Kementrian Lembaga: DPRD

  • Bawaslu Ungkit Putusan MK yang Muluskan Gibran Cawapres, Yusuf Dumdum: Ah Bawaslu Ini Bisa Aja…

    Bawaslu Ungkit Putusan MK yang Muluskan Gibran Cawapres, Yusuf Dumdum: Ah Bawaslu Ini Bisa Aja…

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengungkit putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu disebut memuluskan Gibran Rakabuming sebagai Calon Presiden (Capres).

    Hal tersebut ditanggapi Pegiat Media Sosial Yusuf Dumdum. Menurutnya, tak ada yang aneh.

    “Ah Bawaslu ini bisa aja. Gak ada yang aneh dan tiba-tiba. Semua sudah melalui proses kok,” kata Yusuf dikutip dari unggahannya di X, Senin (7/7/2025).

    Yusuf menyentil secara satire.

    “Gibran wapres termuda dan terbaik sepanjang sejarah dunia. Indonesia bangga. Bismillah komisaris,” ujar Yusuf.

    Adapun pernyataan Bawaslu itu diungkapkan saat dimintai tanggapan terkait putusan terbaru Mahkamah Konstitusi nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan Pemilu nasional dan lokal.

    Di putusan tersebut, Pemilu nasional meliputi Pileg DPR, DPD dan Pilpres dipisahkan dengan lokal. Seperti Pileg DPRD provinsi, kabupaten/kota dan Pilkada.

    Meski begitu, Pemilu lokal baru digelar paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah anggota DPR, DPD atau presiden dan wakil presiden dilantik.

    Ia lalu mengungkit putusan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut kontroversi karena membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto. Sebelum Putusan 90, usia Gibran tak memenuhi syarat pencalonan karena baru 36 tahun per 1 Oktober 2023.

    “Kan aneh dengan dengan tiba-tiba putusan 90 ini model of tahapan, pada saat tahapan tiba-tiba MK memutus seperti ini terjadi perubahan tentang syarat calon,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.
    (Arya/Fajar)

  • Pengamat: Jangan Sampai Ada Dua Matahari dalam Kepengurusan Golkar Sulsel

    Pengamat: Jangan Sampai Ada Dua Matahari dalam Kepengurusan Golkar Sulsel

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Tensi panas jelas Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sulawesi Selatan tak terelakkan. Meskipun hingga kini jadwal pasti Musda belum ditetapkan, sejumlah kader potensial mulai mengemuka menunjukkan tajinya masing-masing.

    Pakar politik Universitas Hasanuddin, Prof Sukri Tamma berpandangan sebagai partai besar dengan pengalaman begitu panjang, Golkar selalu mampu menghadirkan dinamika internal yang kompetitif namun demokratis.

    Prof Sukri menilai bahwa Taufan Pawe masih memiliki peluang besar sebagai petahana.

    “Pak Taufan Pawe kan cukup berhasil juga. Meski beberapa pihak menyoroti hilangnya kursi Ketua DPRD Sulsel, tetapi kan kursinya bertambah,” jelasnya, dikutip pada Senin (7/7/2025).

    Prof Sukri menyatakan, Taufan Pawe juga menjadi sosok yang mewakili DPD II Golkar Sulsel dalam menyampaikan dukungan kepada Bahlil Lahadalia saat Musyawarah Nasional (Munas) guna menggantikan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum.

    Namun begitu, hasil pemilu yang menunjukkan hilangnya beberapa kursi legislatif menjadi catatan penting yang tak bisa diabaikan.

    Kata Prof Sukri, DPP bisa saja menilai hal itu sebagai kekurangan, apalagi jika disandingkan dengan riak-riak ketidakpuasan dari DPD II yang pernah muncul ke permukaan.

    “Tetapi kan bisa saja dukungan itu memang murni diberikan DPD II bukan karena melihat Pak Taufan Pawenya, tetapi karena DPD II mau mendukung Bahlil. Jadi bisa saja siapa pun Ketua DPD I-nya, 25 suara itu tetap saja untuk Bahlil,” ungkapnya.

    Tidak berhenti di situ, faksi-faksi di tubuh Golkar juga dinilai sebagai potensi gangguan jika tidak dikelola dengan baik.

