Kementrian Lembaga: Fraksi Gerindra

  • Donasi Gerindra Jatim untuk Bencana Aceh-Sumatra Terkumpul Rp805 Juta

    Donasi Gerindra Jatim untuk Bencana Aceh-Sumatra Terkumpul Rp805 Juta

    Surabaya (beritajatim.com) – DPD Gerindra Jawa Timur menggalang donasi untuk membantu korban bencana di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. Donasi Gerindra Jatim terkumpul Rp 805.000.000.

    Bendahara Gerindra Jatim Ferdians Reza Alvisa mengatakan donasi tersebut terkumpul dari Anggota DPRD Jatim Fraksi Gerindra, DPRD kabupaten/kota se Jatim serta para pengurus dan kader.

    “Alhamdulillah teman-teman bersama berdonasi untuk meringankan beban saudara kita di Sumatera hingga Aceh yang dilanda bencana banjir,” kata Alvis di Surabaya, Rabu (3/12/2025).

    Alvis mengatakan donasi itu nantinya akan diberikan dalam bentuk makanan hingga kebutuhan warga sehari-hari. Ia berharap bantuan dari Gerindra Jatim bisa meringankan beban warga.

    “Karena instruksi Pak Presiden Prabowo semua harus turun tangan dan membantu. Kami kader Gerindra Jatim siap membantu saudara kita yang terkena musibah,” jelasnya.

    Alvis menegaskan bahwa bantuan tersebut merupakan gerakan moral dari kader Gerindra Jatim yang ingin berkontribusi meringankan beban masyarakat Sumatera.

    “Ini gerakan moral kader Gerindra Jawa Timur. Mereka menitipkan kepedulian, doa, dan semangat untuk saudara-saudaranya di Sumatera. Semoga bantuan ini dapat mengurangi beban dan mempercepat proses pemulihan,” ungkapnya.

    “Semoga para korban yang wafat mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT, amal kebaikannya diterima. Bagi yang masih dalam pencarian, semoga prosesnya dimudahkan, dan bagi para penyintas, semoga diberi kesehatan, kekuatan, dan ketabahan untuk bangkit kembali,” tambah Politikus asal Blitar ini.

    Alvis menambahkan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat nantinya akan dikirim Gerindra pada Kamis (4/12/2025) dengan bentuk makanan dan kebutuhan warga sehari-hari.

    “Atas nama Gerindra Jawa Timur dan seluruh kader kami menyampaikan duka cita yang sangat mendalam atas bencana alam yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat,” pungkasnya. [tok/aje]

  • IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan saat ini anak-anak korban bencana alam banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh membutuhkan bantuan-bantuan khusus.

    Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara Dr dr Eka Airlangga, MKed(Ped), SpA mengatakan perlengkapan kebutuhan harian untuk bayi seperti popok, hingga pasokan air bersih kini menjadi prioritas bantuan.

    “Popok bayi, tidak sempat terbawa banyak oleh orang tuanya pada saat banjir terjadi dan juga air bersih,” kata dr Eka dalam konferensi pers daring, Senin (1/12/2025).

    “Air bersih ini kemarin kami sudah distribusikan 15 ribu (liter) besok, besok 5 ribu lagi masuk ke Langkat, kalau Sibolga kami belum tahu untuk Pantai Timur, karena akses ke sana baru bisa kami tembus nanti di hari Jumat,” sambungnya.

    Dukungan logistik, lanjut dr Eka untuk wilayah Sumut telah didapatkan dari Dinas Kesehatan provinsi berupa obat-obatan sederhana untuk dewasa. Sementara IDAI, memberikan bantuan obat-obatan untuk anak.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat dr Asrawati, M. Biomed, SpA, Subsp T.K.P.S(K), FISQua mengatakan kebutuhan yang mendesak di wilayahnya tak jauh berbeda dengan apa yang ada di Sumut.

    “Air bersih ya, karena nanti terkait dengan pengolahan makanan dan MPASI, kemudian pakaian bersih baju bayi, baju anak, dan selimut. Kemudian popok bayi, dan perlengkapan untuk mandi anak juga diperlukan,” katanya.

    Di Sumbar sendiri, tanggal 28 November dr Asrawati mengatakan bantuan sudah diberikan oleh Menteri Kesehatan di beberapa lokasi.

    Sementara itu, Ketua IDAI Cabang Aceh Dr dr Raihan, SpA, Subsp.Inf.P.T(K) mengatakan di wilayahnya juga membutuhkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

    “Paling penting habis banjir itu anak-anak tidak ada pakaian, bukan hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Jadi pakaian layak pakai, selimut, lalu makanan yang seminimal mungkin membutuhkan air, jadi yang siap mereka makan, obat-obatan, karena apoteknya terbatas,” kata dr Raihan.

    Di beberapa wilayah, seperti Pidie Jaya menurut dr Raihan bantuan-bantuan untuk korban bencana alam mulai bisa teratasi. Hal ini karena sebelumnya telah dikunjungi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/naf)

  • IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan saat ini anak-anak korban bencana alam banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh membutuhkan bantuan-bantuan khusus.

    Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara Dr dr Eka Airlangga, MKed(Ped), SpA mengatakan perlengkapan kebutuhan harian untuk bayi seperti popok, hingga pasokan air bersih kini menjadi prioritas bantuan.

    “Popok bayi, tidak sempat terbawa banyak oleh orang tuanya pada saat banjir terjadi dan juga air bersih,” kata dr Eka dalam konferensi pers daring, Senin (1/12/2025).

