Kementrian Lembaga: DPRD

  • Rakor Forkopimda Bondowoso Bahas Konflik Ijen: Muncul Opsi KSO PTPN dengan Petani

    Rakor Forkopimda Bondowoso Bahas Konflik Ijen: Muncul Opsi KSO PTPN dengan Petani

    Bondowoso (beritajatim.com) – Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) menggelar rapat koordinasi di Aula Kejaksaan Negeri Bondowoso bersama masyarakat Ijen, Rabu (15/10/2025).

    Rakor itu untuk membahas konflik agraria antara PTPN I Regional V dengan masyarakat penggarap di wilayah Ijen, khususnya zona 1 hingga zona 6. Sementara pembahasan untuk zona 7 dan 8 masih ditunda.

    Berdasarkan data resmi, total areal yang dikelola PTPN I Regional V di Kecamatan Sempol/Ijen mencapai 7.856,86 hektar.

    Dari luasan itu, investasi kopi arabika di Kebun Blawan tercatat sekitar 200 hektar, meliputi beberapa afdeling seperti Kampung Baru, Jampit, Gending Waluh, hingga Watucapil.

    Sedangkan lahan garapan masyarakat di kategori TTAD (Tanaman Tahun Akan Datang) tahun 2025 seluas 159,95 hektar dengan jumlah penggarap 306 orang.

    Rakor itu dihadiri unsur Pemkab, DPR RI, DPRD, Polres, TNI, Kejari, PTPN, Perhutani dan perwakilan masyarakat. Pertemuan itu lalu memunculkan dua opsi utama penyelesaian.

    Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nashim Khan, menyebut ada dua skema yang kini sedang dikaji.

    “Pertama, relokasi lahan untuk hortikultura dengan sistem lahan pengganti. Kedua, masyarakat tetap menanam kopi di lahan PTPN dengan sistem Kerja Sama Operasional (KSO). Kami beri waktu tiga hari kepada PTPN untuk menentukan pilihan terbaik,” ujarnya.

    Bupati Bondowoso, Abdul Hamid Wahid, menegaskan bahwa pemerintah daerah mendorong pola kemitraan kopi bersama masyarakat. Terlebih, Bondowoso dikenal sebagai Republik Kopi (BRK).

    “Prioritasnya, penanaman kopi PTPN dilakukan dengan sistem kerja sama bersama petani. Sedangkan yang tidak sepakat bisa tetap menanam hortikultura melalui mekanisme relokasi,” katanya.

    Ia menambahkan, selama masa pembahasan, Forkopimda, PTPN dan masyarakat sepakat untuk status quo hingga Senin (20/10/2025) mendatang.

    “Tidak boleh ada aktivitas tanam atau pergerakan apapun di lapangan sebelum keputusan final,” pintanya.

    Kepala Desa Sumberejo, Mustafa Hendra Hermawan, menilai opsi lahan pengganti sulit diwujudkan.

    “Kalau sistemnya lahan pengganti, sampai kiamat pun tidak akan selesai. Karena faktanya lahan pengganti itu tidak ada,” ujarnya keras.

    Ia menawarkan solusi agar masyarakat bisa menanam kopi di lahan PTPN dengan sistem bagi hasil atau kemitraan.

    “Petani menanam, hasilnya dijual ke PTPN. Berdasarkan aturan, 20 persen dari HGU wajib dialokasikan sebagai kebun plasma masyarakat,” katanya.

    Mustafa juga menyebut enam kepala desa di Ijen siap berangkat ke Jakarta untuk mengajukan pembatalan HGU PTPN jika pola kemitraan itu ditolak.

    Alasannya: banyak lahan HGU terbengkalai lebih dari dua tahun, komoditas tanam tidak sesuai peruntukkan, dan konflik sosial yang terus berulang.

    Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, yang juga Ketua DPC PKB Bondowoso, meminta agar penanaman kopi oleh PTPN ditunda sampai semua pihak sepakat.

    “Target 200 hektar tahun ini jangan dulu ditanam sebelum semua masalah tuntas. Tahun depan baru bisa dilanjutkan. Jangan sampai penandatanganan hari ini, besok sudah ada masalah baru,” tegasnya.

    Manager Kebun Blawan PTPN I Regional V, Bambang Trianto, menyebut bahwa secara prinsip perusahaan terbuka terhadap opsi KSO dengan masyarakat.

