Kementrian Lembaga: DPRD

  • DPRD Sulsel Bakal Usut GMTD Terkait Dugaan Manipulasi Operasional Usaha

    DPRD Sulsel Bakal Usut GMTD Terkait Dugaan Manipulasi Operasional Usaha

    Bisnis.com, MAKASSAR – Ketua Komisi D DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Kadir Halid mengatakan ada dugaan manipulasi operasional usaha yang dilakukan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. (GMTD)

    Perusahaan tersebut, dikatakannya, melakukan pengembangan yang tidak sesuai atau telah melenceng dari izin operasinya. Oleh sebab itu pihaknya bakal segera mengusut dan menindak tegas apabila GMTD terbukti melakukan manipulasi operasional usaha.

    Kadir Halid menjelaskan bahwa izin prinsip GMTD beroperasi berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Selatan di awal pendiriannya, dengan luas lahan 1.000 hektare untuk melakukan pengembangan pariwisata.

    Akan tetapi dalam pelaksanaannya, GMTD malah berjualan rumah dan tanah kavling. Hal ini lah yang disebut Kadir telah melenceng dari izin operasinya.

    Kemudian, setelah Lippo Group masuk sebagai pemegang saham, dia menambahkan, GMTD membentuk perusahaan lagi yang dinamai PT Makassar Permata Sulawesi. Perusahaan ini bekerja di luar GMTD, yang terkadang menjual lahan milik GMTD.

    “Inilah yang akan kami telusuri sebagai fungsi pengawasan kami di DPRD. Karena di GMTD kan ada sahamnya Pemprov Sulsel,” ungkap Kadir Halid melalui keterangannya, Kamis (27/11/2025).

    Dia menambahkan, saham Pemprov Sulsel sejak awal pendirian GMTD sebanyak 20%, sementara Pemkot Makassar 10%, Pemkab Gowa 10% dan Yayasan Pembangunan Sulawesi Selatan 10%.

    Namun seiring berjalannya waktu, besaran saham tersebut dikatakan Kadir makin tergerus. Bahkan dividen ke Pemprov Sulsel selama ini juga disebutkannya sangat kecil. 

    Berdasarkan laporan keuangan GMTD yang didapatkan Kadir, keuntungan GMTD per tahun sudah menyentuh angka triliunan. Namun dividen ke Pemprov Sulsel yang selama ini diterima baru Rp6 miliar, Pemkot Makassar baru Rp3 miliar, dan Pemkab Gowa baru Rp3 miliar.

    “Oleh karena itu, memang ada dugaan manipulasi. Termasuk pembagian dividen yang sangat kecil untuk Pemprov Sulsel. Bisa saja ini pidana. Karena ada kerugian yang seakan-akan GMTD ini melakukan manipulasi sehingga dividen kepada Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, dan Pemkab Gowa, kecil sekali,” ungkap Kadir.

    Lebih lanjut, DPRD dikatakannya akan melakukan penelusuran, baik melalui rapat dengar pendapat atau hak angket. Tujuannya agar masyarakat Sulsel tidak ada yang dirugikan oleh entitas Lippo tersebut

    “Saat ini, agenda di DPRD Sulsel masih padat. Ada rapat paripurna, setelah itu ada pengawasan, lalu ada rapat banggar di Jakarta. Pulang dari situ, akan kita rapatkan untuk memanggil GMTD,” ucap Kadir.

  • Pemkab Bojonegoro Optimis Serapan APBD 2025 Tembus 83,75 Persen di Penghujung Tahun

    Pemkab Bojonegoro Optimis Serapan APBD 2025 Tembus 83,75 Persen di Penghujung Tahun

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Menjelang tutup tahun anggaran, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro optimis realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 akan melonjak signifikan.

    Meski sisa waktu terbilang singkat, Sekretaris Daerah (Sekda) Bojonegoro, Edi Susanto, memproyeksikan serapan anggaran daerah akan menyentuh angka 83,75 persen pada Desember nanti.

    Edi menegaskan bahwa angka tersebut merupakan hasil kalkulasi akumulatif dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemkab Bojonegoro. Mesin birokrasi saat ini diklaim sedang bekerja ekstra keras untuk menuntaskan berbagai program kegiatan yang telah direncanakan.

    “Kalau dari masing-masing OPD se-Kabupaten Bojonegoro, sesuai dengan perhitungan yang kita lakukan, total serapan hingga akhir tahun sekitar 83,75 persen,” ungkap Edi Susanto, Kamis (27/11/2025).