    “Air bersih ini kemarin kami sudah distribusikan 15 ribu (liter) besok, besok 5 ribu lagi masuk ke Langkat, kalau Sibolga kami belum tahu untuk Pantai Timur, karena akses ke sana baru bisa kami tembus nanti di hari Jumat,” sambungnya.

    Dukungan logistik, lanjut dr Eka untuk wilayah Sumut telah didapatkan dari Dinas Kesehatan provinsi berupa obat-obatan sederhana untuk dewasa. Sementara IDAI, memberikan bantuan obat-obatan untuk anak.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat dr Asrawati, M. Biomed, SpA, Subsp T.K.P.S(K), FISQua mengatakan kebutuhan yang mendesak di wilayahnya tak jauh berbeda dengan apa yang ada di Sumut.

    “Air bersih ya, karena nanti terkait dengan pengolahan makanan dan MPASI, kemudian pakaian bersih baju bayi, baju anak, dan selimut. Kemudian popok bayi, dan perlengkapan untuk mandi anak juga diperlukan,” katanya.

    Di Sumbar sendiri, tanggal 28 November dr Asrawati mengatakan bantuan sudah diberikan oleh Menteri Kesehatan di beberapa lokasi.

    Sementara itu, Ketua IDAI Cabang Aceh Dr dr Raihan, SpA, Subsp.Inf.P.T(K) mengatakan di wilayahnya juga membutuhkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

    “Paling penting habis banjir itu anak-anak tidak ada pakaian, bukan hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Jadi pakaian layak pakai, selimut, lalu makanan yang seminimal mungkin membutuhkan air, jadi yang siap mereka makan, obat-obatan, karena apoteknya terbatas,” kata dr Raihan.

    Di beberapa wilayah, seperti Pidie Jaya menurut dr Raihan bantuan-bantuan untuk korban bencana alam mulai bisa teratasi. Hal ini karena sebelumnya telah dikunjungi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/naf)

  • Setahun Lalu Menggagalkan, Sekarang Desak Penyelesaian RTRW Jember

    Setahun Lalu Menggagalkan, Sekarang Desak Penyelesaian RTRW Jember

    Jember (beritajatim.com) – Tepat medio Agustus 2024, lima dari tujuh fraksi di DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, menggagalkan sidang paripurna pengesahan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah pada akhir masa kepemimpinan Bupati Hendy Siswanto.

    Saat itu, di bawah kepemimpinan Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, enam fraksi menolak penyelenggaraan sidang paripurna untuk mengesahkan RTRW dengan berbagai alasan. Satu-satunya fraksi yang menghendaki Perda RTRW disahkan saat itu hanya PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera.

    Setahun berlalu, setelah gagalnya pengesahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Jember tidak juga memiliki peraturan terbaru mengenai RTRW yang berdampak pada belum adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Perda RTRW yang diacu saat ini adalah Perda Nomor 1 Tahun 2015 pada masa pemerintahan Bupati MZA Djalal.

    Kini sejumlah fraksi mendesak agar Pemkab Jember di bawah kepemimpinan Bupati Muhammad Fawait segera menyelesaikan perda tersebut. Budi Wicaksono, juru bicara Fraksi Partai Nasional Demokrat, meminta pemerintah daerah memprioritaskan RTRW sebagai kebutuhan dasar:

    “Tata ruang adalah fondasi pembangunan.Tanpa kepastian ruang, investasi, infrastruktur, dan pelayanan publik akan terhambat. Eksekutif perlu menempatkan penyelesaian RTRW sebagai agenda utama,” kata Budi dalam pandangan akhir fraksi terhadap APBD Jember 2026.

    Budi mendesak eksekutif bergerak cepat, transparan, dan kolaboratif. “Lambatnya penyelesaian RTRW bukan hanya masalah administratif, tetapi bisa menghambat pembangunan, investasi, dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

    Intan Permatasari, juru bicara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, juga mendesak percepatan penyelesaian Perda RTRW Kabupaten Jember terbaru. “Dokumen ini merupakan pedoman penting untuk pembangunan yang terarah dan berkelanjutan,” katanya.

    “Kami menekankan perlunya koordinasi yang kuat, kajian lingkungan yang matang, dan penampungan aspirasi masyarakat dalam prosesnya, agar Perda RTRW yang dihasilkan dapat menjadi dasar hukum yang solid untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Jember,” kata Intan.

    Edo Rahmanta Ersu Putra, juru bicara Fraksi Gerindra, mengingatkan, RTRW adalah ibu dari seluruh peraturan pembangunan. “Tanpa RTRW, banyak raperda dan program pembangunan mandek, terhambat, atau tidak sinkron,” katanya.

    Edo tak ingin Jember menjadi daerah yang tertinggal. “Hanya karena dokumen dasar tata ruang belum diselesaikan,” katanya.

    Juru bicara Fraksi Partai Golkar Agung Budiman mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan Perda RTRW Jember sebagai agenda prioritas. “Perda RTRW bukan sekadar dokumen, melainkan peta jalan menuju Jember yang maju, tertata, dan berkelanjutan,” katanya.

    Tanpa Perda RTRW, Agung menyebut Jember menghadapi kondisi darurat tata ruang. “Ketidakpastian regulasi mengancam daya saing daerah, menghambat investasi, dan berpotensi mematikan program strategis seperti pembangunan rumah rakyat. tanpa RTRW yang terkini, pembangunan kita berjalan tanpa arah yang jelas,” katanya.

