi kinerja pemerintah dan aparat penegak hukum yang menindaklanjuti temuan beras oplosan di sejumlah daerah, baik Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional dan Satgas Pangan mengingat potensi kerugiannya mencapai Rp99 triliun.

    “Kami mengapresiasi Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional bersama Satgas Pangan, karena telah mengambil langkah tegas atas temuan investigasi beras oplosan di sejumlah daerah. Sebab, potensi menimbulkan kerugian negaranya cukup besar,” pungkasnya.

    (akd/akd)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Anggota DPRD Sorot Ketakhadiran OPD di Sidang Paripurna: Aneh, Mau Kita Apain Sumut?
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        17 Juli 2025

    Anggota DPRD Sorot Ketakhadiran OPD di Sidang Paripurna: Aneh, Mau Kita Apain Sumut? Medan 17 Juli 2025

    Anggota DPRD Sorot Ketakhadiran OPD di Sidang Paripurna: Aneh, Mau Kita Apain Sumut?
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Wakil Gubernur
    Sumatera Utara
    , Surya, tiba-tiba berhenti membaca tanggapan atas pemandangan umum fraksi tentang RPJMD Provinsi Sumatera Utara 2025-2029 pada rapat paripurna di DPRD
    Sumut
    , Kamis (17/7/2025).
    Surya berhenti karena ada interupsi dari salah satu anggota
    DPRD Sumut
    ,
    Rahmansyah Sibarani
    , dari Fraksi Partai Nasdem.
    “Mohon izin, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Pak Wagub, saya potong segera karena sekian kali saya tunggu, OPD (Organisasi Perangkat Daerah) tidak hadir ke
    sidang paripurna
    ini,” kata Rahmansyah setelah dipersilakan bicara.
    Rahmansyah kemudian menjelaskan, apakah RPJMD ini hanya untuk yang hadir di sini.
    Dia pun meminta kepada pimpinan sidang, yang saat itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Sumut, Ihwan Ritonga, agar menghadirkan OPD.
    “Sambil berjalan untuk melanjutkan tanggapan, kita hadirkan OPD pada paripurna RPJMD ini,” tegas Rahmansyah.
    Menurut Rahmansyah, ini harus jadi pembelajaran buat semua dan supaya OPD itu belajar menghormati.
    Dia kemudian bertanya, kalau
    OPD tidak hadir
    , apakah ada perwakilan OPD, apa perlu diabsen OPD.
    “Ini RPJMD pimpinan. Ini agenda lima tahun ke depan, mau kita apa kan Sumatera Utara ini. Aneh bagi saya kalau OPD tidak hadir,” ucap Rahmansyah.
    Pantauan Kompas.com di ruang sidang, saat Surya membacakan tanggapan hampir 3 jam, kursi yang disediakan untuk para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terlihat tidak terisi sepenuhnya, dan hanya 3 kursi yang terisi.
    Tidak hanya Rahmansyah yang protes.
    Muhammad Subandi, anggota Fraksi Gerindra, menyatakan setuju dengan teman-temannya yang menyoroti ketidakhadiran OPD.
    “Kalau OPD tidak hadir, kita tunda saja karena paripurna resmi. OPD wajib dan harus berada di sini. Kalau tidak hadir, ganti saja, masih banyak orang berkualitas,” ujar Subandi.
    Sidang kemudian diskor dan akan dilanjutkan dengan agenda pemandangan umum fraksi DPRD Sumut terhadap Ranperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2024.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Minta Indonesia Tiru Kanada, Atur Transparansi Algoritma Meta–TikTok Cs

    DPR Minta Indonesia Tiru Kanada, Atur Transparansi Algoritma Meta–TikTok Cs

    Bisnis.com, JAKARTA— Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berharap Indonesia bisa meniru sejumlah negara yang telah lebih dahulu menerapkan regulasi ketat terhadap platform digital seperti Meta, YouTube, dan TikTok. Khususnya dalam pengawasan algoritma.

    Hal tersebut seiring dengan pembahasan Revisi UU Penyiaran untuk menyesuaikan regulasi penyiaran dengan perkembangan zaman, termasuk tantangan dari media baru dan platform digital. 

    Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Amelia Anggraini, mencontohkan pendekatan beberapa negara yang telah memiliki regulasi tegas.

