Kementrian Lembaga: DPRD

  • Pemprov DKI Diminta Percepat Realisasi Belanja Daerah Jelang Akhir 2025
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Pemprov DKI Diminta Percepat Realisasi Belanja Daerah Jelang Akhir 2025 Megapolitan 24 November 2025

    Pemprov DKI Diminta Percepat Realisasi Belanja Daerah Jelang Akhir 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mempercepat realisasi belanja daerah menjelang penutupan tahun anggaran 2025.
    Langkah percepatan ini dinilai penting agar seluruh program prioritas dapat diselesaikan tepat waktu dan manfaatnya segera dirasakan masyarakat.
    “Dengan sisa waktu yang sedikit percepatan belanja penting agar program prioritas selesai tepat waktu dan masyarakat cepat merasakan manfaat,” ujar Wibi dalam keterangan resminya, Senin (24/11/2025).
    Ia menekankan bahwa sinergi antara legislatif dan eksekutif menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas fiskal daerah, terutama saat memasuki fase akhir tahun anggaran.
    “Kerja sama membangun Jakarta menjadi prioritas penting agar kota itu semakin baik,” lanjut dia.
    Menurut Wibi, stabilitas fiskal juga menjadi fondasi penting untuk menjaga kepercayaan dunia usaha.
    Pernyataan tersebut sejalan dengan pemaparan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang sebelumnya menyebut Jakarta masih menjadi salah satu magnet investasi nasional dalam pemaparan APBD pada Jumat (21/11/2025).
    Pramono menyebut kontribusi Jakarta terhadap realisasi investasi nasional mencapai 14,24 persen.
    Ia juga menyoroti pertumbuhan signifikan investasi pada triwulan ketiga 2025. Sepanjang triwulan tersebut, nilai investasi di Jakarta tercatat mencapai Rp 204,13 triliun.
    Pemprov DKI, lanjutnya, terus memperkuat ekosistem investasi melalui penyederhanaan perizinan, optimalisasi Mal Pelayanan Publik (MPP), serta beragam kegiatan promosi penanaman modal seperti Jakarta Investment Festival dan Jakarta Investment Center.
    DPRD DKI memastikan pengawasan terhadap percepatan belanja daerah tetap dilakukan secara konsisten.
    “Stabilitas fiskal dan keberlanjutan investasi menjadi dua pilar penting bagi daya saing Jakarta sebagai kota global,” ujar Wibi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dedi Mulyadi Ubah Gerbang Gedung Sate Seperti Candi: Itu Bukan Cagar Budaya

    Dedi Mulyadi Ubah Gerbang Gedung Sate Seperti Candi: Itu Bukan Cagar Budaya

    Sementara itu, Humas Bandung Heritage Society sekaligus Ahli Cagar Budaya, Tubagus Adhi mengatakan, perubahan Gerbang Gedung Sate tidak salah untuk dilakukan. Sebab menurutnya, gerbang tersebut bukan termasuk bangunan cagar budaya.

    “Enggak ada pagar waktu masa kolonial itu. Sekarang ada pagar, itu penting. Gimana kalau seperti kemarin, yang ada pagar di DPRD aja dibakar,” kata Adhi.

    Adhi menejelaskan, dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, boleh mengembangkan cagar budaya dengan penyesuaian kebutuhan saat ini. Namun, pengembangan cagar budaya tidak boleh menghilangkan nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah bangunan.

    “Pagar itu penting bagi saya, tapi harus memberikan aksesibilitas bagi pejalan kaki termasuk difabel,” kata dia.

    Dia mengatakan, perubahan gerbang Gedung Sate sah untuk dilakukan. Mengingat, arsitektur utama Gedung Sate, J. Gerber merancang gedung yang dominan warna putih itu mengusung konsep arsitektur Art Deco dengan perpaduan tradisional dan kolonial.

    “Desain Gedung Sate itu kan gaya eksentrik ya atau bisa sebut Art Deco,” ucap dia.

    Adhi menilai sentuhan Candi Bentar pada gapura di pintu masuk area Gedung Sate ini menarik, karena menjadi hal baru. Berbeda dengan di Bali, Jawa Timur, maupun Jawa Tengah yang sudah lebih dulu memberikan sentuhan Candi Bentar.