    Ramalan Tabroni Terbukti
    Tabroni, anggota Komisi A yang menjadi Ketua Panitia Khusus RTRW DPRD Jember 2019-2024, sebenarnya sudah menyampaikan persoalan yang bakal dihadapi ketika Perda RTRW gagal disahkan pada Agustus 2024.

    “Ternyata memang benar-benar terjadi. Banyak kendala ketika kita tidak punya Perda RTRW terbaru. Karena tidak punya RTRW yang terbaru, pakai perda lama, Perda Nomor 1 Tahun 2015, yang sudah sangat jauh dari situasi kondisi hari ini,” kata Tabroni, Senin (1/12/2025).

    Menurut Tabroni, seandainya saat itu Perda RTRW disahkan, banyak hal yang bisa dilakukan hari ini. “Kita bisa mulai soal RDTR. Kita bisa memetakan lebih gamblang hal-hal terkait program Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD),” katanya.

    “Tapi karena kita tidak bersepakat saat itu, tentu banyak soal (yang muncul). Terutama investasi dari luar ke Jember tidak bisa melihat secara jelas di mana posisi industri, pertambangan, pariwisata, secara detail. Tidak ada pedoman standar yang diakui secara hukum,” kata Tabroni.

    “Padahal pengusaha kalau berinvestasi tentu memberikan banyak lapangan pekerjaan kepada rakyat di Jember. Potensi pariwisata kalau berkembang tentu memberikan penghidupan kepada masyarakat di tempat yang berpotensi pariwisata tersebut,” kata Tabroni.

    Pada akhirnya, politisi PDI Perjuangan ini menyebut, pemerintah dan rakyat Jember dirugikan oleh gagalnya pengesahan Perda RTRW pada Agustus 2024 itu. “Banyak hal yang menjadi bagian dari potensi Jember tidak berkembang,” katanya.

    Nasi Jadi Bubur
    Nasi sudah jadi bubur. Tabroni meminta Pemkab Jember untuk terus mengupayakan terbitnya Perda RTRW kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasonal. “Kami tidak tahu apa dilakukan Pemkab Jember. Tidak ada situasi di mana kami melihat ada upaya untuk melakukan pergerakan agar perda ini lahir,” katanya.

    Apalagi, lanjut Tabroni, banyak pejabat di Dinas Cipta Karya Jember yang sejak awal mengawal Perda RTRW hingga terbitnya persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN pada 2024 sudah dimutasi. “Pejabat baru yang menggantikan harus belajar dari lagi nol,” katanya.

    Wahyu Prayudi Nugroho, anggota Komisi B DPRD Jember, mengingatkan adanya perbedaan LP2B saat ini dengan LP2B dalam Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2015. “LP2B dalam Perda RTRW tersebut sekitar 101.600 hektare. Setelah Perda RTRW itu, muncul beberapa kali surat keputusan bupati yang menyebut luas LP2B Jember sekitar 86.700 hektare,” katanya.

    Kondisi ini, menurut Nugroho, membuat masyarakat petani bingung. “Lahan sawah yang mereka miliki ini masuk di area LP2B atau tidak? Kalau masuk area LP2B seharusnya tidak akan mudah untuk dialihkanfungsikan,” katanya.

    Ketiadaan perda RTRW terbaru, menurut Nugroho, membuat arah pembangunan Jember tidak jelas. “Arah pembangunan kita jadi amburadul. Mana wilayah yang seharusnya dikembangkan untuk area pergudangan atau area perumahan, mana yang seharusnya dipertahankan untuk area bercocok tanam atau persawahan untuk meningkatkan ketahanan pangan,” katanya.

    “Pembangunan di Kabupaten Jember ini diiibaratkan tidak punya peta. itu. Jadi akhirnya, satu ketahanan pangan yang merupakan program unggulan pemerintah kita saat ini, tidak akan bisa mudah dipertahankan, tidak bisa mudah untuk dilindungi,” kata Nugroho.

    “Kalau lahan-lahan sawah ini tidak bisa dilindungi, maka sektor yang paling banyak berkontribusi untuk ekonomi di Kabupaten Jember akan terganggu,” kata Nugroho. [wir]

  • Korupsi Berjemaah di DPRD NTB, Belasan Anggota Dewan Terlilit Dana Siluman

    Korupsi Berjemaah di DPRD NTB, Belasan Anggota Dewan Terlilit Dana Siluman

    Liputan6.com, Mataram – Buntut penetapan tiga anggota DPRD NTB sebagai tersangka, Kejaksaan Tinggi NTB hari ini, Senin (1/12/2025), memeriksa secara maraton 15 anggota DPRD lainnya terkait dugaan korupsi dana siluman.

    Pantauan Liputan6.com di lokasi, beberapa anggota DPRD hadir ke Kejati NTB sejak pukul 08.00 Wita. Mereka kemudian diarahkan ke ruangan Pidana Khusus, disusul anggota lainnya.

    Salah satu anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, Ali Usman yang hadir pemeriksan membenarkan dirinya dan beberapa orang lainnya diperiksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) terkait kasus gratifikasi ini.

    “Ada beberapa orang tadi. Kita datang pagi sekitar pukul 08.00 Wita,” kata Ali kepada wartawan di ruang tunggu Kejati NTB.

    Namun, Ali enggan membeberkan materi pertanyaan, termasuk apakah dirinya menerima gratifikasi tersebut atau tidak. Dia menyarankan agar bertanya langsung ke Kejaksaan.

