Kementrian Lembaga: DPRD

  • KPK: Pencekalan 4 Pimpinan DPRD Jatim Tak Diperpanjang, Belum Ada Sprindik Baru

    KPK: Pencekalan 4 Pimpinan DPRD Jatim Tak Diperpanjang, Belum Ada Sprindik Baru

    Surabaya (beritajatim.com) – Juru Bicara KPK, Ali Fikri memastikan bahwa empat orang pimpinan DPRD Jatim yang dicekal sejak Februari hingga Agustus 2023 (selama enam bulan) telah berakhir dan tidak diperpanjang kembali untuk enam bulan kedua. Selain itu, KPK juga memastikan belum ada sprindik baru.

    Empat pimpinan dewan periode 2019-2024 itu adalah Ketua DPRD Jatim Kusnadi (PDIP), Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah (PKB), Anwar Sadad (Gerindra), dan Achmad Iskandar (Demokrat). Ketiga orang ini merupakan Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019-2024.

    “Jika seseorang dicegah tangkal (cekal) itu artinya untuk kelancaran proses penanganan perkara. Enam bulan batas waktunya dan dapat diperpanjang enam bulan kedua. Jika berkas perkara sudah cukup, artinya tidak perlu dilakukan pencekalan kedua,” kata Ali kepada wartawan usai Bincang Media Bersama KPK di kantor Dinas Kominfo Provinsi Jatim, Rabu (20/9/2023).

    Pencekalan ini berakhir karena diketahui salah seorang pimpinan dewan telah bepergian ke luar negeri. “Artinya, kalau sudah ada yang di luar negeri, berarti sudah tidak dicekal. Kalau membutuhkan keterangannya kembali untuk berkas perkara, akan dicekal kembali. Ini karena batas maksimal seseorang dicekal adalah satu tahun (enam bulan pertama dan enam bulan kedua). Kalau melebihi itu, bisa melanggar HAM,” imbuhnya.

    BACA JUGA:
    KPK Cegah 4 Anggota DPRD Jatim Pergi ke Luar Negeri

    Ali meminta semua pihak menunggu hasil dari vonis kasus hibah yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak.

    “Kita menunggu putusannya. Setelah putusan, bisa dikembangkan lebih lanjut, apakah ada fakta-fakta hukum yang bisa dikembangkan oleh tim jaksa KPK. Kalau cukup ada dua alat bukti pasti dikembangkan.Silakan teman-teman jurnalis kawal prosesnya. Silakan sampaikan ke pengaduan masyarakat,” pungkasnya. [tok/suf]

  • Bupati dan Kapolres Gresik Motivasi Siswi SD Gangguan Mata

    Bupati dan Kapolres Gresik Motivasi Siswi SD Gangguan Mata

    Gresik (beritajatim.com) – Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani dan Kapolres AKBP Adithya Panji Anom menjenguk siswi Sekolah Dasar (SD) yang mengalami gangguan mata akibat dicolok tusukan bakso.

    Bupati yang akrab disapa Gus Yani ini bersama Adhitya membawakan mainan serta bingkisan sebagai bentuk motivasi untuk SAH (8) agar tidak mengalami trauma.

    “Kedatangan kami bersama Bupati Gresik untuk memberikan support, dan memastikan proses penyidikan kasus yang dialami SAH terus berlanjut,” ujar Adhitya, Rabu (20/9/2023).

    Untuk menghilangkan trauma, lanjut Adhitya, siswi SD tersebut akan menjalani pemeriksaan psikologis di RS Bhayangkara Polda Jatim. Pemeriksaan ini dijalankan sebagai upaya trauma healing demi memulihkan kejiwaan korban.

    BACA JUGA:
    Mata Siswi SD Ditusuk, Disdik Gresik Belum Sanksi Kepsek

    Sementara terkait dengan penanganan kasus ini, alumnus Akpol 2002 itu menambahkan, pihaknya sudah memanggil 12 saksi dan meminta bantuan Labfor Polda Jatim untuk analisa DVR CCTV.