    “Seperti di Kanada itu melalui Kebijakan Online Streaming Act, mewajibkan semua platform seperti Meta, dan TikTok, dan YouTube juga tunduk pada regulasi nasional. Termasuk transparansi, algoritma, dan kontribusi pada ekosistem media lokal,” kata Amelia Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital seperti Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Komisi I  DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025). 

    Dia juga menyinggung regulasi yang diterapkan oleh Perancis dan Singapura. 

    Perancis melalui Autorité de régulation de la communication audiovisuelle et numérique (ARCOM) mewajibkan platform digital mendaftarkan diri dan membuka sistem rekomendasi untuk diaudit. 

    Sementara Singapura menggunakan UU Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act (POFMA) yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menangani disinformasi digital.

    Amelia lantas meminta penjelasan langsung dari Meta terkait kesiapan platform tersebut terhadap rencana pengawasan yang tengah dirumuskan dalam pembahasan revisi UU Penyiaran. Termasuk transparansi, algoritma,  penghapusan konten yang melanggar pedoman perilaku penyiaran,  serta kewajiban untuk pendaftaran platform ke lembaga pengawas penyiaran.

    “Bagaimana pandangan Meta Group ini terhadap rencana pemerintah untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan platform digital penyiaran dalam beberapa hal,” katanya. 

    Dalam RUU Penyiaran yang tengah dibahas, DPR mengusulkan agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberikan wewenang untuk mengakses algoritma rekomendasi konten. Tujuannya untuk mencegah penyebaran konten ekstrem, hoaks, paham radikal, hingga konten yang tidak layak bagi anak.

    Amelia juga menyoroti kecenderungan algoritma yang tidak transparan dan dikhawatirkan mematikan keragaman budaya lokal. Dia pun kembali menegaskan urgensi revisi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dinilai sudah tidak relevan dengan dinamika media saat ini.

    “Undang-undang ini dari tahun 2002 sudah tidak relevan dengan situasi saat ini. Maka itu direvisi. Karena konten itu juga kan definisinya sama dengan siar. Sesuatu yang dipublis, sesuatu yang disiar,” katanya.

    Logo TikTok di Smartphone

    Sebelumnya, Head of Public Policy TikTok Indonesia Hilmi Adrianto menyampaikan keberatan jika platform user-generated content (UGC) seperti TikTok disamakan dengan lembaga penyiaran tradisional dalam hal pengawasan dan regulasi.

    “Kami melihat perbedaannya sangat signifikan dengan lembaga penyiaran tradisional, terutama dari sisi pembuatan isi konten. Platform UGC seperti TikTok memuat konten yang dibuat oleh pengguna individu, lembaga penyiaran tradisional, maupun layanan OTT,” ujar Hilmi.

    Menurutnya, TikTok sudah menerapkan sistem moderasi konten berbasis teknologi dan manusia di bawah kerangka Kominfo dan Komdigi, sehingga pengawasan tak perlu disamakan dengan media siaran.

    “Kami merekomendasikan agar platform UGC tidak diatur di bawah aturan yang sama dengan penyiaran konvensional guna menghindari ketidakpastian hukum. Kami menyarankan agar platform UGC tetap berada di bawah moderasi Komdigi,” tegasnya.

    Hilmi juga menolak pendekatan one-size-fits-all terhadap platform digital dan media konvensional karena perbedaan model bisnis dan tata kelola konten yang mendasar.

    Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Nico Siahaan, menyatakan revisi UU Penyiaran penting untuk mengisi kekosongan aturan terhadap konten digital.

    “Kalau konten terestrial sudah jelas ada aturan, tapi konten digital belum. Bagaimana pengaturannya? Ini tetap harus kita atur,” kata Nico ditemui usai RDPU, pada Senin (14/7/2025).

    Dia menyebut definisi “siaran” tidak bisa diubah sembarangan. Jika seseorang membantu menyebarluaskan konten, bisa saja tetap dikenai ketentuan penyiaran, meski bukan pembuat konten langsung. Nico pun membuka opsi pemisahan pengaturan antara media digital dan konvensional dalam dua UU terpisah. 

    “Kalau memisahkan ya bisa saja. Artinya kita bisa pisahkan dengan judul yang lain. UU yang lain nanti kita bikin,” katanya.