    “Tanya di atas (pihak kejaksaan),” ucap Ali Usman singkat.

    Selain Ali, salah seorang anggota DPRD NTB, Sudirsyah juga menyampaikan hal yang sama dan mengakui bahwa mereka diperiksa terkait gratifikasi ini. Namun enggan membeberkan materi pemeriksaan.

    “Tanya aja langsung nanti ya,” katanya.

    Sementara itu pihak Kejaksaan hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi terkait pemeriksaan belasan anggota DPRD NTB ini. Berkali kali upaya konfirmasi hingga melalui Whatsapp juga tak kunjung direspons.

    Namun sebelumnya, Aspidsus Kejati NTB, Zulkifli Said menyatakan bahwa pihaknya berpeluang menambah tersangka baru setelah pentapan tiga tersangka pertama. Termasuk kemungkinan perubahan pasal ke arah dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan.

    “Nanti kita lihat perkembangannya, sekarang ini kami bisa menambah pasal. Aturannya memang seperti itu,” kata Zulkiefli, beberapa waktu lalu.

     

  • Nyaris Makan Korban Jiwa, Papan Proyek Revitalisasi Alun-Alun Probolinggo Ambruk

    Nyaris Makan Korban Jiwa, Papan Proyek Revitalisasi Alun-Alun Probolinggo Ambruk

    Probolinggo (beritajatim.com) – Insiden membahayakan kembali terjadi di lokasi revitalisasi Alun-Alun Kota Probolinggo. Sebuah papan proyek berukuran besar roboh dan menimpa seorang pengendara sepeda pada Sabtu (29/11/2025). Kejadian ini sontak mengundang perhatian publik karena lokasi proyek berada di ruang aktivitas warga yang sangat padat.

    Peristiwa terjadi saat seorang wanita paruh baya mengayuh sepedanya melintas di sisi area proyek. Secara tiba-tiba, papan proyek yang berdiri di atas penyangga kawat ambruk dan langsung menimpa tubuh korban. Dugaan sementara, kawat atau pengikat papan tersebut putus hingga menyebabkan konstruksi tidak mampu berdiri stabil.

    “Tiba-tiba saja jatuh. Kayaknya pengikatnya putus. Pas itu ada ibu-ibu lewat naik sepeda, jadi langsung tertimpa,” kata Sugeng, salah satu warga yang berada di lokasi kejadian. Warga yang melihat insiden tersebut langsung bergegas memberikan pertolongan.

    Korban mengalami luka ringan namun tampak syok akibat kejadian tersebut. Setelah ditolong warga, ia segera dievakuasi ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Kondisi ini menambah kekhawatiran masyarakat soal keamanan proyek yang berada tepat di pusat kota.

    Sejumlah warga menilai, insiden ini bisa saja menelan korban jiwa apabila terjadi pada jam yang lebih ramai. Mereka mendesak pihak pelaksana proyek lebih memperhatikan standar keselamatan, mulai dari pemasangan peringatan, pengamanan area kerja, hingga pemeriksaan rutin terhadap material yang berpotensi membahayakan pengguna jalan.

    Kritik juga datang dari legislatif. Anggota DPRD Kota Probolinggo dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Poniman, menegaskan bahwa kelalaian dalam pengamanan proyek tidak bisa ditoleransi. Menurutnya, kontraktor harus bertanggung jawab memastikan setiap elemen proyek yang berada dekat area publik bebas dari risiko kecelakaan.

    “Kontraktor harus benar-benar memastikan bahwa seluruh properti proyek, terutama yang berada di atas jalur lalu lintas, aman dan tidak membahayakan. Jangan sampai ada kejadian seperti ini lagi. Keselamatan warga adalah prioritas,” tegas Heri.

    Ia juga mendorong pemerintah kota melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen keselamatan proyek-proyek yang sedang berjalan, khususnya yang berada di pusat keramaian seperti alun-alun.

    Hingga berita ini diturunkan, pihak pelaksana proyek, pengawas lapangan, serta instansi terkait masih melakukan pengecekan dan meninjau ulang konstruksi papan serta struktur lain yang berpotensi membahayakan. Pemerintah kota diharapkan dapat memberikan keterangan resmi serta langkah konkret untuk memastikan kejadian serupa tidak kembali terulang.

    Insiden ini menjadi pengingat bahwa keselamatan publik harus menjadi aspek utama dalam setiap proyek pembangunan, terlebih di kawasan yang setiap hari dipadati aktivitas masyarakat. (ada/kun)

  • DPRD Nilai Pemkab Jember Hambat Aspirasi Pokir Masyarakat

    DPRD Nilai Pemkab Jember Hambat Aspirasi Pokir Masyarakat

    Jember (beritajatim.com) – DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, kesulitan memperjuangkan usulan dan aspirasi masyarakat yang diperoleh pada saat masa reses yang dituangkan dalam pokok-pokok pikiran (pokir).

    Mereka menilai Pemerintah Kabupaten Jember menghambat alokasi dan realisasi pokir tanpa alasan jelas. Kekecewaan para anggota parlemen ini ditumpahkan dalam rapat finalisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026, di ruang Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Jember, Jumat (28/11/2025) sore.

    “Paling tidak kami punya jawaban di masyarakat ketika itu tidak bisa direalisasikan. Apakah itu karena efisiensi, apakah karena apalah. Artinya kami tidak berandai-andai memberikan jawaban kepada masyarakat,” kata Mufid, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

    Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Jupriono mengatakan, kewenangan untuk merealisasikan pokir ada pada pemegang anggaran. “Ketika tidak terealisasi, saya yakin ada pertimbangan tertentu,” katanya.

