Kementrian Lembaga: Fraksi Gerindra

  • Ketua Fraksi Gerindra DPR Klaim RAPBN 2026 Ekspansif dan Realistis

    Ketua Fraksi Gerindra DPR Klaim RAPBN 2026 Ekspansif dan Realistis

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono mengklaim arsitektur RAPBN 2026 merupakan wujud nyata keberpihakan pemerintah kepada rakyat. 

    Budisatrio mengatakan delapan agenda prioritas nasional yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto mencerminkan bagaimana anggaran disusun untuk menjawab kebutuhan dasar masyarakat. 

    Adapun ke-8 agenda prioritas tersebut antara lain, ketahanan pangan, energi, program MBG, peningkatan kualitas pendidikan, akses kesehatan, penguatan koperasi desa, pertahanan semesta, serta percepatan investasi dan perdagangan global.

    “RAPBN 2026 merupakan rancangan anggaran perdana di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Di dalamnya tercermin agenda prioritas yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk tujuan pemerataan, hingga perlindungan bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan,” ujar Budisatrio, dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/8/2025).

    Lebih lanjut, Budisatrio menyoroti kerangka RAPBN 2026 yang menetapkan belanja negara sebesar Rp3.786,5 triliun dan pendapatan negara Rp3.147,7 triliun, dengan defisit terjaga pada 2,48% dari PDB. Menurutnya, desain fiskal tersebut ekspansif namun tetap realistis dan rasional.

    Budisatrio menjelaskan, RAPBN 2026 disusun dengan visi besar yang realistis dan terukur. Untuk mencapai target tersebut, penerimaan perpajakan dan PNBP perlu diperkuat melalui digitalisasi serta penguatan tata kelola. 

    “Di sisi lain, APBN harus dikelola secara akuntabel dengan menekan potensi kebocoran anggaran serta meningkatkan efisiensi belanja, sehingga setiap rupiah benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” papar Budisatrio.

    Sebagai partai pendukung pemerintah, lanjutnya, Gerindra berkomitmen untuk mengawal pembahasan RAPBN 2026 di Badan Anggaran. Fokusnya adalah memastikan delapan agenda prioritas yang disampaikan Presiden dapat dituangkan secara konsisten dalam postur anggaran yang efisien dan tepat sasaran.

    “Karena itu, Fraksi Partai Gerindra berkomitmen untuk terus mengawal pembahasan RAPBN 2026 di Banggar, agar agenda prioritas yang telah disampaikan Presiden Prabowo benar-benar diterjemahkan secara konsisten di dalam UU APBN 2026,” tambahnya.

  • DPRD Situbondo desak Satgas Pangan sidak peredaran gula rafinasi

    DPRD Situbondo desak Satgas Pangan sidak peredaran gula rafinasi

    Kami mendesak Satgas Pangan melakukan sidak ke toko-toko modern maupun di pasaran untuk sidak gula rafinasi yang dijual bebas

    Situbondo (ANTARA) – Komisi II DPRD Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mendesak Satgas Pangan setempat melakukan inspeksi mendadak (sidak) peredaran gula rafinasi di daerah itu seiring dengan tidak laku terjual dan menumpuknya gula petani di pabrik gula.

    “Kami mendesak Satgas Pangan bertindak melakukan sidak ke toko-toko modern maupun di pasaran untuk sidak gula rafinasi yang dijual bebas. Dugaan kuat kami gula petani tidak laku ya karena gula rafinasi dijual bebas di pasaran,” kata Ketua Komisi II DPRD Situbondo Jainur Ridho di Situbondo, Jumat.

    Ia mengemukakan Komisi II DPRD Situbondo bersama dengan beberapa general manager pabrik gula serta perwakilan Asosiasi Petani Tebu Rakyat atau APTR setempat berkunjung ke PT Sinergi Gula Nusantara (SGN).

    Kedatangannya ke PT SGN (yang membawahi pabrik gula), lanjut Jainur, untuk memastikan nasib para petani tebu yang sejak sebulan lebih belum menerima pembayaran hasil panen tebu mereka.

    “Petani tebu ini setelah panen membutuhkan biaya garap lagi, bagaimana mereka mau menggarap tanaman tebunya kalau hasil panen belum dibayar oleh pabrik gula?” ucap Anggota DPRD Situbondo dari Fraksi Gerindra itu.

    Jainur menceritakan saat bertemu dengan Wakil Direktur PT SGN juga meminta segera mencari dana talangan untuk pembayaran hasil panen petani.