    Ia tidak menampik jika saat ini masih ada beberapa OPD yang terlihat memiliki serapan rendah. Namun, menurut Edi, hal itu lebih dikarenakan proses administrasi dan pengerjaan kegiatan yang masih berlangsung di lapangan. Ia meyakini, grafik realisasi akan menanjak tajam begitu seluruh proses rampung di bulan terakhir.

    “OPD yang serapan rendah, beberapa sudah berproses semua. Kita berharap di akhir Desember sudah ada perubahan yang signifikan,” tambahnya.

    Mengacu pada data per 25 November 2025, realisasi APBD Bojonegoro tercatat masih berada di angka 51,56 persen. Dari total kekuatan APBD sebesar Rp7,8 triliun, anggaran yang baru berhasil dibelanjakan menyentuh angka Rp4,02 triliun (Rp4.022.923.488.271).

    Kondisi ini sempat menempatkan Bojonegoro dalam daftar sorotan nasional sebagai salah satu dari 20 daerah dengan serapan APBD terendah se-Indonesia, sekaligus yang terendah di Jawa Timur pada periode tersebut.

    Ketua DPRD sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro, Abdulloh Umar, sempat menyuarakan pesimismenya. Ia menilai, pola penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun berisiko mengurangi kualitas hasil pembangunan dan dampak ekonominya bagi masyarakat.

    “Kita sudah berkali-kali mengingatkan dan mendorong Pemkab agar segera mempercepat penyerapan program. Kalau serapan dikejar di akhir tahun, hasilnya tidak optimal dan tidak mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar Umar beberapa waktu lalu. [lus/aje]

  • Fraksi PDIP Yakin Bandara Jember dan Dhoho Kediri Dongkrak Ekonomi Jatim

    Fraksi PDIP Yakin Bandara Jember dan Dhoho Kediri Dongkrak Ekonomi Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Fraksi PDIP Jawa Timur Dewanti Rumpoko menyambut optimistis pembukaan kembali Bandara Notohadinegoro Jember dan beroperasinya Bandara Internasional Dhoho Kediri sebagai peluang kebangkitan ekonomi dan pariwisata daerah. Dewanti berharap dua bandara ini bisa beroperasi berkelanjutan dan memberi dampak bagi masyarakat.

    “Saya berdoa mudah-mudahan itu bisa secara operasional jalan terus ya,” ujar Dewanti saat ditemui di DPRD Jatim, Kamis (27/11/2025).

    Dia mengingatkan bahwa sebelumnya kedua bandara sempat berhenti beroperasi akibat rendahnya jumlah penumpang yang tidak sebanding dengan biaya operasional. Pengalaman tersebut menjadi catatan agar pengelolaan ke depan dilakukan lebih matang.

    “Mudah-mudahan ini sesuatu yang luar biasa, yang bagus. Yang nantinya ada dampak terhadap potensi wisata lokal,” tegas mantan Wali Kota Batu tersebut.

    Menurut Dewanti, Bandara Jember dan Bandara Kediri memiliki peluang besar menjadi motor pertumbuhan kawasan bila dikelola secara tepat. Pergerakan industri, UMKM, dan destinasi wisata dinilai bisa ikut terdorong.

    “Kalau dikelola benar, saya yakin pertumbuhan ekonomi di sekitar bandara akan meningkat. Industri, UMKM, dan destinasi wisata akan bergerak,” ujarnya.

    Namun dia mengingatkan peluang tersebut tidak akan terwujud tanpa dukungan akses jalan dan transportasi yang memadai. Kemudahan mobilitas wisatawan menjadi kunci agar manfaat bandara bisa dirasakan secara luas.

    “Wisatawan atau tamu yang datang jangan sampai kesulitan. Harus ada transportasi yang siap, nyaman, dan terjangkau,” tandasnya.

    Dari sisi fasilitas, Dewanti menjelaskan Bandara Notohadinegoro Jember kini memiliki runway 1.645 x 30 meter, apron 68 x 96 meter, serta terminal 920 meter persegi. Kementerian Perhubungan juga menyiapkan pengembangan runway hingga 2.250 meter bahkan berpotensi 2.500 meter.

    “Bandara Dhoho Kediri juga sudah sangat memadai sebagai megaproyek modern,” kata Dewanti.

    Bandara Dhoho Kediri dibangun dengan runway 3.300 x 45 meter, terminal 18.000 meter persegi berkapasitas awal 1,5 juta penumpang per tahun, serta apron untuk 12 pesawat narrow body dan 3 pesawat wide body. Namun menurut Dewanti, keunggulan fisik bandara harus diimbangi akses yang mudah.

    “Bandara itu pintu. Tapi tanpa jalan yang nyaman, shuttle, feeder, dan transportasi publik yang memadai, wisatawan akan berhenti di pintunya saja,” tegasnya.

