Damai, Orang Tua Siswa SMAN 1 Cimarga Akan Cabut Laporan Penamparan Kepsek
Tim Redaksi
LEBAK, KOMPAS.com
– Orangtua siswa SMAN 1 Cimarga, Lebak, berencana mencabut laporan dugaan penamparan murid merokok yang ditujukan kepada Kepala Sekolah Dini Pitria.
Pencabutan laporan tersebut dijadwalkan berlangsung pada Kamis (16/10/2025) setelah acara islah antara orangtua siswa dan Dini di SMAN 1 Cimarga.
Ketua PGRI Kabupaten Lebak, Iyan Fitriyana, menjelaskan, pertemuan islah akan dihadiri kepala sekolah, orangtua siswa, dan pengacara yang mewakili keluarga.
“Kamis pagi jam sembilan di sekolah akan ada islah, saling memaafkan. Setelah itu pengacara akan ke Polres untuk menindaklanjuti proses hukum, laporan akan dicabut,” ungkap Iyan pada Rabu (15/10/2025).
Iyan menambahkan, perdamaian ini digelar setelah upaya mediasi antara Dini dan siswa yang difasilitasi oleh Gubernur Banten.
Selain itu, di Lebak, juga dilakukan mediasi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Lebak, Ketua PGRI, anggota DPRD Banten, serta pengacara orangtua siswa.
“Kami bersyukur situasi yang sempat kisruh selama tiga hari ini bisa mereda. Orangtua menyerahkan sepenuhnya kepada pengacara untuk menyelesaikan laporan di kepolisian,” ujar Iyan.
Kapolres Lebak juga telah berkoordinasi dengan pengacara siswa agar perkara ini dapat diselesaikan demi menjaga marwah pendidikan.
“Pak Kapolres sudah memiliki kesepahaman soal pentingnya menjaga tatanan dunia pendidikan,” kata Iyan.
Perdamaian ini juga akan dihadiri oleh perwakilan Gubernur Banten dan perwakilan Bupati Lebak.
“Alhamdulillah Pak Bupati memberi izin dan menugaskan kami hadir langsung. Pak Sekda juga akan menerima perwakilan dari Pemprov,” tambah Iyan.
Dengan kesepakatan ini, laporan dugaan kekerasan terhadap siswa yang sebelumnya ditangani Polres Lebak rencananya tidak akan dilanjutkan.
Kasus ini mencuat setelah Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Pitria, diduga menampar seorang siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah, yang memicu aksi mogok sekolah oleh 630 siswa.
Gubernur Banten, Andra Soni, kemudian menonaktifkan Dini dan menunjuk pelaksana harian kepala sekolah sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Pada Rabu (15/10/2025), Andra mempertemukan Dini dan orangtua siswa di ruang kerjanya untuk menyelesaikan persoalan secara damai.
Dini juga dipastikan akan diaktifkan kembali sebagai Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPRD
-
/data/photo/2025/10/16/68f07157bb4ea.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Damai, Orang Tua Siswa SMAN 1 Cimarga Akan Cabut Laporan Penamparan Kepsek Regional
-

Rakor Forkopimda Bondowoso Bahas Konflik Ijen: Muncul Opsi KSO PTPN dengan Petani
Bondowoso (beritajatim.com) – Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) menggelar rapat koordinasi di Aula Kejaksaan Negeri Bondowoso bersama masyarakat Ijen, Rabu (15/10/2025).
Rakor itu untuk membahas konflik agraria antara PTPN I Regional V dengan masyarakat penggarap di wilayah Ijen, khususnya zona 1 hingga zona 6. Sementara pembahasan untuk zona 7 dan 8 masih ditunda.
Berdasarkan data resmi, total areal yang dikelola PTPN I Regional V di Kecamatan Sempol/Ijen mencapai 7.856,86 hektar.
Dari luasan itu, investasi kopi arabika di Kebun Blawan tercatat sekitar 200 hektar, meliputi beberapa afdeling seperti Kampung Baru, Jampit, Gending Waluh, hingga Watucapil.
Sedangkan lahan garapan masyarakat di kategori TTAD (Tanaman Tahun Akan Datang) tahun 2025 seluas 159,95 hektar dengan jumlah penggarap 306 orang.