    “Gapura yang dapat sentuhan Candi Bentar itu keren, karena untuk saya pribadi ada nilai sejarah. Kalau di Bali, Jawa Timur, maupun Jawa Tengah kan sudah menerapkannya, kalau di sini kan baru,” kata Adhi.

  • Gubernur Bali Perintahkan Bongkar Lift Kaca Pantai Kelingking, Ungkap 5 Pelanggaran Fatal

    Gubernur Bali Perintahkan Bongkar Lift Kaca Pantai Kelingking, Ungkap 5 Pelanggaran Fatal

    Liputan6.com, Jakarta – Gubernur Bali Wayan Koster memerintahkan perusahaan yang membangun lift kaca di tebing Pantai Kelingking, Kabupaten Klungkung, untuk menghentikan pembangunannya.

    Keputusan ini disampaikan Koster di Denpasar, Minggu (23/11). Ia menimbang lima jenis pelanggaran berat yang telah dilanggar serta rekomendasi Pansus Tata Ruang Aset dan Perizinan DPRD Bali.

    Gubernur Koster bersama Bupati Klungkung juga memandang kepentingan masa depan Bali berkaitan dengan menjaga alam, manusia, dan kebudayaan Bali dan penyelenggaraan kepariwisataan berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat.

    “Maka saya memutuskan mengambil tindakan tegas, berupa memerintahkan kepada PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group menghentikan seluruh kegiatan pembangunan lift kaca,” kata dia seperti dilansir Antara, Minggu (23/11).

    Sebelum memutuskan ini, Gubernur Bali terlebih dahulu menjelaskan bahwa lift kaca di Pantai Kelingking tepatnya Desa Bunga Mekar, Nusa Penida, dibangun terbagi tiga wilayah.

    Pertama, pada wilayah A di dataran bagian atas jurang, investor membangun loket tiket seluas 563,91 m2 yang merupakan lahan kewenangan Kabupaten Klungkung, pelaksanaannya harus sesuai dengan Perda RTRWP Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 dan Perda RTRW Kabupaten Klungkung Nomor 1 Tahun 2013.

    Kedua, pada wilayah B daratan di bagian jurang, berada di alas hak tanah negara, yang merupakan kewenangan pemerintah pusat atau setidaknya Pemprov Bali.

    Ketiga, pada wilayah C, pantai dan perairan pesisir di dataran bagian bawah jurang atau alas lift kaca, yang merupakan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemprov Bali.

    Dari tiga bagian ini ditemukan tiga jenis bangunan yang dibuat investor yaitu bangunan loket di bibir jurang, bangunan jembatan layang penghubung loket dengan lift kaca, dan bangunan lift kaca sendiri yang berisi restoran dan pondasi.

     

  • Setelah Perda Ripparkab, Jember Perlu Perda Pemajuan Kebudayaan

    Setelah Perda Ripparkab, Jember Perlu Perda Pemajuan Kebudayaan

    Jember (beritajatim.com) – Kabupaten Jember, Jawa Timur, memerlukan Peraturan Daerah Pemajuan Kebudayaan pada 2026 untuk menyelamatkan sejumlah bangunan atau obyek bersejarah sebagai cagar budaya.

    “Kami berharap walaupun ke depan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bergabung dengan Dinas Pemuda dan Olahraga, Perda Pemajuan Kebudayaan, termasuk tim ahli cagar budaya segera dibentuk,” kata Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto, Minggu (23/11/2025).

    Candra mengingatkan, Jember banyak memiliki peninggalan benda bersejarah. “Penting untuk segera merencanakan dan memastikan juga museum berdiri di Kabupaten Jember. Kami tekankan di Gedung Nasional Indonesia,” katanya.

    Saat ini, Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Jember tengah memasuki tahap finalisasi Rancangan Peraturan Daerah Rancangan Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten. “Materi-materi yang disampaikan pada saat uji publik sudah banyak diakomodasi,.” kata Candra.

    Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember Bobby Arie Sandi mengatakan, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) dicantumkan dalam peraturan daerah. Namun teknis pembentukan BPPD akan diatur dengan peraturan bupati.

