Kementrian Lembaga: DPRD

  • NasDem Tolak Putusan Pemisahan Pemilu, Sebut MK Curi Kedaulatan Rakyat – Page 3

    NasDem Tolak Putusan Pemisahan Pemilu, Sebut MK Curi Kedaulatan Rakyat – Page 3

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.

    Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

    “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

    Secara lebih rinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

    “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”

  • Polda Banten Tangkap 7 Preman yang Ganggu Proyek PT Lotte Chemical Cilegon

    Polda Banten Tangkap 7 Preman yang Ganggu Proyek PT Lotte Chemical Cilegon

    JAKARTA – Polda Banten menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus aksi premanisme disertai kekerasan yang terjadi di proyek PT Lotte Chemical Indonesia, Kota Cilegon.

    Aksi yang berlangsung pada 29 Oktober 2024 tersebut disebut mengganggu iklim investasi dan ketertiban umum, karena dilakukan dengan cara sweeping terhadap karyawan subkontraktor dan penguasaan limbah industri secara paksa.

    “Pada pagi hari ini kita melakukan press conference terkait masalah kegiatan premanisme yang mengganggu investasi asing. Jadi, kejadian ini di TKP PT Lotte Chemical Indonesia yang ditayangkan tadi adalah kejadian pada tanggal 29 Oktober 2024,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Banten Kombes Dian Setyawan dilansir ANTARA, Senin, 30 Juni.

    Namun, ketujuh orang pelaku itu ditangkap secara bertahap dalam selang satu bulan sejak 26 Mei hingga 27 Juni 2025.

    Dian menjelaskan, peristiwa tersebut diawali dari aksi unjuk rasa resmi yang digelar pada 24 Oktober oleh LSM Gapura, yang juga melibatkan empat anggota DPRD Kabupaten Cilegon. Aksi tersebut berlangsung aman dan disertai pemberitahuan ke kepolisian.

    “Empat anggota DPRD Kabupaten Cilegon turun ke lapangan karena diundang oleh Ketua aksi. Kehadiran mereka sifatnya pasif dan justru mengimbau agar tidak terjadi tindakan yang melanggar hukum. Tujuannya adalah menjembatani antara massa aksi dengan PT Lotte terkait tuntutan perekrutan tenaga kerja lokal dan pengelolaan limbah,” ujar Dian.

    Namun pada 29 Oktober, situasi berubah. Sekelompok massa lainnya melakukan aksi sweeping di dua titik, yakni pintu 1 dan pintu 4 proyek. Di pintu belakang, karyawan PT KINE — salah satu subkontraktor — diintimidasi dan dipaksa menghentikan pekerjaan.

    “Perannya sudah jelas, mereka melakukan intimidasi, menyuruh karyawan untuk keluar dan pergi bekerja pada hari itu,” kata Dian.

     

    Di pintu depan, massa menjebol pagar dan masuk ke dalam area kantor PT Lotte. Aksi sweeping ini terekam dalam video yang menunjukkan pelaku memerintahkan karyawan keluar, merusak properti, serta melakukan provokasi dari atas mobil komando.

    “Ketujuh pelaku itu ditangkap secara bertahap sejak 26 Mei hingga 27 Juni 2025 dengan pelaku utama adalah EH yang merupakan penanggung jawab aksi. Dia adalah pentolan, atau aktor intelektual dari kegiatan ini,” tegas Dian.

     

    Adapun pelaku lain yang turut diamankan adalah MA, MR, FK, TA, MF, dan AJ. Mereka memiliki peran berbeda-beda dalam aksi, mulai dari perusakan, intimidasi, hingga menyulut aksi sweeping secara terorganisir. Para pelaku dijerat dengan Pasal 160, 170, 406, dan 335 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

    “Padahal kepada tujuh orang pelaku ini, kita terapkan pasal 160 KUHP, yaitu untuk menggerakkan massa melakukan sweeping, pasal 170 KUHP yaitu secara bersama-sama melakukan perusakan terhadap barang, serta pasal 406 KUHP,” kata Dian.

    Polda Banten menegaskan tindakan ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi para investor dan menjaga iklim usaha di Provinsi Banten.

    “Negara tidak boleh kalah dengan premanisme berkedok aktivisme. Kami pastikan Banten tetap aman bagi investasi,” ujar Dian Setyawan.

  • Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu

    Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu

    Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD 45 karena Pisahkan Pemilu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
    Nasdem
    menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) terkait
    pemisahan pemilu
    adalah melanggar konstitusi serta mencuri kedaulatan rakyat. Begini pernyataan lengkap
    NasDem
    .
    Pernyataan sikap partai ini disampaikan di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025) malam.
    Pernyataan sikap ini disampaikan oleh Anggota Majelis Tinggi
    Partai Nasdem
    Lestari Moerdijat, yang disaksikan oleh sejumlah kader Nasdem.
    Adapun kader-kader yang hadir meliputi Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    Ada pula Ketua Komisi II DPR RI yang merupakan kader Nasdem, Rifqinizamy Karyasuda.
    DPP Partai Nasdem menilai putusan tersebut
    inkonstitusional
    sehingga mencuri kedaulatan masyarakat.

    Nasdem pun beranggapan bahwa
    putusan MK
    seolah mengambil tanah legislasi.
    “Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyangkut pemisahan skema pemilihan umum, Dewan Pimpinan Pusat
    Partai NasDem
    menyampaikan bahwa terdapat problematik ketatanegaraan yang dapat menimbulkan ketidakpastian bernegara,” kata Lestari memulai pernyataan sikap.
    Berikut adalah 10 poin yang disampaikan Lestari Moerdijat mewakili DPP Partai NasDem:
    1. Kewenangan MK dalam UUD NRI 1945 Pasal 24C Ayat (1) menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
    2. Pelaksanaan putusan MK dapat mengakibatkan krisis konstitusional bahkan deadlock konstitutional. Sebab, apabila putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi. Pasal 22E UUD NRI 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali [ayat (1)]. Kemudian, pemilu (sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut) diselenggarakan untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD [ayat (2)]. Dengan demikian, ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional.
    3. MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah). MK telah menjadi negative legislator sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.
    4. MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten. Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum; ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum.
    5. Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional. Hal ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali. Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan Kepala Daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22E UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam Putusan MK 95/2022, sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda.
    6. MK, dalam kapasitas sebagai guardian of constitution, tidak diberikan kewenangan untuk mengubah norma dalam UUD, sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional dan bertentangan dengan Pasal 22B UUD NRI 1945.
    7. Bahwa perpanjangan masa jabatan anggota DPRD setelah selesai periode 5 tahun, akan menempatkan para anggota DPRD tersebut bertugas dan menjabat tanpa landasan demokratis, padahal jabatan anggota DPRD adalah jabatan politis yang hanya dapat dijalankan berdasarkan hasil pemilu sebagaimana Pasal 22E UUD NRI 1945. Artinya, berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional.
    8. Perubahan sistem pemilu berdasarkan putusan MK yang mengambil posisi positive legislator ini harus dirunut sejak putusan MK yang memerintahkan pilpres dan pileg serentak, yang pertimbangannya bukan didasarkan tafsir konstitusional yang berdasarkan risalah pembahasan terkait pelaksanaan pemilu dengan 5 kotak, termasuk kotak DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun, dalam putusan MK kali ini, MK menegasikan pertimbangan pemilu 5 kotak yang didasarkan pada tafsir konstitusionalitas MK sendiri, dengan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah. Oleh karena itu, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi, di mana konstitusi memerintahkan pemilu (pileg dan pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, tanpa ada perintah sistem pemilu seperti apa yang harus dijalankan, sehingga pilihan sistem penyelenggaraan pemilu harus kembali menjadi open legal policy sesuai yang dimaksudkan oleh konstitusi itu sendiri.
    9. MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan mengubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini, MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat.
    10. Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

    Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

    Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    Nasdem
    dalam pernyataan sikapnya mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta penjelasan Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) terkait putusan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (
    pemilu
    ) serentak nasional dan lokal.
    “Partai
    NasDem
    mendesak
    DPR RI
    untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya,” kata anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat di kantor DPP Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Pasalnya, Nasdem dengan tegas menyatakan bahwa
    putusan MK
    tersebut menyalahi konstitusi.
    “Pemisahan skema pemilihan presiden,
    DPR
    RI, DPR RI dengan kepala daerah dan DPRD adalah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” ujar Lestari.
    Wakil Ketua MPR yang biasa disapa sebagai Rerie ini memaparkan bahwa putusan MK itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22e UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam putusan MK 95/2022,” katanya.
    “Sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda,” ujar Lestari lagi.
    Selain itu, dia menyebut, MK telah memasuki dan mengambil kewenangan legislatif dan pemerintah. Sebab, penentuan waktu pasti penyelenggaraan pemilu merupakan
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden atau pemerintah.
    “MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah),” kata Lestari.
    Tak hanya itu, Nasdem menilai, MK melakukan pencurian terhadap kedaulatan rakyat karena memutuskan pemisahan pemilu serentak nasional dan lokal.
    Sebab, lagi-lagi berdasarkan Pasal 22e ayat 1 UUD NRI 1945, pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan merubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat,” ujar Lestari.
    Dalam pernyataan sikap ini, hadir politikus elite NasDem lain antara lain Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Dalam putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025, MK memutuskan bahwa pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
    Dalam pertimbangan hukum, MK menyoroti pelaksanaan
    Pemilu
    2019 yang menyebabkan penyelenggara pemilu jatuh sakit dan meninggal dunia karena rumitnya teknis penghitungan suara dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara.
    Selain itu, MK juga menyoroti tenggelamnya masalah pembangunan daerah di tengah isu nasional karena pemilu nasional dan lokal digabungkan
    Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat

    NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat

    NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    NasDem
    menilai putusan
    MK
    soal pemisahan pemilu serentak tidak punya kekuatan hukum yang mengikat lantaran bersifat inkonstitusional.
    “Dan karenanya putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional,” kata anggota Majelis Tinggi Partai NasDem,
    Lestari Moerdijat
    di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Dalam pengumuman pernyataan sikap DPP Partai NasDem ini, hadir politikus elite NasDem lain antara lain Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    NasDem menilai putusan MK itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap lima tahun sekali.
    Adapun menurut putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, pemilu nantinya dipisah antara pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal dengan jeda antara 2 tahun sampai 2 tahun 6 bulan. Putusan itu akan diberlakukan untuk
    Pemilu 2029
    .
    “Pemisahan skema pemilihan presiden, DPR RI, DPR RI dengan kepala daerah dan DPRD adalah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” kata Rerie, sapaan Lestari Moerdijat.
    NasDem juga menyatakan MK tidak punya kewenangan mengubah norma hukum dan konstitusi.
    Sebagaimana diketahui, MK memutuskan bahwa pemilu serentak dibagi menjadi dua, yakni, pertama, pemilu serentak nasional terdiri dari Pilpres, Pileg DPR, MPR, dan DPD. Kedua, pemilu serentak lokal terdiri dari Pilkada, Pileg DPRD Provinsi, dan Pileg DPRD Kabupaten/Kota.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu

    Soal Pemilu Dipisah, Nasdem: MK Memasuki dan Ambil Kewenangan Legislatif…

    Soal Pemilu Dipisah, Nasdem: MK Memasuki dan Ambil Kewenangan Legislatif…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    Nasdem
    menyebut bahwa Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) memasuki dan mengambil kewenangan legislatif dan pemerintah karena memutuskan
    pemilu
    anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
    Pasalnya, dalam pernyataan sikapnya, Nasdem menegaskan bahwa hal itu harusnya
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden atau pemerintah.
    “MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah),” kata anggota Majelis Tinggi Partai
    NasDem
    , Lestari Moerdijat di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Selain itu, Lestari mengatakan, Nasdem menilai bahwa MK telah menjadi negative legislator sendiri. Padahal, bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis.
    “Dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi,” ujarnya.
    Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR yang biasa disapa sebagai Rerie ini memaparkan bahwa
    putusan MK
    itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22e UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam putusan MK 95/2022,” katanya.
    “Sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda,” ujar Lestari melanjutkan.
    Dalam pernyataan sikap ini, hadir politikus elite Nasdem lain antara lain Ketua Fraksi Nasdem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar Nasdem Peter F Gontha.
    Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Dalam putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025, MK memutuskan bahwa pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
    Dalam pertimbangan hukum, MK menyoroti pelaksanaan
    Pemilu
    2019 yang menyebabkan penyelenggara pemilu jatuh sakit dan meninggal dunia karena rumitnya teknis penghitungan suara dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara.
    Selain itu, MK juga menyoroti tenggelamnya masalah pembangunan daerah di tengah isu nasional karena pemilu nasional dan lokal digabungkan
    Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 70 persen anggaran Dishub DKI digunakan untuk subsidi transportasi

    70 persen anggaran Dishub DKI digunakan untuk subsidi transportasi

    Memang anggaran kami Rp7,2 triliun. Anggaran paling besar untuk subsidi

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyatakan bahwa 70 persen anggarannya digunakan untuk subsidi transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, dan LRT, sisanya digunakan belanja pegawai, belanja modal, dan lain sebagainya.