Rakor itu dihadiri unsur Pemkab, DPR RI, DPRD, Polres, TNI, Kejari, PTPN, Perhutani dan perwakilan masyarakat. Pertemuan itu lalu memunculkan dua opsi utama penyelesaian.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nashim Khan, menyebut ada dua skema yang kini sedang dikaji.
“Pertama, relokasi lahan untuk hortikultura dengan sistem lahan pengganti. Kedua, masyarakat tetap menanam kopi di lahan PTPN dengan sistem Kerja Sama Operasional (KSO). Kami beri waktu tiga hari kepada PTPN untuk menentukan pilihan terbaik,” ujarnya.
Bupati Bondowoso, Abdul Hamid Wahid, menegaskan bahwa pemerintah daerah mendorong pola kemitraan kopi bersama masyarakat. Terlebih, Bondowoso dikenal sebagai Republik Kopi (BRK).
“Prioritasnya, penanaman kopi PTPN dilakukan dengan sistem kerja sama bersama petani. Sedangkan yang tidak sepakat bisa tetap menanam hortikultura melalui mekanisme relokasi,” katanya.
Ia menambahkan, selama masa pembahasan, Forkopimda, PTPN dan masyarakat sepakat untuk status quo hingga Senin (20/10/2025) mendatang.
“Tidak boleh ada aktivitas tanam atau pergerakan apapun di lapangan sebelum keputusan final,” pintanya.
Kepala Desa Sumberejo, Mustafa Hendra Hermawan, menilai opsi lahan pengganti sulit diwujudkan.
“Kalau sistemnya lahan pengganti, sampai kiamat pun tidak akan selesai. Karena faktanya lahan pengganti itu tidak ada,” ujarnya keras.
Ia menawarkan solusi agar masyarakat bisa menanam kopi di lahan PTPN dengan sistem bagi hasil atau kemitraan.
“Petani menanam, hasilnya dijual ke PTPN. Berdasarkan aturan, 20 persen dari HGU wajib dialokasikan sebagai kebun plasma masyarakat,” katanya.
Mustafa juga menyebut enam kepala desa di Ijen siap berangkat ke Jakarta untuk mengajukan pembatalan HGU PTPN jika pola kemitraan itu ditolak.
Alasannya: banyak lahan HGU terbengkalai lebih dari dua tahun, komoditas tanam tidak sesuai peruntukkan, dan konflik sosial yang terus berulang.
Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, yang juga Ketua DPC PKB Bondowoso, meminta agar penanaman kopi oleh PTPN ditunda sampai semua pihak sepakat.
“Target 200 hektar tahun ini jangan dulu ditanam sebelum semua masalah tuntas. Tahun depan baru bisa dilanjutkan. Jangan sampai penandatanganan hari ini, besok sudah ada masalah baru,” tegasnya.
Manager Kebun Blawan PTPN I Regional V, Bambang Trianto, menyebut bahwa secara prinsip perusahaan terbuka terhadap opsi KSO dengan masyarakat.
“Pada dasarnya semua opsi bagus, tapi untuk skema KSO kopi, dasar hukumnya masih perlu digodok. Kami tetap menargetkan perluasan kopi 506 hektar (target hingga 2027) bisa berjalan, sembari memastikan kepentingan masyarakat terakomodasi,” katanya.
Manager Kebun Regional III, Samuel, menambahkan, pihaknya akan melakukan inventarisasi siapa saja masyarakat yang berminat dengan pola kemitraan kopi dan siapa yang memilih tetap hortikultura dengan mekanisme relokasi. “Tapi keputusan final tetap ada di direksi pusat,” terangnya.
Tokoh masyarakat Ijen, H. Kusnadi, menuding PTPN tidak konsisten terhadap hasil kesepakatan sebelumnya.
“Di Zona II, dari 55 hektar lahan pengganti yang dijanjikan, hanya dua hektar yang layak. Sisanya berbatu, curam, dan rawan longsor. Kalau memang aman, kenapa PTPN tidak menggarap sendiri?” ujarnya.
Menurut Kusnadi, beberapa lahan pengganti seperti di Lengker Patek dan Lingkar Anjing memiliki kemiringan hingga 60 derajat.