    “Informasi Danantara yang akan menggelontorkan dana sampai sekarang belum jelas, buktinya petani belum terima hak mereka dari pabrik gula,” katanya.

    Sebelumnya, Manajemen Pabrik Gula (PG) Assembagoes, Kabupaten Situbondo mencatat sekitar 5.000 ton gula pasir petani di wilayah itu belum terjual ke pedagang sejak sebulan terakhir.

    General Manager PG Assembagoes Situbondo Mulyono menjelaskan bahwa selama lebih empat periode (per minggu) atau sekitar satu bulan ini gula pasir sebanyak 5.000 ton itu tersimpan di gudang pabrik gula.

    “Karena gula pasir belum terjual ke pedagang, selama lebih dari empat periode ini kami belum melakukan pembayaran kepada petani yang tebunya digiling di PG Assembagoes,” ujarnya.

    Mulyono merinci setiap periode atau per minggu produksi gula di pabrik gula tersebut sekitar 1.200 ton, sehingga total gula petani dalam empat periode yang belum laku terjual dan menumpuk di gudang PG Assembagoes mencapai lebih dari 5.000 ton.

    “Gula petani belum laku terjual ini tidak hanya di PG Assembagoes, tapi di pabrik gula lain juga sama,” katanya.

    Pewarta: Novi Husdinariyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gerindra Tak Bela Sudewo? Pansus Temukan 12 “Dosa” Dugaan Pelanggaran Bupati Pati, Dasco: Pemakzulan On The Track

    Gerindra Tak Bela Sudewo? Pansus Temukan 12 “Dosa” Dugaan Pelanggaran Bupati Pati, Dasco: Pemakzulan On The Track

    Selain itu, ada laporan pemberhentian 220 pegawai secara sepihak tanpa pesangon, bahkan bagi yang telah bekerja hingga 20 tahun.

    “Ada 220 orang yang diberhentikan secara sepihak ya, tanpa ada pesangon, ada yang 20 tahun bekerja tanpa ada pesangon itu banyak itu,” kata Joni.

    Pansus juga mencatat dugaan rotasi jabatan yang tidak jelas, termasuk pejabat yang kehilangan jabatan tanpa alasan resmi.

    Setidaknya ada 12 “dosa” Bupati Pati Sudewo yang telah dirangkum Pansus Hak Angket. Jadi, bukan hanya pada kebijakannya menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) 250 persen.

    Kebijakan yang memicu reaksi publik itu hanya jalan masuk untuk membuka borok Pemkab Pati yang lebih besar.

    “Jadi entri masuknya demo itu ya PBB sama pajak 10 persen untuk PKL,” jelasnya.

    Dalam rapat kali ini, Pansus mengundang tim ahli akademisi, tim ahli pemerintahan, serta perwakilan korban PHK sepihak untuk memberikan keterangan.

    Tanggapan Dasco

    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut langkah yang diambil DPRD Pati menggulirkan hak angket dan membentuk panitia khusus (pansus) untuk memakzulkan Bupati Pati Sudewo, sudah tepat.

    “Ya kita lihat kan sudah dilakukan proses-proses yang menurut saya sudah on the track dilakukan oleh DPRD Pati,” ujar Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2025).

    Dia memastikan akan terus memonitor perkembangan upaya DPRD Pati terhadap kader Gerindra itu.

    “Dan kita hormati proses-proses itu sesuai dengan mekanisme yang ada, dan kita akan monitor perkembangannya,” imbuhnya.

    Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Bahtra Banong menegaskan, Pansus Hak Angket DPRD Kabupaten Pati dapat menjadi tempat bagi Bupati Pati Sudewo menyampaikan klarifikasinya.

  • 10
                    
                        Tangis Eks Karyawan RSUD Soewondo di Hadapan Pansus Pemakzulan Bupati Pati: 20 Tahun Kerja, Tersingkir karena Tes
                        Regional

    10 Tangis Eks Karyawan RSUD Soewondo di Hadapan Pansus Pemakzulan Bupati Pati: 20 Tahun Kerja, Tersingkir karena Tes Regional

