Kementrian Lembaga: DPRD

  • Ruang Terbuka Milik Pemkab Tuban Sering Dibuat Mesum, DPRD Prihatin

    Ruang Terbuka Milik Pemkab Tuban Sering Dibuat Mesum, DPRD Prihatin

    Tuban (beritajatim.com) – Maraknya remaja yang berpacaran di tempat umum hingga melakukan adegan mesra, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tuban turut prihatin atas kenakalan remaja-remaja saat ini.

    Seperti halnya beberapa waktu yang lalu, sempat dihebohkan area fasilitas umum milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban Taman Hutan Kota Abipraya dan Alun-Alun yang selalu menjadi tempat mesum bagi para pemuda berpacaran.

    Menurut Komisi IV DPRD Tuban Sri Rahayu yang membidangi pendidikan merasa prihatin dengan fenomena anak remaja yang kurang santun dalam berperilaku. Namun, hal ini menjadi tanggung jawab bersama bukan hanya pemerintah saja.

    “Hal ini tak lepas karena adanya teknologi yang semakin canggih dan medsos yang luar biasa,” ungkap Sri Rahayu, Selasa (28/01/2026).

    Lanjut, padahal Pemerintah Daerah telah membuat taman ruang terbuka untuk masyarakat Kabupaten Tuban khususnya, supaya bebas untuk berpikir serta terbuka dan sebagai tempat edukasi juga tempat bertamasya.

    “Oleh karena itu, kami akan mendukung pemerintah untuk memperbanyak CCTV sebagai kontrol,” terang Yayuk sapanya.

    Bahkan, wanita politisi Golkar ini juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi perihal tentang pernikahan dini, potensi diri, pendidikan kesehatan dan perundungan di lingkungan sekolah. Bahkan, pihaknya juga memberikan pelatihan-pelatihan di tingkat Kecamatan untuk mengarahkan mereka kepada hal yang positif.

    “Sebagai pelopor, anak juga sebagai contoh kebaikan dalam segala hal, melalui potensi diri, kreatifitas dan inovasi,” imbuhnya.

    Sementara itu, untuk mengantisipasi kenakalan remaja, mereka harus melaporkan segala sesuatu hal yang negatif yang terdeteksi pada teman-teman mereka di sekolah maupun di luar sekolah untuk disampaikan pada sekolah, dinas terkait Dinsos P3A dan Komisi IV DPRD Kabupaten Tuban agar dilakukan pembinaan.

    “Namun, fenomena ini adalah tanggung jawab bersama bukan hanya pemerintah, melainkan keluarga sebagai peran pertama, pendidik, tokoh agama, masyarakat tak terkecuali juga wartawan harus memberikan berita-berita yang mengedukasi para remaja kita saat ini,” pungkasnya. [ayu/ted]

  • Wacana Kota Cimahi Perluas Wilayah, DPRD Soroti Kebutuhan Anggaran

    Wacana Kota Cimahi Perluas Wilayah, DPRD Soroti Kebutuhan Anggaran

    JABAR EKSPRES – Wacana perluasan wilayah Kota Cimahi kembali mencuat seiring dengan rencana memasukkan Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, ke dalam wilayah administrasi Kota Cimahi.

    Ketua DPRD Kota Cimahi, Wahyu Widyatmoko, menilai rencana ini sebagai langkah strategis yang membutuhkan kajian mendalam untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

    “Perluasan wilayah Kota Cimahi memerlukan kajian mendalam, termasuk rencana memasukkan Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung,” ujar Wahyu, Selasa (28/1/25).

    BACA JUGA: Lima Kecamatan Dianggap Ideal untuk Perluasan Kota Cimahi

    Ia juga menyoroti bahwa rencana ini memerlukan anggaran besar yang perlu dibahas lebih lanjut.

    “Anggaran yang diperlukan belum bisa dipastikan karena harus dibahas lebih lanjut secara komprehensif dengan Pemkot Cimahi,” jelasnya.

    Wahyu menekankan bahwa kajian tersebut tidak hanya bertujuan untuk memperluas wilayah, tetapi juga untuk mempermudah pelayanan publik.

    Namun, ia mengingatkan bahwa pembahasan intensif antara Pemerintah Kota Cimahi, Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih, serta DPRD Kota Cimahi harus dilakukan setelah pelantikan kepala daerah.