    “Perda itu juga membuka ruang investasi secara umum. Tidak mengunci (spesifik pada hal tertentu). Sementara DPK (Daerah Pariwisata Kabupaten) tidak mengunci pada nama-nama lokasi tertentu. Masih ada peluang penyesuaian,” kata Bobby. [wir]

  • TPA Piyungan Ditutup Awal 2026, Ini Langkah Pemkot Yogyakarta Atasi Sampah
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        23 November 2025

    TPA Piyungan Ditutup Awal 2026, Ini Langkah Pemkot Yogyakarta Atasi Sampah Yogyakarta 23 November 2025

    TPA Piyungan Ditutup Awal 2026, Ini Langkah Pemkot Yogyakarta Atasi Sampah
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah Kota Yogyakarta menargetkan untuk mengolah sampah sebanyak 100 ton per hari pada sisa waktu sebelum penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan yang direncanakan pada Januari 2026.
    Penutupan TPA tersebut menjadi tantangan besar bagi
    Pemkot Yogyakarta
    , mengingat saat ini Kota Yogyakarta menghasilkan sekitar 290 ton sampah per hari.
    Wali Kota Yogyakarta,
    Hasto Wardoyo
    , menegaskan pentingnya persiapan ini.
    “Apabila
    TPA Piyungan
    sudah ditutup pada 2026, maka Pemkot Yogyakarta harus mampu mengolah sampah sebesar 100 ton,” ujarnya pada Minggu (23/11/2025).
    Hasto menjelaskan bahwa dari total sampah harian yang dihasilkan, 100 ton merupakan sisa sampah yang belum dapat diolah oleh Pemkot.
    “Kalau Piyungan tutup di awal tahun terus kita tidak ada peluang ke sana, kita harus betul-betul menyelesaikan 100 ton per hari, ya minimal 90 ton per hari lah,” tambahnya.
    Sebagai langkah awal, Pemkot Yogyakarta telah membagikan ember untuk menampung sisa makanan, yang saat ini sudah mampu mengolah hampir 25 ton per hari.
    Selain itu, sampah organik kering yang dikumpulkan dari jalanan juga diolah menjadi pupuk di Pasar Pasty, dengan jumlah mencapai 25 ton.
    Pemkot Yogyakarta juga tengah menyelesaikan pembangunan fasilitas di Bener untuk pengolahan pupuk organik yang diharapkan dapat mengolah 25 ton sampah.
    “Saya juga baru menyiapkan lokasi di Kotagede, Tegalgendu. Itu ada seribu meter persegi kosong yang akan saya gunakan untuk unit pupuk organik,” jelas Hasto.
    Hasto menambahkan, meskipun optimis tidak tergantung pada TPA Piyungan, ia tetap berhati-hati.
    “Biopori-biopori juga akan diperbanyak, tidak harus menggunakan APBD. Saya punya cita-cita satu penggerobak satu biopori jumbo,” ungkapnya.
    Ia berharap dengan adanya biopori tersebut, sampah organik dapat diolah dengan baik sehingga yang dibuang ke depo hanya residu.
    Rencana untuk membuka layanan
    pengolahan sampah
    setiap hari juga disampaikan oleh Hasto.
    “Awal tahun depan saya ingin buka tiap hari, kan selama ini bukanya hanya dua minggu sekali atau sebulan sekali, yang seminggu sekali saja jarang. Maka saya minta proaktif tiap hari selalu menawarkan ke warga,” kata dia.
    Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sinarbiyat Nujanat, menyebut penutupan TPA Piyungan sebagai kondisi darurat bagi Pemkot Yogyakarta.
    “Rencana penutupan ini tentu sebuah
    emergency
    bagi Pemerintah Kota Yogyakarta selaku pengambil kebijakan,” ujarnya pada Senin (17/11/2025).
    Sinar menjelaskan, DPRD Kota Yogyakarta telah memberikan dukungan anggaran untuk pengolahan sampah, termasuk ruang bagi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk menyelesaikan persoalan sampah.
    Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah pengadaan mesin incinerator yang dilakukan sejak 2023 hingga 2025.
    Namun, Sinar menilai pemanfaatan mesin tersebut masih belum optimal.
    “Iya, sejak 2023 sampai 2025 kami memberikan ruang TAPD untuk pengadaan incinerator, meskipun yang dibeli belum optimal berfungsi sebagai harapan kami, semua jadi catatan kami,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PPUU DPD RI dalami persoalan harmonisasi aturan daerah