    Dia juga mengungkapkan data awal operasional Bandara Dhoho pada masa mudik Lebaran 2024 yang mencatat 1.155 penumpang dalam beberapa hari. Data tersebut dinilainya sebagai sinyal positif.

    “Ini sinyal bahwa minat masyarakat cukup tinggi. Tapi kalau aksesnya tidak cepat dibenahi, potensinya tidak akan maksimal,” ujarnya.

    Sebagai anggota Komisi D DPRD Jatim, Dewanti memastikan pihaknya siap mengawal dukungan anggaran dan kebijakan penguatan dua bandara tersebut. Dia meminta Pemprov Jatim fokus pula pada peningkatan jalan provinsi, transportasi terintegrasi, dan manajemen lalu lintas.

    “Setiap rupiah pembangunan harus kembali ke masyarakat dalam bentuk manfaat nyata pariwisata bangkit, usaha bergerak, dan ekonomi lokal tumbuh,” tegasnya. [asg/but]

  • Fraksi PKB Tolak Hasil Seleksi Komisioner KPID Kaltim : Keberadaan Kami Seolah Tak Ada
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 November 2025

    Fraksi PKB Tolak Hasil Seleksi Komisioner KPID Kaltim : Keberadaan Kami Seolah Tak Ada Regional 27 November 2025

    Fraksi PKB Tolak Hasil Seleksi Komisioner KPID Kaltim : Keberadaan Kami Seolah Tak Ada
    Tim Redaksi

    SAMARINDA, KOMPAS.com
    — Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menolak hasil uji kelayakan dan kepatutan dalam seleksi komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur periode 2025–2028 yang diumumkan pada 18 November 2025 lalu.
    PKB meminta pimpinan DPRD meninjau ulang seluruh
    hasil seleksi
    serta mekanisme yang digunakan.
    Mereka menilai keputusan Komisi I yang menetapkan tujuh komisioner dan tujuh nama cadangan melalui SK Nomor 03/UKK-KPID-Kaltim/XI/2025 tidak sah dan harus dianulir.
    Ketua
    Fraksi PKB
    , Damayanti, menyebut keputusan Komisi I DPRD Kaltim menetapkan tujuh nama komisioner tanpa melibatkan mereka sebagai bentuk pengabaian terhadap mekanisme internal.
    “Keberadaan kami seolah tidak ada. Dari tujuh fraksi, hanya PKB yang tidak dikonfirmasi,” ujarnya, Kamis (27/11/2025).
    PKB menilai absennya komunikasi tersebut menyalahi prinsip keterbukaan.
    Damayanti menegaskan, jika permintaan pembatalan hasil seleksi tidak dikabulkan, PKB siap menempuh
    jalur hukum
    .
    “Ini soal harga diri fraksi. Masukan kami tidak boleh diabaikan,” katanya.
    Penolakan serupa disampaikan Wakil Ketua DPRD Kaltim dari PKB, Yenni Eviliana.
    Ia menegaskan tidak ada koordinasi apa pun dari unsur pimpinan Komisi I terkait pelaksanaan fit and proper test.
    “Ketua komisi sedang sakit bukan alasan melewati kewenangan struktural. Keputusan tetap harus kolektif,” ujarnya.
    Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar, menilai polemik ini mengikis kepercayaan publik terhadap obyektivitas
    seleksi komisioner
    .
    Ia menilai wajar jika masyarakat mempertanyakan apakah proses seleksi berjalan berdasarkan indikator penilaian atau justru dipengaruhi “pengawalan” politik sejak awal.
    “Pertanyaannya, apakah seleksi obyektif atau sudah ada nama yang dikawal masing-masing fraksi?” ujarnya.
    Saiful berpendapat DPRD wajib membuka mekanisme penilaian secara transparan agar publik memahami dasar keputusan.
    Menurutnya, kualitas kelembagaan KPID sangat ditentukan oleh kredibilitas proses seleksi.
    “Kalau proses tidak objektif, kompetensi lembaga bisa ikut tergerus,” tegasnya.
    Ia juga mendorong PKB membuka ke publik jika memang terdapat praktik tidak transparan dalam proses tersebut.
    Momentum ini, menurutnya, penting untuk memperbaiki tata kelola seleksi lembaga yang kewenangannya berada di DPRD.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Forum Pembauran Kebangsaan Tuban Tekankan Penguatan Toleransi dan Persatuan

    Forum Pembauran Kebangsaan Tuban Tekankan Penguatan Toleransi dan Persatuan

    Tuban (beritajatim.com) – Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Tuban menggelar Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kabupaten Tuban yang diikuti anggota Komisi II DPRD Tuban, masyarakat lintas suku dari Kecamatan Tuban, Semanding, Palang, Jenu, serta puluhan pelajar.

