Kementrian Lembaga: DPRD

  • Brando Susanto PDIP Minta Tarif PBBKB 5 Persen untuk Warga Jakarta Dipantau Ketat – Halaman all

    Brando Susanto PDIP Minta Tarif PBBKB 5 Persen untuk Warga Jakarta Dipantau Ketat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan menurunkan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) pribadi menjadi 5 persen dan kendaraan umum sebesar 2% oleh Gubernur Jakarta Pramono Anung mendapat respons positif dari Anggota Komisi C DPRD Jakarta, Brando Susanto dari Fraksi PDI Perjuangan.

    Brando memandang bahwa setiap pajak pemerintah/Pemerintah Daerah yang dipungut pastilah memiliki dampak pada laju pembangunan disuatu wilayah, apalagi di daerah (pemerintah daerah). 

    Akan tetapi, pemerintah dan pemerintah daerah juga memiliki kewenangan khusus untuk memberikan relaxasi pajak (pengurangan/penghapusan) untuk situasi yang bersifat khusus, misal kondisi ekonomi rakyat, mengundang investasi tertentu dan sejumlah alasan lain yang dibolehkan perundangan pajak. 

    “Relaksasi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang digulirkan oleh Gubernur Pram sebenarnya untuk memberikan dorongan bagi aktivitas ekonomi masyarakat dan sangat dinantikan. Apalagi bahan bakar adalah sarana utama (selain listrik) untuk melakukan kegiatan sehari-hari di masyarakat, khususnya lalu lintas orang, barang atau jasa,” ujar Brando, Jumat (25/04/2025). 

    Hal ini, lanjut Brando, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih sepenuhnya pasca pandemic Covid-19 ditambah dengan perang tarrif Amerika-China dan Rusia, sebagai kota global tentu Jakarta sangat terdampak.

    Untuk itu langkah relaksasi pajak PBBKB bagi masyarakat sudah tepat.

    “Pertanyaan selanjutnya apakah ini akan optimal. Pajak PBBKB adalah dorongan ekonomi masyarakat, jadi diharapkan tentu optimal membantu meringankan beban masyarakat termasuk dunia usaha di Jakarta. Tentu, bilamana dirasa perlu , maka ada sektor-sektor lain yang juga masih dipertimbangkan pemberian relaksasi pajak lainnya,” katanya. 

    Dikatakannya, relaksasi pajak (PBBKB) adalah inisiatif eksekutif di Balaikota  dalam hal ini Gubernur Pram-Doel, jadi pada waktunya akan dibahas bersama komisi C sebagai komisi terkait di legislatif.

    “Pada tahapan implementasi, sebagai bentuk pengawasan, harusnya Komisi C memanggil para pengusaha principal bahan bakar kendaraan bermotor, seperti Pertamina, Shell, BP, Total, AKR, untuk memberikan laporan terkait relaksasi ini tepat sasaran. Jangan sampai relaksasi pajak jadi selipan kantong margin pengusaha bahan bakar tadi. Harus Transparan dan Komisi C melakukan monitoring,  cek ke lapangan dan investigasi laporan masyarakat,” ujar Wakil Sekretaris Fraksi PDI-P DPRD Jakarta tersebut. 

    Brando juga berharap agar Dinas Pajak (Dispenda) harus jeli mengecek laporan klaim relaksasi pajak BBM yang diturunkan tersebut agar kebijakan tersebut benar-benar memiliki dampak kebermanfaatan bagi ekonomi masyarakat. 

    “Dinas Pajak (Dispenda) mesti sangat jeli mengecek laporan klaim Relaksasi Pajak BBM yang diturunkan ini. Sekali lagi, jangan jadi ajang korporasi atau pengusaha nyelipin di kantong margin korporasi, tapi harus jadi stimulus bagi ekonomi masyarakat Jakarta dari kebijakan ini,” tegas Brando.

    Diketahui, Gubernur Jakarta Pramono Anung menurunkan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) pribadi menjadi 5?n kendaraan umum sebesar 2%.

    Menurut Pramono, hal itu sebagai relaksasi bagi masyarakat Jakarta yang mana sebelumnya tarif pajak yang berlaku untuk kendaraan pribadi sebesar 10%.

    “Kemarin saya sudah memutuskan, untuk Jakarta, kami akan memberikan relaksasi ataupun kemudahan ataupun diskon, yang dulu dipungut 10% menjadi 5% untuk kendaraan pribadi dan menjadi 2% untuk kendaraan umum,” ujarnya di Balai Kota Jakarta.

  • Baleg DPR: Kasihan Hakim Konstitusi Kalau Tempat Rapat Saja Digugat ke MK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 April 2025

    Baleg DPR: Kasihan Hakim Konstitusi Kalau Tempat Rapat Saja Digugat ke MK Nasional 25 April 2025