    PPUU DPD RI dalami persoalan harmonisasi aturan daerah

    fenomena hiperregulasi membuat sistem hukum semakin kompleks, diperburuk oleh keberadaan sejumlah peraturan daerah yang tidak selaras dengan kebijakan nasional atau menambah beban administratif bagi masyarakat maupun pelaku usaha

    Purwokerto (ANTARA) – Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI mendalami persoalan harmonisasi aturan daerah dalam implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang dinilai masih belum berjalan efektif.

    “Karena itu, kami melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Banyumas pada 20-22 November 2025 untuk mendalami persoalan itu,” kata Ketua PPUU DPD RI Abdul Kholik di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu.

    Ia mengatakan salah satu persoalan paling mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah belum sinkronnya berbagai regulasi antara pusat dan daerah.

    Menurut dia, kondisi tersebut menyebabkan disharmonisasi, tumpang tindih kewenangan, serta ketidakefektifan pelaksanaan urusan pemerintahan.

    Dalam hal ini, fenomena hiperregulasi membuat sistem hukum semakin kompleks, diperburuk oleh keberadaan sejumlah peraturan daerah yang tidak selaras dengan kebijakan nasional atau menambah beban administratif bagi masyarakat maupun pelaku usaha.

    “Sejumlah temuan di lapangan menunjukkan masih adanya tumpang tindih kewenangan antarlevel pemerintahan serta lemahnya koordinasi lintas sektor dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan,” kata senator asal Jawa Tengah itu.

    Menurut dia, hambatan harmonisasi aturan juga muncul akibat minimnya pedoman teknis yang seragam antarinstansi, sementara mekanisme pengawasan pusat terhadap perda melalui Pasal 251 UU Pemda sering dipersepsikan sebagai intervensi, meskipun bertujuan menjaga keselarasan kebijakan.

    Ia mengatakan kunjungan kerja PPUU ke DPRD Kabupaten Banyumas menjadi ruang untuk memetakan hambatan normatif dan implementatif yang dihadapi daerah terkait sinkronisasi regulasi.

    “Dalam pertemuan tersebut, PPUU menggali persoalan tumpang tindih aturan, ketidakseimbangan kapasitas kelembagaan, dan kebutuhan penyempurnaan regulasi agar lebih adaptif terhadap dinamika lapangan,” katanya.

    Melalui kegiatan tersebut, kata dia, PPUU berupaya menyusun rekomendasi kebijakan yang komprehensif untuk mendukung perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kelima UU Pemda, sekaligus memastikan harmonisasi regulasi daerah berjalan lebih efektif dan sesuai prinsip desentralisasi.

    “Rapat ini diharapkan menjadi forum strategis untuk menghimpun masukan dan kajian dari berbagai pihak agar arah reformasi tata kelola pemerintahan daerah lebih sinkron dan berkeadilan,” kata Abdul Kholik.

    Pewarta: Sumarwoto
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Legislator PKB Sakit Hati Jember Dibandingkan dengan Banyuwangi Soal Budaya

    Legislator PKB Sakit Hati Jember Dibandingkan dengan Banyuwangi Soal Budaya

    Jember (beritajatim.com) – Nurhuda Candra Hidayat, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengaku agak sakit hati saat Jember dibandingkan dengan Banyuwangi dalam hal kesenian dan kebudayaan tradisional.

    “Memang (julukan) kota budaya ada di Banyuwangi. Cuma apakah di Jember enggak ada budaya? Kan ada. Cuma (mereka) sedikit terisolir karena kita sering mengundang artis-artis besar saja, lokalnya enggak,” kata Nurhuda, dalam rapat dengar pendapat dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember, di gedung parlemen, Sabtu (22/11/2025) sore.