    Selain itu, lanjut Jupriono, Pemkab Jember sangat berhati-hati dalam merealisasikan pokir. “Tapi bukan berarti kita menampik aspirasi masyarakat,” kata pria yang sebelumnya juga menjabat Pejabat Sekretaris Daerah Jember ini.

    Menurut Jupriono, Pemkab Jember sudah menginventarisasi usulan kebutuhan dari masyarakat melalui struktur di bawah sampai dengan 2029 kurang lebih Rp 1,2 triliun. “Itu tetap akan menjadi komitmen kami, melakukan simulasi anggaran agar semua terkover dengan baik,” katanya.

    Salah satu aspirasi masyarakat adalah perbaikan jalan. Minimnya APBD membuat Pemkab Jember mengusulkan perbaikan jalan kabupaten kepada Kementerian Pekerjaan Umum sebesar kurang lebih Rp 700-800 miliar.

    “Mudah-mudahan di 2026 ini ada, terus di 2027 juga akan selesai. Mudah-mudahan pada 2027 kita mendapat alokasi yang sangat besar, sehingga seluruh jalan kabupaten, bahkan jalan desa yang sudah diserahkan kepada Pemkab Jember akan bisa diperbaiki,” kata Jupriono.

    Penjelasan Tak Memuaskan
    Namun jawaban Jupriono ini tidak memuaskan Ketua Komisi B Candra Ary Fianto. “Ketika kami melakukan penyelarasan dengan organisasi perangkat daerah (OPD) dan mendalami kendala-kendala yang ada, antar OPD jawabannya tidak sama,” katanya.

    Menurut Candra, sejumlah alasan yang digunakan untuk tidak merealisasikan usulan masyarakat melalui pokir antara lain perubahan kode rekening anggaran, tidak ada lampu hijau dari aparat penegak hukum, dan tidak ada dalam kamus usulan. “Padahal ketika kami memasukkan usulan tersebut, itu sudah ada kamus usulannya. Kami pasti sudah berkomunikasi,” katanya.

    Candra memahami ada sejumlah prioritas bupati yang dialokasikan dalam APBD Jember. “Kami sebenarnya sudah mengikuti itu, namun pada proses eksekusinya baik pada tahun anggaran 2025 maupun 2026, penyampaian (alasan tidak direalisasikannya pokir) tidak sama,” kata politisi PDI Perjuangan ini.

    Candra sepakat efisiensi menjadi dalih tidak direalisasikannya sejumlah aspirasi masyarakat melalui pokir anggota DPRD Jember. Namun dia melihat ada kontradiksi dalam alokasi APBD Jember. “Hari ini coba kita cek anggaran di tiap OPD. Banyak sekali kegiatan fasilitasi yang kondisional,” katanya.

    “Coba hitung berapa kegiatan fasilitasi di banyak OPD. Hari ini bukan masa kampanye. Jadi enggak perlulah memfasilitasi hal-hal yang sifatnya program atau kegiatan. Itu kan membuang-buang anggaran juga sebenarnya,” kata Candra.

    Candra menuntut transparansi dari Pemkab Jember soal pokir. “Kalau toh memang ke depan kamus usulan tidak akan dilaksanakan, ya jangan dikeluarkan kamus usulan itu. Yang pasti-pasti saja,” katanya.

    Pokir Dilindungi Regulasi
    Ketua Fraksi PDI Perjuangan Edi Cahyo Purnomo mengingatkan, hak anggota parlemen untuk memperjuangkan usulan masyarakat melalui pokir dilindungi regulasi.

    Setidaknya ada tiga regulasi, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 yang mengatur pokir sebagai bagian dari proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, dan Permendagri Nomor 25 Tahun 2021 yang memperkuat posisi pokir dalam mekanisme perencanaan pembangunan daerah.

    Sebagian usulan mengenai perbaikan sekolah, menurut Purnomo, diperoleh setelah anggota DPRD Jember bertemu dengan guru dan keluarga mereka. “Mohon ini jadi perhatian juga bagi pemerintah, bagaimana pada 2026 Pejabat Sekda yang baru mendorong kepentingan-kepentingan ini,” katanya.

    Ketua Komisi C Ardi Pujo Prabowo mengingatkan, bahwa anggota Dewan memiliki fungsi penganggaran. “Tolong dengarkanlah usulan dari teman-teman. Jangan iya (setuju) di sini (dalam rapat bersama eksekutif dan legislatif), tapi tidak pernah ada realisasi sama sekali,” katanya.

    Ardi merasa reses yang dilaksanakan anggota DPRD Jember untuk menyerap aspirasi masyarakat pada akhirnya tidak berguna. “Akhirnya kalau kami mengundang orang, kami hanya ajak makan, ngomong program ini, program itu. Karena percuma, kami menampung aspirasi yang sesuai dengan regulasi pun, tidak pernah diterima (oleh Pemkab Jember),” katanya.

    Wakil Ketua DPRD Jember Widarto menyatakan, selama usulan anggota DPRD Jember sudah mengikuti prosedur dan aturan serta tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), maka tidak ada alasan untuk tidak dilaksanakan.

    “Tidak boleh di tengah jalan kemudian berubah atau hilang. Apalagi sudah diputuskan dalam Badan Anggaran dan rapat kerja komisi dengan OPD,” kata Widarto.