    “Secepatnya hasilnya keluar akan kami informasikan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Gus Yani mengatakan, dia datang bersama jajaran kepala organisasi perangkat daerah (OPD). Mulai dari Dinas Pendidikan, RSUD Ibnu Sina, Dinas Keluarga Berencana Pelayanan Perempuan dan Perlindungan Anak (KB,PP,PA), serta DPRD Gresik.

    “Saya turut prihatin atas apa yang dialami SAH. Insya Allah kami semaksimal mungkin mendampingi korban, agar traumanya tidak berkepanjangan. Sehingga, mentalnya bisa pulih, dan melanjutkan sekolah kembali,” katanya.

    BACA JUGA:
    Kasus Penusukan Mata Siswi SD di Gresik Naik ke Penyidikan

    Mantan Ketua DPRD Gresik itu menyatakan dirinya meminta Dinas Pendidikan dalam waktu dekat juga survei mencarikan sekolah baru, atau pindah sekolah di sekitar tempat tinggal korban.

    “Mana yang cocok dan mana yang menyenangkan, sehingga korban bisa kembali sekolah. Masa depannya masih panjang, mengejar cita-cita,” ungkapnya.

    Dirinya juga menegaskan akan membantu pemeriksaan dan pengobatan SAH. Salah satunya terkait pemeriksaan MRI di Runas Sakit Surabaya.

    “Kalau mental dan psikologi korban sudah normal, pemeriksaan MRI segera dilakukan. Semoga tidak ada yang membahayakan pada mata korban,” pungkasnya. [dny/beq]

  • Mantan Petugas Pengamanan DPRD Surabaya Dituntut 22 Bulan

    Mantan Petugas Pengamanan DPRD Surabaya Dituntut 22 Bulan

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewi Kusumawati menuntut pidana penjara selama 22 bulan pada Didik Suwandono (57). Eks Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya ini, dinilai telah terbukti melakukan penipuan dan penggelapan uang puluhan juta rupiah dengan modus janjikan pekerjaan sebagai Linmas.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Didik Suwandono dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 10 bulan dikurangi masa tahanan dan masa penangkapan dengan perintah agar para terdakwa tetap ditahan. Menyatakan barang bukti berupa 1 lembar Fc leges atas kwitansi pembayaran senilai Rp. 10.000.000,- tertanggal 13 April 2022;
    1 (satu) lembar Fc leges atas Surat Pernyataan Didik Suwandono tertanggal 13 April 2022, lembar foto Sdr Didik telah menerima uang sbesar Rp. 10.000.000, 11 lembar Fc percakapan whatsapp dari Sdr Didik, 5 lembar Fc leges SMS dari Sdr Didik yang disita dari saksi Asmuri,” ujar Jaksa Dewi, di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

    Perbuatan Terdakwa sebagaimana tertuang dalam Pasal 372 dan 378 KUHPidana.

    Perlu diketahui, saksi Asmuri dalam persidangan menjelaskan bahwa terdakwa pada sebelumnya menawarkan pekerjaan outsourcing Linmas Surabaya dengan pasang tarif Rp 25 juta. Karena tertarik, Asmuri menawarkan kepada keponakannya yaitu Angga Dirgantara Putra. Saat itulah terdakwa mengatakan kepada saksi Asmuri untuk menyediakan uang sebesar Rp 25 Juta yang dipergunakan untuk membayar orang dalam Pemerintah Kota Surabaya yang membantu memasukkan saksi Angga untuk bekerja di Pemerintah Kota Surabaya.

    “Pada hari Kamis tanggal 13 April 2023 sekira pukul 19.00 WIB terdakwa dirumah mengambil uang sebesar Rp 10 juta serta dokumen surat-surat. Dia itu masih kerja sebagai pamdal, ya saya percaya. Yang saya kasih 10 juta, untuk sisanya setelah masuk. Katanya sampai 3 – 4 bulan masuk, ternyata hingga saat ini belum masuk,” kata Asmuri, memberikan keterangannya dalam persidangan.

    “Saya bertanya di tetangga-tetangganya, ternyata tidak satu dua kali dia membohongi orang,” pungkasnya.