    BACA JUGA: Dituduh Mabuk, Dua Politisi Kota Cimahi Ribut, Saling Ancam Lapor Polisi!

    Wahyu juga menggarisbawahi pentingnya sosialisasi kepada masyarakat terkait wacana ini.

    “Pemkot Cimahi harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Saat ini, DPRD Cimahi belum dilibatkan sehingga kami belum mengetahui progresnya,” katanya.

    Menurut Wahyu, salah satu alasan yang mendasari rencana perluasan adalah fakta bahwa Kecamatan Margaasih secara hukum berada dalam wilayah Polres Cimahi.

    Namun, ia menegaskan bahwa alasan tersebut tidak dapat dijadikan satu-satunya pertimbangan.

    BACA JUGA: Ketua DPC PPP Cimahi dan Anggota DPRD Fraksi Gerindra Berseteru, hingga Ancam Saling Laporkan

    Sebelumnya, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bamperda) Kota Cimahi, Enang Sahri Lukmansyah, mendukung wacana tersebut dan menyatakan bahwa idealnya Kota Cimahi memiliki lima kecamatan dan 20 kelurahan.

    “Gagasan perluasan wilayah yang dicanangkan oleh Wali Kota Cimahi terpilih memang menjadi target kami, karena Kota Cimahi memang harus diperluas,” ujar Enang.

    Namun, ia menambahkan, upaya ini belum berlanjut karena rasio pemerintahan yang dianggap belum memadai antara jumlah penduduk dengan pengembangan kelurahan dan kecamatan.

  • Lima Kecamatan Dianggap Ideal untuk Perluasan Kota Cimahi

    Lima Kecamatan Dianggap Ideal untuk Perluasan Kota Cimahi

    JABAR EKSPRES — Kota Cimahi dinilai perlu memperluas wilayahnya dengan menambah jumlah kecamatan dan kelurahan guna mengimbangi lonjakan jumlah penduduk.

    Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bamperda) Kota Cimahi, Enang Sahri Lukmansyah, mengungkapkan idealnya Kita Cimahi memiliki lima kecamatan dan 20 kelurahan.

    Hal itu muncul seiring wacana perluasan wilayah Kota Cimahi yang melibatkan Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung.

    BACA JUGA: Dituduh Mabuk, Dua Politisi Kota Cimahi Ribut, Saling Ancam Lapor Polisi!

    “Gagasan perluasan wilayah yang dicanangkan oleh Wali Kota Cimahi terpilih memang menjadi target kami, karena Kota Cimahi memang harus diperluas,” ujar Enang saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/25).

    Enang menjelaskan, Kota Cimahi dibentuk sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001 dengan luas wilayah 40,2 kilometer persegi, terdiri atas tiga kecamatan, 15 kelurahan, 312 RW, dan 1.724 RT. Saat awal berdiri, jumlah penduduk Cimahi tercatat hanya 350.000 jiwa.

    Namun, jumlah tersebut terus meningkat hingga saat ini mencapai 600.000 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, yakni sekitar 16.000 hingga 22.000 jiwa per kilometer persegi.

    BACA JUGA: Mayat Pria dengan Luka di Kepala Ditemukan di Sebuah Kebun, Polres Cimahi dalami Penyebab Kematian

    “Dengan luas wilayah yang ada, hal ini menjadi permasalahan tersendiri,” tambah Enang.

    Sebelumnya, wacana perluasan wilayah Kota Cimahi sudah pernah digulirkan DPRD setempat pada 2011. Saat itu, Dewan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas perluasan wilayah hingga melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri.

    Namun, upaya tersebut tidak berlanjut karena rasio pemerintahan dinilai belum memadai antara jumlah penduduk dengan pengembangan kelurahan dan kecamatan.

    BACA JUGA: Lampaui Target 16,69 Persen, PAD Kota Cimahi 2024 Tembus Rp500 Miliar

    “Selain itu, diperlukan kesiapan anggaran untuk melakukan pendalaman dan kajian terkait perluasan wilayah,” jelasnya.