    “Pada dasarnya semua opsi bagus, tapi untuk skema KSO kopi, dasar hukumnya masih perlu digodok. Kami tetap menargetkan perluasan kopi 506 hektar (target hingga 2027) bisa berjalan, sembari memastikan kepentingan masyarakat terakomodasi,” katanya.

    Manager Kebun Regional III, Samuel, menambahkan, pihaknya akan melakukan inventarisasi siapa saja masyarakat yang berminat dengan pola kemitraan kopi dan siapa yang memilih tetap hortikultura dengan mekanisme relokasi. “Tapi keputusan final tetap ada di direksi pusat,” terangnya.

    Tokoh masyarakat Ijen, H. Kusnadi, menuding PTPN tidak konsisten terhadap hasil kesepakatan sebelumnya.

    “Di Zona II, dari 55 hektar lahan pengganti yang dijanjikan, hanya dua hektar yang layak. Sisanya berbatu, curam, dan rawan longsor. Kalau memang aman, kenapa PTPN tidak menggarap sendiri?” ujarnya.

    Menurut Kusnadi, beberapa lahan pengganti seperti di Lengker Patek dan Lingkar Anjing memiliki kemiringan hingga 60 derajat.

    Ia juga menyebut, sebagian lahan yang kini diklaim PTPN sebenarnya sudah digarap masyarakat sejak puluhan tahun lalu hingga produktif. “Dulu tanah itu tandus, kami olah hingga subur. Sekarang malah diklaim perusahaan,” ungkapnya.

    Di Zona I, lanjut Kusnadi, dari 14 hektar lahan pengganti, sekitar 10 hektar masih berupa hutan lebat.

    “Mereka bilang akan biayai pembersihan Rp10 juta per hektar, tapi sampai sekarang tak ada realisasi,” tegasnya.

    Rakor Forkopimda akhirnya menyepakati agar semua pihak menahan diri dan tidak melakukan aktivitas hingga keputusan final diumumkan awal pekan depan.

    Forkopimda menegaskan pentingnya penyelesaian damai, adil, dan berkelanjutan agar investasi perkebunan tetap berjalan tanpa mengorbankan hak masyarakat yang telah lama menggantungkan hidup dari kebun Ijen.

    Konflik ini menjadi ujian besar bagi PTPN dan pemerintah daerah dalam menyeimbangkan kepentingan korporasi, hukum agraria, dan kesejahteraan rakyat di kawasan pegunungan Ijen. (awi/but)

  • Cabuli Anak Dibawah Umur, Anggota DPRD Depok Rudy Kurniawan Divonis 10 Tahun Penjara

    Cabuli Anak Dibawah Umur, Anggota DPRD Depok Rudy Kurniawan Divonis 10 Tahun Penjara

    GELORA.CO – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok menjatuhkan vonis pidana penjara selama 10 tahun terhadap anggota DPRD Depok, Rudy Kurniawan dalam kasus pencabulan anak dibawah umur. 

    Majelis Hakim menyatakan bahwa Rudy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan membujuk anak dibawah umur berusia 15 tahun untuk melakukan persetubuhan sebagai mana yang tertuang dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

    “Mengadili, satu, menyatakan Terdakwa Rudy Kurniawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya sebagaimana dalam dakwaan,” kata Majelis Hakim saat membacakan putusan, Rabu (15/10/2025).

    Selain pidana penjara, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsidair tiga bulan masa tahanan. Hakim juga memerintahlan Rudy untuk tetap berada di dalam tahanan. 

    “Menjatuhkan pidana Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sejumlah Rp 300 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujarnya.

  • DPRD Surabaya: Nilai Pancasila harus tampak dari perilaku warga

    DPRD Surabaya: Nilai Pancasila harus tampak dari perilaku warga

    Kalau masih ada konflik antarwarga, kesenjangan sosial, atau kurangnya kepekaan terhadap sesama, berarti nilai-nilai Pancasila belum benar-benar hidup di situ

    Surabaya (ANTARA) – Wakil Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Arif Fathoni mengatakan nilai Pancasila harus tampak dari perilaku warga setelah Pemerintah Kota Surabaya meresmikan 1.360 Kampung Pancasila di 153 kelurahan di kota setempat.

    “Program yang digagas Pemkot bersama Forkopimda ini bertujuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial secara tuntas,” katanya di Surabaya, Rabu.