    Menanggapi keterangan saksi, terdakwa membenarkan bahwa dia mengaku salah. “Benar saya merasa bersalah, Yang Mulia,” ujar terdakwa.

    Saat itu uang tersebut diserahkan korban kepada terdakwa, karena percaya selama ini terdakwa bekerja sebagai petugas pengamanan di DPRD Surabaya. Terdakwa menyakinkan saksi Asmuri dengan cara menggunakan dua Handphone milik terdakwa yang mana nomor Handphone yang tidak dikenal dibuat seakan–akan adanya chattingan, dengankata –kata dari seseorang yang bekerja di Pemerintahan Kota Surabay. Isinya informasi seolah–olah adanya rekrutmen penerimaan karyawan outsourcing di Pemerintahan Kota Surabaya.

    BACA JUGA:

    Minta Penglarisan, Wanita Tuban Kena Tipu Dukun Rp4,2 M

    Lalu chattingan tersebut dikirimkan kembali ke Handphone milik terdakwa melalui pesan WhatsAap yang nomor Handphone tersebut sudah diketahui oleh saksi Asmuri.

    Semenjak pengambilan uang tersebut, selang beberapa hari saksi Asmuri tidak mendapatkan kejelasan dari terdakwa serta terdakwa selalu menghindar. Akhirnya saksi Asmuri merasa ditipu oleh terdakwa dikarenakan hingga saat ini terdakwa tidak memberikan kejelasan. Lalu saksi Asmuri melaporkan perbuatan terdakwa ke Kantor Kepolisian Sektor Bubutan. [uci/but]

  • Tenaga Ahli Sebut PKPU Tak Batalkan Tender RS Surabaya Timur

    Tenaga Ahli Sebut PKPU Tak Batalkan Tender RS Surabaya Timur

    Surabaya (beritajatim.com) – Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) diputuskan PN Niaga Makasar. Putusan itu dinilai tidak berpengaruh pada penetapan tender RS Surabaya Timur yang dimenangkan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP).

    Menurut Tenaga Ahli Menteri Bidang Pengadaan Barang/Jasa Riad Horem, hal ini karena putusan PKPU tersebut belum inkrah. Terlebih PTPP tidak dalam keadaan pailit sehingga masih melaksanakan operasional Perusahaan.

    Selain itu, kata Riad, proses prakualifikasi tender sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Jadi tidak ada alasan bahwa kondisi PKPU dapat membatalkan pemenang tender,” kata Riad dalam keterangan tertulis yang diterima beritajatim, Senin (18/9/2023).

    Ia mengungkapkan bahwa kondisi terkait PKPU tidak termasuk ke dalam hal-hal yang dapat membatalkan tender sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (2) Pepres Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

    Ia menambahkan, proses prakualifikasi tender RS Surabaya Timur telah dilaksanakan dan ditetapkan lulus pada 16 Juni 2023. Dalam prakualifikasi itu, PTPP sudah memenuhi persyaratan prakualifikasi termasuk ketentuan surat pernyataan yang diatur di butir 3.4.1 Syarat Kualifikasi Administrasi/Legalitas Penyedia lampiran II Peraturan Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (Perka LKPP 2021).

    Dalam surat pernyataan tersebut disyaratkan bahwa yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, dan kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan. Ketentuan tersebut merupakan suatu rangkaian proses, dibaca keseluruhan bukan diartikan per bagian.

    Untuk kondisi PKPU sementara saat ini tidak membuat perusahaan tidak memenuhi persyaratan dalam surat pernyataan tersebut. Apalagi keputusan sementara tersebut diterbitkan setelah proses kualifikasi telah menjadi keputusan.

    “Dengan demikian PTPP sudah memenuhi Syarat Kualifikasi Administrasi/Legalitas Penyedia dalam Perka LKPP 2021 sehingga tidak ada alasan menghentikan Proses Tender dan harus dilanjutkan,” kata Riad.