    Menguatkan seni budaya lokal Jember, Candra meminta pemerintah daerah melibatkan seniman tradisional dalam acara ‘Artis Pulang Kampung’ yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2025 sebesar Rp 500 juta. “Saya belum menemukan unsur kebudayaan dalam acara ini,” katanya.

    Padahal, menurut Nurhuda, banyak seni tradisi yang belum disentuh oleh pemerintah daerah dan saat ini mati suri. Senmentara sejumlah kegiatan seni di Jember selama ini banyak mendatangkan artis luar kota. “Saya tangkap kita cenderung euforia dengan banyaknya masyarakat yang datang menyaksikan. Tolok ukurnya di situ,” katanya.

    Dari sini, Nurhida minta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengundang para pelaku seni tradisi untuk tampil dalam acara ‘Artis Pulang Kampung’. Dia memahami kekhawatiran penyelenggara bahwa acara itu akan sepi penonton jika mengundang seniman tradisional.

    “Tapi saya lihat di Taman Mini Indonesia Indah, banyak yang hadir dalam pertunjukan kebudayaan lokal Jawa Timur. “Saya harap Jember kayak begitu, sehingga orang ngomong Kota Budaya enggak melulu Banyuwangi,” kata Nurhuda.

    Ketua Komisi B Candra Ary Fianto mengatakan, belum adanya Peraturan Daerah Pemajuan Kebudayaan menghambat perlindungan terhadap seni budaya di Jember. “Ada 17 etnis, ada 17 budaya.m yang harus dilindungi dari banyak hal,” katanya.

    Candra juga tidak sepakat jika Jember disebut Kota Pendalungan. “Biarkan perbedaan tumbuh sesuai dengan ciri khas sendiri. Tidak harus digabungkan, tidak harus disatukan. Tidak harus disamaartikan. Karena Pendalungan itu budaya yang sengaja dibuat. Bukan budaya yang asli,” katanya.

    Candra meminta Pemkab Jember mengalokasikan anggaran untuk pembuatan naskah akademik Perda Pemajuan Kebudayaan dalam APBD Tahun Anggaran 2026. “Nanti di sana ada pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya yang penting bagi Jember. Saya pikir ini program prioritas Bupati juga,” katanya.

    Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember Bobby Arie Sandi mengatakan, pementasan seni tradisi disesuaikan lokasi acara. “Namun ini menjadi masukan bagi kami,” katanya. [wir]

  • DPRD Jabar Desak Pemerintah Percepat Pengumuman UMP, Ini Pertimbangannya untuk Buruh dan Pengusaha

    DPRD Jabar Desak Pemerintah Percepat Pengumuman UMP, Ini Pertimbangannya untuk Buruh dan Pengusaha

    Liputan6.com, Jakarta – Penundaan pengumuman Upah Minimum Provinsi (UMP) di Jawa Barat dinilai dapat menciptakan ketidakpastian yang dianggap merugikan dua pihak utama yaitu pekerja atau buruh, dan kalangan pengusaha. Bahkan, berpotensi memicu gelombang aksi unjuk rasa di kalangan buruh.

    Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Iwan Suryawan menyampaikan buruh membutuhkan kepastian besaran upah baru untuk merencanakan anggaran keluarga dan mengantisipasi laju inflasi.

    Sementara itu, pihak pengusaha memerlukan kejelasan angka UMP secepatnya sebagai dasar perhitungan biaya produksi dan perencanaan bisnis untuk tahun mendatang.

    UMP Jawa Barat untuk tahun 2026 yang seharusnya diumumkan paling lambat pada Jumat, 21 November 2025, batal dilaksanakan sesuai jadwal. Pembatalan ini disebabkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang hingga tenggat waktu tersebut belum menerima regulasi resmi mengenai formula penetapan upah dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    “Penundaan ini, meskipun didasari oleh tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), seharusnya tidak sampai mengorbankan kepastian jadwal yang sudah diatur oleh peraturan sebelumnya,” ujar Iwan, Minggu (22/11/2025).

    Merujuk pada Putusan MK Nomor 168 Tahun 2023, pemerintah pusat memang diwajibkan merevisi formula penetapan upah minimum agar mencakup pertimbangan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja.