    “Memang anggaran kami Rp7,2 triliun. Anggaran paling besar untuk subsidi,” kata Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syaripudin saat rapat dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta, di Jakarta, Senin.

    Menurut dia, dengan adanya subsidi tersebut diharapkan pengguna transportasi publik terus meningkat agar subsidi yang telah dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta dapat bermanfaat.

    “Untuk subsidi anggaran yaitu Rp5,160 triliun yang tersebar di Transjakarta, MRT, dan LRT,” ujarnya.

    Sementara sisa 30 persen lanjut dia digunakan belanja operasional 5 persen, belanja barang dan jasa 14 persen, dan belanja modal 9 persen.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B Wahyu Dewanto mengatakan bahwa dengan besarnya subsidi transportasi umum diharapkan dapat dimanfaatkan oleh warga dengan baik.

    Ia menjelaskan, besaran subsidi transportasi publik itu menjadi satu di antara upaya pemerintah untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.

    “Yang pasti kita berharap supaya semua warga masyarakat menggunakan transportasi umum,” katanya.

    Wahyu juga menanggapi adanya perluasan Transjakarta hingga ke daerah penyangga dan langkah tersebut perlu didukung, namun yang pasti perluasan itu akan menambah lagi biaya subsidi transportasi umum.

    “Kita sangat mendukung. Karena transportasi itu harus bisa melayani semua wilayah khususnya daerah penyangga tapi efeknya adalah biaya subsidi yang tinggi,” katanya.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Paparkan Capaian 100 Hari Kerja, Walkot Medan Rico Waas: Kami Tak Berpuas Diri
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        30 Juni 2025

    Paparkan Capaian 100 Hari Kerja, Walkot Medan Rico Waas: Kami Tak Berpuas Diri Medan 30 Juni 2025

    Paparkan Capaian 100 Hari Kerja, Walkot Medan Rico Waas: Kami Tak Berpuas Diri
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com

    Wali Kota Medan
    , Rico Tri Putra Bayu Waas, memaparkan
    capaian 100 hari
    kerja dalam rapat Paripurna DPRD Kota Medan, Senin (30/6/2025).
    Bersama wakilnya, Zakiyuddin Harahap, Rico menyampaikan capaian itu saat menyambut hari jadi Kota Medan ke-435 tahun.
    Beberapa di antaranya adalah pemeliharaan infrastruktur, seperti normalisasi drainase sepanjang 31.754 meter, jalan sepanjang 6.220,4 meter, taman dan pohon mencapai 2.989 meter, serta 31 taman kota dengan lima taman aktif seluas 33.998 hektar.
    Rico melanjutkan dengan menjabarkan, pada pelaksanaan
    Universal Health Coverage
    (UHC), sebanyak 44.199 pasien sudah terlayani dengan baik dan sebanyak 131.524 terdaftar, 270 di antaranya langsung dijemput ketika sakit.
    “Tentunya seluruh pencapaian kami di 100 hari kerja pertama ini tidak langsung membuat kami berpuas diri,” kata Rico Waas dalam keterangan tertulis, Senin (30/6/2025).
    Di kesempatan itu, Rico menegaskan komitmennya untuk membangun Kota Medan karena itu adalah tugas utama mereka bersama Zakiyuddin hadir di tengah-tengah masyarakat.
    “Kami berkomitmen membangun, memajukan, dan melayani masyarakat,” sambung Rico.
    Masih kata Rico, pada bidang ketenagakerjaan, sebanyak 650 orang telah mengikuti pelatihan, 17.851 orang diberikan BPJS Ketenagakerjaan secara gratis, 200 orang korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendapat penanganan secara tuntas, serta 1.557 orang ditempatkan sebagai tenaga kerja baru.
    Pada sektor Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) di Kota Medan, 2.725 unit telah dilakukan perbaikan dan 2.735 unit lampu yang telah hidup.
    Tidak hanya itu, masih banyak program yang sudah berjalan, seperti penerbitan izin AMDAL, PBG, UMKM, dan ribuan dokumen masyarakat.
    “Sebanyak 13.580 NIB telah diterbitkan, 276 izin PBG/AMDAL terkait investasi ekonomi telah diselesaikan, dan 46 rekap persetujuan lingkungan,” tutur Rico.
    Lalu, Pemerintah Kota Medan juga telah memperbaiki 100 jalan berlubang di seluruh area Kota Medan.
    Perbaikan dan penyegaran taman dan lingkungan, serta pemberian kode QR di situs-situs sejarah di Kota Medan dilakukan.
    “Ini untuk mewujudkan akses informasi bagi wisatawan lokal maupun luar. Terus, pemberian 1.000 akta kelahiran secara gratis dan 500 KTP elektronik kepada masyarakat dengan cara jemput langsung ke lapangan,” ucap Rico Waas.
    Rico pun tidak lupa mengajak legislatif, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat untuk bersatu meninggalkan sekat dan perbedaan demi mewujudkan Medan yang hebat, maju, adil, dan bermartabat untuk semua.
    Kata dia, Medan untuk semua bukan sekadar slogan, melainkan tekad bersama membangun kota ini dengan hati, dengan kerja nyata, dan semangat gotong royong.
    Pada Paripurna itu, Rico Waas menyampaikan bahwa hari jadi Kota Medan ke-435 ini mengangkat tema “Medan Untuk Semua Bersatu Menuju Hebat.”
    Tema itu mencerminkan tekad bersama menjadikan Medan sebagai kota yang inklusif, humanis, dan progresif tanpa meninggalkan nilai sejarah, kearifan lokal, serta semangat gotong royong yang telah lama menjadi fondasi.
    “Kami harus terus berbenah. Pemko Medan telah berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan publik yang lebih baik, penguatan ekonomi kerakyatan, pembangunan infrastruktur yang merata dan berkelanjutan, serta tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel,” ucap Rico Waas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        30 Juni 2025

    Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah Surabaya 30 Juni 2025

    Eri Cahyadi Respons Positif Putusan MK yang Pisah Pemilu Nasional dan Daerah
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Wali Kota
    Surabaya
    ,
    Eri Cahyadi
    merespons putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (
    MK
    ) perihal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah pada tahun 2029.
    Eri mendukung keputusan MK terkait
    pemisahan pemilu
    tersebut.
    Dia memperkirakan, skema itu bisa berjalan lebih baik dibandingkan dilaksanakan secara serempak.
    “Kalau itu sudah diputuskan, tapi memang lebih baik kalau dipastikan ada perbedaan, tidak berbarengan, itu memang jauh lebih baik,” kata Eri di DPRD
    Surabaya
    , Senin (30/6/2025).
    Selain itu, menurut Eri, hal itu mempermudah masyarakat dalam memberikan hak suaranya.
    Para pemilih memiliki waktu untuk berpikir menentukan pilihannya.
    “Sehingga apa? Sehingga tidak berbarengan dan tidak menimbulkan gesekan yang seperti kemarin,” katanya. 
    “Orang itu bosan, mari (habis) presiden, pileg (pemilihan legislatif),
    maringono
    (setelahnya) pilkada (pemilihan kepala daerah) sama DPRD Kota, daerah, mungkin dipisah lebih bagus,” ucap Eri. 
    Meski demikian, kata Eri, MK pasti sudah memiliki pertimbangan sendiri sebelum mengeluarkan keputusan tersebut, terutama dengan memikirkan manfaat untuk masyarakat secara luas.
    “Tapi itu saya yakin banyak pertimbangan, dan saya yakin keputusan itu pasti akan mempertimbangkan lebih baik manfaatnya daripada mudaratnya, makanya diambil keputusan itu,” ujarnya.
    Diberitakan sebelumnya, putusan MK yang memerintahkan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029 dinilai sebagai momentum penting untuk memperbaiki tata kelola pemilu.
    Putusan ini dinilai bisa meringankan beban penyelenggara pemilu dan berpotensi meningkatkan kualitas partisipasi rakyat dalam pesta demokrasi.
    Lebih jauh, putusan MK tersebut juga dianggap membuka jalan dilaksanakannya revisi besar-besaran terhadap undang-undang kepemiluan melalui pendekatan
    omnibus law.
    Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa pemilu nasional dan daerah tidak lagi dilakukan secara serentak.
    Pemilu nasional akan difokuskan pada pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.
    Sementara itu, pemilu daerah yang mencakup pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dilakukan pada waktu yang berbeda.
    Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
    Selain itu, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
    “Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kecewa Anak Tak Masuk SMA Negeri, Sejumlah Ortu Mendatangi Kantor Cabdindik Jatim
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        30 Juni 2025