    Enang berharap wacana ini dapat memberikan solusi atas tantangan yang dihadapi Kota Cimahi akibat tingginya angka kepadatan penduduk, sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan. (Mong)

  • Kahfi Sudah 4 Periode, Pengamat: PAN Sulsel Butuh Penyegaran

    Kahfi Sudah 4 Periode, Pengamat: PAN Sulsel Butuh Penyegaran

    Melihat catatan tersebut, Risal menuturkan bahwa PAN tidak lagi masuk ke dalam jajaran lima Partai pemenang di Sulsel.

    “Menurut saya itu menjadi acuan perlunya regenerasi kepemimpinan,” ucapnya.

    Lanjut Risal, mengenai figur pengganti Kahfi, PAN harus melihat beberapa sosok yang betul-betul dianggap bisa menjadi penerus.

    “Apalagi pak Kahfi sudah di DPR RI, pernah menjabat ketua komisi, tentu regenerasi di wilayah perlu diberi kesempatan. Ini diberi kesempatan kepada kader-kader PAN yang menang di Pilkada,” imbuhnya.

    Beberapa figur yang menang di Pilkada itu yang dimaksud Risal, seperti Andi Syafril Chaidir Syam di Maros dan Husniah Talenrang di Gowa.

    “Ini kan semua ketua-ketua DPD PAN Kabupaten yah, kemudian ada juga di Bulukumba. Jadi beberapa kepala Daerah bisa menjadi bagian dari proses regenerasi itu,” Risal menuturkan.

    “Menurut saya yang lumayan dan kekaderannya bagus yah tentu ketua-ketua DPD I, DPD II yang menjadi kepala daerah. Jadi bisa misalnya ada Haidir Syam di Maros, kemudian Husnia Talenrang,” tambahnya.

    Selain itu, kata Risal, bisa juga melihat dari anggota DPRD Provinsi yang sudah beberapa periode.

    “Tapi kayaknya sekarang agak terbatas kalau PAN, periode ini karena Irwandi sudah tidak duduk, Usman Lonta sudah tidak,” tukasnya.

    Risal menggarisbawahi bahwa sosok pemimpin PAN selanjutnya harus bisa menjaga hubungan harmonisnya dengan Muhammadiyah.

    “Karena tidak bisa dipungkiri basis pemilh PAN masih beririsan besar dengan pemilih Muhammadiyah, termasuk dari aspek historisnya,” terangnya.

  • DPRD Malang Desak Inspektorat Beberkan Bukti Pungli Oknum Pejabat Diknas

    DPRD Malang Desak Inspektorat Beberkan Bukti Pungli Oknum Pejabat Diknas

    Malang (beritajatim.com) – Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Malang, Zia Ulhaq, mendesak Inspektorat Kabupaten Malang segera mempublikasikan hasil temuan terkait dugaan pungutan liar (pungli) dan penyelewengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diduga melibatkan pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.

    Zia menegaskan, transparansi dari Inspektorat sangat penting untuk menjaga integritas dan marwah dunia pendidikan di Kabupaten Malang.

    “Dinas Pendidikan adalah mitra kerja Komisi IV DPRD. Kami meminta agar Inspektorat tidak menutupi dan membeberkan hasil temuan mereka setelah memeriksa pejabat Diknas Kabupaten Malang,” tegas Zia, Selasa (28/1/2025).

    Zia, yang memiliki latar belakang sebagai pegiat antikorupsi dalam Malang Corruption Watch (MCW), menambahkan bahwa Inspektorat harus mampu membuktikan hasil pemeriksaan mereka terhadap pejabat Dinas Pendidikan.

    “Setelah cek dan ricek, Inspektorat harus bisa membuktikan. Kalau memang ada temuan yang mengarah pada ranah pidana, inspektorat harus segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,” ujarnya.

    Menurut Zia, Inspektorat memiliki kewenangan untuk memanggil seluruh pegawai Dinas Pendidikan, mulai dari pejabat hingga staf, yang diduga menyalahgunakan wewenang dalam jabatannya.

    “Kalau memang terbukti ada unsur pidananya, dan itu terpenuhi, meresahkan, pejabat yang diduga melakukan pungli bisa saja dilaporkan ke aparat penegak hukum. Bisa juga dimutasi hingga penurunan pangkat dan golongannya sebagai aparatur sipil negara,” tambah Zia.

    Sebagai bagian dari langkah pengawasan, DPRD Kabupaten Malang akan meminta evaluasi menyeluruh terhadap Dinas Pendidikan.