  • Sudah Ditetapkan Tersangka, Said Didu Ungkit Peran Riza Chalid yang Dibekingi Anggota Dewan dalam Kasus Papa Minta Saham

    Sudah Ditetapkan Tersangka, Said Didu Ungkit Peran Riza Chalid yang Dibekingi Anggota Dewan dalam Kasus Papa Minta Saham

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu mengunggah sebuah video yang menunjukkan tersangka kasus Papa Minta Saham gagal dihadirkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

    Tersangka dimaksud adalah Riza Chalid alias MRC. Pria yang dikenal sebagai Bos Minyak dan baru saja ditetapkan tersangka korupsi Pertamina oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Jejak digital. Sidang Mahkamah Kehormatan Dewa n (MKD) awal Des 2015,” kata Didu dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (12/7/2025).

    “Tersangka papa minta saham MRC yang jadi tersangka korupsi Pertamina hari ini tidak bisa dihadirkan oleh DPR saat itu (saking kuatnya),” tambah Didu.

    Didu mengungkapkan, di video yang ia unggah, terlihat sejumlah anggota dewan yang mendukung MRC. Bahkan sejumlah di antaranya masih menjabat saat ini.

    “Di video ini terlihat wajah-wajah anggota DPR pendungkung koruptor. Saat ini mereka masih jadi anggota DPR,” ucapnya.

    Meski begitu, ia mengungkapkan ada anggota MKD yang mendukung kasus itu dibuka. Seperti Akbar Faizal yang kala itu merupakan anggota DPR Fraksi NasDem.

    “Ada beberapa anggota MKD yang mendukung kasus ini dibuka ke publik seperti pak @akbarfaizal68 dari Nasdem tapi besoknya yang bersangkutan langsung diganti oleh Ketum Nasdem, pak SP,” imbuhnya.

    Hingga saat ini, Didu mengaku menyimpan rekaman asli momen tersebut.

    “Saya di belakang Pak Menteri ESDM @sudirmansaid untuk siap antisipasi kondisi terjelek yang mungkin terjadi – termasuk menyimpan rekaman asli di berbagai tempat – bahkan ada saya simpan (maaf) di CD,” terangnya.

  • Unggah Video Saat Riza Chalid Tersangka Papa Minta Saham Gagal Dihadirkan di Sidang MKD, Said Didu Ngaku Punya Rekaman di CD

    Unggah Video Saat Riza Chalid Tersangka Papa Minta Saham Gagal Dihadirkan di Sidang MKD, Said Didu Ngaku Punya Rekaman di CD

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu mengunggah sebuah video yang menunjukkan tersangka kasus Papa Minta Saham gagal dihadirkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Dan

    Tersangka dimaksud adalah Riza Chalid alias MRC. Pria yang dikenal sebagai Bos Minyak dan baru saja ditetapkan tersangka korupsi Pertamina oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Jejak digital. Sidang Mahkamah Kehormatan Dewa n (MKD) awal Des 2015,” kata Didu dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (12/7/2025).

    “Tersangka papa minta saham MRC yang jadi tersangka korupsi Pertamina hari ini tidak bisa dihadirkan oleh DPR saat itu (saking kuatnya),” tambah Didu.

    Didu mengungkapkan, di video yang ia unggah, terlihat sejumlah anggota dewan yang mendukung MRC. Bahkan sejumlah di antaranya masih menjabat saat ini.

    “Di video ini terlihat wajah-wajah anggota DPR pendungkung koruptor. Saat ini mereka masih jadi anggota DPR,” ucapnya.

    Meski begitu, ia mengungkapkan ada anggota MKD yang mendukung kasus itu dibuka. Seperti Akbar Faizal yang kala itu merupakan anggota DPR Fraksi NasDem.

    “Ada beberapa anggota MKD yang mendukung kasus ini dibuka ke publik seperti pak @akbarfaizal68 dari Nasdem tapi besoknya yang bersangkutan langsung diganti oleh Ketum Nasdem, pak SP,” imbuhnya.

    Hingga saat ini, Didu mengaku menyimpan rekaman asli momen tersebut.