    Baleg DPR: Kasihan Hakim Konstitusi Kalau Tempat Rapat Saja Digugat ke MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pimpinan Badan Legislasi (Baleg)
    DPR RI
    menanggapi adanya gugatan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (
    UU MD3
    ) ke
    Mahkamah Konstitusi
    (MK), yang salah satu permohonannya meminta DPR tidak rapat di luar gedung parlemen.
    Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, gugatan yang mempermasalahkan aturan lokasi rapat DPR hingga ke MK dinilai terlalu teknis dan tidak semestinya menjadi persoalan konstitusional.
    “Kalau sampai tempat rapat saja digugat sampai ke Mahkamah Konstitusi, ya kasihanlah Bapak-Bapak itu. Lembaga Mahkamah Konstitusi kan itu malah enggak ‘yang mulia’ ya. Janganlah kita bawa ke hal-hal yang teknis-teknis,” ujar Doli, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (25/4/2025).
    Doli menilai, pemilihan tempat rapat seharusnya dilihat dari urgensinya, bukan semata soal lokasi.
    Menurut dia,
    rapat di hotel
    tidak serta-merta identik dengan kemewahan.
    Dia pun mengeklaim bahwa tidak semua rapat di hotel dibiayai oleh DPR.
    Beberapa kegiatan justru merupakan undangan dari pihak mitra kerja yang menyelenggarakan diskusi.
    “Kalau rapat itu penting dan memang itu dianggap tempat representatif, saya kira dan memang anggarannya cukup, saya kira tidak ada masalah. Toh juga tempat-tempat itu memang ada fasilitas untuk rapat,” kata Doli.
    Meski begitu, politikus Golkar itu menegaskan bahwa DPR tidak melulu menggelar rapat di luar gedung parlemen.
    Rapat-rapat di luar Gedung DPR hanya dilakukan dalam kondisi tertentu, demi menjamin netralitas dan efektivitas.
    “Kadang-kadang rapat itu di hotel itu satu, dianggap tempat yang netral, kita punya tamu yang sejajar, satu mitra. Nah, supaya netral, dicari tempat yang representatif,” pungkas dia.
    Diberitakan sebelumnya,
    UU MD3 digugat ke MK
    oleh advokat bernama Zico Leonardo Djagardo.
    Zico meminta MK menyatakan frasa “semua rapat di DPR” dalam Pasal 229 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:
    “Semua rapat di DPR wajib dilakukan di Gedung DPR kecuali terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan fasilitas di seluruh ruang rapat di gedung DPR tidak dapat digunakan atau berfungsi dengan baik,” tulis dokumen perkara nomor 42/PUU-XXIII/2025, dikutip dari laman MK, Kamis (24/4/2025).
    Dalam gugatannya, Zico beralasan kompleks DPR sudah memiliki beragam fasilitas yang sangat layak untuk menggelar rapat.
    Bahkan, ada 13 ruang rapat ditambah ruang rapat fraksi yang akan menyesuaikan jumlah fraksi.
    Namun, dia menyebut fasilitas yang begitu besar yang dibiayai oleh uang rakyat tidak mampu membuat DPR fokus menjalani tugasnya dan memilih rapat di hotel-hotel mewah.
    Zico menyebut, rapat di hotel sebagai tindakan foya-foya dan gaya hidup mewah di tengah tuntutan efisiensi anggaran.
    Hal ini dinilai akan memperburuk citra DPR RI di mata publik, khususnya ketika masyarakat sedang kesulitan secara ekonomi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pramono Perintahkan ASN Naik Angkutan Umum Tiap Rabu, DPRD Dorong Pemberian Sanksi Bagi Pelanggar

    Pramono Perintahkan ASN Naik Angkutan Umum Tiap Rabu, DPRD Dorong Pemberian Sanksi Bagi Pelanggar

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

    TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR – Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono meminta adanya pengawasan ketat terkait kebijakan Gubernur Pramono Anung yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) naik angkutan umum setiap Rabu.

    Ia pun mengusulkan adanya sistem lapor kepatuhan untuk memastikan setiap ASN Jakarta mematuhi aturan baru yang dibuat Gubernur Pramono.

    “Perlu ada sistem pelaporan yang jelas dan mudah diakses. ASN dapat melaporkan kepatuhan mereka. Misalnya melalui aplikasi atau formulir tertentu,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (25/4/2025).

    Politikus senior Partai Demokrat ini juga meminta setiap instansi Pemprov DKI Jakarta untuk memastikan setiap ASN menggunakan transportasi publik setiap Rabu.

    “Instansi dapat bekerja sama dengan penyedia transportasi umum untuk memverifikasi penggunaan layanan oleh ASN,” ujarnya.

    “Misalnya memberikan tanda bukti bahwa ASN tersebut telah menggunakan transportasi publik,” sambungnya.

    Tak hanya itu, masyarakat disebut Mujiyono juga dapat dilibatkan dalam pengawasan melalui mekanisme pelaporan.

    Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini pun meminta adanya penerapan sanksi bagi ASN yang tak mematuhi aturan tersebut.

    “Ini sumbang saran saya terkait pengenaan sanksi bagi ASN yang tidak mematuhi kebijakan tersebut,” kata dia.

    Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bakal mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta untuk naik angkutan umum setiap hari Rabu.

    Peraturan gubernur (pergub) yang mengatur soal hal ini pun sudah diteken Gubernur Pramono belum lama ini.

    “Kami sudah menandatangani pergub bahwa setiap Rabu kami akan setengah memaksa semua ASN di Jakarta, mereka harus naik angkutan umum,” ucapnya di Terminal Blok M, Jakarta Selatan, Kamis (24/4/2025).

    Pramono menambahkan, seluruh ASN itu nantinya bakal digratiskan untuk naik seluruh moda transportasi umum yang dikelola Pemprov DKI Jakarta.

    “Fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah Jakarta tidak kami siapkan untuk Hari Rabu supaya ASN di Jakarta ini akan naik transportasi ymyn dan mereka akan kami gratiskan,” ujarnya.

    Sebagai informasi tambahan, Pemprov DKI Jakarta hari ini menerapkan tarif khusus Rp1 terhadap sejumlah moda transportasi, seperti Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.

    Penerapan tarif khusus ini dalam rangka peringatan Hari Angkutan Nasional 2025 yang jatuh pada 24 April ini.