    Kepala Kesbangpol Tuban, Yudi Irwanto, menjelaskan bahwa penyelenggaraan FPK bertujuan memperkuat persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman masyarakat Kabupaten Tuban. Hal ini juga penting untuk mencegah provokasi dan menciptakan lingkungan sosial yang rukun, aman, dan damai.

    “Tujuannya agar masyarakat memahami pentingnya pembauran, toleransi, dan rasa nasionalisme, sehingga keragaman tidak menjadi sumber perpecahan melainkan kekuatan bangsa,” ujar Yudi Irwanto.

    Sementara itu, Sekda Tuban Budi Wiyana menekankan pentingnya sosialisasi FPK sebagai upaya membangun kesadaran masyarakat mengenai nilai-nilai kerukunan dan keharmonisan sosial. Ia menilai FPK merupakan sarana integrasi masyarakat dari berbagai ras, suku, dan etnis.

    Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kabupaten Tuban

    “FPK merupakan proses integrasi anggota masyarakat dari berbagai ras, suku, dan etnis,” terang Budi Wiyana.

    Menurutnya, interaksi sosial dalam bidang bahasa, adat-istiadat, seni budaya, pendidikan, dan perekonomian perlu terus diperkuat. Melalui FPK, diharapkan terbentuk kebangsaan Indonesia tanpa menghilangkan identitas ras, suku, dan etnis masing-masing dalam bingkai NKRI.

    “Kami berharap FPK mampu mengambil setiap peluang yang ada demi kemajuan bangsa. Keberagaman Indonesia adalah kekuatan pemersatu,” imbuhnya.

    Budi juga mengingatkan bahwa kemajemukan bangsa menuntut kesadaran kolektif untuk mengelola potensi Indonesia secara baik agar mampu menjawab berbagai tantangan.

    “Jangan melihat perbedaan dari sisi kekurangan, tapi lihat dari sisi kelebihan dan keindahannya,” tutup Budi Wiyana. [dya/but]

  • Waktu Mepet, Banggar DPRD Magetan Kritik Pembahasan PAD yang Tidak Maksimal

    Waktu Mepet, Banggar DPRD Magetan Kritik Pembahasan PAD yang Tidak Maksimal

    Magetan (beritajatim.com) – Persoalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kembali menjadi titik krusial dalam pembahasan Rancangan APBD 2026.

    Meski pemerintah daerah memaparkan serangkaian strategi optimalisasi, Badan Anggaran DPRD Magetan menilai pembahasan PAD berlangsung tidak maksimal, sehingga banyak persoalan mendasar tak tersentuh.

    Hal itu ditegaskan Anggota Banggar DPRD Magetan, Didik Haryono, yang menyampaikan bahwa proses pembahasan PAD terlalu mepet atau sempit waktunya sehingga badan anggaran tidak dapat melakukan penilaian objektif terhadap sumber-sumber pendapatan daerah.

    “PAD ya, kita pembahasan PAD sekali lagi karena keterbatasan waktu ini pembahasan PAD enggak maksimal. Badan anggaran tidak bisa melihat secara objektif terkait persoalan PAD,” tegas Didik.

    Kenaikan PAD 15 Persen Dinilai Tidak Realistis

    Dalam Raperda APBD 2026, pemerintah daerah menetapkan proyeksi kenaikan PAD dari sekitar Rp310 miliar menjadi Rp340 miliar atau naik 15 persen. Namun menurut Didik, kenaikan itu tidak pernah diuji apakah sesuai dengan realitas potensi pajak di lapangan.

    “Ini enggak pernah sebenarnya, ini real enggak sesuai dengan potensi pajak? Terus bagaimana sih ada nggak langkah-langkah yang bisa menaikkan lagi? Ini enggak pernah terungkap,” ujarnya.

    Banggar menilai pemerintah tidak membuka secara rinci peta potensi, strategi jangka menengah, maupun sumber-sumber PAD yang masih bocor.

    Sorotan Tajam ke Sarangan: Potensi Besar, Kebocoran Juga Besar

    Salah satu titik kritis yang disorot Banggar adalah Objek Wisata Telaga Sarangan, penyumbang PAD terbesar kedua di Kabupaten Magetan.

    Tahun lalu, Sarangan ditargetkan menyumbang Rp24 miliar, namun tidak tercapai. Tahun ini targetnya naik menjadi sekitar Rp25 miliar. Dengan kontribusi sekitar 10 persen dari total PAD Rp200 miliar lebih, Sarangan merupakan aset strategis yang tidak boleh dibiarkan bocor.