    Tangis Eks Karyawan RSUD Soewondo di Hadapan Pansus Pemakzulan Bupati Pati: 20 Tahun Kerja, Tersingkir karena Tes
    Tim Redaksi
    PATI, KOMPAS.com
    – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati mulai memproses tuntutan masyarakat dengan mengundang sejumlah pihak, termasuk perwakilan eks karyawan RSUD dr. Soewondo Pati.
    Siti Masruhah, salah satu eks karyawan, menangis saat menceritakan kisahnya. Ia mengaku diberhentikan setelah gagal mengikuti tes seleksi karyawan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
    Ia mengklaim, peserta yang mencontek dan mendapat lembar ujian baru justru dinyatakan lolos.
    Sementara dirinya—yang sudah bekerja 20 tahun—tidak lolos dan tidak pernah diberitahu nilai akhir tes.
    “(Alasannya) efisiensi anggaran. Di situ ada tes, tes seleksi karyawan BLUD tidak tetap, menjadi karyawan BLUD tetap. Cuman di situ saya tadi sudah terangkan. Saya itu, karena tidak sesuai menurut saya gitu kan. Intinya saya itu masih dongkol. Kenapa seperti ini sih tesnya,” kata Siti usai rapat, Kamis (14/8/2025).
    Setelah tidak lagi bekerja di RSUD, Siti mencari pekerjaan lain. Namun, ia mengaku kembali kehilangan pekerjaan setelah meluapkan unek-uneknya lewat siaran langsung di media sosial yang kemudian viral.
    Alasannya, menurut Siti, bos di tempat kerjanya yang baru merupakan orang dekat Bupati Pati, Sudewo.
    “Saya sampai sekarang sudah enggak kembali ke sana. Saya enggak berani ambil gaji karena kondisi saya sekarang seperti ini. Sudah itu saya hidup di rumah cuma sendiri karena suami saya juga bekerja di Semarang,” ujarnya.
    Meski kecewa, perempuan berusia 47 tahun itu berharap bisa kembali bekerja di RSUD dr. Soewondo Pati.
    “Harapannya kami kalau bisa kembali lagi di Suwondo karena dengan usia saya yang sudah segini saya enggak mungkin lagi bisa diterima dengan perusahaan-perusahaan lain,” harapnya.
    Menurut Siti, ia bukan satu-satunya korban. Lebih dari 200 eks karyawan RSUD dr. Soewondo mengalami nasib serupa akibat kebijakan Bupati Sudewo.
    DPRD Pati menyepakati hak angket dan membentuk panitia khusus pemakzulan Bupati Patu Sudewo, Rabu (13/8/2025), sebagai respons unjuk rasa warga yang menuntut Sudewo mundur dari jabatannya.
    Salah satu yang mengusulkan hak angket pemakzulan adalah Fraksi Partai Gerindra yang juga merupakan partai dari Sudewo.
    Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, mengatakan, usulan hak angket tersebut telah memenuhi syarat secara formal.
    ”Ini rapat dengan momen yang sangat penting. Keputusan diambil sesuai tahapan yang berlaku. Kita menyetujui penjadwalan dan usulan angket,” ujar Ali.
    Demo besar-besaran kemarin dipicu kebijakan Bupati Sudewo yang menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 250 persen.
    Sudewo juga sempat menantang warga Pati yang tak terima dengan kenaikan itu untuk demo besar-besaran.
    Belakangan, Sudewo sudah meminta maaf soal pernyataannya itu serta membatalkan kenaikan PBB. Namun, massa tetap menggelar demonstrasi.
    Aksi demonstrasi itu berujung ricuh setelah massa melempari kantor bupati dengan gelas, botol plastik, dan batu.
    Baliho bupati dirobek, kaca kantor pecah, dan gerbang pendapa nyaris roboh. Massa juga membakar mobil provos milik Polres Grobogan.
    Polisi membalas dengan tembakan gas air mata dan penyemprotan water cannon untuk membubarkan massa, yang memicu puluhan korban luka dan sesak napas.
    Belasan orang yang dianggap sebagai provokator kerusuhan akhirnya ditangkap.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Pesan dari Pati untuk Indonesia
                        Nasional