    “Hari ini, baik perempuan, laki-laki, atau apapun mereka naik transportasi umum gratis, kecuali taksi. Jadi, mau LRT Jakarta, MRT Jakarta, Transjakarta gratis,” kata Pramono.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Sultan HB X: Pemindahan Gedung DPRD DIY demi menata wajah Kota Yogya

    Sultan HB X: Pemindahan Gedung DPRD DIY demi menata wajah Kota Yogya

    Suara rakyat kini tidak hanya mengalir dari mimbar atau pojok jalan, tetapi berseliweran di ruang maya.

    Yogyakarta (ANTARA) – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bahwa pemindahan Gedung DPRD DIY dari kawasan Malioboro ke Jalan Kenari merupakan bagian dari penataan wajah Kota Yogyakarta agar lebih representatif dan fungsional.

    “Bukan semata urusan teknis, melainkan sebuah langkah untuk turut menata wajah kota, memberi ruang yang lebih representatif bagi kerja-kerja legislasi, sekaligus menyelaraskan demokrasi dengan dinamika tata ruang perkotaan,” ujar Sultan saat peletakan batu pertama pembangunan gedung baru DPRD DIY di Yogyakarta, Jumat.

    Sultan menuturkan bahwa gedung lama DPRD DIY yang berlokasi di kawasan Malioboro telah menjadi saksi sejarah perjalanan demokrasi di Yogyakarta. Namun, perkembangan zaman dan kebutuhan kelembagaan menuntut hadirnya ruang baru yang lebih adaptif dan terbuka.

    Gubernur DIY berharap gedung baru lima lantai yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp293,8 miliar itu dapat menjadi “rumah demokrasi kerakyatan” yang tidak hanya berdiri sebagai bangunan fisik, tetapi juga memiliki jendela lebar terhadap aspirasi publik.

    Sultan juga mendorong DPRD DIY untuk mulai membuka kanal digital seperti data engagement platform dan media analytics yang mampu menangkap dan merespons suara masyarakat dengan cara baru.

    “Suara rakyat kini tidak hanya mengalir dari mimbar atau pojok jalan, tetapi berseliweran di ruang maya,” tutur Ngarsa Dalem.

    Menanggapi dampak efisiensi anggaran terhadap pembangunan, Sultan menjelaskan bahwa hal tersebut tergantung pada kebijakan dan pengelolaan daerah masing-masing.

    “Kalau pusat itu ‘kan APBN. Kalau kita ada APBN dan ada APBD. Ya, kalau kita menggunakan APBD, soal efisiensi ‘kan tergantung pada daerah itu sendiri,” ujar Sultan.

    Lebih jauh Sultan menaruh harapan agar gedung DPRD yang baru bisa menjadi “Prabayasa Demokrasi”, yakni ruang mulia penjaga aspirasi, lentera kebijakan, dan simbol nilai keadaban.

    Ketua DPRD DIY Nuryadi mengatakan bahwa pembangunan gedung baru ini merepresentasikan rumah rakyat yang lebih fungsional, inklusif, dan selaras dengan semangat zaman.

    “Gedung ini adalah simbol demokrasi daerah, tempat bertemunya ide, dialog, dan aspirasi yang mewakili beragam kepentingan masyarakat,” ucap Nuryadi.

    Dijelaskan pula bahwa desain Gedung DPRD DIY dirancang dengan pendekatan holistik, memadukan aspek fisik, filosofi keistimewaan Yogyakarta, serta tata ruang yang mendukung transparansi dan partisipasi publik.

    Nuryadi turut mengajak seluruh elemen masyarakat mengawal pembangunan dengan target selesai pada bulan Desember 2026.

    “Insyaallah, gedung ini tidak hanya akan menjadi monumen pembangunan, tetapi juga menjadi warisan bagi generasi mendatang,” ujarnya.

    Sementara itu, Sekretaris DPRD DIY Yudi Ismono menjelaskan bahwa perencanaan pembangunan gedung baru sejak 2020 melalui kajian kawasan oleh Dinas PUP-ESDM DIY.

    Pandemi COVID-19 sempat menghambat proses tersebut. Namun, kata dia, kembali dilanjutkan pada tahun 2022 dengan penyusunan detail engineering design (DED), serta studi analisis dampak lingkungan (amdal) dan analisis dampak lalu lintas (andalalin) pada tahun 2023.

    Pewarta: Luqman Hakim
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • 5 Info Terbaru Rekrutmen PPSU Jakarta: Persyaratan, Jumlah Pelamar hingga Bocoran Waktu Penerimaan

    5 Info Terbaru Rekrutmen PPSU Jakarta: Persyaratan, Jumlah Pelamar hingga Bocoran Waktu Penerimaan

    TRIBUNJAKARTA.COM – Rekrutmen petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Jakarta tengah menjadi sorotan.

    Di tengah banyaknya pengangguran di ibu kota, lowongan bergaji Rp 5,4 juta itu bak angin segar.

    Wacana pendaftaran PPSU yang bergulir beberapa pekan terakhir disambut antusias.

    Saat waktu rekrutmen belum resmi ditentukan, ribuan pelamar sudah menggeruduk balai kota membawa berbagai berkas lamaran.

    Pemprov Jakarta pun merespons. Warga yang terlanjur datang tetap diterima dan lamarannya diproses.

    Gubernur Jakarta, Pramono Anung pun sudah bersikap.

    Berikut TribunJakarta rangkum sejumlah fakta terbaru soal proses rekrutmen pasukan oranye.

    1. 7.000 Pelamar

    Pramono mengaku kaget dengan tingginya antusiasme masyarakat untuk mendaftar sebagai Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP), termasuk PPSU.