    Ia mengemukakan, program Kampung Pancasila harus menjadi lebih dari sekadar slogan dan harus benar-benar mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di setiap kelurahan.

    Menurut Fathoni, Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa yang harus dihidupkan dalam perilaku sosial warga, bukan hanya dijadikan simbol atau atribut seremonial.

    “Kalau Kampung Pancasila ini bisa berjalan dengan baik, maka kehidupan sosial masyarakat Surabaya akan mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Karena Pancasila ini adalah ideologi pemersatu bangsa yang beragam dan multikultural,” katanya.

    Ia menuturkan, tanggung jawab besar berada di pundak lurah dan camat untuk menumbuhkan serta memelihara nilai-nilai tersebut di wilayahnya. Ketika muncul persoalan di tengah warga, semangat musyawarah mufakat harus menjadi jalan utama penyelesaian.

    “Tidak boleh ada yang kuat menindas yang lemah. Tidak boleh ada persekusi karena perbedaan agama atau keyakinan. Semua warga negara yang berketuhanan itu sah dan harus hidup berdampingan secara damai,” tutur Fathoni.

    Fathoni menilai, keberhasilan Kampung Pancasila bisa diukur dari sejauh mana nilai-nilai dasar bangsa itu benar-benar hadir di tengah masyarakat. Misalnya, tidak ada konflik horizontal antarwarga, tidak ada persekusi atas dasar perbedaan keyakinan, dan masih tumbuhnya semangat gotong royong.

    “Kalau masih ada konflik antarwarga, kesenjangan sosial, atau kurangnya kepekaan terhadap sesama, berarti nilai-nilai Pancasila belum benar-benar hidup di situ,” ucapnya.

    Ia juga menegaskan, Kampung Pancasila harus menjadi role model kehidupan sosial di setiap wilayah kelurahan. Ia mencontohkan, penerapan sila keempat bisa diwujudkan lewat budaya musyawarah dalam menyelesaikan masalah warga.

    Sila kelima, yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dapat terlihat dari upaya saling membantu antarwarga tanpa memandang status sosial.

    “Kalau yang kaya membantu yang miskin, kalau warga menjaga satu sama lain, itu baru mencerminkan keadilan sosial,” ujarnya.

    Pewarta: Indra Setiawan
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kasus Hibah Pokmas, KPK Periksa Lima Saksi di Polres Tulungagung

    Kasus Hibah Pokmas, KPK Periksa Lima Saksi di Polres Tulungagung

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan periksaan saksi dalam terkait dugaan korupsi Pengurusan Dana Hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Prov Jatim TA 2021 – 2022.

    “Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima saksi,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (15/10/2025).

    Para saksi yang diperiksa adalah Totok Suroyo (Kepala Dusun Pucangan/Pokmas Margi Mulyo), Arif Satriya Utama (Karang Taruna Remaja Jaya), Supani (Pokmas Karya Wilis), Choirul (Pengganti Ketua Pokmas Desa Nglutung) dan Mustaqim (Ketua Pokmas Penjor).

    “Pemeriksaan dilakukan di Polres Tulungagung,” ujar Budi

    Seperti diberitakan, KPK akhirnya mengumumkan secara resmi 21 tersangka dugaan korupsi terkait pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Pemerintah Provinsi Jatim Tahun Anggaran (TA) 2019-2022.

    Mereka terdiri dari empat orang penerima suap dan sisanya merupakan pemberi suap. Tersangka penerima suap yakni, Kusnadi (KUS) selaku Ketua DPRD Jatim; Anwar Sadad (AS) selaku Wakil Ketua DPRD Jatim; Achmad Iskandar (AI) selaku Wakil Ketua DPRD
    Jatim; dan Bagus Wahyudiono (BGS);selaku staf AS dari Anggota DPRD Jatim atau pihak swasta.