    7 Pesan dari Pati untuk Indonesia Nasional

    Pesan dari Pati untuk Indonesia
    Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.
    Entah apa yang merasukimu hingga kau tega mengkhianati rakyatmu. Lengserkan Sudewo.
    TULISAN
    besar yang terpampang di spanduk yang dibawa pengunjuk rasa di Pati, Jawa Tengah, 13 Agustus 2025, tidak sekadar menyuarakan kekesalan warga Pati, Jawa Tengah, terhadap Bupatinya Sudewo.
    Aksi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu yang diperkirakan mencapai lebih dari 50.000 orang – sesuai dengan tantangan Sudewo sebelumnya – menjadi tumpahan kemuakan warga Pati yang selama ini terpendam.
    Aksi solidaritas yang terbangun secara spontan berhasil mengumpulkan logistik untuk keperluan para pengunjuk rasa.
    Mulai dari air mineral, roti hingga buah pisang disumbangkan sukarela oleh warga. Timbunan logistik tersebut memenuhi jalanan di depan Kantor Bupati Pati.
    Bahkan ada Paijan, pengemudi angkutan bajaj dari Jakarta yang rela menempuh perjalanan 12 jam dari Ibu Kota ke Pati hanya untuk menyumbang air minum dalam kemasan demi simpatinya untuk warga Pati.
    Wiharto, petani dari daerah Gunungsari, Pati, rela menyerahkan satu mini truk berisi buah pisang hasil panennya untuk para pengunjuk rasa (
    Cnnindonesia.com
    , 13 Agustus 2025).
    Kibaran bendera “One Piece” juga ikut dibentangkan para pendemo di Pati. Tentu saja di mata para pengibar, bendera “One Piece” sebagai perwujudan terjadinya kemunafikan, kejahatan serta tipu muslihat penguasa.
    Tidak saja dengan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang luar biasa, ternyata warga Pati juga mempersoalkan sulitnya mendapatkan pekerjaan di kampungnya sendiri.
    Pemutusan hubungan kerja tenaga Kesehatan di RSUD RAA Soewondo yang semena-mena, penerapan lima hari masa sekolah tanpa kajian dan tanpa mendengar masukan dari pemangku kepentingan, serta janji-janji kampanye yang tidak terlaksana menjadi daftar “dosa” Sudewo yang selalu diingat warga Pati.
    Demonstasi terbesar yang baru terjadi di Pati itu memang berhasil menundukkan keangkuhan seorang Sudewo.
    Permintaan maaf dan pencabutan aturan kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen yang dilakukan Sudewo ternyata belum cukup di mata warga.
    Para pengunjuk rasa juga berhasil memaksa dan meyakinkan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Pati untuk segera bersidang dan menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) pemakzulan Sudewo sebagai bupati.
    Menariknya, Fraksi Partai Gerindra bersama partai-partai pengusung Sudewo di DPRD Pati seperti PKB dan Nasdem ikut menyetujui pembentukan Pansus pemakzulan Sudewo.
    Walaupun proses pemakzulan di DPRD memerlukan waktu, tapi setidaknya perjuangan warga Pati menjadi “inspirasi” dari cara serta pilihan penyaluran keresahan warga di berbagai daerah yang mengalami persoalan yang sama.
    Ada pesan-pesan keresahan dari rakyat di belahan Tanah Air manapun yang merasa telah “menitipkan” perjuangan pada warga Pati.
    Perjuangan warga Pati seakan ikut “menyuarakan” kesumpekkan warga di manapun yang kini tengah mengalami kekecewaan dengan “Sudewo-Sudewo” lain.
    Warga Kota Malang, Jawa Timur pun sedang kesal. Beberapa waktu lalu, karnaval di Mulyorejo, Sukun, Kota Malang, diwarnai kericuhan antara warga dan peserta karnaval akibat suara
    sound system
    yang terlalu keras, mengganggu warga yang sedang sakit.
    Warga Kota Malang mengaku kecewa dengan sikap aparat yang abai terhadap kenyamanan warga yang telah membayar pajak selama ini.
    Kenaikan PBB-P2 usai disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dari 0,055 menjadi 0,2 persen atau hampir 4 kali lipat pasti akan memberatkan warga (
    Ketik.com
    , 13 Agustus 2025).
    Warga Kota Cirebon yang terinspirasi dengan langkah perjuangan warga Pati, juga berencana turun ke jalan mengingat
    PBB juga melonjak hingga 1.000 persen.
    Kenaikan “yang gila-gilaan” tersebut merujuk Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi. Paguyuban Pelangi Cirebon menilai kebijakan itu sangat memberatkan masyarakat dan tidak masuk akal.