    Sejauh ini Pemprov Jakarta sudah menerima lebih dari 7.000 surat lamaran untuk posisi PPSU.

    Sejak Selasa (22/4/2025), Balai Kota Jakarta sudah ramai disambangi para pelamar, walaupun waktu resmi pendaftaran belum ditentukan.

    “Secara pribadi saya kaget, saya dilaporkan yang mendaftar dalam waktu sebentar sudah 7.000 lebih dari 1.100 yang akan diterima,” ucapnya di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025) petang.

    Pramono menduga, tingginya antusiasme masyarakat ini terjadi lantaran syarat untuk mendaftar PPSU kini semakin mudah.

    Pasalnya, kini lulus Sekolah Dasar (SD) juga bisa ikut mendaftar sebagai pasukan oranye.

    Orang nomor satu di Jakarta ini pun memastikan, proses rekrutmen PPSU ini akan dilakukan secara transparan.

    “Begitu ngomongin PPSU yang paling banyak itu urusan ordal (orang salam), soal transparansi. Maka saya putuskan, nanti yang memutuskan itu level wali kota dan bupati, tetapi harus dilaporkan kepada gubernur,” ujarnya.

    “Saya hanya ingin melihat mekanismenya berjalan dengan baik atau enggak, karena saya pasti enggak akan nitip orang dalam, enggak lah itu,” sambungnya.

    2. Kuota Cuma 1.100

    Di balik tingginya jumlah pelamar, ada kuota penerimaan yang jomplang.

    Pemprov Jakarta hanya membuka lowongan PPSU untuk 1.100 orang saja.

    “Kami sudah mengumumkan lowongan ini untuk 1.100 orang pada saat ini dan nanti di awal tahun depan atau akhir tahun ini akan tambah 506 orang. Sedangkan untuk Damkar itu ada 1.000 orang,” kata Pramono dalam keterangan resminya, Rabu (23/4/2025).

    3. Mekanisme Pendaftaran

    Mekanisme pendaftaran belum benar-benar resmi disampaikan Pemprov Jakarta.

    Pramono mengatakan, pendaftaran dilakukan di kelurahan.

    “Pendaftaran itu utamanya sebenarnya di kelurahan, bukan di Balai Kota. Jadi, kami informasikan bahwa rekrutmennya bisa di kelurahan,” ucap Pramono.

    Sementara, Pada Selasa (22/4/2025), Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Bidang Komunikasi Sosial, Chico Hakim, mengatakan, proses pendaftaran menjadi petugas PPSU dilakukan secara online.

    Ia menyebutkan jelas situs resmi Pemprov DKI Jakarta di https://www.jakarta.go.id/loker sebagai kanal utamanya.

    Namun, saat itu ia menyebutkan sistem pendaftarannya masih disiapkan, dan waktu pendaftaran akan diumumkan sesegera mungkin.

    “Kami sedang membangun sistem yang lebih praktis dan transparan agar warga tidak perlu datang jauh-jauh ke Balai Kota untuk menyerahkan lamaran. Semua bisa diakses secara daring (online),” ujar Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Bidang Komunikasi Sosial, Chico Hakim, Selasa (22/4/2025).

    Namun hingga saat ini, pihak Pemprov Jakarta belum mengumumkan secara resmi pendaftaran PPSU.

    Pantauan TribunJakarta pukul 14.40 WIB, Jumat (25/4/2025), lowongan petugas PPSU belum tersedia di laman https://www.jakarta.go.id/loker.

    Angka 7.000 pelamar didapatkan dari warga yang datang beramai-ramai menyerahkan lamarannya langsung ke Balai Kota Jakarta.

    Pihak Pemprov Jakarta pun menerima setiap berkas lamaran yang masuk kendati sistemnya belum siap.

    4. Bocoran Waktu Penerimaan

    Di sisi lain, Chico sudah memberi bocoran kapan hasil rekrutmen PPSU Jakarta diumumkan.

    Berbicara di Kompas TV pada Kamis (24/4/2025), Chico engatakan, pengumuman penerimaan PPSU Jakarta akan disampaikan dalam satu dan dua bulan setelah pendafataran dibuka.

    “Diterima atau tidaknya dalam satu atau dua bulan. Jadi bukan proses yang pendek ya,” kata Chico.

    5. Syarat

    Untuk persyaratan atau kualifikasi menjadi seorang petugas PPSU terbaru tertera pada Keputusan Gubernur (Kepgub) nomor 267 tahun 2025.

    Di sana tertulis, kualifikasi seorang petugas PPSU adalah pendidikan minimal SD atau dapat membaca dan menulis, lalu diutamakan ber-KTP Jakarta.

    Sementara itu, beredar kabar soal syarat usia mendaftar petugas PPSU sampai usia 58 tahun.

    Kabar tersebut diantaranya disampaikan Anggota DPRD Jakarta Fraksi PDIP, Hardiyanto Kenneth.

    Ia menyebut Gubernur Pramono telah menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) baru yang memuat soal syarat menjadi petugas PPSU.

    Dalam keterangaan resminya pada Senin (14/4/2025),  Kenneth membeberkan, ada tiga poin yang menjadi sorotannya soal syarat mendaftar petugas PPSU.

    Kenneth menyebut, pada Pergub baru tersebut, syarat menjadi petugas PPSU minimal ijazah SD, usia bisa sampai 55-58 tahun, dan kontraknya minimal 3 tahun.

    Ia menambahkan, menurutnya lowongan petugas PPSU harus memprioritaskan warga Jakarta.

    “Kesempatan bekerja ini harus diprioritaskan bagi warga Jakarta yang memiliki KTP Jakarta,” ujar Kenneth.