    “Saya di belakang Pak Menteri ESDM @sudirmansaid untuk siap antisipasi kondisi terjelek yang mungkin terjadi – termasuk menyimpan rekaman asli di berbagai tempat – bahkan ada saya simpan (maaf) di CD,” terangnya.

  • 10
                    
                        Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik
                        Nasional

    10 Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik Nasional

    Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Mahkamah Konstitusi
    (MK) menjadi sasaran kritik tajam dalam rapat kerja
    Komisi III DPR
    RI pada Rabu (9/7/2025).
    Para anggota dewan mengecam
    putusan MK
    yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029. Mereka menilai putusan itu menimbulkan kegaduhan dan menunjukkan inkonsistensi MK.
    Padahal rapat yang turut diikuti oleh Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) itu sebenarnya beragendakan pembahasan anggaran.
    Anggota Fraksi Partai Nasdem,
    Rudianto Lallo
    mengatakan, MK saat ini tengah menjadi perbincangan hangat karena telah membuat putusan yang kontroversial dan bahkan menabrak konstitusi.
    “MK ini kemudian yang paling banyak didiskusikan hari ini karena ada putusan kontroversi soal pengujian UU. Ya tentu kita berharap MK menjadi penjaga konstitusi kita. Mudah-mudahan tidak ada lagi putusan-putusan yang menjadi polemik di masyarakat,” kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan.
    Dia pun menyinggung proses legislasi di DPR yang melibatkan waktu panjang dan harus menjaring aspirasi publik. Namun, hasil kerja itu bisa langsung berubah drastis oleh satu putusan MK.
    “Kalau tiba-tiba satu pasal dianggap bertentangan tetapi justru amar putusan MK ini bertentangan, ini juga problem konstitusi kita. Nah ini
    deadlock
    jadinya,” ujar dia.
    Nada serupa dilontarkan anggota Fraksi PKB,
    Hasbiallah Ilyas
    . Dia menyindir dominasi sembilan hakim konstitusi dalam mengubah arah sistem pemilu yang disusun oleh ratusan anggota legislatif.
    “Jangan 500 orang ini, Pak, kalah dengan 9 hakim. Ini bikin undang-undang KUHAP saja sudah berapa lama kita belum selesai sampai hari ini. Tolong agak lebih bijaklah,” kata Hasbiallah.
    Dia juga mengkritisi inkonsistensi aturan pemilu dari waktu ke waktu yang dinilai menimbulkan kebingungan di masyarakat.
    “Misalnya pemilu, berapa kali setiap pemilu itu diubah. Dari tahun 2009 diubah, sekarang diubah lagi, ini yang bikin jadi kegaduhan di masyarakat,” ujar Hasbiallah.
    Berkaca dari persoalan ini, Hasbiallah pun mendorong agar proses seleksi calon hakim konstitusi lebih ketat ke depannya.
    “Menurut saya perlu diseleksi lebih optimal lagi, jangan sampai adanya MK ini keluar dari norma yang ada,” kata dia.
    Dari Fraksi Demokrat, Andi Muzakir juga menyuarakan kekhawatiran soal inkonsistensi MK karena akan berdampak buruk bagi sistem ketatanegaraan.
    “Saya hanya satu, Pak, konsisten dalam mengambil keputusan. Jangan setiap periode berubah lagi putusannya. Jadi tidak ada konsistensi dalam mengambil putusan. Tahun ini serempak, berikutnya dipisah. Tidak ada konsistensi. Mau dibawa ke mana negara ini?” ujar dia.
    Wakil Ketua Komisi III Dede Indra Permana Soediro turut mengingatkan MK agar menjalankan tugas sebagai penguji, bukan pembentuk norma hukum.
    “Sedikit masukan juga kepada MK bahwa sesuai dengan tugas yang sudah ada, bahwa MK adalah penguji norma, bukan membentuk (norma),” kata politikus PDI-P itu.
    Menanggapi banyak kritik, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan menegaskan bahwa putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah dibacakan dan MK hanya tinggal menunggu DPR menindaklanjutinya.