    Di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah warga juga dikagetkan dengan kenaikan PBB hingga 400 persen. Warga Kecamatan Ambarawa yang bisanya membayar pajak PBB Rp 160.000 di tahun kemarin, kini melonjak menjadi Rp 872.000 (
    Detik.com,
    12 Agustus 2025).
    Sementara di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, warga melakukan “perlawanan” saat membayar tagihan PBB-P2 yang melonjak dengan menggunakan uang koin.
    Sengaja pembayar pajak memperlihatkan upayanya menggunakan uang tabungan milik anaknya untuk membayar pajak Rp 1,2 juta dari sebelumnya yang Rp 300.000 di Kantor Bapenda Jombang (
    Kompas.com
    , 12/08/2025).
    Aksi-aksi penolakan pembayaran kenaikan pajak diperkirakan akan masif terjadi di berbagai daerah. Gerakan perlawanan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu harus diakui menjadi “pemantik” dari perlawanan lokal terhadap kebijakan kenaikan pajak yang tidak bijak.
    Bisa dibayangkan di saat rakyat tengah gunda gulana karena kesulitan mencari lapangan pekerjaan di tengah semakin maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), semakin tingginya angka kriminalitas akibat pengangguran; timpangan penghasilan yang menimbulkan kecemburuan sosial; harga sembako yang semakin menggila dengan takaran yang rawan disalahgunakan; korupsi yang semakin merajalela setelah sebelumnya ramai dengan kejadian pemblokiran tabungan oleh PPATK dan kontroversi perampasan tanah, maka kenaikan pajak menjadi klimaks dari kejengahan rakyat terhadap kepengapan saat ini.
    Saya khawatir jika Presiden Prabowo Subianto dan para pembantunya tidak tepat dalam mengambil langkah antisipatif dan pengambilan keputusan, aksi demonstrasi besar di Pati akan berlanjut dan terus bermunculan di berbagai daerah.
    Kejadian Pati, Cirebon, Semarang, Jombang dan daerah lain adalah miniatur dalam skala kecil seperti fenomena “Arab Spring”.
    Fenomena jatuhnya pemerintahan akibat
    Arab Spring
    seperti rangkaian peristiwa revolusi dan protes yang terjadi di negara-negara Arab pada awal tahun 2010-an.
    Protes yang bermula dari aksi bakar diri Mohamed Bouazizi di Tunisia menjadi pemicu awal gelombang protes di seluruh wilayah Tunisia.
    Akibatnya, Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali berhasil ditumbangkan setelah berkuasa selama lebih dari dua dekade.
    Dari Tunisia, gelombang protes terus menjalar ke negara-negara Arab lainnya menuntut perubahan politik dan sosial, termasuk demokrasi, hak asasi manusia, dan perbaikan ekonomi.
    Beberapa pemerintahan seperti di Mesir, Libya, Yaman dan Suriah berhasil digulingkan sebagai akibat dari gelombang protes ini, sementara yang lain mengalami perubahan signifikan dalam sistem politik.
    Sebagai Presiden, Prabowo harus meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk tidak “ngotot” memperlakukan rakyat sebagai sapi perahan pajak.
    Kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Prabowo harus menegaskan kembali tugas pokok dan fungsinya untuk mengawasi pemerintahan daerah.
    Keberadaan dua wakil menteri di Kementerian Dalam Negeri harusnya mempunyai fungsi dan tugas yang terukur.
    Pelaksanaan retreat kepala daerah yang memakan biaya besar ternyata tidak berdampak pada pola pikir kepala daerah. 
    Kepada Kepolisian dan aparat TNI, Prabowo sebaiknya memerintahkan untuk tetap mengedepankan langkah humanis nir kekerasan dalam mengatasi aksi-aksi unjuk rasa.
    Para pengunjuk rasa bukanlah musuh negara. Mereka tengah memperjuangkan perutnya, kehidupannya agar terus hidup di tengah kesulitan hidup yang semakin berat.
    Dan terakhir selaku Ketua Umum Partai Gerindra tempat afiliasi politik Bupati Pati Sudewo, dibutuhkan sikap Prabowo untuk mendorong partainya mendukung pemakzulan yang dikehendaki rakyat Pati.
    Upaya menjaga nama baik Gerindra di mata pemilih tidak boleh kalah karena ulah seorang Sudewo. Harga Gerindra terlalu mahal bagi kepongahan Sudewo.
    Bisa jadi pembelajaran dari Pati menjadi titik awal Prabowo untuk melakukan
    reshuffle
    terhadap kabinetnya.
    Isi kabinet pemerintahan sekarang terlalu gemoy dan kerap membuat gaduh yang tidak perlu serta hanya mendegradasi komitmen Prabowo dalam upaya mensejahterakan rakyat.
    Tanah subur tapi hidup tak makmur