    Berdasarkan temuan Kenneth di lapangan, proses penerimaan Petugas PPSU di kelurahan pada tahun-tahun sebelumnya banyak menerima yang ber-KTP daerah.

    “Sehingga bisa mengurangi peluang bagi Warga Jakarta untuk bisa bekerja menjadi Petugas PPSU,” tutur Politikus PDIP itu.

    Namun, pantauan TribunJakarta di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Provinsi DKI Jakarta, Jumat (25/4/2025), Pergub yang dimaksud Kenneth diunggah.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Ono Surono Soroti Penghapusan Hibah Pesantren

    Ono Surono Soroti Penghapusan Hibah Pesantren

    BANDUNG – Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono angkat bicara terkait dengan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang menghapus hibah pesantren guna mencegah ‘relasi politik’.

    Menurut Ono, semangat membangun bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan falsafah negara menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.

    Prinsip ini semestinya terwujud melalui keterlibatan semua elemen dari masyarakat, tokoh agama, akademisi, hingga pejabat politik dalam setiap proses perencanaan pembangunan.

    “Implementasi prinsip kolaboratif di Jabar saat ini masih jauh dari harapan. Harusnya, kolaborasi hadir tidak hanya sebagai jargon dalam pidato atau dokumen formal, tetapi harus menjadi pijakan nyata dalam penyusunan kebijakan,” ujar Ketu DPD PDI Perjuangan Jawa Barat ini dalam keterangannya, Jumat (25/4).

    Ono mengatakan dalam konteks perencanaan pembangunan daerah, kolaborasi itu idealnya dilandasi beberapa aspek, yakni teknokratis, partisipatif, politis, dan top-down-bottom-up.

    “Kolaborasi yang melibatkan kajian akademik dari perguruan tinggi, menempatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek, tapi juga subjek pembangunan. Ada juga aspek politis yang mengakomodasi visi misi kepala daerah serta anggota DPRD, kemudian melalui pendekatan top-down dan bottom-up. Ini memungkinkan komunikasi dua arah antara pemerintah pusat dan daerah dari atas ke bawah dan sebalinya,” kata Ono.

    Namun, imbuh dia, dalam realitas 2025 ini, pelaksanaan kolaborasi tersebut menuai banyak respon.

    Salah satu tertuju pada penyusunan APBD Jawa Barat, yang disebut-sebut menghapus sejumlah usulan dari masyarakat tanpa melalui pembahasan yang melibatkan DPRD.

    Beberapa program yang terkena dampaknya antara lain hibah pesantren atau pondok pesantren (ponpes), bantuan organisasi kemasyarakatan, serta kegiatan usulan kabupaten/kota.

    Kondisi ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat dan sejumlah fraksi di DPRD Jawa Barat.

    Mereka menilai keputusan penghapusan tersebut tidak hanya mengabaikan aspirasi publik, tetapi juga mencederai semangat kolaborasi dan prinsip musyawarah.

    “Misalnya hibah pesantren. Kalaupun ada ponpes yang diduga oleh gubernur memperoleh anggaran besar, maka perlu verifikasi. Jangan dicoret begitu saja tanpa melibatkan DPRD maupun dari ponpes tersebut. Kalaupun Ponpes menerima hibah hanya untuk memenuhi unsur atau aspek politik (relasi politik) itu sah saja. Sama halnya dengan gubernur datang ke suatu tempat, desa atau satu organisasi dan dia menjanjikan akan membantu,” tegas dia.

  • Di Hadapan Pelaku Industri, Andra Soni Sebut Angka Kemiskinan di Banten Turun

    Di Hadapan Pelaku Industri, Andra Soni Sebut Angka Kemiskinan di Banten Turun

    Jakarta

    Gubernur Banten Andra Soni berkumpul dengan pelaku industri di Banten. Dalam kesempatan itu, Andra menyampaikan penurunan angka kemiskinan di Banten menurun.

    “Persentase penduduk miskin menurun dari 5,84% pada Maret 2024 menjadi 5,7% pada September 2024,” kataAndra dalam acara coffee morning bersama pelaku industri di Kota Cilegon, Banten, Jumat (25/4/2025).

    Acara tersebut juga dihadiri oleh Kapolda Banten Irjen Suyudi Ario Seto, Kajati Banten Siswanto, Ketua DPRD Banten Fahmi Hakim, serta perwakilan dari pelaku industri di Banten.

    Menurut Andra, penurunan angka kemiskinan di Banten itu tidak lepas dari kontribusi dan kerja keras semua pelaku usaha di Banten. Kendati demikian, Andra mewanti-wanti agar semua pihak tidak cepat puas.

    “Kita tidak boleh berpuas diri. Target yang telah ditetapkan harus kita jadikan sebagai pemicu semangat untuk bekerja lebih keras, menarik lebih banyak investasi berkualitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

    Andra menyampaikan, target realisasi investasi di Banten sebesar Rp 119,5 triliun tahun ini. Target itu lebih tinggi dari realisasi pada 2024 yakni Rp 105,62 triliun.

    “Realisasi investasi Banten tahun 2024 mencapai Rp 105,62 triliun dan menempatkan Banten di peringkat ke-5 nasional,” tambahnya.

    Andra pun menyampaikan Pemprov Banten berkomitmen menjaga iklim investasi. Ia mengaku mendapat dukungan dari Forkopimda.