    Sementara 17 tersangka sebagai pihak pemberi, yakni :

    1) Mahud (MHD) selaku anggota DPRD Provinsi Jawa Timur 2019 – 2024;

    2) lFauzan Adima (FA) selaku Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Sampang Periode 2019 – 2024;

    3) Jon Junaidi (JJ) selaku Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Probolinggo Periode 2019 – 2024;

    4) Ahmad Heriyadi (AH), Ahmad
    Affandy (AA), dan Abdul Motollib (AM) selaku pihak swasta dari Kabupaten Sampang;

    5) Moch. Mahrus (MM) selaku pihak swasta di Kabupaten Probolinggo, yang saat ini menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2024-2029;

    6) A. Royan (AR) dan Wawan
    Kristiawan (WK) selaku pihak swasta dari Tulungagung;

    7) Sukar (SUK) selaku mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung;

    8) Ra. Wahid Ruslan (RWR) dan Mashudi (MS) selaku pihak swasta dari Kabupaten Bangkalan;

    9) M. Fathullah (MF) dan Achmad Yahya (AY) selaku pihak swasta dari Kabupaten Pasuruan;

    10)Ahmad Jailani (AJ);selaku pihak swasta dari Kabupaten Sumenep;

    11)Hasanuddin (HAS) selaku pihak swasta dari Kabupaten Gresik yang sekarang menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2024 – 2029;

    12)Jodi Pradana Putra (JPP) selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar.

    Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan pada Desember 2022, terhadap STS (Sahat Tua P. Simanjuntak, red) selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) periode 2019-2024.

    “Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, maka berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 21 orang sebagai Tersangka,” kata Asep, Kamis (2/10/2025).

    Dia menambahkan, dalam perkara ini terungkap bahwa, selain penyusunan aspirasi tidak berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, anggaran yang disiapkan untuk program pokok pikiran (Pokir) juga justru “dikutip” oleh oknum-oknum tertentu.

    “Alhasil, kualitas program yang dilaksanakan menjadi tidak optimal. Demikian halnya, jika program tersebut berbentuk pembangunan proyek fisik, maka kualitas dan spesifikasinya tidak sesuai dengan standar,” ujar Asep. [hen/ian]

  • Gaduh Walikota Sukabumi Berkata Kasar di Forum Resmi, Bikin DPRD Panas Tuntut Minta Maaf

    Gaduh Walikota Sukabumi Berkata Kasar di Forum Resmi, Bikin DPRD Panas Tuntut Minta Maaf

    Liputan6.com, Sukabumi – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi, Wawan Juanda, menuntut Wali Kota Sukabumi H. Ayep Zaki untuk segera menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf secara terbuka.

    Tuntutan ini disampaikan menyusul viralnya isu mengenai ucapan yang dinilai tidak pantas, bahkan tergolong ucapan kasar, yang dilontarkan Wali Kota kepada perwakilan DPRD dalam sebuah pertemuan resmi pekan lalu.

    Wawan Juanda menyampaikan sikap resmi lembaganya pada Selasa (14/10/2025). Ia menegaskan bahwa pernyataan ini bertujuan untuk meluruskan isu yang beredar sekaligus menyatakan sikap resmi DPRD.

    “Kami menyesalkan ucapan Bapak Wali Kota Ayep Zaki terhadap Lembaga DPRD sebagai wakil rakyat yang terjadi pada hari Rabu, 8 Oktober 2025,” ujar Wawan.

    Ia menjelaskan, insiden itu terjadi di sebuah ruangan khusus sebelum acara pelantikan lima pejabat Eselon II di lingkungan Pemerintah Kota Sukabumi. Saat itu, Wawan sebagai Ketua DPRD dan Opik mewakili Komisi I hadir dalam pertemuan tersebut.

    “Saat itu, saya sendiri sebagai Ketua DPRD dan juga Pak Opik mewakili Komisi I diundang. Tiba-tiba beliau (Wali Kota) menyampaikan diskusi satu arah dan melontarkan kata-kata yang dinilai tidak pantas bagi seorang pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan masyarakat,” jelasnya.

    DPRD menekankan bahwa perbedaan pandangan dalam dinamika pemerintahan adalah hal yang wajar. Namun, perbedaan tersebut semestinya disampaikan dengan bahasa yang santun, saling menghormati, dan menjunjung tinggi etika serta tata krama dalam bernegara.

    “Untuk menjaga suasana kondusif dan mencegah terulangnya kejadian serupa, kami berharap Bapak Wali Kota Sukabumi segera menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf secara terbuka sebagai bentuk tanggung jawab moral dan keteladanan seorang pemimpin daerah,” tegas Wawan.

    DPRD juga menegaskan posisi kelembagaan mereka sebagai mitra sejajar dengan eksekutif, bukan bawahan, dan bukan pula lawan politik.