    Di neg’riku Indonesia

    Tambang emas, intan permata

    Tapi entah siapa yang punya

    Kerja berat, peras k’ringat, banting tulang

    Pontang-panting dari berdiri sampai nungging

    Tapi mengapa masih banyak rakyat miskin?

    Apa harus budi daya kalajengking?
    – (Lirik lagu “Kalajengking” oleh Pujiono)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tersandung Korupsi Kereta Api di Sulsel, Bupati Pati Sudewo Diduga Terima Commitment Fee Rp3 Miliar

    Tersandung Korupsi Kereta Api di Sulsel, Bupati Pati Sudewo Diduga Terima Commitment Fee Rp3 Miliar

    FAJAR.CO.ID — Proyek pembangunan jalur kereta api di sejumlah wilayah, termasuk jalur Makassar-Parepare di Sulsel menjadi bancakan korupsi. Sudewo yang saat ini menjabat bupati Pati, juga ikut tersandung dugaan korupsi proyek jalur kereta api.

    Kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api yang ikut menyeret nama Sudewo, ketika dia masih menjabat anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan pernah menyita uang senilai Rp3 miliar dari rumah Sudewo.

    Uang Rp3 miliar yang disita dari rumah Sudewo diduga aliran dana commitment fee terkait proyek jalur kereta api.

    “Ya, benar. Saudara SDW (Sudewo) salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta,” beber Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).

    Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api Makassar-Parepare di Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

    Korupsi yang terjadi pada proyek jalur kereta api ini, diduga dengan membuat pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

    Pihak yang berhasil memuluskan pemenang tender proyek yang telah direkayasa itu diduga menerima commitment fee.

  • KPK Urai Benang Kusut Kasus Korupsi CSR BI OJK

    KPK Urai Benang Kusut Kasus Korupsi CSR BI OJK

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mengurai kasus CSR BI-OJK. Mulai dari motif mengalirnya dana CSR ke BI-OJK hingga lobi-lobi apa yang terjadi dibalik kasus ini atau hanya gratifikasi.

    Sejak tahun lalu, KPK mencari alat bukti terkait penyalahgunaan dana CSR BI-OJK. KPK juga sudah menggeledah adalah miliki Gubernur BI Perry Warjiyo dan sejumlah ruangan lain di kantor Bank Indonesia Jalan MH Thamrin.

    Adapun CSR seharusnya diberikan untuk kegiatan sosial di masyarakat. Namun, hingga saat ini, KPK menemukan bahwa dana tersebut mengalir ke anggota DPR melalui yayasan, sehingga muncul dugaan terkait penyalahgunaan CSR Bank Indonesia yang disalurkan.

    KPK menyatakan apabila dana tersebut disalurkan dengan benar, maka hal tersebut tidak dipermasalahkan. Sebab, saat CSR diberikan oleh suatu institusi, tetapi bukan untuk peruntukannya, maka di situ letak dugaan korupsinya.

    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menegaskan bahwa penyidik tetap mengusut tuntas perkara dugaan korupsi CSR BI dan OJK ini. Hingga saat ini, KPK mencatatkan ada 2 anggota DPR yakni terlibat yakni dari Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra.

    Selain dugaan korups berupa penerimaan gratifikasi terkait dengan pengelolaan dana CSR BI dan OJK, lembaga antirasuah juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kasus tersebut.

    Dua orang itu ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No.52 dan No.53, dan diterbitkan pada. Sebelumnya, kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan per Desember 2024.

    Adapun dua orang tersebut adalah Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra. “Penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST anggota Komisi XI periode 2019-2024,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Pada keterangan sebelumnya, Asep menyebut lembaganya juga tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak lainnya termasuk dari pihak BI, OJK, maupun anggota DPR lainnya. Namun, hingga saat ini, KPK masih mendalami kasus ini.

    “Sedang kita dalami masing-masing. Yang sudah ada, sudah firm itu dua [tersangka] seperti itu. Yang lainnya kita akan dalami,” terang Asep.

    Lembaga antirasuah sebelumnya menduga terdapat modus penyelewengan hingga pertanggungjawaban fiktif terhadap penggunaan dana Program Sosial BI dan OJK.

    Dana yang disalurkan itu dianggarkan secara resmi oleh bank sentral. Dana PSBI itu lalu diberikan ke yayasan-yayasan yang mengajukan untuk berbagai program kemasyarakatan, seperti perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu), pendidikan dan kesehatan.

    Keterlibatan DPR Komisi XI dalam Kasus CSR BI-OJK

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami aliran dana CSR BI-OJK. Tersangka yang diperiksa KPK menyebutkan bahwa banyak anggota Komisi XI juga mendapatkan dana tersebut.

    Hal itu disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers penetapan tersangka terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) program CSR BI dan OJK

    “Bahwa menurut pengakuan tersangka ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut,” kata Asep, Kamis (7/8/2025).

    Asep menekankan penyidik akan mengembangkan kasus tersebut untuk menemukan fakta-fakta baru. Adapun aliran dana CSR BI-OJK dibahas dalam rapat tertutup di DPR.

    “Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini,” jelas dia.