    Putusan MK
    kan sudah diucapkan, kami tinggal menunggu kewenangan DPR untuk menindaklanjuti. Kami tunggu. Karena DPR juga punya kewenangan,” ujar Heru.
    Dia pun enggan berkomentar lebih jauh mengenai kritik yang diarahkan ke lembaganya ataupun terhadap putusan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
    Sebagai informasi, melalui putusan tersebut, MK memutuskan agar pemilu nasional dan daerah dilaksanakan secara terpisah mulai 2029.
    Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
    Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
    Selain itu, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
    “Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Meski begitu, MK tidak menentukan secara pasti tenggat waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.
    MK hanya mengusulkan agar pemilu daerah digelar paling cepat dua tahun setelah pemilu nasional, dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden.
    Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Taufik Basari menyatakan bahwa putusan pemisahan pemilu nasional dan daerah menimbulkan dilema konstitusional. Pasalnya, pelaksanaan maupun pengabaian putusan MK tersebut akan sama-sama melanggar konstitusi.
    “Melaksanakan atau tidak melaksanakan putusan MK akan sama-sama melanggar konstitusi,” ujar Taufik.
    Dia mengacu pada Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945 yang menyebut pemilu harus dilaksanakan lima tahun sekali, serta Pasal 18 Ayat (3) yang menegaskan DPRD dipilih melalui pemilu.
    “Inilah yang saya sebut sebagai dilematis
    constitutional deadlock
    . Dimakan masuk mulut buaya, tidak dimakan masuk mulut harimau,” ucap Taufik.
    Sementara itu, Peneliti Politik BRIN Devi Darmawan menilai sikap MK yang langsung menetapkan
    pemilu dipisah
    menunjukkan ketidakpercayaan terhadap DPR.
    “Hal ini menunjukkan sebenarnya ada ketidakpercayaan dari Mahkamah Konstitusi ini kepada kinerja parlemen,” kata Devi dalam diskusi daring.
    Menurut Devi, DPR dan pemerintah selama ini lambat merevisi UU Pemilu, sehingga MK mengambil sikap tegas yang tidak memberi pilihan lain.
    Namun, dia mengingatkan agar MK tetap berada dalam koridor sebagai penguji konstitusionalitas, bukan pembentuk norma.
    “Kalau seperti sekarang berkesan seolah-olah MK agak lebih mendominasi dalam pembuatan peraturan Undang-Undang, khususnya yang terkait dengan sistem kepemiluan,” ucap Devi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Panja Revisi KUHAP Tolak Usulan Saksi Dilarang ke Luar Negeri

    Panja Revisi KUHAP Tolak Usulan Saksi Dilarang ke Luar Negeri

    Jakarta

    Panitia kerja (Panja) penyusunan revisi Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) mulai memasuki pembahasan substansi. Pemerintah mengusulkan, selain tersangka, saksi juga dilarang untuk keluar wilayah Indonesia selama proses pengusutan suatu kasus.

    Hal itu mulanya disampaikan pemerintah, yakni Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) di ruang Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025). Eddy menyebut dalam praktiknya, saksi juga termasuk pihak yang dilarang atau dicegah ke luar negeri.

    “Di sini kan dalam DIM DPR larangan bagi tersangka untuk keluar wilayah Indonesia. Padahal dalam praktiknya, tidak hanya tersangka. Saksi pun kadang-kadang dilarang untuk keluar negeri sehingga kami menambahkan saksi,” kata Eddy dalam rapat.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut hal itu harus didiskusikan dahulu. Ia menyebut pencegahan saksi pergi ke luar negeri ini masuk pada kategori upaya paksa.

    “Mungkin karena keterangannya dibutuhkan oleh penyidik? Setuju? Oke ya,” kata pimpinan Panja, Rano Alfath menanggapi Eddy.

    “Diskusi dulu, Bos, itu kan upaya paksa tuh. Masih saksi tapi bisa diupaya paksa, gimana ini?” respons Habiburokhman.

    “Izin Ketua, kami berpendapat bahwa yang bersangkutan kan masih saksi. Jangan dilarang ke mana-mana. Dia bukan tersangka. Sehingga kami keberatan kalau saksi dimasukkan untuk mendapatkan upaya paksa, dicekal. Kami keberatan,” kata Tandra.

    Legislator Fraksi NasDem Rudianto Lallo juga menyampaikan keberatan. Rudianto ingin penambahan narasi saksi untuk dihapus dalam RUU KUHAP.