    BACA JUGA:

    Pengamat Hukum: PTPP Tak Dapat Dipertahankan Sebagai Pemenang Tender RS Surabaya Timur

    Sebagai informasi, sebelumnya opini pengacara Sabar Simamora mengatakan bahwa PTPP harus dibatalkan sebagai pemenang tender konstruksi RS Surabaya Timur. Hal ini menyusul status PTPP yang dinyatakan dalam keadaan PKPUS berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar No.9/Pdt.Sus.PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.

    “PTPP selaku debitur yang dinyatakan dalam keadaan PKPU tidak dapat lagi dipertahankan sebagai pemenang tender pembangunan Rumah Sakit Surabaya Timur karena tidak memenuhi syarat administrasi dan legalitas sebagai penyedia,” sebut Sabar Simamora.

    Selanjutnya, dia juga menjelaskan selama penundaan kewajiban pembayaran utang, debitur tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.

    Sementara itu, Kuasa Hukum PTPP Irfan Aghasar menyatakan, PTPP telah mendapatkan persetujuan pengurus untuk melakukan beberapa kegiatan operasional, sepanjang tidak merugikan perusahaan.

    BACA JUGA:

    Datangi DPRD, Kosgoro 57 Jatim Desak Segera Hearing Polemik RS Surabaya Timur

    Dari ketentuan terkait PKPU Bab III Pasal 240 Ayat (3) UU No 37 Tahun 2004, Kewajiban Debitur yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang hanya dapat dibebankan kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan Debitor.

    Oleh karena itu, berdasarkan kondisi perusahaan dan Upaya yang sedang dilakukan sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PTPP memenuhi persyaratan dan kualifikasi sebagai peserta tender termasuk ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri PUPR Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang standar dan pedoman pengadaan pekerjaan konstruksi terintegrasi rancang bangun melalui penyedia. [ipl/but]

  • Sahat : Tuntutan 12 Tahun dan Uang Pengembalian Rp 39,5 Miliar Terlalu Berat

    Sahat : Tuntutan 12 Tahun dan Uang Pengembalian Rp 39,5 Miliar Terlalu Berat

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjutak menyebut bahwa tuntutan 12 tahun penjara, uang pengembalian Rp 39,5 miliar kemudian denda Rp 1 miliar yang diajukan JPU KPK pada dirinya terlalu berat. Terlebih lagi, Sahat juga dituntut sanksi larangan berpolitik selama lima tahun.

    “Tuntutan hukuman itu sangat berat bagi saya dan keluarga. Saya tidak pernah menerima uang sebesar itu, bagaimana saya bisa mengakui sesuatu yang tidak pernah saya tahu dan tidak pernah saya terima,” ujar Sahat dalam pembelaannya dalam persidangan yang digelar di PN Tipikor, Jumat (15/9/2023).

    Sahat juga mengaku tidak pernah membuat kesepakatan dengan siapapun terkait persentase fee 20 persen atau berapapun persentase tentang pengusulan dana hibah. Menurutnya kesaksian yang disampaikan Abdul Hamid dan Ilham tidak benar.

    “Sejak awal saya tidak pernah mengambil keuntungan pribadi dari apapun untuk kepentingan masyarakat.
    Niat saya menjadi anggota DPRD Jatim semata-mata untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat dan untuk itu saya mendapatkan kepercayaan masyarakat sehingga saya terpilih selama tiga periode di provinsi Jawa Timur,” tambahnya.

    Uang puluhan miliar itu lanjut Sahat, sangat besar dan tidak mungkin secara logika ada orang yang menyerahkan orang dan orang itu tidak pernah tahu orang tersebut sampai atau tidak pada si penerimanya.

    “Apalagi saudara Hamid dan saudara Ilham mengatakan uang puluhan miliar itu mereka serahkan sebelum tahun 2022. Sedangkan Abdul Hamid dan Ilham baru mengenal saya pada Tahun 2022. Jadi tuntutan hukuman itu sangat berat bagi saya dan memberatkan keluarga saya,” ujarnya.