    Dari hasil penyidikan sementara, KPK menemukan ada dugaan korupsi dalam penyaluran dana CSR BI-OJK. Selain tersangka ST (Satori), KPK juga menetapkan HG (Heri Gunadi). Keduanya merupakan anggota Komisi XI periode 2019-2024. Mereka menggunakan uang untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan hingga showroom.

    Asep menuturkan, HG diduga menerima Rp15,8 miliar yang digunakan untuk kebutuhan pribadi, seperti seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.

    Sementara itu, total ST menerima uang Rp12,52 miliar. Uang itu digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, hingga pembelian kendaraan.

    Benarkah Dana Mengalir ke Anggota Komisi XI DPR dan Partai?

    Sementara itu, anggota Komisi XI Melchias Markus Mekeng dengan tegas membantah sebagian besar Anggota Komisi XI menerima dana CSR BI dan OJK sebagaimana disampaikan oleh salah satu tersangka dalam kasus ini, Satori (ST).

    Pernyataan dari fraksi partai Golkar itu disampaikan di Komplek Parlemen, Jumat (8/8/2025). Dia menjelaskan dana untuk kegiatan sosial itu langsung disalurkan ke pihak yang dituju seperti gereja, masjid, atau UMKM.

    “Penyidik tentu akan mendalami setiap keterangan dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka ataupun saksi-saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangannya dalam perkara ini,” kata Budi kepada wartawan, Senin (11/8/2025).

    Terutama, katanya, dugaan dana yang mengalir ke sebagian Anggota Komisi XI DPR RI, partai-partai terkait, atau pihak lainnya yang terlibat dalam penyelewengan dana Program Sosial Bank Indonesia (PBSI) ini.

    “Hal ini untuk memastikan setiap rupiah uang negara tidak disalahgunakan untuk keuntungan pribadi maupun pihak-pihak lainnya, dengan berbagai modus tindak pidana korupsi,” tambahnya.

    Diketahui, minggu lalu KPK menetapkan dua tersangka yang merupakan anggota Komisi Keuangan atau XI DPR periode 2019-2024. Hal ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Kamis (7/8/2025). 

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, HG menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Lalu, tersangka berinisial ST menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Keduanya menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan, membeli tanah dan bangunan, membuka showroom, hingga untuk mengelola kedai minuman.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, mereka juga dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.

  • 7
                    
                        Mayoritas Anggota Komisi XI DPR Disebut Terima Dana CSR BI-OJK
                        Nasional

    7 Mayoritas Anggota Komisi XI DPR Disebut Terima Dana CSR BI-OJK Nasional

    Mayoritas Anggota Komisi XI DPR Disebut Terima Dana CSR BI-OJK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan bahwa mayoritas Anggota Komisi XI DPR menerima dana
    corporate social responsibility
    (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk periode 2020-2023.
    Materi tersebut didalami KPK bermula dari pengakuan Anggota DPR Satori yang ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelewengan dana CSR BI-OJK pada Kamis (7/8/2025).
    “Bahwa menurut pengakuan ST (Satori), sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
    Dalam kasus ini, KPK menduga Satori menerima uang senilai Rp12,52 miliar.
    Rinciannya, sejumlah Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan program sosial BI, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
    Dari seluruh uang yang diterima, Satori diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi.
    “Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” ujar Asep.
    KPK menduga Satori melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran.
    Atas perbuatannya, Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
    Politikus Partai Nasdem ini juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Selain Satori, KPK juga menetapkan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan dalam perkara ini.
    Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan, pihaknya menghormati langkah KPK menetapkan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka.
    “Kita hormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK terkait penetapan tersangka dua anggota DPR RI yang berkaitan dengan Program Sosial Bank Indonesia,” kata Misbakhun, Kamis malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perjalanan Panjang Kasus Korupsi CSR BI-OJK, 2 Anggota DPR Jadi Tersangka
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Agustus 2025

    Perjalanan Panjang Kasus Korupsi CSR BI-OJK, 2 Anggota DPR Jadi Tersangka Nasional 8 Agustus 2025