    Pimpinan rapat, Rano Al Fath, mengusulkan pasal 85 huruf h untuk kembali seperti draf yang diusulkan DPR. Diketahui, DPR hanya memasukkan tersangka sebagai pihak yang dilarang ke luar wilayah RI.

    “Sebetulnya, memang begini. Memang sering kali baru ditetapkan jadi saksi, terus dicekal, nah memang gambaran masyarakat akhirnya berubah. Nah ini kan upaya paksa. Nah ini kami hematnya kita ikutin aja yang sesuai ini. Kalau yang awal kan larangan bagi tersangka? Gimana?” ujar Rano.

    Legislator PKS Nasir Djamil juga menyampaikan hal serupa. Ia menyebut ada potensi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) jika saksi turut dikenakan upaya paksa.

    “Izin ketua, kalau ini (disetujui) berpotensi abuse of power ya penerapannya. Daripada kita menuju ke sana, lebih bagus kembali rancangan awal aja ya,” kata Nasir Djamil.

    Pemerintah akhirnya menyetujui hal itu. Mayoritas fraksi di DPR tak setuju saksi dimasukkan dalam upaya pencegahan ke luar negeri.

    “Jadi saksi tidak termasuk ya, dihapus,” ungkap Rano sambil mengetuk palu.

    (dwr/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Terima DIM dari Pemerintah, Habiburokhman Bakal Pimpin Panja RUU KUHAP

    Terima DIM dari Pemerintah, Habiburokhman Bakal Pimpin Panja RUU KUHAP

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR resmi memulai rapat pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan pembentukan panitia kerja atau panja, Selasa (8/7/2025). 

    Pembentukan panja itu langsung disetujui pada rapat kerja (raker) antara Komisi III DPR dan perwakilan pemerintah, yakni Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto. 

    Habiburokhman, selaku Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, disepakati sebagai ketua panja berikut dengan seluruh pimpinan Komisi III DPR, yang berasal dari Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

    “Langsung kita sahkan panja ini ya? Saya bacakan daftar nama panitia kerja Komisi III. Komposisinya Ketua Habiburokhman, Wakil Ketua Dede Indra Permana (PDI Perjuangan), Sari Yuliati (Golkar), Ahmad Sahroni (Nasdem), Rano Alfath (PKB),” ujarnya di ruang rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). 

    Kemudian, anggota panja terdiri dari PDIP (4 anggota), Golkar (4 orang), Gerindra (3 orang), Nasdem (2 orang), PKB (2 orang), PKS (2 orang), PAN (2 orang), dan Demokrat (1 orang).

    Habiburokhman lalu menyebut rapat panja akan dimulai langsung esok hari, Rabu (9/7/2025), dan berlanjut secara marathon sampai dengan Rabu (23/7/2025). Agedan rapat yang dimulai esok hari adalah pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) pada RUU KUHAP. 

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu bahkan tidak menutup peluang rapat digelar sampai dengan malam hari.

    “Pokoknya selama hari kerja ini pak sampai habis masa sidang kita terus, kita marathon pak. Sampai kamis kami masih ada di pagi hari masih ada rapat anggaran pak. Berikutnya dari pagi sore, pagi sore. Kalau perlu malam,” terangnya. 

    Tidak hanya itu, Habiburokhman berjanji pembahasan RUU KUHAP akan seluruhnya dilaksanakan di Gedung DPR dan bisa diikutik secara terbuka oleh masyarakat dan wartawan. 

    “Bila perlu mungkin teman-teman nanti yang di panja kalau bisa sih menurut saya hari Jumat juga kita lembur lah ya kan Harusnya hari fraksi, tapi kita maksimalkan di sini,” ucapnya. 

    Sebelumnya, pemerintah telah menyelesaikan DIM RUU KUHAP dan pada hari ini menyerahkan dokumen tersebut secara resmi ke Komisi III DPR. Pemerintah menyebut ada sebanyak 6.000 poin masalah, usulan perbaikan maupun alternatif yang dimuat dalam naskah DIM RUU KUHAP tersebut. 

    Naskah DIM itu telah selesai disusun dan ditandatangani oleh tim penyusun yang meliputi Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung serta Kementerian Sekretariat Negara, Senin (23/6/2025). 