    “Pastinya kita akan minta dilakukan evakuasi menyeluruh Dinas Pendidikan. Karena kami mitra kerjasama Dinas Pendidikan. Sehingga, apabila ada terbukti melakukan pungli dan penyelewengan jabatan kami juga meminta agar Bupati Malang melakukan evaluasi pada anak buahnya di Dinas Pendidikan secara menyeluruh,” pungkas Zia. [yog/beq]

  • Warga Keluhkan Kelangkaan Elpiji 3 Kg, DPRD Desak Pemprov DKI Atur Kuota

    Warga Keluhkan Kelangkaan Elpiji 3 Kg, DPRD Desak Pemprov DKI Atur Kuota

    loading…

    Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Brando Susanto mendesak Pemprov DKI Jakarta mengatasi kelangkaan elpiji 3 Kg. Foto/SindoNews/danandaya aria putra

    JAKARTA – Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Brando Susanto mempertanyakan peran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta terkait kuota elpiji 3 kilogram bersubsidi yang dibutuhkan rakyat miskin. Sebab belakangan ini, dirinya kerap menerima laporan warga yang mengeluhkan kelangkaan elpiji 3 Kg.

    “Banyak laporan warga masuk ke saya. Di beberapa wilayah Jakarta, warga sulit mendapatkan elpiji 3 Kg bersubsidi. Ini tentu sangat memprihatinkan, padahal kuota pemerintah cukup dan tidak ada alasan kelangkaan,” tegas Brando, Selasa (28/1/2025)

    Brando menilai, Pemprov DKI Jakarta selama ini tidak memiliki peran penting dalam menentukan kuota yang tepat bagi warga yang membutuhkan elpiji 3 Kg bersubsidi di Jakarta. “Ini perlu dievaluasi, karena yang tahu dan punya data wilayah adalah Pemprov bukan Pertamina ataupun penyalurnya,” ujarnya.

    Brando menyebut kelangkaan elpiji 3 Kg bersubsidi adalah masalah yang sangat mendesak, karena langsung memengaruhi kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu perlu direspons cepat oleh Pemprov DKI Jakarta.

    “Ini hal yang sangat urgen dan mendesak karena menyasar pada kebutuhan rumah tangga, sehingga Pemprov Jakarta secepatnya merespons hal ini. Urusan perut rakyat kecil jangan disepelekan, karena mereka sudah sulit mencari nafkah berbasis harian, bukan bulanan,” ucapnya.

    (cip)

  • Pegawai Dinas Gulkarmat DKI belum ideal karena keterbatasan anggaran

    Pegawai Dinas Gulkarmat DKI belum ideal karena keterbatasan anggaran

    Selain itu, untuk memperkuat upaya pemadaman kebakaran, Dinas Gulkarmat juga membentuk relawan pemadam kebakaran (Redkar) yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan jumlah pegawai di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) saat ini masih belum ideal karena keterbatasan anggaran belanja pegawai.

    “Masih sangat jauh dari angka ideal,” kata Mujiyono di Jakarta, Selasa.

    Mujiyono mengatakan dari data yang ada saat ini terdapat 1.745 orang dari Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) operasional atau 40,9 persen dan 1.845 orang PNS operasional atau 44 persen, sisanya jumlah pegawai terdiri atas PNS staf dan PJLP non operasional sebanyak 644 orang.

    Menurut Mujiyono, jumlah personel ini masih jauh dari rekomendasi ideal yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) yang mengusulkan 11.200 orang.

    Namun, keterbatasan jumlah pegawai di DKI Jakarta ini terhambat oleh aturan mengenai batasan belanja pegawai yang tidak boleh melebihi 30 persen dari total belanja daerah.

    Saat ini, lanjut Mujiyono, belanja pegawai di DKI Jakarta sudah mencapai Rp22,3 triliun dari total Belanja Daerah sebesar Rp82,6 triliun, atau sekitar 26,9 persen.

    “Tahun 2025 mendatang, Gulkarmat merencanakan penambahan PNS sebanyak 215 orang,” ujarnya.

    Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono. ANTARA/Ho-Pribadi

    Untuk itu, Mujiyono menyampaikan solusi sementara dengan menyarankan Pemprov DKI Jakarta mengatasi kekurangan personel dengan mengandalkan pegawai tidak tetap atau Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP).