    Perjalanan Panjang Kasus Korupsi CSR BI-OJK, 2 Anggota DPR Jadi Tersangka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan dua anggota DPR RI, Heri Gunawan dan Satori, sebagai tersangka korupsi.
    Heri merupakan anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, sementara Satori dari Fraksi Nasdem.
    Keduanya disangka menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2020-2023.
    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pihaknya telah mengantongi bukti yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka.
    “Menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu HG (Heri Gunawan) selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 dan ST (Satori) selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
    Praktik culas anggota dewan menerima aliran dana CSR BI sudah terendus KPK jauh sebelum nama Heri dan Satori diumumkan secara resmi.
    Sejak pertengahan 2024, sudah beredar isu bahwa lembaga antirasuah tengah mengusut dugaan korupsi dana CSR BI dan OJK yang menyeret dua nama anggota dewan.
    Kabar dugaan korupsi penggunaan Dana CSR BI dan OJK saat itu sudah dikonfirmasi Asep.
    “Bahwa KPK sedang menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penggunaan dana CSR dari BI dan OJK tahun 2023,” kata Asep di Bogor, 13 September 2024.
    Kasus itu kemudian menjadi sorotan publik setelah KPK mulai menggelar upaya paksa penggeledahan pada Desember 2024.
    Saat itu, KPK telah meningkatkan status hukum Heri dan Satori sebagai tersangka.
    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Rudi Setiawan, mengatakan tim penyidik menggeledah beberapa ruang kerja di Kantor BI, termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo.
    Ketika itu, penyidik menemukan bukti elektronik dan beberapa dokumen.
    Setelah operasi penggeledahan, KPK memanggil Heri dan Satori untuk menjalani pemeriksaan pada akhir Desember 2024.
    Pada 18 Februari 2024, penyidik memeriksa Satori.
    Pada kurun waktu tersebut, tenaga ahli Heri juga diperiksa.
    Satori kemudian kembali menjalani pemeriksaan penyidik pada 21 April 2024.
    Selang dua bulan kemudian, penyidik kembali memeriksa Heri dan Satori pada 18 Juni.
    Dalam perkara ini, Heri dan Satori diduga merekomendasikan yayasan yang akan menerima dana CSR BI-OJK.
    Yayasan itu dikelola oleh mereka sendiri yang duduk di Komisi DPR RI dengan bidang tugas terkait perbankan.
    Namun, yayasan yang mereka kelola itu tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana menjadi syarat dalam proposal bantuan dana CSR.
    KPK kemudian menduga, Heri menerima uang Rp 15,86 miliar dengan rincian Rp 6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta senilai Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
    Dana yang diterima yayasan itu kemudian dipindahkan ke rekening pribadi melalui transfer.
    Ia juga disebut meminta anak buahnya membuka rekening baru yang akan digunakan sebagai penampungan pencairan dana melalui metode setor tunai.
    “HG (Heri Gunawan) menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” ujar Asep.
    Sementara itu, Satori diduga menerima dana CSR Rp 12,52 miliar dengan rincian Rp 6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta sejumlah Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lain.
    Uang yang diterima itu kemudian digunakan Satori untuk deposito dan pembelian aset.
    “Ia juga melakukan pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” tutur Asep.
    Kepada penyidik, Satori mengungkapkan sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI menerima dana CSR tersebut.
     
    “Bahwa menurut pengakuan ST (Satori), sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” kata Asep.
    Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan, pihaknya menghormati langkah KPK menetapkan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka.
    “Kita hormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK terkait penetapan tersangka dua anggota DPR RI yang berkaitan dengan Program Sosial Bank Indonesia,” kata Misbakhun, Kamis malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terima Belasan Miliar Dana CSR, Heri Gunawan Langsung Bikin Rumah Makan

    Terima Belasan Miliar Dana CSR, Heri Gunawan Langsung Bikin Rumah Makan

    GELORA.CO -Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra, Heri Gunawan disebut menerima Rp15,86 miliar dana program sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mitra kerja lainnya.

    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, Heri Gunawan dan Satori selaku anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024 dari Partai Nasdem telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penggunaan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) dari tahun 2020-2023.

    “HG menugaskan tenaga ahli untuk membuat dan mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada BI dan OJK melalui empat yayasan yang dikelola oleh Rumah Aspirasi HG,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis malam, 7 Agustus 2025.

    Selain kepada BI dan OJK, tersangka Heri Gunawan juga diduga mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada mitra kerja Komisi XI DPR lainnya melalui yayasan-yayasan yang dikelolanya.

    “Bahwa pada periode tahun 2021 sampai dengan 2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh HG telah menerima uang dari mitra Kerja Komisi XI DPR RI, namun tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial. HG menerima total Rp15,86 miliar,” jelas Asep.

    Bantuan dana CSR sebesar Rp15,86 miliar itu terdiri dari Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PBSI, senilai Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan (PJS), serta senilai Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.

    Selain itu, lanjut Asep, dari dana CSR itu, Heri Gunawan diduga melakukan dugaan TPPU dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui metode transfer.

    “Di mana HG kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai. HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” pungkas Asep