    (aik/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Minim Auditor, DPRD Bondowoso Desak Camat Aktif Awasi Dana Desa

    Minim Auditor, DPRD Bondowoso Desak Camat Aktif Awasi Dana Desa

    Bondowoso (beritajatim.com) – Minimnya jumlah auditor di Kabupaten Bondowoso menjadi perhatian serius Komisi I DPRD setempat. Oleh karenanya, Ketua Komisi I, Setyo Budi, mendorong para camat untuk lebih proaktif dalam pengawasan dan pembinaan desa. Salah satu tujuannya adalah guna mencegah penyelewengan Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD).

    “Dari kebutuhan sekitar 70 auditor untuk seluruh desa (209 desa) di Bondowoso, saat ini hanya tersedia 27 orang,” tuturnya.

    Menurut legislator Partai Gerindra tersebut, hal ini tentu jadi kendala besar dalam melakukan pengawasan menyeluruh. “Akhirnya muncul kasus-kasus di desa,” nilai Budi.

    Ia menegaskan bahwa peran Camat sangat strategis sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Daerah ke desa. Karena itu, Komisi I memberikan sejumlah catatan penting dalam evaluasi kinerja camat tahun 2024. “Kita wanti-wanti agar kekurangan di 2024 tidak terulang lagi di 2025,” tegasnya.

    Budi juga menyoroti maraknya persoalan hukum yang melibatkan aparat desa. Ia berharap camat lebih aktif dalam pembinaan. “Termasuk memberikan rekomendasi yang tepat dalam pencairan DD dan ADD, karena DPRD tidak memiliki wewenang langsung ke tingkat desa. Kita maksimal hanya di tataran kecamatan,” paparnya.

    Budi mengapresiasi peran media dalam mengangkat persoalan di lapangan. Komisi I memastikan akan memberi perhatian khusus terhadap kecamatan-kecamatan yang desanya kerap bermasalah. [awi/beq]

  • Dana Hibah Pesantren Dihapus, Dedi Mulyadi Soroti Akses Politik dan Yayasan Bodong

    Dana Hibah Pesantren Dihapus, Dedi Mulyadi Soroti Akses Politik dan Yayasan Bodong

    BANDUNG – Gubernur Jabar (Jabar) Dedi Mulyadi mengatakan, penghapusan dana hibah Provinsi Jabar untuk pondok pesantren pada tahun anggaran 2025 ini guna membenahi tata kelola hibah.

    “Ini upaya kita dalam membenahi manajemen tata kelola hibah, agar hibah ini tidak jatuh pada pondok pesantren yang itu-itu saja,” kata Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dikutip di Bandung, Antara, Kamis, 24 April. 

    Kemudian, kata Dedi, diharapkan agar hibah tidak jatuh hanya pada lembaga atau yayasan yang memiliki akses politik, seperti terhadap DPRD atau gubernur.

    “Karenanya saya telah rapat dengan Kemenag seluruh Jabar. Ke depan kita akan mengarahkan pada distribusi rasa keadilan. Kita akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah, yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik,” ujarnya.

    Ditemui di Gedung Negara Pakuan Bandung, Rabu malam, Dedi mengatakan pertimbangan pemberian dana hibah nantinya adalah pertimbangan kebutuhan dan teknis, seperti pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag).

    “Jadi bukan pertimbangan politis, karena selama ini bantuan-bantuan yang disalurkan kepada yayasan-yayasan pendidikan di bawah Kemenag itu, selalu pertimbangannya politik,” ujarnya.

    Hal ini, kata Dedi, adalah untuk perbaikan sistem mekanismenya, terlebih diketahui juga banyak yayasan bodong yang mendapatkan bantuan, bahkan dengan nilai antara Rp2 miliar sampai dengan Rp50 miliar tiap yayasan.

    “Jadi ini adalah bagian audit kita untuk segera dilakukan pembenahan. Karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama,” tuturnya.

    Sebelumnya Pemprov Jabar mencukur rencana kucuran hibah ke sejumlah pesantren dalam pergeseran APBD 2025, dimana tercatat ada 370 lebih lembaga yang direncanakan bakal menerima kucuran hibah, yang tertera di  Sub Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual.

    Lembaga-lembaga itu akhirnya batal menerima hibah karena kebijakan pergeseran anggaran, dan tersisa hanya pada dua lembaga, yakni Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jabar dengan nilai Rp9 miliar dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor senilai Rp250 juta.

    Selain hibah ke pondok pesantren yang dihapuskan, kucuran hibah masih mengalir ke sejumlah lembaga.

    Kucuran hibah itu tercatat dalam dokumen Pergub Nomor 12 Tahun 2025 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, antara lain PMI Jabar dengan nilai Rp1,8 miliar, meski sudah terpangkas dari rencana sebelumnya Rp2,1 miliar.

    Kemudian Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar Rp 3,4 miliar, DPD KNPI Jabar Rp2 miliar dari rencana sebelumnya Rp5,5 miliar dan NPCI Jabar Rp10 miliar dari sebelumnya Rp12,1 miliar.

    Lalu Kormi Jabar Rp1 miliar dari sebelumnya Rp3,7 miliar. Ada juga KONI Jabar untuk pembinaan prestasi Rp30 miliar dari sebelumnya Rp31,1 miliar.

    Selanjutnya ada Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jabar Rp1 miliar, Kanwil Kemenag Jabar untuk layanan petugas haji Rp19,2 miliar, PWNU Jabar Rp1,7 miliar, dan Persis Jabar Rp560 juta.

    Berikutnya yang nilainya tak terusik atau tergeser adalah hibah bantuan keuangan kepada partai politik di Jabar, nilainya dihitung berdasar perolehan suara masing-masing.