    “Semua wartawan media online sudah menulis bahkan ratusan konten YouTube berkaitan dengan kasus saya beredar di dunia maya dan jejak digital informasi ini tidak akan pernah hilang selamanya bahkan seumur hidup saya. Dan keluarga saya tetap akan menjalani pidana sanksi sosial selamanya seumur hidup saya,” ungkap Sahat. [uci/kun]

    BACA JUGA: Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

  • Sahat Mengaku Terima Suap, Tapi Tidak Seperti Yang Didakwakan Jaksa

    Sahat Mengaku Terima Suap, Tapi Tidak Seperti Yang Didakwakan Jaksa

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjutak mengajukan pembelaan atas tuntutan 12 tahun dari Jaksa KPK. Wakil ketua DPRD Jatim Non aktif ini mengakui bersalah dan menerima suap melalui anak buahnya Rusdi (terdakwa terpisah), namun nilai suap yang diterima Sahat tak sebesar seperti yang disampaikan Jaksa.

    “Saya sudah menyatakan bersalah tapi saya izin ingin mengklarifikasi jumlah nominal yang didakwakan atau dituntutkan kepada saya bukan sebesar 39,5 miliar, yang saya terima dari Abdul Hamid dan Ilham secara tidak langsung hanya sepanjang tahun 2022 melalui saudara Rusdi hanya sebesar 2,75 miliar,” beber Sahat dalam persidangan yang digelar di PN Tipikor Surabaya, Jumat (15/9/2023).

    Sahat merinci, uang Rp 1 miliar dia terima secara tunai kemudian Rp 250 juta via transfer ke rekeningnya Rusdi kemudian Rp 500 juta tunai dan Rp 1 miliar pada saat terjadi operasi tangkap tangan pada tanggal 14 Desember 2022. “Sedangkan sisanya Rp 36 miliar sebagaimana kesaksian saudara Hamid dan saudara Eeng diberikan pada almarhum Qosim uang itu tidak pernah saya terima,” tambahnya.

    Dalam pledoinya, Sahat juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengenal Qosim dan tidak pernah bertemu Qosim sebagaimana fakta persidangan ini penyidik KPK dan jaksa penuntut umum sudah pasti memeriksa HP dia dan pasti tidak ada rekam jejak digital atau bukti riwayat chat komunikasinya dengan Qosim.

    “Dalam faktor persidangan saudara Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi mengatakan tidak pernah mengetahui dan tidak menyaksikan almarhum Qosim menyerahkan uang berturut-turut sampai Rp 36,5 miliar kepada saya. Dan tidak pernah terkonfirmasi kepada saya dari Abdul Hamid Ilham Wahyudi atau Abdul Qosim,” ujarnya.

    Dalam fakta persidangan saksi Abdul Hamid dan saksi Wahyudi hanya mengenal dia pada Tahun 2022 dan itu pun karena mereka berdua datang ke kantor dia. [uci/kun]

    BACA JUGA: Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

  • 7 Fakta Gedung Pemkab Lamongan yang Disorot KPK

    7 Fakta Gedung Pemkab Lamongan yang Disorot KPK

    Lamongan (beritajatim.com) – Usai KPK menggeledah Kantor Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (Perkim) serta Rumah Dinas Bupati Lamongan, pada Rabu (13/9/2023) kemarin, kini Gedung Pemkab Lamongan jadi sorotan publik.

    Gedung Pemkab tersebut menjadi alasan datangnya KPK ke Kota Soto. Ada beberapa fakta menarik yang berhasil dirangkum dari Gedung Pemkab Lamongan yang kini berdiri tepat di selatan Alun-alun Lamongan.

    1. Pembangunan Dimulai 2017 dan Telan Dana Rp151 Miliar

    Gedung dengan 7 lantai itu dibangun sejak tahun 2017 silam. Peletakan batu pertama pembangunan gedung ini dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2017, bertepatan dengan HUT ke-72 RI.

    Dana APBD yang digelontorkan untuk pembangunan gedung itu bernilai Rp 151 miliar. Gedung ini ditempati oleh Sekretariat Daerah, Staf Ahli, Bappeda, BKD dan Diskominfo.