    “Kami sama-sama sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. Tentunya kami menuntut agar setiap komunikasi antar lembaga dijaga dalam koridor etika dan kehormatan saling menghargai,” imbuhnya.

  • Gedung Direhab Pekan Depan, Siswa USB SMPN 62 Bekasi Sementara Pindah ke SMPN 19
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        15 Oktober 2025

    Gedung Direhab Pekan Depan, Siswa USB SMPN 62 Bekasi Sementara Pindah ke SMPN 19 Megapolitan 15 Oktober 2025

    Gedung Direhab Pekan Depan, Siswa USB SMPN 62 Bekasi Sementara Pindah ke SMPN 19
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Siswa Unit Sekolah Baru (USB) SMP Negeri 62 Kota Bekasi akan dipindahkan sementara ke sekolah induknya, SMP Negeri 19 Bekasi.
    Pemindahan dilakukan karena gedung sekolah yang digunakan saat ini akan menjalani perbaikan mulai pekan depan.
    Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Alexander Zulkarnain, mengatakan, proses perbaikan akan difokuskan pada sejumlah kerusakan di bangunan eks Kantor Kelurahan Medan Satria yang selama ini digunakan sebagai sekolah sementara.
    “Kami rehab dulu ya, mungkin minggu depan kami sudah rehab. Sehingga kami sepakat dengan SMP 19, lurah, camat, dan pihak sekolah untuk sementara pindah dulu ke SMP 19,” ujar Alexander saat ditemui di Gedung DPRD Kota Bekasi, Rabu (15/10/2025).
    Menurut Alexander, perbaikan meliputi bagian atap yang berlubang dan perluasan ruang kelas agar sesuai dengan standar kapasitas siswa.
    “Ruangannya yang mungkin enggak enak ngelihat bolong-bolong, kemudian ruangannya sempit. Ruangan kan harus standar 8×8. Nanti kita geser tuh batasnya biar ruangannya lebih luas,” jelasnya.
    Alexander menegaskan, setelah rehabilitasi selesai, para siswa akan kembali belajar di gedung eks kantor kelurahan dengan kondisi yang lebih layak.
    “Nanti selesai rehab dia kembali lagi, insya Allah dengan ruangan yang lebih representatif lagi,” ucapnya.
    Sementara itu, Pelaksana Harian (Plh) USB SMPN 62 Bekasi, Deni Permadi, menuturkan pemindahan siswa ke SMPN 19 direncanakan mulai Senin pekan depan bersamaan dengan dimulainya proses perbaikan.
    “In
    sya Allah
    Senin (dipindah), kalau untuk perbaikannya seluruhnya yang rusak,” ujar Deni.
    Gedung eks Kelurahan Medan Satria mulai digunakan sebagai sekolah sejak 2023. Namun, kondisinya kini memprihatinkan dan kerap mengganggu kenyamanan belajar siswa.
    Salah satu siswi kelas IX B, Nur Abidah (15), mengaku sudah dua tahun belajar di bangunan tersebut. Ia menceritakan pengalaman menegangkan ketika atap ruang kelas tiba-tiba roboh saat proses belajar berlangsung.
    “Pernah roboh atap, aslinya enggak terlalu kayak gini tapi tiba-tiba roboh gitu pas kita lagi belajar,” ujar Nur saat ditemui di lokasi, Rabu (8/10/2025).
    Selain itu, kebocoran saat hujan sering terjadi hingga siswa harus membersihkan ruang kelas sendiri.
    “Kalau hujan pasti bocor. Jadi kita harus ngepel lantai, terus peras kain pel, gitu kan,” katanya.
    Nur juga mengeluhkan kondisi kelas yang kumuh dan perabotan yang rusak.
    “Atap juga pada keropos di atas kan banyak yang bolong-bolong gitu,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TKD Dipangkas Rp243 Miliar, DPRD Ponorogo Ingatkan Eksekutif Tak Serampangan Susun Anggaran

    TKD Dipangkas Rp243 Miliar, DPRD Ponorogo Ingatkan Eksekutif Tak Serampangan Susun Anggaran

    Ponorogo (beritajatim.com) – Gelombang efisiensi fiskal dari pemerintah pusat mulai terasa di daerah. Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp243 miliar membuat struktur APBD 2026 Kabupaten Ponorogo harus disusun ulang dengan penuh kehati-hatian.