Ia juga menyebut, sebagian lahan yang kini diklaim PTPN sebenarnya sudah digarap masyarakat sejak puluhan tahun lalu hingga produktif. “Dulu tanah itu tandus, kami olah hingga subur. Sekarang malah diklaim perusahaan,” ungkapnya.
Di Zona I, lanjut Kusnadi, dari 14 hektar lahan pengganti, sekitar 10 hektar masih berupa hutan lebat.
“Mereka bilang akan biayai pembersihan Rp10 juta per hektar, tapi sampai sekarang tak ada realisasi,” tegasnya.
Rakor Forkopimda akhirnya menyepakati agar semua pihak menahan diri dan tidak melakukan aktivitas hingga keputusan final diumumkan awal pekan depan.
Forkopimda menegaskan pentingnya penyelesaian damai, adil, dan berkelanjutan agar investasi perkebunan tetap berjalan tanpa mengorbankan hak masyarakat yang telah lama menggantungkan hidup dari kebun Ijen.
Konflik ini menjadi ujian besar bagi PTPN dan pemerintah daerah dalam menyeimbangkan kepentingan korporasi, hukum agraria, dan kesejahteraan rakyat di kawasan pegunungan Ijen. (awi/but)
-

DPRD Surabaya: Nilai Pancasila harus tampak dari perilaku warga
Kalau masih ada konflik antarwarga, kesenjangan sosial, atau kurangnya kepekaan terhadap sesama, berarti nilai-nilai Pancasila belum benar-benar hidup di situ
Surabaya (ANTARA) – Wakil Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Arif Fathoni mengatakan nilai Pancasila harus tampak dari perilaku warga setelah Pemerintah Kota Surabaya meresmikan 1.360 Kampung Pancasila di 153 kelurahan di kota setempat.
“Program yang digagas Pemkot bersama Forkopimda ini bertujuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial secara tuntas,” katanya di Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan, program Kampung Pancasila harus menjadi lebih dari sekadar slogan dan harus benar-benar mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di setiap kelurahan.
Menurut Fathoni, Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa yang harus dihidupkan dalam perilaku sosial warga, bukan hanya dijadikan simbol atau atribut seremonial.
“Kalau Kampung Pancasila ini bisa berjalan dengan baik, maka kehidupan sosial masyarakat Surabaya akan mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Karena Pancasila ini adalah ideologi pemersatu bangsa yang beragam dan multikultural,” katanya.
Ia menuturkan, tanggung jawab besar berada di pundak lurah dan camat untuk menumbuhkan serta memelihara nilai-nilai tersebut di wilayahnya. Ketika muncul persoalan di tengah warga, semangat musyawarah mufakat harus menjadi jalan utama penyelesaian.
“Tidak boleh ada yang kuat menindas yang lemah. Tidak boleh ada persekusi karena perbedaan agama atau keyakinan. Semua warga negara yang berketuhanan itu sah dan harus hidup berdampingan secara damai,” tutur Fathoni.
Fathoni menilai, keberhasilan Kampung Pancasila bisa diukur dari sejauh mana nilai-nilai dasar bangsa itu benar-benar hadir di tengah masyarakat. Misalnya, tidak ada konflik horizontal antarwarga, tidak ada persekusi atas dasar perbedaan keyakinan, dan masih tumbuhnya semangat gotong royong.
“Kalau masih ada konflik antarwarga, kesenjangan sosial, atau kurangnya kepekaan terhadap sesama, berarti nilai-nilai Pancasila belum benar-benar hidup di situ,” ucapnya.
Ia juga menegaskan, Kampung Pancasila harus menjadi role model kehidupan sosial di setiap wilayah kelurahan. Ia mencontohkan, penerapan sila keempat bisa diwujudkan lewat budaya musyawarah dalam menyelesaikan masalah warga.
Sila kelima, yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dapat terlihat dari upaya saling membantu antarwarga tanpa memandang status sosial.
“Kalau yang kaya membantu yang miskin, kalau warga menjaga satu sama lain, itu baru mencerminkan keadilan sosial,” ujarnya.
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Kasus Hibah Pokmas, KPK Periksa Lima Saksi di Polres Tulungagung
Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan periksaan saksi dalam terkait dugaan korupsi Pengurusan Dana Hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Prov Jatim TA 2021 – 2022.
“Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima saksi,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (15/10/2025).
Para saksi yang diperiksa adalah Totok Suroyo (Kepala Dusun Pucangan/Pokmas Margi Mulyo), Arif Satriya Utama (Karang Taruna Remaja Jaya), Supani (Pokmas Karya Wilis), Choirul (Pengganti Ketua Pokmas Desa Nglutung) dan Mustaqim (Ketua Pokmas Penjor).
“Pemeriksaan dilakukan di Polres Tulungagung,” ujar Budi
Seperti diberitakan, KPK akhirnya mengumumkan secara resmi 21 tersangka dugaan korupsi terkait pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Pemerintah Provinsi Jatim Tahun Anggaran (TA) 2019-2022.
Mereka terdiri dari empat orang penerima suap dan sisanya merupakan pemberi suap. Tersangka penerima suap yakni, Kusnadi (KUS) selaku Ketua DPRD Jatim; Anwar Sadad (AS) selaku Wakil Ketua DPRD Jatim; Achmad Iskandar (AI) selaku Wakil Ketua DPRD
Jatim; dan Bagus Wahyudiono (BGS);selaku staf AS dari Anggota DPRD Jatim atau pihak swasta.Sementara 17 tersangka sebagai pihak pemberi, yakni :
1) Mahud (MHD) selaku anggota DPRD Provinsi Jawa Timur 2019 – 2024;
2) lFauzan Adima (FA) selaku Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Sampang Periode 2019 – 2024;
3) Jon Junaidi (JJ) selaku Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Probolinggo Periode 2019 – 2024;
4) Ahmad Heriyadi (AH), Ahmad
Affandy (AA), dan Abdul Motollib (AM) selaku pihak swasta dari Kabupaten Sampang;5) Moch. Mahrus (MM) selaku pihak swasta di Kabupaten Probolinggo, yang saat ini menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2024-2029;
6) A. Royan (AR) dan Wawan
Kristiawan (WK) selaku pihak swasta dari Tulungagung;7) Sukar (SUK) selaku mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung;
8) Ra. Wahid Ruslan (RWR) dan Mashudi (MS) selaku pihak swasta dari Kabupaten Bangkalan;
9) M. Fathullah (MF) dan Achmad Yahya (AY) selaku pihak swasta dari Kabupaten Pasuruan;
10)Ahmad Jailani (AJ);selaku pihak swasta dari Kabupaten Sumenep;
11)Hasanuddin (HAS) selaku pihak swasta dari Kabupaten Gresik yang sekarang menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2024 – 2029;
12)Jodi Pradana Putra (JPP) selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar.
Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan pada Desember 2022, terhadap STS (Sahat Tua P. Simanjuntak, red) selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) periode 2019-2024.
“Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, maka berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 21 orang sebagai Tersangka,” kata Asep, Kamis (2/10/2025).
Dia menambahkan, dalam perkara ini terungkap bahwa, selain penyusunan aspirasi tidak berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, anggaran yang disiapkan untuk program pokok pikiran (Pokir) juga justru “dikutip” oleh oknum-oknum tertentu.
“Alhasil, kualitas program yang dilaksanakan menjadi tidak optimal. Demikian halnya, jika program tersebut berbentuk pembangunan proyek fisik, maka kualitas dan spesifikasinya tidak sesuai dengan standar,” ujar Asep. [hen/ian]
-

TKD Dipangkas Rp243 Miliar, DPRD Ponorogo Ingatkan Eksekutif Tak Serampangan Susun Anggaran
Ponorogo (beritajatim.com) – Gelombang efisiensi fiskal dari pemerintah pusat mulai terasa di daerah. Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp243 miliar membuat struktur APBD 2026 Kabupaten Ponorogo harus disusun ulang dengan penuh kehati-hatian.
DPRD Ponorogo pun angkat suara. Lembaga legislatif itu mewanti-wanti agar pihak eksekutif tidak gegabah dalam menentukan skala prioritas pembangunan. Sebab, dengan turunnya TKD, proyeksi APBD 2026 yang semula Rp2,5 triliun kini terkoreksi menjadi Rp2,2 triliun.