    Penyesuaian inilah yang menjadi alasan Kemnaker belum merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai dasar hukum baru.

    Iwan menambahkan, Pemprov Jawa Barat terikat pada regulasi yang dikeluarkan oleh pusat. Tanpa adanya payung hukum baru yang final, kata dia, Dewan Pengupahan Daerah di Jabar tidak dapat secara resmi melaksanakan rapat pleno penetapan.

    “Pemprov Jabar dalam hal ini menjadi pihak yang menunggu, di sisi lain tenggat waktu 21 November itu sangat penting untuk menjaga iklim hubungan industrial yang kondusif,” jelasnya.

  • Anggaran Museum Dialihkan untuk Festival dan Expo Sapi di Jember

    Anggaran Museum Dialihkan untuk Festival dan Expo Sapi di Jember

    Jember (beritajatim.com) – Anggaran untuk pembangunan museum sebesar Rp 400 juta dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2025 dialihkan untuk penyelenggaraan Festival dan Expo Sapi Jawa Timur.

    Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Komisi B DPRD Jember dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember, di gedung parlemen, Sabtu (22/11/2025) sore.

    Sejak beberapa tahun lalu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merencanakan untuk mengubah Hotel Kebonagung milik Pemkab Jember menjadi museum. Namun hingga saat ini rencana itu tidak terealisasi kendati dianggarkan dalam APBD.

    Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto mengatakan, anggaran museum awalnya dialokasikan Rp 1,5 miliar dalam APBD Jember 2025. Anggaran itu kemudian direvisi menjadi Rp 800 juta saat ada pembahasan efisiensi. “Ketika Perubahan APBD Jember 2025, anggaran itu digunakan untuk pelaksanaan Festival dan Expo Sapi,” katanya.

    Hal ini dikritisi Komisi B. “Kenapa sesuatu hal yang belum ada di Jember dan itu penting, tidak dilaksanakan,” kata Candra.

    Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bobby Arie Sandi mengatakan saat pembahasan Perubahan APBD Jember 2025, peruntukan anggaran museum dipertanyakan. “Saat nge-desk kelayakan dan justifikasi teknis pemilihan lokasi museum di Kebonagung dipertanyakan,” katanya.

    Jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember tidak bisa menjelaskan alasan pemilihan Hotel Kebonagung tersebut. “Waktu itu pimpinan menyarankan agar museum sebisa mungkin berlokasi di kawasan kota,” kata Bobby.

    Akhirnya anggaran sebesar Rp 400 juta untuk museum dialihkan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan tingkat nasional di Jember, yang terbagi dua paket masing-masing senilai Rp 200 juta. Belakangan anggaran itu digunakan untuk mendukung penyelenggaraan Festival dan Expo Sapi Jawa Timur, di kawasan Stadion Jember Sport, Sabtu (1/11/2025).

    Usai rapat, Bobby mengakui kepada wartawan, bahwa perencanaan pembangunan museum di Kebonagung sangat lemah. “Seharusnya saat perencanaan awal harus mempunyai latar belakang, prioritasnya seperti apa, kenapa kok di sana, namun tidak ada yang bisa menjawab. Saya tidak tahu penyusunan rencana awal, karena saya masih di Dinas Komunikasi dan Informasi,” katanya.

    Pengalihan anggaran sebenarnya tidak spesifik diperuntukkan Festival dan Expo Sapi. Menurut Bobby, anggaran itu dialihkan untuk kegiatan berskala nasional dan memiliki dampak luas. Sementara Festival dan Expo Sapi itu dihadiri Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, dan ratusan peternak sapi di sejumlah kota di Indonesia.

    Candra meminta agar rencana pembangunan museum dilanjutkan di Gedung Nasional Indonesia (GNI), sebuah gedung bersejarah yang dibangun pada 1950-an. Saat ini GNI mangkrak tanpa pemanfaatan dan direncanakan untuk dapur Makan Bergizi Gratis.