    DPRD Ponorogo pun angkat suara. Lembaga legislatif itu mewanti-wanti agar pihak eksekutif tidak gegabah dalam menentukan skala prioritas pembangunan. Sebab, dengan turunnya TKD, proyeksi APBD 2026 yang semula Rp2,5 triliun kini terkoreksi menjadi Rp2,2 triliun.

    Ketua DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno, menjelaskan bahwa dari total anggaran tersebut, pendapatan transfer yang sebelumnya diperkirakan Rp1,8 triliun kini hanya sekitar Rp1,6 triliun. Pemangkasan terjadi di berbagai pos strategis, mulai dari dana desa (DD), insentif fiskal, dana bagi hasil (DBH), hingga dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).

    “Paling berdampak tentu DAU, karena ini meliputi gaji dan anggaran kegiatan pemerintah daerah,” kata Dwi Agus Prayitno, Selasa (15/10/2025).

    Pria yang akrab disapa Kang Wie itu mengungkapkan, dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebelumnya, DAU Ponorogo semula diproyeksikan sekitar Rp1 triliun. Namun setelah terbit Surat Edaran (SE) Kementerian Keuangan Nomor S-62/PK/2025 tentang penyampaian rancangan alokasi transfer ke daerah tahun 2026, alokasinya langsung menyusut Rp131 miliar.

    Dengan demikian, DAU tersisa Rp965 miliar, dan 90 persen dari jumlah itu harus digunakan untuk belanja wajib. “Hitungan kasar kami, setelah dipotong gaji pegawai, bayar utang, listrik, dan lainnya, tersisa sekitar Rp32 miliar yang bisa dialokasikan Pemkab untuk kegiatan selama setahun,” bebernya.

    Kondisi tersebut membuat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Ponorogo segera bersiap menggelar rapat koordinasi bersama pihak eksekutif. Tujuannya, untuk menelaah ulang arah kebijakan belanja daerah agar tidak menabrak prinsip prioritas dan efisiensi.

    “Nanti kami panggil Pemkab untuk membahas bersama. Bukan hanya di Ponorogo, tapi kebijakan nasional ini berlaku untuk seluruh daerah,” pungkas Kang Wie.

    Pemangkasan dana transfer ini dipastikan bakal berdampak luas terhadap program pembangunan, layanan publik, dan alokasi belanja sosial. Namun DPRD berharap momentum ini menjadi uji ketangguhan pemerintah daerah dalam berinovasi mengelola keuangan, menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan menjaga stabilitas pembangunan tanpa membebani masyarakat. (adv/End)

  • Anggota DPRD Depok yang Cabuli Anak Divonis 10 Tahun Penjara

    Anggota DPRD Depok yang Cabuli Anak Divonis 10 Tahun Penjara

    Liputan6.com, Jakarta – Pengadilan Negeri Depok telah melaksanakan persidangan kasus pencabulan anak di bawah umur dilakukan Rudy Kurniawan. Diketahui, Rudy yang merupakan anggota DPRD Kota Depok, didakwa bersalah terhadap perbuatan pencabulan dan mendapatkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

    Majelis hakim, Sondra Mukti Lambang Linuwihara membacakan hasil keputusan sidang terhadap kasus yang menjerat Rudy. Pada persidangan, majelis hakim membacakan sejumlah point yang dihasilkan dari serangkaian persidangan yang telah dilaksanakan, pada kasus pencabulan anak di bawah umur dilakukan oknum DPRD Kota Depok.

    “Mengadili satu, menyatakan terdakwa Rudy Kurniawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya sebagaimana dalam dakwaan,” ujar Sondra saat membacakan putusan, Rabu (15/10/2025).

    Pada poin dua, Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rudy dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sejumlah Rp 300 juta.

    “Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” jelas Sondra.

    Adapun poin tiga, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurang sebelumnya dari pidana yang dijatuhkan.

    “Empat, menetapkan terdakwa tetap ditahan,” tegas Sondra.

    Sondra menyebutkan hal yang memberatkan hukuman kepada terdakwa, yakni Rudy merupakan Anggota DPRD Kota Depok, seharusnya memberikan contoh tauladan dan berperan sebagai wakil rakyat. Selain itu, perbuatan terdakwa dapat menyebabkan anak korban menjadi trauma, kehilangan arah sebagai generasi muda, serta dapat pula merusak masa depan anak korban.

    “Terdakwa tidak mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa melakukan perbuatan pidana pada perkara ini secara berulang kepada anak korban,” ucap Sondra.