Ketua DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno, menjelaskan bahwa dari total anggaran tersebut, pendapatan transfer yang sebelumnya diperkirakan Rp1,8 triliun kini hanya sekitar Rp1,6 triliun. Pemangkasan terjadi di berbagai pos strategis, mulai dari dana desa (DD), insentif fiskal, dana bagi hasil (DBH), hingga dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).
“Paling berdampak tentu DAU, karena ini meliputi gaji dan anggaran kegiatan pemerintah daerah,” kata Dwi Agus Prayitno, Selasa (15/10/2025).
Pria yang akrab disapa Kang Wie itu mengungkapkan, dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebelumnya, DAU Ponorogo semula diproyeksikan sekitar Rp1 triliun. Namun setelah terbit Surat Edaran (SE) Kementerian Keuangan Nomor S-62/PK/2025 tentang penyampaian rancangan alokasi transfer ke daerah tahun 2026, alokasinya langsung menyusut Rp131 miliar.
Dengan demikian, DAU tersisa Rp965 miliar, dan 90 persen dari jumlah itu harus digunakan untuk belanja wajib. “Hitungan kasar kami, setelah dipotong gaji pegawai, bayar utang, listrik, dan lainnya, tersisa sekitar Rp32 miliar yang bisa dialokasikan Pemkab untuk kegiatan selama setahun,” bebernya.
Kondisi tersebut membuat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Ponorogo segera bersiap menggelar rapat koordinasi bersama pihak eksekutif. Tujuannya, untuk menelaah ulang arah kebijakan belanja daerah agar tidak menabrak prinsip prioritas dan efisiensi.
“Nanti kami panggil Pemkab untuk membahas bersama. Bukan hanya di Ponorogo, tapi kebijakan nasional ini berlaku untuk seluruh daerah,” pungkas Kang Wie.
Pemangkasan dana transfer ini dipastikan bakal berdampak luas terhadap program pembangunan, layanan publik, dan alokasi belanja sosial. Namun DPRD berharap momentum ini menjadi uji ketangguhan pemerintah daerah dalam berinovasi mengelola keuangan, menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan menjaga stabilitas pembangunan tanpa membebani masyarakat. (adv/End)
-

Tokoh Muda NU: Ada upaya meruntuhkan eksistensi pesantren
Sikap tawadhu seorang santri kepada kiai sebagai pembimbing jiwa tidak mungkin luntur hingga kapan pun
Surabaya (ANTARA) – Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Jairi Irawan, menilai ada upaya meruntuhkan eksistensi pesantren sebagai pilar pendidikan dan keindonesiaan melalui narasi dalam program salah satu televisi nasional.
“Jika dilihat dari narasinya seakan ada upaya untuk meruntuhkan eksistensi pesantren sebagai salah satu pilar pendidikan,” katanya saat dihubungi dari Surabaya, Rabu.
Ia menyebut, peristiwa itu semakin menyakitkan karena terjadi pada bulan santri atau menjelang peringatan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober.
Jairi yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur meminta seluruh elemen bangsa membentengi pesantren dari narasi yang dapat menggerus eksistensi pesantren dan kiai.
“Dalam sebuah program televisi seharusnya ada quality control sebelum tayang agar produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, pihak stasiun televisi juga perlu meminta second opinion dari pihak yang memahami pesantren agar prinsip cover both side terpenuhi sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur itu menambahkan, setiap komunitas memiliki nilai budaya yang berbeda.
Pemahaman terhadap sense of culture sangat penting agar yang muncul adalah informasi konstruktif, bukan provokatif.
Sebagai seorang santri, Jairi menegaskan tidak pernah ada paksaan untuk tunduk dan tawadhu kepada kiai yang telah mengajarkan huruf hijaiyah hingga bisa membaca Al-Qur’an dengan baik.
“Sikap tawadhu seorang santri kepada kiai sebagai pembimbing jiwa tidak mungkin luntur hingga kapan pun,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan ro’an atau aktivitas bersama di pesantren dilaksanakan dengan sukarela dan menjadi bagian dari pengisi waktu istirahat di tengah proses belajar kitab dan aktivitas keagamaan.
Pewarta: Willi Irawan/Faizal Falakki
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5382142/original/088173000_1760532508-136875.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/08/68e60a4b954c9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5382023/original/064335400_1760525004-1000853424.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)