    Widarto berharap tidak ada lagi protes soal tidak dilaksanakannya pokir pada 2026. “Kami berharap tata kelola pemerintahannya dijaga dengan baik. Apa yang sudah menjadi kesepakatan di sini, kalau rapat ini dianggap resmi dan ada gunanya, harus dijalankan betul pada 2026 nanti,” katanya.

    Apalagi, menurut Widarto, berkali-kali Bupati Muhammad Fawait dalam forum-fiorum terbuka menegaskan komitmen untuk menjaga hubungan baik antara eksekutif dan legislatif. “Kami sampai hari ini sangat khusnuzon bahwa beliau adalah orang yang komit. Toh tujuannya sama-sama untuk rakyat,” katanya.

    Perlu Kebersamaan Eksekutif-Legislatif
    Kritik lebih keras meluncur dari Siswono, Sekretaris Komisi A dari Fraksi Gerindra. “Apa yang sudah didok (disahkan) di paripurna dan difinalisasi, ketika ada perubahan, itu adalah wujud pengingkaran terhadap aspirasi masyarakat,” katanya.

    “Tolong hak masyarakat yang disampaikan melalui kami saat reses harus ditindaklanjuti. Apalagi usulan itu sudah masuk SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah). Itu ada undang-undangnya, riil konstitusional,” katanya.

    Siswono mengharamkan perubahan dalam APBD Jember tanpa pembahasan ulang dengan DPRD Jember. “Komisi A tidak melakukan pembahasan karena khawatir zalim kepada masyarakat yang sudah kami wakili, yang aspirasinya yang sudah masuk dan diinput di SIPD,” katanya.

    Ketua DPRD Jember Ahmad Halim meminta birokrasi pemerintah daerah mengawal Bupati Muhammad Fawait agar tetap mengikuti regulasi dalam pembahasan dan pelaksanaan APBD. “Artinya saran, pendapat, katakan apa itu yang benar dan katakan itu kalau salah,” katanya.

    Halim mengingatkan perlunya kebersamaan antara eksekutif dan legislatif untuk saling mengingatkan. “Apa yang menjadi keputusan bersama untuk tetap bisa dilaksanakan, walaupun kami memahami bahwa kami adalah pejabat politik tidak mempunyai kemampuan teknis,” katanya.

    Menurut Halim, semua perubahan dan pergeseran anggaran hendaknya tercatat secara adninistratif dan ditandatangani bersama antara pejabat Pemkab Jember dan anggota Dewan. “Sehingga itu menjadi bukti dokumen ketika Anda menanyakan saat realisasi,” katanya.

    “Kita harus sama-sama introspeksi, terutama ketika implementasi kebijakan yang menyangkut kegiatan masyarakat, dan juga komitmen antara teman-teman DPRD dan eksekutif,” kata Halim. [wir]

  • Fraksi Gerindra Soroti Kekalahan Delta Tirta di Pengadilan: Direktur Utama Diingatkan Soal Etika Pelayanan Publik

    Fraksi Gerindra Soroti Kekalahan Delta Tirta di Pengadilan: Direktur Utama Diingatkan Soal Etika Pelayanan Publik

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Kekalahan Perumda Delta Tirta dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 994/PDT/2025/PT DKI, yang mewajibkan perusahaan membayar lebih dari Rp1,2 miliar kepada vendor, memicu reaksi keras dari Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sidoarjo, H. Ahmad Muzayin Safrial.

    “Fraksi Gerindra Kab. Sidoarjo menyebut putusan tersebut menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan kewajiban perusahaan daerah tidak dapat dianggap sebagai urusan administratif internal semata, melainkan berkaitan langsung dengan kepatuhan hukum dan etika penyelenggara layanan publik,” tulisnya melalui rilis yang diterima beritajatim.com, Jumat (28/11/2025).

    Dalam konteks itu, pernyataan Direktur Utama Delta Tirta, Dwi Hary Soeryadi, yang sebelumnya mengklaim bahwa proses reklasifikasi utang usaha meragukan telah sesuai standar akuntansi dan hukum, dinilai tidak etis oleh Fraksi Gerindra.

    Muzayin mengingatkan bahwa sebagai penyelenggara pelayanan publik, seorang direktur utama terikat pada ketentuan etik sebagaimana tercantum dalam Pasal 4, Pasal 17, dan Pasal 34 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Aturan tersebut mewajibkan pejabat memberikan informasi yang benar, tidak menyesatkan, transparan, serta menghormati proses hukum.

    “Kewajiban etis ini diperkuat dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dalam UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terutama asas kecermatan, keterbukaan, kepastian hukum, dan kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kewenangan,” tegasnya.

    Menurutnya, ketika direktur utama memberikan pernyataan sepihak mengenai kepatuhan hukum tanpa dokumen pendukung, terlebih saat perusahaan baru saja kalah di pengadilan, maka komunikasi tersebut dapat berpotensi melanggar kode etik pelayanan publik.

    Muzayin menjelaskan bahwa pelanggaran etika memiliki konsekuensi nyata. Berdasarkan UU 25/2009 serta ketentuan tata kelola BUMD dalam PP 54/2017, pejabat yang memberikan informasi tidak akurat atau menyesatkan dapat dikenai teguran, evaluasi kinerja, pembinaan, bahkan pemberhentian apabila mengakibatkan kerugian publik atau merusak kepercayaan masyarakat.