    Selain itu, untuk memperkuat upaya pemadaman kebakaran, Dinas Gulkarmat juga membentuk relawan pemadam kebakaran (Redkar) yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta.

    Hingga Juni 2024, total anggota Redkar di Jakarta mencapai 6.368 orang, dengan distribusi di lima wilayah sebagai berikut: Jakarta Pusat (1.215), Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu (561), Jakarta Barat (1.115), Jakarta Selatan (2.164), dan Jakarta Timur (1.313).

    Dengan adanya relawan dan upaya penambahan pegawai, diharapkan kekurangan personel di Dinas Gulkarmat dapat segera teratasi, sekaligus memastikan respon cepat dalam menangani kebakaran di Jakarta.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Elpiji 3 Kg Langka saat Libur Panjang di Jakarta, Brando: Perut Rakyat Kecil Jangan Salah Urus – Halaman all

    Elpiji 3 Kg Langka saat Libur Panjang di Jakarta, Brando: Perut Rakyat Kecil Jangan Salah Urus – Halaman all

    Brando Susanto mempertanyakan peran Pemerintah Provinsi Jakarta terkait kuota elpiji 3 kilogram bersubsidi yang dibutuhkan rakyat miskin.

    Tayang: Selasa, 28 Januari 2025 02:07 WIB

    Tribunnews.com/Istimewa

    Anggota DPRD Jakarta Brando Susanto. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPRD Jakarta Brando Susanto mempertanyakan peran Pemerintah Provinsi Jakarta terkait kuota elpiji 3 kilogram bersubsidi yang dibutuhkan rakyat miskin.

    Hal ini ia sampaikan usai menerima banyaknya laporan dari warga terkait kelangkaan elpiji 3 kg bersubsidi dalam beberapa hari terakhir.

    “Banyak laporan warga masuk ke saya. Di beberapa wilayah Jakarta, warga sulit mendapatkan elpiji 3 kg bersubsidi. Ini tentu sangat memprihatinkan, padahal kuota pemerintah cukup dan tidak ada alasan kelangkaan,” tegas Brando, Senin malam (27/1/2025)

    Selain itu, Anggota DPRD Dapil Jakarta Utara itu pun mengatakan, Pemprov DKI selama ini tidak memiliki peran penting dalam menentukan kuota yang tepat bagi warga yang membutuhkan elpiji 3 kg bersubsidi di Jakarta.

    “Ini perlu dievaluasi, karena yang tahu dan punya data wilayah adalah Pemprov bukan Pertamina ataupun penyalurnya,” ujarnya.

    Di sisi lain, lanjutnya, masyarakat miskin yang bergantung pada energi elpiji 3 kg bersubsidi bagi konsumsi rumah tangga mereka tentu sangat bergantung pada ketersediaan elpiji 3 kg di warung-warung.

    “Ini hal yang sangat urgen dan mendesak karena menyasar pada kebutuhan rumah tangga, sehingga Pemprov Jakarta secepatnya merespons hal ini.  Urusan perut rakyat kecil jangan disepelekan, karena mereka sudah sulit mencari nafkah berbasis harian, bukan bulanan,” tutup Anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut. (*)

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’2′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Isu Panas Otonomi Daerah Pasca-Pilkada Serentak
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Januari 2025