    Lalu ada juga hibah dana operasional organisasi ke sejumlah instansi vertikal di Jabar, nilai anggarannya juga tak terusik. Misalnya untuk Polda Jabar Rp44,963 miliar, Pangkalan TNI AL Bandung Rp16,5 miliar, hingga Kodam III/Siliwangi Rp54 miliar.

  • Mengenal Daerah Istimewa Surakarta, Sejarah hingga Alasan Pembubarannya

    Mengenal Daerah Istimewa Surakarta, Sejarah hingga Alasan Pembubarannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Wacana tentang pembentukan kembali wilayah Daerah Istimewa Surakarta atau DIS kembali muncul. Ide ini muncul di tengah informasi mengenai pemekaran sejumlah wilayah di Indonesia.

    Daerah Istimewa Surakarta adalah wilayah bekas swapraja eks Karesidenan Surakarta. Dulu sebelum dibubarkan pada tahun 1946, wilayahnya meliputi Kota Surakarta atau Solo, Kabupaten Boyolali, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, dan Klaten. 

    Wilayah DIS dikendalikan oleh dua kekuatan tradisional yakni Pakubuwana yang bertahta di Kasunanan Hadiningrat dan Mangkunegara yang menguasai wilayah Mangkunegaran. 

    Adapun, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima mempertanyakan relevansi apa yang bisa menjadikan kota di Jawa Tengah itu sebagai daerah istimewa untuk saat ini.

    “Solo ini sudah menjadi kota dagang, sudah menjadi kota pendidikan, kota industri. Tidak ada lagi yang perlu diistimewakan,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).

    Menurut legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini, baik Solo dan Papua adalah daerah yang tidak perlu diistimewakan. Bahkan, dia menyebut pihaknya tidak tertarik membahas hal ini karena bukan isu yang mendesak.

    “Solo dengan Papua ya sama lah. Saya tidak terlalu tertarik atau Komisi II tidak terlalu tertarik untuk membahas daerah istimewa ini, menjadi sesuatu hal yang penting dan urgent,” urainya.

    Di lain sisi, Aria berharap moratorium untuk proses pemekaran wilayah bisa segera dicabut, sehingga bisa ada pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) asalkan pengusulannya harus lebih ketat.

    Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia memandang harus ada latar belakang yang tepat untuk mengangkat status daerah menjadi istimewa dan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

    Dia khawatir akan ada kerumitan bila satu daerah meminta diberikan status istimewa, daerah lain pun akan meminta hal yang sama, terlebih bila berkaitan dengan pembagian dana bagi hasil.

    “Saya kan nggak tahu tuh [ada nilai historis dari Solo]. Makanya kita lihat dulu alasannya apa pengajuan itu. Kalau misalnya alasannya sejarah nanti banyak lagi [yang ikut ingin diistimewakan], di Pontianak itu dulu pernah ada Sultan yang mempunyai gagasan pertama kali tentang burung Garuda. Bisa jadi nanti orang sana minta istimewa juga gitu kan,” urainya.

    Alasan DIS Dibubarkan

    Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, nasib Solo atau Surakarta memang berbanding terbalik dengan Yogyakarta. Yogyakarta tampil secara aktif selama revolusi kemerdekaan. Sri Sultan Hamengkubuwono IX bahkan menjadi tokoh yang cukup penting selama masa tersebut. 

    Dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Posisi yang kemudian membuatnya menjadi sasaran ‘pembunuhan’ oleh Westerling. Sultan juga merelakan Yogyakarta menjadi ‘pengganti’ ibu kota saat Jakarta atau Batavia kembali dikuasai Belanda.

    Sementara Solo pasca proklamasi, sering dilanda konflik mulai dari konflik suksesi, revolusi sosial, gerakan anti-swapraja, hingga benturan antar ideologi, kiri dan kanan pada 1948, yang berlangsung cukup keras selama revolusi kemerdekaan berlangsung.

    Penulis biografi Tan Malaka, Harry A Poeze, dalam Madiun 1948: PKI Bergerak menyebut bahwa saking tidak stabilnya, Solo disebut oleh banyak pihak, termasuk Jenderal AH Nasution sebagai ‘Wild West’ wilayah tidak bertuan alias liar. Solo menjadi medan pertempuran. Orang bebas menenteng senjata. Bentrokan dan desingan peluru terjadi saban waktu.

    “Kubu kiri [FDR] menganggap sangat penting mempertahankan Solo. Karenanya kota ini akan dibuah menjadi sebuah Wild West,” tulis Poeze.

    Rentetan peristiwa dan aksi kekerasan tersebut membuat tentu membuat kondisi Solo semakin tidak stabil. Pengaruh Kraton dan sisa-sisa kekuasaan feodal di Surakarta terus meredup. Bekas wilayah kekuasaan yang menjadi penopang utama perekonomian Kraton lenyap. 

    Padahal Solo dan Yogyakarta pernah memiliki status yang sama sebagai Daerah Istimewa. Penetapan status dilakukan langsung oleh Presiden Soekarno. Namun usia Daerah Istimewa Surakarta (DIS) hanya seumur jagung. Pada tahun 1946, DIS dibubarkan karena konflik dan menguatnya gerakan anti-swapraja.

    Gerakan ini dipelopori oleh kelompok-kelompok masyarakat yang mendukung revolusi sosial dan anti terhadap sisa-sisa kekuasaan feodal. Kelompok yang paling terkenal dalam gerakan ini adalah Barisan Banteng dengan tokohnya dr Moewardi.