    2. Pembangunan Gedung Sempat Molor dari Target Awal

    Pembangunan itu sempat dikabarkan bermasalah. Pasalnya, pengerjaan proyek multiyears gedung itu terjadi addendum untuk perpanjangan waktu hingga 5 kali dan membutuhkan waktu selama 3 tahun.

    Pembangunan gedung Pemkab Lamongan tujuh lantai dan Bappeda tiga lantai ini awalnya ditargetkan rampung Maret 2019, namun karena berbagai alasan akhirnya dilakukan perpanjangan kontrak hingga Mei 2019.

    BACA JUGA:
    Bupati Lamongan: Penggeledahan KPK Terkait Gedung Pemda

    Perpanjangan (addendum) selama 45 hari itu diakui demi bisa memaksimalkan pekerjaan, karena ada salah satu kegiatan dalam kontrak yang pembongkarannya tidak sesuai dengan perjanjian awal. Pihak pelaksana pun mengajukan keberatan.

    Selain itu, Gedung Bappeda yang seharusnya dibongkar pada November 2017, ternyata malah mundur hingga Juni 2018 atau mundur sekitar lima bulan lebih.

    Bahkan, selain akibat tertundanya pembongkaran gedung Bappeda, juga terdapat perubahan desain yang mengakibatkan munculnya pekerjaan baru, yang menimbulkan berubahnya volume kontrak.

    Diklaim pula, addendum ini sesuai kesepakatan bersama. Aturan perpanjangan tersebut juga sesuai Perpres 16/2018 tentang pengadaan barang dan jasa, yakni, pasal 54 mengenai perubahan kontrak.

    3. Gedung Dibangun Saat Lamongan Dijabat Bupati dan Ketua DPRD Bapak-Anak

    Proses Pembangunan Gedung Pemkab Lamongan yang memakan waktu sekitar 3 tahun itu terjadi pada era mendiang Bupati Fadeli.

    Menariknya, pada tahun 2018, anaknya yang bernama Debby Kurniawan, didapuk sebagai Ketua DPRD Lamongan, menggantikan Kaharudin untuk masa jabatan 2014-2019 melalui mekanisme Pengganti Antar Waktu (PAW).

    Debby Kurniawan usai dilantik sebagai Ketua DPRD yang baru, di malam yang sama langsung memimpin rapat paripurna dalam rangka pembahasan raperda dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2017.

    4. Gedung Diresmikan Tepat di Hari Pahlawan

    Gedung baru Pemkab Lamongan itu diresmikan oleh Bupati Fadeli, ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pemukulan gong, pada tanggal 10 November 2019, tepat saat peringatan Hari Pahlawan.

    BACA JUGA:
    6 Jam KPK Geledah Rumdin Bupati Lamongan, Desas Desus Muncul

    Usai diresmikan, pada malam harinya langsung disajikan pagelaran Wayang Thengul dengan lakon Babad Lamongan. Pagelaran ini berlangsung dengan meriah.

    5. Biaya Perawatan Gedung Telan Rp800 Juta

    Biaya perawatan untuk Gedung Pemkab Lamongan dialokasikan sebesar Rp800 Juta. Anggaran tersebut juga diperuntukkan untuk perawatan Rumah Dinas Bupati, Wakil Bupati, Sekda, serta Pendopo Lokatantra.

    Kebutuhan perawatan gedung paling banyak dialokasikan untuk lift, karena gedung ini memiliki 7 lantai yang memang membutuhkan perawatan esktra dan berkala.

    Selain itu, disusul oleh kebutuhan listrik, lampu-lampu gedung, perbaikan toilet, plafon yang bocor, pengecatan dan sebagainya.

    6. Proyek Pembangunan Gedung Pernah Disoal KPK Sebelumnya

    Proyek Pembangunan Gedung Pemkab senilai Rp151 miliar itu pernah disoal oleh KPK pada tahun 2021 lalu. Bahkan, dikabarkan ada beberapa pejabat Pemkab Lamongan yang telah diperiksa.