    Didik Haryono menyebut tiga rekomendasi penting dari Badan Anggaran untuk memperbaiki tata kelola retribusi Sarangan:

    1. Perubahan sistem pencetakan tiket – harus diambil alih BPKAD

    Selama ini, tiket retribusi dicetak oleh Dinas Pariwisata. Banggar menilai sistem ini rawan terjadi ketidakseimbangan data.

    “Maka harus dirubah. Yang cetak itu BPKAD. BPKAD cetak tiap bulan, diserahkan ke Pariwisata untuk cek balance-nya di situ,” tegas Didik.

    2. Sistem “cek dan ricek” di pintu masuk

    Didik menyoroti minimnya pengawasan di pintu masuk Sarangan. Menurutnya, setiap pengunjung yang sudah membeli tiket harus menunjukkan bukti tersebut di pos pemeriksaan.

    “Ini sederhana saja seperti di pasar malam. Yang masuk dicek, pakai gelang atau tiket. Ini yang bikin loss ini,” katanya.

    Banggar menilai pola pengawasan saat ini membuka peluang kebocoran retribusi yang sangat besar.

    3. Rotasi petugas pintu masuk

    Rekomendasi ketiga adalah penyegaran SDM di pos retribusi Sarangan.

    “Penjaga pintu masuk bertahun-tahun enggak pernah berubah, itu-itu saja. Itu enggak sehat bagi organisasi. Maka perlu dirotasi,” ujar Didik.

    Banggar berharap Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD segera menindaklanjuti tiga rekomendasi tersebut agar disampaikan kepada OPD terkait.

    Pemerintah Klaim Optimalisasi PAD, Namun Banyak Masalah Struktural Tersisa

    Dalam jawaban resmi atas pemandangan umum fraksi , Pemerintah Kabupaten Magetan menyebut beberapa langkah optimalisasi PAD seperti:

    pendataan objek baru,

    elektronifikasi pembayaran pajak,

    peningkatan kepatuhan wajib pajak,

    penjajakan pemanfaatan aset di luar mekanisme sewa, dan

    optimalisasi piutang daerah.

    Namun banyak persoalan masih menggambarkan lemahnya struktur PAD Magetan:

    Pendataan pajak dan retribusi belum mapan

    Elektronifikasi belum mencakup seluruh transaksi

    Aset daerah belum produktif

    Piutang tidak tertagih karena berumur lama dan kurang dokumen

    Retribusi wisata rawan kebocoran

    Dari catatan pemerintah maupun kritik Banggar, tampak jelas bahwa PAD Magetan masih rapuh. Dengan proyeksi TKD turun pada 2026, ketergantungan pada dana pusat bisa menjadi ancaman serius bagi ruang fiskal daerah.

    Sorotan DPRD terutama pada Sarangan menunjukkan bahwa potensi penerimaan sebenarnya besar, namun tata kelola masih lemah.

    Tanpa perbaikan struktural, transparansi yang kuat, dan komitmen reformasi retribusi di sektor strategis, target PAD naik 15 persen akan sulit dicapai. [fiq/ted]

  • Dana Abadi Pendidikan Bojonegoro Dialokasikan Rp3 Triliun, BI Sambut Baik

    Dana Abadi Pendidikan Bojonegoro Dialokasikan Rp3 Triliun, BI Sambut Baik

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Dana Abadi Daerah Bidang Pendidikan menjadi Perda oleh DPRD Bojonegoro pada Rabu (26/11/2025) malam adalah babak awal.

    Kini, Pemkab Bojonegoro dihadapkan pada pekerjaan rumah (PR) besar untuk segera menyusun kebijakan turunan agar Dana Abadi yang bersumber dari kekayaan migas ini dapat dikelola secara transparan dan akuntabel.

    Non-Governmental Organization, Bojonegoro Institute (BI), menyampaikan apresiasi tinggi atas komitmen eksekutif dan legislatif. Penetapan Perda ini dinilai sebagai langkah visioner yang memastikan keberlanjutan pembangunan pasca sumber daya migas habis.

    Bojonegoro pun mencatatkan diri sebagai kabupaten pelopor di Indonesia yang memiliki inisiasi Dana Abadi berbasis sumber daya alam. “Kami menyambut baik dan mengapresiasi atas penetapan Raperda Dana Abadi,” ujar Direktur Bojonegoro Institute, AW Syaiful Huda, Kamis (27/11/2025).

    Perda Dana Abadi Bojonegoro memiliki sejarah panjang. Raperda ini tercatat sebagai satu-satunya yang terlama diinisiasi dan dirumuskan oleh Pemda, yakni sejak tahun 2015 atau sepuluh tahun silam.