    Selain Barisan Banteng, Solo atau Surakarta juga menjadi pusat gerakan Persatuan Perjuangan (PP). Salah satu tokoh gerakan itu adalah Tan Malaka. Kelompok ini mengambil jalan oposisi dan menolak praktik kompromistis pemerintahan Sukarno. Salah satu semboyan PP yang terkenal adalah ‘Merdeka 100 Persen!”

    Selama gerakan anti-swapraja berkecamuk, para elite Kraton menjadi sasaran kelompok Anti-swapraja. Gerakan ini menculik dan membunuh Patih Sosrodiningrat. Kepatihan dibakar dan hancur lebur. Raja Kasunanan yang masih muda, Pakubuwono XII juga tak luput menjadi sasaran penculikan.

    Ada banyak pendapat tentang alasan penculikan tersebut. Campur tangan para pangeran atau elite kraton yang tersisih selama proses suksesi dari Pakubuwono XI ke Pakubuwono XII dianggap berperan cukup penting dalam gegeran di Solo pada waktu itu.

    Sementara itu, salah satu publikasi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yang menukil buku seri Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia karya Jenderal Abdul Haris Nasution memaparkan kisruh di Solo terjadi karena raja-raja Surakarta membelot dan mengkhianati republik saat terjadi Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949. 

    Pada waktu itu, pihak TNI bahkan telah menyiapkan Kolonel Djatikoesoemo (KSAD pertama), putra Pakubuwana X, diangkat menjadi Susuhunan yang baru dan Letkol Suryo Sularso diangkat menjadi Mangkunegara yang baru. Namun rupanya waktu itu, rakyat dan tentara justru ingin menghapus kekuasaan monarki sama sekali.

    Akhirnya Mayor Akhmadi, penguasa militer kota Surakarta, diberi tugas untuk langsung berhubungan dengan istana-istana monarki Surakarta. Dia meminta para raja secara tegas memihak republik. “Jika raja-raja tersebut menolak, akan diambil tindakan sesuai Instruksi Non-Koperasi,” demikian dikutip dari publikasi itu.

    Karena kondisi yang tidak kondusif, pemerintah pusat kemudian mengambil inisiatif untuk membubarkan DIS. Statusnya menjadi daerah biasa. Pada 1950, bekas daerah tersebut kemudian masuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah.

    Sejak saat itu jalan sejarah penerus wangsa Mataram Islam itu berubah. Peran Kasunanan sebagai pusat politik dan kebudayaan Jawa yang cukup berpengaruh, terutama saat kepemimpinan Pakubuwono X, menjadi sebatas simbol budaya itupun semakin meredup karena konflik keluarga yang nyaris tidak berkesudahan.

    Setelah Bubar

    Setelah era DIS bubar, Surakarta mulai dipimpin oleh pemimpin-pemimpin berlatar belakang politisi dan militer, tidak lagi harus ningrat. Pada tahun Mei – Juli 1946, misalnya, Wali Kota Solo dijabat oleh RT Sindoeredjo. Sindoeredjo kemudian digantikan oleh politikus PNI, Iskak Tjokroadisurjo. Iskak hanya memimpin Solo selama 4 bulan yakni dari bulan Juli – November 1946.

    Setelah kemelut perang kemerdekaan dan berbagai macam huru hara politik, Solo kemudian dipimpin oleh politikus Masyumi, Sjamsoeridjal. Dia memimpin Solo selama hampir 3 tahun yakni dari 1946-1949. Namun demikian, seiring dengan memanasnya tensi politik terutama pasca peristiwa Madiun 1948, Sjamsoeridjal kemudian digantikan oleh wali kota yang berlatar belakang militer. 

    Wali kota militer pertama adalah  Soedjatmo Soemperdojo (Januari 1949 – Juli 1949), Soeharto Soerjopranoto, hingga Muhammad Saleh Wedisatro. Saleh Werdisastro adalah salah satu pejuang perintis kemerdekaan asal Sumenep, Madura. Dia memimpin Solo pada tahun 1951-1955.

    Setelah Saleh, Wali Kota Solo dipegang oleh Oetomo Ramlan. Sosok Oetomo penuh kontroversi. Dia adalah politikus PKI. Oetomo barangkali menjadi salah satu Wali Kota Solo yang dipilih melalui proses pemilihan umum atau pemilu, meskipun tidak langsung. 

    Sekadar catatan, pada tahun 1957-1958, setelah sukses menggelar pemilihan umum pertama pada tahun 1955, pemerintah menggelar Pemilihan Legislatif Daerah untuk memilih anggota DPRD tingkat 1 maupun DPRD tingkat 2. PKI menjadi partai yang memenangkan Pemilu Legislatif Daerah di Kota Surakarta dan setelah proses pemilihan di DPRD, Oetomo Ramlan terpilih sebagai Wali Kota Surakarta.

    Salah satu kebijakan Oetomo Ramlan, mengutip Solopos, adalah membangun Lokalisasi Silir, yang  pada tahun 1998 diubah menjadi Pasar Klitikan. Posisinya sebagai politikus PKI dan aktivis Lekra kemudian membuatnya menjadi korban pembersihan oleh pemerintaha militer yang berkuasa pasca G30S 1965. Oetomo Ramlan, meninggal tahun 1967. Dia divonis mati oleh Mahmilub karena dugaan keterlibatannya dalam G30S 1965.

    Setelah Oetomo Ramlan dan pembubaran PKI, Solo dimpimpin oleh Wali Kota berlatar militer dan sipil. Setelah Soeharto tumbang, jabatan Wali Kota Solo dipegang oleh PDIP, mulai dari Joko Widodo (Jokowi), FX Hadi Rudyatmo, Gibran Rakabuming Raka, Teguh Prakosa, hingga Respati Ardi.