  • Politik kemarin, dari calon nama dubes hingga isu pemisahan pemilu

    Politik kemarin, dari calon nama dubes hingga isu pemisahan pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Beberapa peristiwa menarik terkait isu politik terjadi sepanjang Minggu (6/7). Dari calon mana duta besar (dubes) hingga isu pemisahan pemilu.

    Berikut adalah rangkaian berita politik yang telah dirangkum Antara.

    1. Komisi I laporkan 24 nama calon dubes ke Pimpinan DPR

    Jakarta (ANTARA) – Komisi I DPR RI melaporkan hasil uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 24 nama calon duta besar (dubes) kepada Pimpinan DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta.

    Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan bahwa semua proses uji kelayakan dan kepatutan sudah dilalui. Hasil dari tes tersebut, kata dia, akan diserahkan ke Pimpinan DPR RI untuk dilanjutkan penempatan di berbagai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di berbagai negara sahabat dan Perwakilan Tetap RI di organisasi internasional.

    Baca di sini

    2. Prabowo tiba di Museum Seni Modern Rio untuk hadiri pleno KTT BRICS

    Rio De Janeiro, Brasil (ANTARA) – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto tiba di Museum Seni Modern Rio De Janeiro, Brasil, Minggu, untuk menghadiri rangkaian kegiatan rapat pleno KTT BRICS 2025 bersama negara anggota dan mitra.

    Presiden Prabowo tiba di lokasi sekitar pukul 10.52 waktu setempat dengan dikawal Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Wamenkeu Thomas Djiwandono dengan menggunakan mobil sedan Mercedes-Maybach hitam berbendera RI.

    Baca di sini

    3. Prabowo dinilai catat sejarah emas diplomasi RI dengan Pangeran MBS

    Jakarta (ANTARA) – Staf Khusus Menteri Agama bidang kerja sama dan hubungan luar negeri sekaligus cendekiawan muda Indonesia Gugun Gumilar mengapresiasi catatan emas diplomasi RI Presiden Prabowo Subianto dengan Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud (MBS).

    Hal tersebut terkait dengan adanya peluncuran pertemuan perdana Dewan Koordinasi Tertinggi Saudi-Indonesia, sebuah platform kelembagaan baru yang bertujuan mengakselerasi kerja sama lintas sektor dan rencana pembangunan kampung haji Indonesia di Arab Saudi

    Baca di sini

    4. Menhan, Panglima TNI, dan Kapolri lepas kontingen untuk Hari Bastille

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melepas keberangkatan kontingen Patriot Indonesia II untuk mengikuti perayaan Hari Bastille di Prancis.

    “Dalam rangka mengikuti Hari Bastille tanggal 14 Juli sebagai kontingen kehormatan, yang memperingati kebangkitan revolusi Prancis” ujar Menhan di Pangkalan Udara TNI Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu.

    Baca di sini

    5. DPR RI: Putusan MK soal pemisahan pemilu berpotensi langgar konstitusi

    Ponorogo, Jatim (ANTARA) – Anggota DPR RI Supriyanto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah berpotensi melanggar konstitusi.

    “Pemilu seharusnya digelar setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD. Kalau dipisah dan jaraknya 2,5 tahun, ini jelas tidak sesuai konstitusional,” ujar Supriyanto dalam keterangannya, Minggu

    Baca di sini

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR RI: Putusan MK soal pemisahan pemilu berpotensi langgar konstitusi

    DPR RI: Putusan MK soal pemisahan pemilu berpotensi langgar konstitusi

    MK telah memasuki ranah kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang seharusnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah

    Ponorogo, Jatim (ANTARA) – Anggota DPR RI Supriyanto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah berpotensi melanggar konstitusi.

    “Pemilu seharusnya digelar setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD. Kalau dipisah dan jaraknya 2,5 tahun, ini jelas tidak sesuai konstitusional,” ujar Supriyanto dalam keterangannya, Minggu.

    Supriyanto menyebut, jeda waktu yang terlalu panjang antara dua jenis pemilu tersebut mengakibatkan siklus pemilihan anggota DPRD tidak lagi 5 tahunan, sehingga tidak sesuai dengan amanat Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

    Selain itu, menurut Supriyanto, MK telah memasuki ranah kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang seharusnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah.

    “MK bukan pembuat undang-undang. Tugas pokok MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, bukan menambahkan norma baru dalam perundang-undangan,” ujarnya.