    Waktu itu, gedung itu diduga kuat bermasalah lantaran pengerjaan proyek itu terjadi addendum untuk perpanjangan waktu hingga 5 kali dan membutuhkan waktu selama 3 tahun. Akan tetapi, tak ada kejelasan terkait maksud dan tujuan KPK, hingga pada tahun ini kembali mencuat lagi.

    7. Pembangunan Gedung Dinilai Tak Indahkan Sejarah

    Pembangunan Gedung Pemkab Lamongan berlantai 7 itu dipandang menghilangkan nilai sejarah bangunan sebelumnya yang bercorak hindia belanda dan pernah menjadi kantor administrasi pemerintahan kolonial.

    BACA JUGA:
    Sekda Lamongan Tanggapi Soal Kedatangan KPK ke Dinas Perkim dan Rumdin Bupati

    Berdasarkan catatan di museum Leiden Belanda, bangunan sebelumnya telah ada sejak tahun 1922. Hal itu dibuktikan dengan adanya foto jamuan makan saat Gubernur Jenderal D. Fock (setingkat Presiden Hindia Belanda) singgah di Lamongan.

    Tak hanya itu, terdapat pula prasasti peletakan batu pertama tahun 1953, yang dikabarkan sebagai penanda adanya renovasi pada masa pemerintahan Bupati R. Abdoel Hamid.

    Kemudian sesuai UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, benda atau gedung Pemkab lama ini sudah bisa dijadikan Objek Cagar Budaya lantaran usianya melebihi 50 tahun. [riq/beq]

  • Senggolan lalu Kopi Tumpah, Nyawa Warga Sumenep Melayang

    Senggolan lalu Kopi Tumpah, Nyawa Warga Sumenep Melayang

    Sumenep (beritajatim.com) – Mustar (51), warga Desa Ketawang Laok, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, meninggal dengan penuh luka di tubuhnya. Nyawa pun menyalang akibat sabetan pisau H Jamil (60), yang masih tetangganya sendiri.

    “Mustar akhirnya meninggal dengan luka tusuk di perut, kemudian luka di pipi sebelah kanan, luka di tangan kanan dan jari-jari tangannya juga luka,” kata Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S, Jumat (08/09/2023).

    Kejadian mengerikan itu berawal ketika H. Jamil bertemu dengan Mustar di rumah Sajjed yang masih tetangganya. Sebagai tetangga, Jamil dan Mustar membantu menggulung tembakau.

    Saat itu ketika Mustar akan mengambil ‘wedang’ kopi, ia berpapasan dengan Jamil. Tanpa sengaja, tangan Mustar menyenggol tangan kanan Jamil yang tengah memegang secangkir kopi, hingga kopi itu tumpah ke bajunya.

    Setelah itu, Jamil langsung pulang karena tidak ingin terjadi pertengkaran dengan Mustar. Namun dalam perjalanan pulang, topi Jamil terjatuh. Ia pun berniat mengambil topi itu.

    Tanpa disangka, tiba-tiba Mustar dari belakang memukul Jamil. Akibatnya terjadi cek cok mulut antara mereka berdua. Kemudian Mustar menendang Jamil. Jamil pun tidak terima dan mengambil sebilah pisau yang dia selipkan di pinggang sebelah kanan

    “Melihat Jamil mengeluarkan pisau dari pinggangnya, Mustar kemudian berniat akan merebut pisau yang masih dipegang Jamil. Ternyata Jamil mendorong pisau itu ke arah depan, sehingga mengenai perut Mustar,” ungkap Widiarti.

    BACA JUGA:

    Polisi Tangkap Tiga Pelaku Carok Maut di Sumberbaru Jember

    Setelah itu, Mustar dan Jamil pun bergelut. Warga yang ada di sekitar lokasi langsung melerai. Saat itu Mustar didapati luka parah dan langsung dilarikan ke Puskesmas terdekat. Namun sayang, nyawanya tidak tertolong. Sedangkan Jamil untuk sementara diamankan di rumah salah satu anggota DPRD Sumenep di Desa Ketawang Laok.