    Selain itu, tindakan yang tidak cermat atau melanggar asas kepastian hukum berpotensi dikategorikan sebagai maladministrasi dan menjadi objek pemeriksaan Ombudsman. Jika kemudian menimbulkan kerugian keuangan, keputusan tersebut juga bisa berimplikasi pada tanggung jawab pribadi pejabat terkait.

    Fraksi Gerindra menegaskan bahwa penghapusan utang usaha meragukan, terutama terhadap vendor yang dianggap tidak merespons, tidak bisa dilakukan sepihak tanpa dasar legal formal yang kuat. Ia menyoroti bahwa dalam hukum administrasi negara, diamnya pihak lain tidak dapat menjadi dasar penghapusan hak tagih.

    Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Delta Tirta tetap berkewajiban membayar barang yang telah diterima sejak 2015, menurutnya, semakin memperjelas bahwa kewajiban hukum tidak bisa hilang hanya melalui penataan akuntansi internal.

    “Saya menilai bahwa pernyataan direktur utama tentang reklasifikasi justru memperlihatkan kurangnya kehati-hatian dalam komunikasi publik,” tukasnya.

    Ia menilai bahwa dalam kondisi perusahaan baru saja menerima putusan pengadilan yang merugikan, pejabat publik seharusnya menunjukkan sikap hormat terhadap proses hukum, bukan membentuk opini publik seolah-olah seluruh proses internal perusahaan telah sempurna.

    Fraksi Gerindra meminta Delta Tirta membuka seluruh dokumen pendukung reklasifikasi untuk diperiksa secara menyeluruh, mulai dari bukti transaksi, korespondensi dengan vendor, catatan hukum, hingga dasar keputusan manajemen.

    Menurut Muzayin, transparansi penuh sangat penting agar pembenahan tata kelola BUMD berjalan berdasarkan prinsip hukum dan etika publik, bukan sekadar narasi pembenaran internal.

    “Sebagai penyelenggara layanan air minum, Delta Tirta harus menjaga integritas publik, bukan hanya membangun citra kelembagaan,” tegasnya. [isa/beq]

  • Andre Rosiade Salurkan Bantuan ke Korban Bencana Alam di Padang

    Andre Rosiade Salurkan Bantuan ke Korban Bencana Alam di Padang

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menyalurkan bantuan untuk korban pengungsi banjir dan longsor di Sumatera Barat. Bantuan tersebut diharapkan mampu meringankan beban para korban.

    Adapun penyaluran bantuan itu dilakukan saat Andre meninjau tujuh titik banjir dan longsor di Kota Padang, Kamis (27/11/2025). Di lokasi-lokasi pengungsian, Andre membagikan ribuan nasi bungkus dan bantuan tunai kepada warga yang terdampak.

    Turut hadir dalam kegiatan itu, Wali Kota Padang Fadly Amran, Wakil Wali Kota Maigus Nasir, anggota DPRD Sumbar Verry Mulyadi, Wakil Ketua DPRD Kota Padang Mastilizal Aye, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Padang Wahyu Hidayat, serta sejumlah tokoh masyarakat.

    Di setiap titik, Andre langsung menyalurkan nasi bungkus kepada warga yang mengaku kesulitan mendapatkan makanan. Dia juga memberikan bantuan tunai Rp 5 juta per lokasi.

    “Hari ini kita turun melihat langsung dan berdialog dengan para korban bencana. Kami turut berduka atas musibah ini. Bagi warga di pengungsian, mohon sabar dan ikuti instruksi Pemko Padang,” kata Andre dalam keterangannya, Jumat (28/11/2025).

    Di kawasan itu, Andre meninjau satu kompleks berisi sekitar 40 rumah yang masih terendam. Didampingi Camat Nanggalo Amrizal Rengganis, dia meminta Fraksi Gerindra DPRD Padang menurunkan alat berat untuk mengangkat kayu yang menghambat aliran air.

    Di Pulau Terlena, Kampung Lapai, Andre kembali menyalurkan nasi bungkus dan memberi semangat kepada seorang ibu hamil di pos pengungsian.

    “Kita semua harus sabar dan tetap bersemangat,” tuturnya.

    “Beberapa alat HK sudah turun di titik banjir dan longsor di Sumbar. Nanti akan ditambah untuk Padang,” katanya.

    Camat Fizlan kemudian membawa Andre meninjau lokasi lain seperti Gaduang, KPIK, serta perumahan Lumin Park di Lubuk Minturun yang diterjang banjir bandang hingga menelan lima korban jiwa.

    Kunjungan berlanjut ke dua titik pengungsian di Sungai Lareh Koto Tangah, yakni BPSPL Padang dan Masjid Nurul Falah.

    “Kami akan terus memberikan bantuan kepada warga terdampak banjir dan longsor ini,” tutur Andre.

    Sementara itu, Fadly Amran mengapresiasi bantuan dan kepedulian Andre. Menurutnya, bantuan yang diberikan bisa memberikan manfaat bagi para korban bencana alam.

    “Terima kasih atas kedatangan dan bantuannya. Kami berharap Bang Andre dapat membantu mendatangkan alat berat untuk percepatan perbaikan intake PDAM dan dukungan lainnya dari pusat,” tutup Fadly.

    (ega/ega)

  • Pengesahan APBD 2026, Ketua DPRD Klungkung Tekankan Efisiensi dan Pengawasan

    Pengesahan APBD 2026, Ketua DPRD Klungkung Tekankan Efisiensi dan Pengawasan

    Klungkung: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Klungkung menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026. Keputusan strategis ini diambil dalam Rapat Paripurna.