    Makna utama dari dana ini adalah menjaga kekayaan migas agar manfaatnya dinikmati secara berkelanjutan dan berkeadilan oleh masyarakat Bojonegoro dari generasi ke generasi.

    Dana ini bersifat abadi: pokok dana tidak boleh ditarik atau digunakan. Hanya hasil pengembangannya saja yang boleh dipakai untuk membiayai program prioritas, dalam hal ini pendidikan.

    Bahkan, sebagian dari hasil pengembangan ini diamanatkan untuk kembali menambah pokok Dana Abadi, memastikan nilai dana terus bertumbuh dan manfaatnya makin besar di masa depan.

    Pasca penetapan Perda, Bojonegoro Institute mengingatkan Pemkab bahwa masih banyak PR teknis yang harus dituntaskan. Kebijakan turunan Perda ini harus segera disusun untuk mengisi kekosongan aturan teknis.

    Beberapa poin krusial yang harus segera diatur Pemkab Bojonegoro, seperti pembentukan badan khusus pengelola Dana Abadi, lengkap dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan kode etik pengelolaannya.

    Kedua, mekanisme investasi yang mengatur secara detail tata cara penempatan, pemilihan jenis investasi, dan standar analisis kelayakan. Kemudian, menyusun mekanisme dan persyaratan penyaluran program-kegiatan di bidang pendidikan yang akan dialokasikan dari hasil pengembangan Dana Abadi.

    Awe, sapaan AW Syaiful Huda, secara tegas menekankan pentingnya profesionalisme dalam pengelolaan investasi. “Penempatan investasi Dana Abadi ke lembaga keuangan harus melalui analisis kelayakan, investment grade dan proses lelang atau beauty contest secara terbuka, transparan dan akuntabel,” ujar Awe.

    Selain aturan teknis, aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci sukses jangka panjang. BI mendesak Pemkab Bojonegoro untuk segera membangun sistem informasi pengelolaan Dana Abadi yang mudah diakses masyarakat secara berkala dan real time.

    Langkah lain yang tak kalah penting adalah pembentukan Dewan Pengawas Independen. Keberadaan dewan ini diperlukan untuk memastikan pengawasan dan evaluasi berjalan secara kredibel dan independen, jauh dari intervensi politik atau kepentingan sesaat.

    Pada akhirnya, keberhasilan Dana Abadi Bojonegoro akan sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. BI mengajak segenap warga Bojonegoro untuk turut serta mengawasi seluruh proses pengelolaan dan penggunaan hasil pengembangan Dana Abadi demi masa depan pendidikan anak cucu Bojonegoro.

    Sementara Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bojonegoro Achmad Gunawan mengungkap, total anggaran yang akan dialokasikan pada dana abadi daerah bidang pendidikan sebesar Rp3 triliun. Jumlah tersebut akan dialokasikan secara bertahap mulai tahun 2026 hingga 2030.

    Skema alokasi yang digunakan pada 2026 akan dialokasikan sebesar Rp500 miliar, kemudian tahun 2027-2028 sebesar Rp750 miliar, serta di tahun 2029-2030 sebesar Rp500 miliar.

    Fokus utama pengembangan Dana Abadi ini diarahkan ke Bidang Pendidikan. Dana Abadi Pendidikan bertujuan untuk akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan, dan penguatan fungsi riset dan inovasi daerah.

    Bentuk Dana Abadi Pendidikan akan berupa pemberian beasiswa, penelitian, riset, inovasi, dan pengembangan teknologi. “Hasil dari pengembangan dana abadi ini akan digunakan untuk melaksanakan beasiswa pendidikan, penelitian pengembangan IPTEK, dan/atau peningkatan riset dan inovasi daerah,” pungkas Gunawan seperti dikutip di laman website Pemkab Bojonegoro. [lus/but]

  • APBD Depok 2026 Turun Rp 342 Miliar Dibanding 2025, Perjalanan Dinas Dipangkas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 November 2025

    APBD Depok 2026 Turun Rp 342 Miliar Dibanding 2025, Perjalanan Dinas Dipangkas Megapolitan 27 November 2025