     

     

     

     

  • Tokoh Muda NU: Ada upaya meruntuhkan eksistensi pesantren

    Tokoh Muda NU: Ada upaya meruntuhkan eksistensi pesantren

    Sikap tawadhu seorang santri kepada kiai sebagai pembimbing jiwa tidak mungkin luntur hingga kapan pun

    Surabaya (ANTARA) – Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Jairi Irawan, menilai ada upaya meruntuhkan eksistensi pesantren sebagai pilar pendidikan dan keindonesiaan melalui narasi dalam program salah satu televisi nasional.

    “Jika dilihat dari narasinya seakan ada upaya untuk meruntuhkan eksistensi pesantren sebagai salah satu pilar pendidikan,” katanya saat dihubungi dari Surabaya, Rabu.

    Ia menyebut, peristiwa itu semakin menyakitkan karena terjadi pada bulan santri atau menjelang peringatan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober.

    Jairi yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur meminta seluruh elemen bangsa membentengi pesantren dari narasi yang dapat menggerus eksistensi pesantren dan kiai.

    “Dalam sebuah program televisi seharusnya ada quality control sebelum tayang agar produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

    Menurutnya, pihak stasiun televisi juga perlu meminta second opinion dari pihak yang memahami pesantren agar prinsip cover both side terpenuhi sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

    Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur itu menambahkan, setiap komunitas memiliki nilai budaya yang berbeda.

    Pemahaman terhadap sense of culture sangat penting agar yang muncul adalah informasi konstruktif, bukan provokatif.

    Sebagai seorang santri, Jairi menegaskan tidak pernah ada paksaan untuk tunduk dan tawadhu kepada kiai yang telah mengajarkan huruf hijaiyah hingga bisa membaca Al-Qur’an dengan baik.

    “Sikap tawadhu seorang santri kepada kiai sebagai pembimbing jiwa tidak mungkin luntur hingga kapan pun,” ucapnya.

    Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan ro’an atau aktivitas bersama di pesantren dilaksanakan dengan sukarela dan menjadi bagian dari pengisi waktu istirahat di tengah proses belajar kitab dan aktivitas keagamaan.

    Pewarta: Willi Irawan/Faizal Falakki
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Air Mata di Kaligedang: Luka Agraria di Lereng Ijen yang Tak Kunjung Sembuh

    Air Mata di Kaligedang: Luka Agraria di Lereng Ijen yang Tak Kunjung Sembuh

    Bondowoso (beritajatim.com) – Tangis belasan buruh perempuan pecah di tengah hamparan kebun kopi di Desa Kaligedang, Kecamatan Sempol/Ijen, Bondowoso, Senin (13/10/2025) pagi. Di antara batang-batang kopi muda yang patah, mereka duduk lemas, sebagian menatap kosong ke tanah, sebagian lagi menangis hingga histeris.

    “Der kening tolah, Pak… (Semoga pelaku tertimpa azab),” lirih seorang buruh, suaranya parau di udara dingin Ijen yang basah oleh embun pagi. Ia mengusap matanya dengan ujung kaos, sementara di sekitarnya, batang kopi berusia dua tahun tergeletak patah seperti harapan yang runtuh.

    Ribuan pohon kopi muda—sekitar 6.661 batang di lahan seluas 4,6 hektar—ditemukan rusak berat. Semuanya tanaman hasil tanam tahun 2023, masih dalam fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Belum sempat panen pertama, tanaman-tanaman itu dipangkas oleh tangan-tangan gelap di malam hari.

    Bagi PTPN I Regional V, pemilik lahan, kerugian diperkirakan mencapai Rp 435 juta. Namun bagi para buruh, kehilangan itu bukan soal uang, melainkan soal hidup. Di lereng Ijen, kebun bukan hanya tempat mencari nafkah, tapi bagian dari jati diri—warisan panjang sejak masa kolonial Belanda, ketika banyak warga Madura bermigrasi ke dataran tinggi untuk mengolah kopi.

    Luka yang Kembali Menganga

    “Setiap hari kami rawat, siram, bersihkan gulmanya. Sekarang semua habis,” kata seorang buruh perempuan lainnya dengan mata sembab.

    Peristiwa perusakan kebun kopi ini menambah panjang daftar luka agraria di Ijen, wilayah yang sejak lama menyimpan bara konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan negara.