    Dalam rapat yang dihadiri Bupati I Made Satria dan jajaran Forkopimda tersebut, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom berhasil membawa seluruh fraksi mencapai kata sepakat tepat waktu.

    Usai mengetok palu pengesahan, politisi senior PDI Perjuangan ini mengingatkan bahwa persetujuan anggaran tersebut, khususnya terkait skema pinjaman daerah, harus disertai dengan catatan pengawasan yang serius.

    “Persetujuan APBD 2026 ini kami ambil demi menjaga kesinambungan pembangunan infrastruktur yang mendesak bagi masyarakat,” kata Anak Agung Gde Anom.

    Dia mengingatka Pemda Klungkung semua dana yang bersumber dari pinjaman daerah harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian. “Kami di legislatif tidak akan segan melakukan evaluasi ketat jika penggunaannya melenceng dari target produktif atau sekadar habis untuk kegiatan seremonial,” ujarnya.

    Peringatan dari pimpinan dewan ini beralasan, mengingat struktur APBD 2026 menghadapi tantangan defisit yang cukup lebar. Pendapatan Daerah dirancang sebesar Rp1,48 triliun, sedangkan Belanja Daerah melonjak hingga Rp2,05 triliun.

    Untuk menutup celah tersebut, DPRD menyetujui langkah pembiayaan melalui Pinjaman Daerah (PT SMI) sebesar Rp229 miliar dan penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp351 miliar.

    Bupati Klungkung, I Made Satria, menyambut baik keputusan pimpinan dewan tersebut. Dalam pendapat akhirnya, Bupati menyampaikan apresiasi atas dukungan DPRD yang telah menyetujui opsi pinjaman daerah sebagai solusi percepatan pembangunan.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Klungkung yang telah membahas dan menyetujui Pinjaman Daerah. Persetujuan ini saya nilai sebagai wujud dukungan kepada kami dalam upaya percepatan pembangunan,” kata Bupati Satria.

    Jalannya rapat paripurna juga diwarnai sejumlah masukan yang diakomodasi pimpinan sidang. Fraksi Partai Gerindra menyoroti perlunya efisiensi anggaran dengan mengevaluasi kegiatan seremonial seperti festival, serta proyek lampu penerangan jalan agar tidak membebani biaya tambahan.

    Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan menekankan pentingnya penerapan kebijakan pariwisata yang berbasis lingkungan hidup dan berkelanjutan.

    Dokumen APBD yang telah disahkan ini selanjutnya akan segera diserahkan kepada Gubernur Bali untuk proses evaluasi dalam kurun waktu tiga hari ke depan.

    Klungkung: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Klungkung menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026. Keputusan strategis ini diambil dalam Rapat Paripurna.
     
    Dalam rapat yang dihadiri Bupati I Made Satria dan jajaran Forkopimda tersebut, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom berhasil membawa seluruh fraksi mencapai kata sepakat tepat waktu.
     
    Usai mengetok palu pengesahan, politisi senior PDI Perjuangan ini mengingatkan bahwa persetujuan anggaran tersebut, khususnya terkait skema pinjaman daerah, harus disertai dengan catatan pengawasan yang serius.

    “Persetujuan APBD 2026 ini kami ambil demi menjaga kesinambungan pembangunan infrastruktur yang mendesak bagi masyarakat,” kata Anak Agung Gde Anom.
     
    Dia mengingatka Pemda Klungkung semua dana yang bersumber dari pinjaman daerah harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian. “Kami di legislatif tidak akan segan melakukan evaluasi ketat jika penggunaannya melenceng dari target produktif atau sekadar habis untuk kegiatan seremonial,” ujarnya.
     
    Peringatan dari pimpinan dewan ini beralasan, mengingat struktur APBD 2026 menghadapi tantangan defisit yang cukup lebar. Pendapatan Daerah dirancang sebesar Rp1,48 triliun, sedangkan Belanja Daerah melonjak hingga Rp2,05 triliun.
     
    Untuk menutup celah tersebut, DPRD menyetujui langkah pembiayaan melalui Pinjaman Daerah (PT SMI) sebesar Rp229 miliar dan penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp351 miliar.
     
    Bupati Klungkung, I Made Satria, menyambut baik keputusan pimpinan dewan tersebut. Dalam pendapat akhirnya, Bupati menyampaikan apresiasi atas dukungan DPRD yang telah menyetujui opsi pinjaman daerah sebagai solusi percepatan pembangunan.
     
    “Saya mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Klungkung yang telah membahas dan menyetujui Pinjaman Daerah. Persetujuan ini saya nilai sebagai wujud dukungan kepada kami dalam upaya percepatan pembangunan,” kata Bupati Satria.
     
    Jalannya rapat paripurna juga diwarnai sejumlah masukan yang diakomodasi pimpinan sidang. Fraksi Partai Gerindra menyoroti perlunya efisiensi anggaran dengan mengevaluasi kegiatan seremonial seperti festival, serta proyek lampu penerangan jalan agar tidak membebani biaya tambahan.
     
    Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan menekankan pentingnya penerapan kebijakan pariwisata yang berbasis lingkungan hidup dan berkelanjutan.
     
    Dokumen APBD yang telah disahkan ini selanjutnya akan segera diserahkan kepada Gubernur Bali untuk proses evaluasi dalam kurun waktu tiga hari ke depan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (FZN)