    APBD Depok 2026 Turun Rp 342 Miliar Dibanding 2025, Perjalanan Dinas Dipangkas
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
    DPRD Kota Depok mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok Tahun 2026 sebesar Rp 4,39 triliun, turun Rp 342 miliar dibandingkan APBD 2025 Rp 4,64 triliun.
    Ketua
    DPRD Depok
    Ade Supriyatna menyampaikan, penurunan ini terjadi akibat dampak
    pemangkasan transfer
    ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
    “Ini (APBD 2026) saja perubahan dari mulanya Rp 4,6 triliun, persis seperti penurunan TKD kan, itu turun Rp 342 miliar dari pusat,” kata Ade saat ditemui
    Kompas.com
    , Kamis (27/11/2025) sore.
    Pemangkasan ini telah melalui proses diskusi panjang terutama di rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Depok, yang mengupayakan tak ada dampak besar pada pelayanan publik.
    Hasil pemangkasan mencatat adanya pengurangan makan dan minum setiap rapat, ATK, penyelenggaraan Bimtek, hingga
    perjalanan dinas
    anggota.
    “(Perjalanan dinas) dipangkas 50 persen kita itu, sekitar belasan miliar (sekarang),” ujarnya.
    Meski demikian, kebijakan fiskal ini berdampak pada program Universal Health Coverage (UHC) di Depok yang semulanya mempunyai skema non cut-off.
    Diperkirakan, kebutuhan anggaran baru terpenuhi sekitar Rp 102 miliar dari total Rp 152 miliar.
    “Nah, ketika berkurang yang harusnya Rp 152 miliar, baru menganggarkan Rp 102 miliar itu untuk penerima bantuan iuran (PBI) sehingga level UHC masih cut off,” ujar Ade.
    “Kita masih harus intervensi bantuan kesehatan dari anggaran belanja tidak terduga (BTT) nanti,” sambungnya.
    Perlu diketahui, UHC adalah program untuk warga yang tidak mempunyai atau status BPJS Kesehatan mati karena jatuh miskin, lalu Pemkot Depok akan otomatis mengaktifkannya dengan anggaran tersedia.
    Untuk diketahui, komposisi rincian APBD 2026 sebagai berikut:
    – Pendapatan Daerah: Rp 4,16 triliun
    – Belanja Daerah: Rp 4,39 triliun
    – Defisit: Rp 230,7 miliar
    – Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun sebelumnya: Rp 160,7 miliar
    – Penerimaan Pembiayaan Utang Daerah Rp 82,5 miliar
    – Pembayaran Cicilan Pokok Utang yang Jatuh Tempo Rp 2,475 miliar
    – Penyertaan Modal Daerah (PT TIRTA ASASTA) Rp 10 miliar
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • APBD Ponorogo 2026 Disetujui, Anggaran Rp2,2 Triliun Tanpa Pinjaman Daerah

    APBD Ponorogo 2026 Disetujui, Anggaran Rp2,2 Triliun Tanpa Pinjaman Daerah

    Ponorogo (beritajatim.com) – Di tengah tekanan fiskal dan gagalnya rencana pinjaman daerah, rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ponorogo tahun 2026, akhirnya resmi disetujui dalam rapat paripurna DPRD, Kamis (27/11/2025).

    Ketukan palu di ruang paripurna menjadi penanda bahwa pemkab dan DPRD harus bekerja lebih keras menjaga prioritas pembangunan agar tetap berjalan. Sebab, total anggaran daerah tahun depan berada di angka Rp2,2 triliun.

    Ketua DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno, menjelaskan, setelah disepakati bersama, draf APBD tersebut segera dikirim ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk proses fasilitasi, sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah.

    Dia tak menampik bahwa kondisi fiskal Ponorogo tahun depan berada dalam tekanan. “Memang kondisi APBD 2026 mengalami pengurangan fiskal sekitar Rp261 miliar,” ungkapnya.

    Menyempitnya ruang fiskal itu membuat DPRD dan Pemkab harus melakukan penataan ulang prioritas belanja. Meski begitu, Dwi Agus memastikan 3 sektor strategis, yakni pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur tetap mendapat alokasi yang memadai.

    Efisiensi dan optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) menjadi kunci penyelamatan program pembangunan di sektor-sektor tersebut maupun sektor lain.

    Keputusan rapat juga menegaskan bahwa rencana pinjaman daerah ke Bank Jatim batal terealisasi. Sehingga Pemkab harus merumuskan siasat pendapatan yang lebih gesit agar proyek infrastruktur tidak terhambat.

    “APBD akan dievaluasi oleh gubernur untuk memastikan prioritas pembangunan infrastruktur, terutama perbaikan jalan dan jembatan, agar tidak ada keterlambatan dalam pelaksanaan,” jelas Dwi Agus.

    Lebih lanjut, Kang Wie sapaan Dwi Agus menyebut legislatif mendorong eksekutif menggali potensi PAD secara lebih agresif. Sejumlah sektor yang selama ini belum dimaksimalkan, bakal dibuka peluangnya pada 2026 demi menutupi kekurangan pembiayaan.