    “[Jumlah DIM] sekitar 6.000,” ungkap Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada konferensi pers usai acara penandatanganan naskah DIM RUU KUHAP, di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025). 

    Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu mengatakan, pihak pemerintah bersama MA, Polri dan Kejagung telah menjaring aspirasi dari berbagai elemen masyarakat sejak Maret 2024. Hal itu termasuk tim ahli yang terdiri dari 15 orang dari berbagai perguruan tinggi. 

    Untuk diketahui, pemerintah resmi menandatangani naskah DIM RUU KUHAP, Senin (23/6/2025). Dengan demikian, DIM dari pemerintah siap dibawa ke DPR untuk segera dibahas.

    DIM terkait dengan revisi KUHAP itu ditandatangani oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanudin serta Wakik Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto. 

    Pada kesempatan tersebut, Supratman menyebut penyusunan DIM atas rancangan revisi KUHAP itu telah melalui koordinasi yang baik antara lima lembaga. 

    Supratman menyebut UU KUHAP yang saat ini berlaku yakni UU No.8/1981 sudah tidak lagi relevan dengan paradigma yang ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru, yakni UU No.1/2023. Dia berharap agar revisi UU KUHAP bisa segera tuntas dan berlaku bersamaan dengan KUHP baru, yakni 1 Januari 2025. 

    “Sebuah harapan besar Insyaallah dalam waktu dekat mudah-mudahan dengan pemberlakuan Undang-Undang No.1/2023  di 1 Januari 2026, hukum acara kita juga sudah bisa berlaku,” ujarnya di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025).

  • Legislator NasDem dorong penambahan anggaran Kementerian BUMN

    Legislator NasDem dorong penambahan anggaran Kementerian BUMN

    “Padahal, Kementerian BUMN memiliki peran penting sebagai pemegang saham pengendali di BUMN yang sudah dialihkan ke Danantara, sekaligus sebagai regulator dan pengawas, termasuk untuk beberapa BUMN berbentuk Perum seperti Bulog dan Perumnas,”

    Kabupaten Bogor (ANTARA) – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, mendorong penambahan anggaran bagi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam Rapat Kerja bersama Menteri BUMN Erick Thohir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

    Menurut Asep, alokasi anggaran sebesar Rp150 miliar dalam pagu indikatif Tahun Anggaran 2026 dinilai tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan fungsi strategis Kementerian BUMN. Ia menilai besaran tersebut hanya cukup untuk membiayai gaji pegawai dan keperluan operasional administratif.

    “Padahal, Kementerian BUMN memiliki peran penting sebagai pemegang saham pengendali di BUMN yang sudah dialihkan ke Danantara, sekaligus sebagai regulator dan pengawas, termasuk untuk beberapa BUMN berbentuk Perum seperti Bulog dan Perumnas,” ujar wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jabar V (Kabupaten Bogor) itu.

    Ia mengingatkan pentingnya penguatan fungsi regulator oleh Kementerian BUMN, seiring dengan rencana pengurangan jumlah BUMN melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Ia meminta agar kementerian menerbitkan regulasi yang mencegah anak usaha BUMN memasuki sektor-sektor yang dapat dijalankan oleh pelaku usaha rakyat atau swasta.

    “Kementerian BUMN harus mempersiapkan regulasi yang kondusif agar ekosistem bisnis antara BUMN, UMKM, dan swasta tetap sehat. Jangan sampai BUMN justru mematikan pelaku usaha rakyat,” tegas politisi daerah pemilihan Jawa Barat V itu.

    Dalam hal pengawasan, Asep juga menekankan pentingnya pemanfaatan anggaran tambahan untuk memperkuat fungsi pengawasan internal Kementerian BUMN, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang.

    Ia menyampaikan apresiasi terhadap langkah Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga yang berencana melaporkan dugaan fraud di Kimia Farma ke Kejaksaan Agung. Dugaan penyelewengan tersebut disebut berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp1,8 triliun.

    “Kementerian BUMN harus lebih sigap dan ketat dalam melakukan audit internal. Sekecil apapun potensi fraud, harus bisa dideteksi sejak awal. Untuk itu, penambahan anggaran mutlak diperlukan,” tutupnya.(KR-MFS)

    Pewarta: M Fikri Setiawan
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.