    Isu Panas Otonomi Daerah Pasca-Pilkada Serentak Nasional 27 Januari 2025

    Isu Panas Otonomi Daerah Pasca-Pilkada Serentak
    Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Pj Gubernur Riau 2013-2014, Dirjen Otda Kemendagri 2010-2014
    GANTI
    pemerintah ganti kebijakan nampaknya sudah jamak di negeri ini. Di bidang
    otonomi daerah
    bakal ada berbagai perubahan kebijakan.
    Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sudah melontarkan ide
    Pilkada
    lewat DPRD, tidak lagi langsung oleh rakyat yang dinilai berbiaya mahal, ASN jadi tak netral, Pemda tak efektif, dan ratusan kepala daerah kena kasus hukum.
    Timbul kontroversi. Dituding Presiden Prabowo mau mengembalikan Pilkada ke masa Orba, hak memilih rakyat direnggut, dan demokrasi dikebiri.
    Selain itu, pelantikan kepala daerah serentak nasional pada 27 Nopember 2024 tak perlu dilakukan serentak, tapi bergelombang.
    Mereka yang tak ada sengketa hasil, dilantik gelombang pertama. Dan, bagi mereka yang sengketa hasilnya ditolak (dismisal) Mahkamah Konstitusi, pelantikannya gelombang kedua.
    Sedangkan mereka yang sengketa hasilnya diputuskan MK bermasalah seperti harus digelar PSU, pelantikannya gelombang ketiga.
    MK dalam suatu putusannya menyatakan, pelantikan kepala daerah harus serentak sebagaimana pencoblosannya. Dan juga santer terdengar suara-suara bila kebijakan itu dilaksanakan, beberapa pihak yang dirugikan akan mengugat ke MK.
    Lalu, pelantikan semua kepala daerah disepakati Mendagri Tito Karnavian dan Komisi II DPR RI, dilakukan di Istana Negara oleh presiden, bukan lagi secara berjenjang sesuai pakem
    multi-local government
    yang kita anut.
    Presiden melantik gubernur di ibu kota negara, dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melantik bupati dan wali kota di ibu kota provinsi. Seusai pelantikan, mereka langsung diminta mengikuti retreat ke Akmil di Magelang.
    Dengan pola ini diyakini Pemda segera dipimpin secara definitif dan rakyat bisa cepat diurus, tak berlama-lama ditangan Pj Kepala Daerah. Di samping itu, relasi antarpemda dan antara Pemda dengan pusat bisa lebih terjalin.
    Namun, ada kekhawatiran konflik bupati dan wali kota Vs gubernur akan kian meningkat, dan juga kurang dihargainya rakyat yang telah memberikan suaranya dalam Pilkada.
    Isu kontroversi berikutnya, yaitu dibolehkannya oleh Mendagri Tito para kepala daerah untuk mengganti pejabat Pemda seusai dia dilantik, tak perlu menunggu 6 (enam) bulan sebagaimana yang diatur di dalam UU Pemda No 23 Tahun 2014.
    Argumennya, agar kepala daerah bisa memiliki tim yang solid dan sesuai
    chemistry
    -nya untuk mewujudkan visi dan misi.
    Sebaliknya, kaum birokrat mencemaskan mutasi langsung tanpa jeda itu akan merusak sistem meritokrasi, rekrutmen bukan berbasis prestasi, tapi kontribusi dan kedekatan ASN dengan kepala daerah waktu kontestasi Pilkada, dan ujungnya kinerja Pemda diperkirakan akan “jeblog”.
    Dari Senayan terdengar pula kabar, habis reses ini direncanakan akan ada pembahasan revisi UU ASN yang salah satu isu menariknya adalah pejabat JPT Pratama dan Madya yang bekerja di Pemda akan diubah statusnya menjadi pejabat ASN pusat. Jadi, bila kepala daerah memutasi mereka harus seizin Jakarta.
    Tentu ini kabar baik bagi ASN yang memegang jabatan eselon I dan II di Pemda, mereka tak akan dengan mudah dicopot kepala daerah, seperti halnya dengan kepala dinas dukcapil.
    Namun, kabar buruknya otonomi daerah di bidang kepegawaian, khususnya mutasi pejabat puncak tak lagi mutlak di tangan kepala daerah.
    Untuk terbentuknya keputusan pemerintah yang baik tentu kita tak boleh terburu-buru. Pragmatisme harus dijauhkan. Pikiran dan pilihan rasional harus didahulukan. Acuan terbangunnya tata kelola Pemda yang baik (
    good local governance
    ) harus diutamakan.
    Maka, sebelum dieksekusi, baiknya pemerintah membuat “policy research” atau kajian untuk menghitung untung dan ruginya, manfaat dan mudharatnya, serta dampak kebijakan terhadap pengembangan otonomi daerah.
    Semoga Pemda kita bisa tambah maju, bukan mundur ke belakang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPRD Jember: Tidak Mungkin Honorer Diberhentikan Begitu Saja

    DPRD Jember: Tidak Mungkin Honorer Diberhentikan Begitu Saja

    Jember (beritajatim.com) – Ribuan orang pegawai honorer Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, terancam diberhentikan karena tidak terekrut sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

    Pemkab Jember tengah merekrut dua ribu orang PPPK. “Pegawai yang tidak masuk data base (pangkalan data) Badan Kepegawaian Nasional tidak bisa ikut rekrutmen PPPK,” kata Wakil Ketua DPRD Jember Widarto.