    “Selanjutnya anggota Polsek Guluk-Guluk bersama anggota Resmob Polres Sumenep datang ke rumah anggota dewan itu dan membawa tersangka pelaku penganiayaan yakni H. Jamil ke Polres Sumenep untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut,” terang Widiarti. [tem/but]

  • Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

    Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua Simanjuntak dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa KPK Arif Suhermanto. Wakil Ketua DPRD Jatim non-aktif ini dinilai jaksa terbukti melakukan korupsi dana hibah pokok pikiran (pokir) APBD Pemprov Jatim.

    Atas tuntutan tersebut, Sahat hanya menundukkan kepala. Setelah sidang rampung, ia lantas berdiri dengan gestur tubuh lemas, lalu berjalan keluar ruang persidangan dengan mulut terbungkam.

    Selain dituntut pidana penjara selama 12 tahun, Sahat juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar. Tak hanya itu, hak politik menduduki jabatan publik selama lima tahun dicabut.

    “Menuntut untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap Sahat dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi dengan masa tahanan selama persidangan, dan denda Rp1 miliar, subsider 6 pidana kurungan bulan, dan tetap ditahan,” ujar JPU KPK, Arif Suhermanto membacakan nota tuntutan.

    BACA JUGA:
    Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Dalam tuntutan Jaksa Arif, Sahat juga diwajibkan membayar biaya pengganti senilai Rp39 miliar. Jika tidak segera dibayar maka pihak Jaksa dapat melakukan penyitaan terhadap harta benda terdakwa Sahat.

    Namun, manakala harta benda terdakwa yang disita nilanya tak mencukupi untuk membayar biaya pengganti, maka diganti dengan pidana penjara enam tahun.

    “Terdakwa harus mengganti uang pengganti biaya perkara sejumlah Rp39 miliar selama proses pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” jelasnya.

    BACA JUGA:
    Suap Dana Pokir DPRD Jatim, Sahat Ingkari Terima Rp39,5 M

    “Jika dalam waktu tersebut belum membayar pengganti, maka harta akan disita oleh Jaksa agar dipakai menutupi uang pengganti tersebut,” terangnya.

    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara 6 tahun,” tambahnya. [uci/beq]

  • Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Rusdi, office boy (OB) sekaligus staf sekretariatan DPRD Jatim dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto, Jumat (8/9/2023). Dalam tuntutannya Jaksa menyebut Rusdi mendukung praktik kejahatan kolusi korupsi dan nepotisme (KKN). Termasuk menciderai kepercayaan masyarakat.

    Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra PN Tipikor Surabaya, Jaksa Arif menyebut Rusdi juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta, atau subsider pidana penjara pengganti enam bulan. “Menuntut terdakwa Rusdi pidana penjara 4 tahun, dikurangi selama terdakwa selama tahanan, dan pidana denda sebesar 200 juta subsider pidana pengganti kurungan 6 bulan, dan terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa Arif.

    “Hal memberatkan, terdakwa Rusdi tidak mendukung pemerintah yang bersih dari KKN, perbuatan terdakwa menciderai masyarakat,” lanjutnya.

    Sedangkan, hal yang meringankan atas tuntutan terdakwa Rusdi. Yakni, terdakwa memiliki tanggung jawab menghidupi istri dan ketiga anaknya yang masih sekolah.

    Kemudian, selalu bersikap sopan selama persidangan. Dan, terdakwa telah mengakui perbuatannya dalam dakwaan selama persidangan. “Hal meringankan, terdakwa Mengakui perbuatannya, terdakwa memiliki tanggung keluarga, dan selama menjalani proses hukum terdakwa bersikap sopan,” pungkasnya.

    Arif menerangkan pasal yang diterapkan dalam tuntutannya terhadap terdakwa Rusdi. Yakni, memutuskan terdakwa Rusdi telah meyakinkan bersalah melakukan tindakan melanggar hukum bersama sama sebagaimana dakwaan pertama melanggar Pasal Tipikor.

    Diantaranya, Pasal 12 a Jo Pasal 15 Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. [uci/kun]

    BACA JUGA: Suap Dana Pokir DPRD Jatim, Sahat Ingkari Terima Rp39,5 M