    Kecewa Anak Tak Masuk SMA Negeri, Sejumlah Ortu Mendatangi Kantor Cabdindik Jatim Surabaya 30 Juni 2025

    Kecewa Anak Tak Masuk SMA Negeri, Sejumlah Ortu Mendatangi Kantor Cabdindik Jatim
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com
    – Sejumlah orang tua di Kota
    Madiun
    , Jawa Timur, mendatangi Kantor Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Jawa Timur Wilayah Madiun pada Senin (30/6/2025).
    Kedatangan tersebut disebabkan kekecewaan karena anak-anak mereka tidak diterima sebagai siswa baru melalui seleksi penerimaan murid baru (
    SPMB
    ) jenjang SMA.
    Neti Puspitorini, salah satu orang tua murid, mengungkapkan bahwa anaknya telah mengikuti berbagai tahapan SPMB untuk diterima di
    SMA Negeri
    4, SMA Negeri 5, atau SMA Negeri 6.
    Namun, hasilnya nihil, anaknya tidak diterima di sekolah yang diinginkan.
    “Padahal, tempat tinggal kami berdekatan dengan tiga SMA yang didaftar. Sementara SPMB tetap memprioritaskan nilai rapor ketimbang jarak domisili,” ujarnya.
    Neti menambahkan, pada tahap ketiga, yakni zonasi atau domisili, nilai tetap diutamakan, sedangkan jarak menjadi pertimbangan kedua.
    “Aspek pertimbangan nilai sudah dipakai pada tahap kedua, yakni prestasi akademik,” ujarnya.
    Ia merasa bahwa seleksi zonasi yang lebih banyak mempertimbangkan nilai merugikan calon siswa yang tinggal dekat sekolah.
    “Calon siswa yang dekat dengan sekolah, tapi nilainya minimum, jadi tidak dapat sekolah,” keluh Neti.
    Ia berharap seharusnya semua anak asli Kota Madiun mendapatkan kesempatan bersekolah di SMA Negeri, sehingga tidak perlu mencari ke sekolah swasta lainnya.
    Beberapa orang tua yang hadir langsung mengikuti pertemuan tertutup dengan pihak Dinas Pendidikan.
    Namun, usai pertemuan, raut wajahnya tetap menunjukkan kekecewaan karena anak-anak mereka tetap tidak dapat masuk ke SMA Negeri.
    Ketua Komisi I DPRD Kota Madiun, Didik Yulianto, yang mendampingi para orang tua, menyatakan bahwa banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang SMA, sementara minat untuk SMK lebih sedikit.
    “Perbandingannya 70% di SMA dan 30% di SMK. Mayoritas orang tua ingin melanjutkan pendidikan anak-anak mereka ke perguruan tinggi,” imbuhnya.
    Kasi SMA Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Jatim Wilayah Madiun, Devy Yuniar, menjelaskan bahwa kedatangan para orang tua adalah untuk meminta agar anak-anak mereka yang gagal seleksi SPMB dapat diterima di SMA Negeri Kota Madiun.
    Namun, ia menegaskan bahwa kuota siswa yang diterima di SMA Negeri tidak cukup untuk menampung seluruh pendaftar.
    “Calon murid ini tidak diterima lewat SPMB jalur 1, 2, dan 3 karena kuota untuk SMA Negeri Kota Madiun tidak cukup dibandingkan dengan lulusan SMP dan MTS Kota Madiun saat ini,” kata Devy.
    Devy juga menambahkan bahwa calon siswa yang gagal mendaftar di SMA Negeri dapat dialihkan ke SMK Negeri, di mana banyak jurusan yang bisa dipilih.
    Kesempatan untuk masuk sekolah negeri masih terbuka hingga tanggal 3 Juli 2025 melalui jalur domisili tingkat SMK Negeri dengan kuota 60 persen.
    Selain itu, terdapat juga SMA swasta yang menawarkan beasiswa penuh bagi siswa yang tidak mampu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.