    “Karena pinjaman gagal, kita cari cara lain dengan mengoptimalkan PAD. Sektor yang belum maksimal akan kita upayakan tahun depan,” ujarnya.

    Di sisi lain, Plh. Bupati Ponorogo Lisdyarita menegaskan bahwa penyusunan APBD 2026 tetap berpegang pada ketentuan pusat terkait postur anggaran. Pendapatan daerah ditetapkan sebesar Rp2,2 triliun, dengan fokus pembangunan diarahkan pada sektor infrastruktur.

    “Meski anggaran tidak banyak, fokus tetap ke infrastruktur, terutama jalan. Semoga semua rencana yang sudah disusun bisa berjalan pada 2026 nanti,” tuturnya.

    Dengan APBD yang kini resmi disahkan, tantangan selanjutnya bagi Pemkab dan DPRD adalah memastikan seluruh program berjalan tepat sasaran di tengah keterbatasan anggaran, terutama untuk mengejar percepatan perbaikan jalan-jalan yang ditunggu-tunggu masyarakat.  [end/suf]

  • Komisi E DPRD Jatim Tuntaskan Raperda Kebencanaan, Respons Ancaman 241 Bencana pada 2025

    Komisi E DPRD Jatim Tuntaskan Raperda Kebencanaan, Respons Ancaman 241 Bencana pada 2025

    Surabaya (beritajatim.com) – Komisi E DPRD Jawa Timur menuntaskan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana. Langkah ini ditempuh untuk memperkuat payung hukum sekaligus meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat, khususnya kelompok rentan.

    “Perubahan Perda ini bukan hanya penyesuaian regulasi, tetapi kebutuhan mendesak untuk memastikan negara hadir melindungi seluruh warga, terutama kelompok rentan,” kata Juru Bicara Komisi E DPRD Jatim, Cahyo Harjo Prakoso saat paripurna di DPRD Jatim, Kamis (27/11/2025).

    Cahyo menyebutkan berdasarkan kajian risiko kebencanaan, Provinsi Jawa Timur tercatat memiliki 14 ancaman bencana yang tersebar di 38 kabupaten dan kota, dan selama Januari hingga September 2025 telah terjadi 241 kejadian bencana. Ratusan bencana itu menyebabkan korban jiwa, ribuan rumah rusak, serta puluhan ribu kepala keluarga terdampak.

    “Data BPBD menunjukkan bahwa risiko bencana kita sangat tinggi dan hampir merata di seluruh wilayah Jawa Timur,” ujar Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.

    Komisi E DPRD Jatim menilai Perda Nomor 3 Tahun 2010 sudah tidak relevan dengan perkembangan kondisi kebencanaan saat ini. Dari total 107 pasal, lanjut Cahyo, sebanyak 50 pasal mengalami perubahan, baik berupa revisi, penambahan pasal baru, maupun penghapusan. “Perda ini sudah berlaku 15 tahun, sementara tantangan kebencanaan terus berkembang dan semakin kompleks,” kata Cahyo.

    Dalam revisi tersebut, penguatan perlindungan bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan penyandang disabilitas menjadi salah satu fokus utama. Salah satu langkah konkret yang diatur adalah pembentukan Unit Layanan Disabilitas di lingkungan BPBD.

    “Kelompok rentan harus mendapatkan perlindungan sejak pra bencana, saat tanggap darurat, sampai tahap pemulihan,” tutur alumnus FH Universitas Airlangga Surabaya ini.

    Komisi E juga mendorong penguatan peran relawan sebagai mitra strategis BPBD di daerah. Selain itu, kata dia, pola kolaborasi pentahelix yang melibatkan masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, dan media massa digariskan lebih tegas dalam Perda hasil revisi. “Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, semua unsur harus terlibat,” ujar dia.

    Pengaturan rencana operasi darurat, rencana kontinjensi, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta skema pendanaannya juga masuk dalam materi perubahan. Dengan demikian, penanganan bencana diharapkan tidak lagi bersifat sementara atau reaktif. “Kami ingin seluruh tahapan penanggulangan bencana berjalan sistematis dan terukur,” tutur dia.

    Cahyo berharap revisi Perda ini dapat memperkuat kesiapsiagaan daerah menghadapi berbagai ancaman, mulai dari banjir hingga erupsi gunung api. Dia menilai regulasi yang adaptif menjadi kunci keselamatan masyarakat di tengah perubahan iklim dan dinamika lingkungan. “Tujuan akhirnya adalah melindungi masyarakat Jawa Timur agar lebih siap, lebih aman, dan lebih cepat pulih ketika bencana terjadi,” pungkas Cahyo. [asg/kun]