    “Itu kan aset Pemkab Jember. Kalau bisa jangan dibuat tempat SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi). Penggunaannya lebih baik untuk museum karena tempat lokasinya di tengah kota dan saya yakin juga memadai,” kata Candra. [wir]

  • Sidak Hiburan Malam Ilegal di Probolinggo Gagal, Komisi I DPRD Curiga Informasi Bocor

    Sidak Hiburan Malam Ilegal di Probolinggo Gagal, Komisi I DPRD Curiga Informasi Bocor

    Probolinggo (beritajatim.com) – Upaya Komisi I DPRD Kota Probolinggo untuk menindaklanjuti laporan warga mengenai maraknya aktivitas hiburan malam ilegal menemui kendala pada sidak yang dilakukan pada Sabtu malam, 22 November 2025.

    Meskipun sidak digelar untuk menegakkan ketertiban, lokasi yang disasar sudah lebih dulu kosong, menimbulkan pertanyaan mengenai kebocoran informasi yang mempengaruhi efektivitas penindakan.

    Rombongan pertama mengunjungi sebuah bangunan yang diduga digunakan sebagai tempat karaoke ilegal di Jalan Anggrek, Kelurahan Sukabumi. Setibanya di lokasi, tempat tersebut tampak sepi dan seluruh pintu tertutup rapat.

    Menurut Ketua Komisi I DPRD Kota Probolinggo, Isah Junaidah, kondisi tersebut menunjukkan adanya indikasi bahwa para pelaku usaha telah mengetahui rencana sidak dan memilih untuk tidak beroperasi pada malam itu. “Begitu kami tiba, kondisinya benar-benar kosong seperti sudah dipersiapkan,” ujarnya.

    Keadaan serupa terjadi saat sidak dilanjutkan di Jalan Maramis, Kelurahan Kanigaran. Di sini, beberapa orang tampak terburu-buru meninggalkan tempat sebelum akhirnya lokasi tersebut menjadi sepi.

    Isah mencurigai adanya kebocoran informasi dari pihak yang tidak bertanggung jawab, yang dapat merusak efektivitas penindakan terhadap tempat hiburan malam ilegal. “Diduga ada informasi yang bocor sehingga dua lokasi langsung sepi saat kami datang,” tambahnya. Ia menegaskan bahwa hal ini perlu diselidiki lebih lanjut agar penindakan tidak terganggu.

    Sekretaris Komisi I, Zainul Fatoni, menjelaskan bahwa sidak dilakukan sebagai respons terhadap laporan masyarakat yang resah dengan maraknya aktivitas hiburan malam yang tidak sesuai aturan.

    “Kami ingin memastikan apakah tempat-tempat ini memiliki izin atau justru tidak berizin sama sekali,” kata Zainul. Ia mengingatkan bahwa pengawasan terhadap tempat hiburan malam merupakan tanggung jawab moral dan hukum yang harus dijalankan oleh pihak legislatif.

    Menurut Zainul, data dari Satpol PP menunjukkan bahwa tidak ada satu pun tempat hiburan malam di Kota Probolinggo yang memiliki izin resmi. Oleh karena itu, setiap aktivitas yang ditemukan di tempat-tempat tersebut dapat dipastikan melanggar aturan dan berstatus ilegal.

    Kasatpol PP Kota Probolinggo, Fathur Rozi, mengungkapkan bahwa pihaknya akan memperketat penindakan di lokasi-lokasi yang diduga masih beroperasi. Ia juga menyatakan bahwa operasi gabungan akan diperbanyak untuk memastikan praktik ilegal dapat diminimalisir.

    “Kami sudah mengantongi titik-titik lokasi yang diduga aktif, dan dalam waktu dekat operasi akan diperbanyak,” tegas Fathur. Ia berharap langkah-langkah yang lebih intens dapat meminimalkan pelanggaran di lapangan.

    Komisi I DPRD Kota Probolinggo bersama Satpol PP akan terus melakukan pemantauan dan penindakan lebih lanjut untuk menanggulangi peredaran hiburan malam ilegal yang telah meresahkan masyarakat. Ke depan, mereka berencana untuk memperketat pengawasan dan memastikan bahwa setiap tempat hiburan mematuhi aturan yang berlaku. [ada/suf]