    Sementara itu pengelolaan ASN sudah harus kelar pada 31 Desember 2024. “Setelah itu tidak boleh ada lagi pengangkatan PNS dan PPPK. Otomatis kalau tidak mendapatkan SK, tidak akan mendapatkan honor,” kata Widarto.

    Widarto mengatakan, persoalan itu harus dimitigasi dan dicarikan jalan keluar. “Tidak mungkin juga mereka diberhentikan, karena akan ada banyak persoalan lanjutan seperti kemiskinan dan macam-macam,” katanya, ditulis Senin (27/1/2025).

    Menurut Widarto, berdasarkan hasil analisis jabatan, sebenarnya Pemkab Jember membutuhkan 28 ribu pegawai ASN. Sementara jumlah pegawai di Pemkab Jember baru 25 ribu orang, termasuk 11.680 orang pegawai honorer.

    Sebagian pekerjaan honorer bisa dilakukan pekerja alih daya (outsourcing) dengan pihak ketiga, seperti tenaga kebersihan, pengemudi, pramusaji, dan tenaga keamanan. “Persoalannya bagaimana dengan yang tidak bisa dialihdayakan, seperti guru, tenaga kesehatan, tenaga administratur. Ini bagaimana solusinya?” kata Widarto.

    DPRD Jember meminta Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Jember memetakan detail pegawai untuk dikonsultasikan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB).

    Widarto berharap ada payung hukum untuk menggaji para pegawai honorer ini, terutama mereka yang tidak lulus PPPK. “Oke, yang masuk data BKN masih bisa menjadi PPPK paruh waktu. Yang tidak masuk dua-duanya bagaimana?” katanya.

    “Mumpung belum, meski agak terlambat juga karena sudah Januari 2025. Kami berharap sebisa mungkin sebelum Februari sudah ada titik terang, karena honorer ini digaji setelah bekerja. Beda dengan PNS yang digaji lebih dulu,” kata Widarto.

    Kegelisahan ini sudah sampai ke level bawah. Widarto mendapatkan pengaduan dari sejumlah pegawai Satuan Polisi Pamong Praja. “Mereka belum berpandangan digantikan, tapi bagaimana nasib mereka?”

    Selama ini, menurut Widarto, rata-rata honorer Pemkab Jember menerima gaji di atas Rp 1 juta. “Ada yang digaji Rp 1,5 juta dan Rp 1,7 juta,” katanya.

    Saat ini guru atau tenaga pendidikan yang dikontrak langsung oleh sekolah berdasarkan kebutuhan bisa digaji dengan dana Bantuan Operasional Sekolah. Tapi ke depan, Widarto mempertanyakan kemungkinan benturan kebijakan ini dengan keputusan Menteri PAN-RB.

    “Jangan-jangan kalau surat Menteri Pendidikan disandingkan dengan Peraturan Menteri PAN-RB, lalu ada benturan dan yang harus dipedomani adalan Menteri PAN-RB jadi masalah,” kata mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ini.

    Sementara itu tenaga kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup selama ini digaji sesuai jam kerja. Mereka tidak berharap menjadi ASN. “Kami juga memetakan juru parkir di Dinas Perhubungan,” kata Widarto.

    Persoalan lain yang menyita perhatian adalah penempatan PPPK. “PPPK ini banyak yang bergeser. Misalkan dia sebelumnya adalah honorer di Dinas Pendidikan, tapi mendaftarkan diri sebagai PPPK tidak di sana. Pergeseran ini dipetakan karena menyangkut pos anggaran dan sebagainya,” kata Widarto.

    Dari sisi anggaran, sebenarnya belanja pegawai Pemkab Jember sudah melampaui batas minimal 30 persen yang ditetapkan pemerintah pusat, yakni 31 persen.

    Namun Widarto menilai kelebihan itu masih masuk akal, karena untuk menggaji pegawai yang bekerja di bidang layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. “Itu pun kalau melihat analisis jabatan, kekurangan ASN di Jember masih tinggi,” katanya. [wir]