    Kapolsek Ijen, Iptu Suherdi, membenarkan kejadian tersebut. “Kami bersama Brimob dan pihak PTPN sudah lakukan olah TKP. Dugaan sementara perusakan dilakukan pada malam hari antara Minggu dan Senin dini hari,” ujarnya.

    Kasi Humas Polres Bondowoso, Iptu Boby Dwi Siswanto, menegaskan penyelidikan masih berlangsung. “Kami masih mendalami motif dan pelaku,” katanya, Selasa (14/10/2025).

    PTPN sendiri telah melaporkan peristiwa ini secara resmi ke Polres Bondowoso. “Kami sudah lapor ke Polres,” kata Manajer Kebun Blawan PTPN I Regional V, Bambang Trianto, singkat.

    Namun di balik proses hukum itu, para pemangku kepentingan di Bondowoso menyadari bahwa yang terjadi di Kaligedang bukan sekadar pengrusakan kebun, melainkan bagian dari persoalan yang lebih tua: konflik agraria yang tak kunjung selesai.

    Di Antara HGU dan Harapan Warga

    Sekda Bondowoso, Fathur Rozi, yang mewakili Bupati dalam rapat Forkopimda menegaskan, konflik agraria di kawasan Ijen tidak bisa dipandang dari satu sisi. “Ini persoalan lama. Harus diselesaikan dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan budaya,” ujarnya di Pendopo Bupati, Selasa sore.

    Fathur menjelaskan bahwa pemerintah telah memetakan penyelesaian konflik dalam delapan zona. Zona satu, meliputi Kampung Baru dan Kampung Malang, telah dinyatakan tuntas dengan relokasi masyarakat ke lahan baru. “Zona satu sudah klir. Yang lain masih berproses,” katanya.

    Ia juga menanggapi aspirasi masyarakat yang meminta pembatalan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN. “Itu sah saja, tapi tidak bisa gegabah. Semua harus dikaji secara hukum dan sosial,” tegasnya.

    Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, yang sudah puluhan tahun mengikuti dinamika masyarakat Ijen, menilai penyelesaian masalah ini tidak bisa dilakukan sepihak. “Masalah Ijen berlapis. Akar masalahnya bukan sekadar legalitas, tapi juga sosial dan kultural,” ujarnya.

    Ia mencontohkan, data lahan yang sering tidak sinkron antara versi PTPN dan realita lapangan. “Di zona satu, awalnya dilaporkan hanya 4 hektar dengan 6 penggarap. Setelah dicek, ternyata 14 hektar dengan 18 penggarap,” katanya.

    Dhafir menambahkan, secara hukum pembatalan HGU bisa dilakukan jika lahan tidak digunakan sesuai peruntukannya selama dua tahun. “Dari total 7.800 hektar HGU PTPN di Bondowoso, sekitar 3.000 hektar digunakan untuk hortikultura, bukan kopi. Kalau begitu, wajar masyarakat menggugat,” tegasnya.

    Sejarah yang Berulang

    Ijen seperti cermin dari sejarah panjang agraria di Nusantara—tentang tanah, kerja, dan hak yang tak pernah benar-benar selesai. Tahun 2006, kasus serupa pernah terjadi. Sebanyak 370 warga diperiksa karena pengrusakan lahan milik PTPN, tapi akhirnya diselesaikan damai setelah ditemukan akar masalahnya: tanah rawa yang diolah warga turun-temurun. Dua puluh tahun kemudian, luka itu kembali menganga dengan wajah baru.

    Di satu sisi, PTPN sebagai BUMN dituntut menjaga aset negara. Di sisi lain, warga merasa diasingkan di tanah yang sudah mereka garap selama puluhan tahun. Di antara keduanya, ada generasi buruh perempuan yang setiap pagi datang ke kebun, berharap biji kopi yang mereka tanam bisa menjadi masa depan anak-anak mereka.

    Ketua DPRD Ahmad Dhafir menutup pernyataannya dengan nada harap:
    “Kalau Israel dan Palestina saja bisa duduk bersama membicarakan damai, apalagi kita di Bondowoso. Yang penting ada niat baik dan kebijaksanaan.”

    Di Kaligedang, air mata pagi itu mungkin hanyalah permukaan dari luka yang lebih dalam—luka yang sudah lama menunggu disembuhkan dengan keadilan. [awi/beq]