    Ia juga menilai putusan terbaru MK tersebut menunjukkan inkonsistensi, merujuk pada sikap MK sebelumnya dalam perkara presidential threshold yang selalu menyebutnya sebagai ranah open legal policy.

    Sebelumnya, dalam putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025 tersebut, MK menyatakan pemilu nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, serta DPD RI digelar terpisah dari pemilu daerah yang meliputi pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah dan wakil kepala daerah.

    Pemilu Daerah dijadwalkan dilaksanakan 2 hingga 2,5 tahun setelah Pemilu Nasional.

    “Dulu uji materi presidential threshold selalu ditolak dengan alasan itu wewenang pembentuk undang-undang. Tapi sekarang, MK justru menambahkan norma baru soal pemisahan pemilu,” katanya.

    Supriyanto juga mengingatkan bahwa pada 2019, MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang menyarankan model pemilu serentak.

    Atas dasar putusan itu, pemerintah dan DPR menyusun regulasi dan menyelenggarakan Pemilu Serentak pada 2024.

    “Pemilu serentak sudah dijalankan 2024. Tapi belum lama, MK kembali mengubah arah dengan putusan baru ini yang justru memisahkan pemilu nasional dan daerah,” ujarnya.

    Ia menilai keputusan tersebut dapat mengganggu konsistensi siklus kepemimpinan serta sistem pelembagaan pemilu yang telah dibangun secara lima tahunan.

    “Kita butuh kepastian hukum dan konsistensi dari MK sebagai penjaga konstitusi. Bukan justru memperumit tata kelola demokrasi,” pungkasnya.

    Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Politisi Nasdem Yogyakarta: Putusan MK Berpotensi Rugikan Daerah dan Langgar Konstitusi

    Politisi Nasdem Yogyakarta: Putusan MK Berpotensi Rugikan Daerah dan Langgar Konstitusi

    Liputan6.com, Yogyakarta – Suasana politik di Yogyakarta turut bergolak pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Di tengah diskusi yang kian hangat, Suharno, politisi Partai NasDem Yogyakarta, mengungkapkan keprihatinannya terhadap putusan tersebut yang dinilainya berlebihan dan melampaui kewenangan.

    Menurut Suharno, keputusan MK untuk memisahkan jadwal pemilihan presiden, DPR, dan DPD dari jadwal pemilihan DPRD dan kepala daerah, berpotensi menabrak konstitusi dan merugikan daerah. Ia menilai, keputusan tersebut akan memunculkan sejumlah dampak serius, termasuk pembengkakan anggaran dan kekacauan tahapan pencalonan legislatif.

    “Keputusan ini seharusnya dipertimbangkan lebih matang. Dengan kondisi anggaran negara yang perlu efisiensi, keputusan MK ini justru akan menambah beban. Apalagi kalau anggaran pemilu daerah dibebankan ke daerah masing-masing, ini sangat berat,” ujar Suharno, Kamis (3/7/2025).

    Suharno juga menekankan bahwa keputusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah mengganggu amanat Pasal 22E UUD 1945 yang dengan tegas menyebut pemilu harus digelar lima tahun sekali secara serentak untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. “Kalau jadwalnya dipisah dua tahun lebih, maka bisa saja masa jabatan DPRD diperpanjang tanpa pemilu. Itu jelas inkonstitusional. Apakah MK tidak menyadari ini akan bertentangan dengan UUD?” tegasnya.

    Tak hanya dari sisi hukum, Suharno juga mengkritisi potensi kerumitan dalam jenjang politik. Ia menyebut akan banyak politisi yang kesulitan dalam mencalonkan diri jika pemilu digelar dalam waktu berbeda. “Kalau ada anggota DPRD yang ingin naik ke DPR-RI, tetapi masa jabatannya belum habis, bagaimana teknisnya? Atau sebaliknya, anggota DPR-RI gagal nyalon, apakah bisa langsung nyalon DPRD? Ini semua belum ada kejelasan. Blunder,” kata Suharno.

    Ia menilai Mahkamah Konstitusi telah bertindak melampaui batas sebagai lembaga yudikatif. Menurutnya, pengaturan jadwal pemilu seharusnya merupakan domain pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, bukan MK. “MK ini sudah masuk ke ranah pembentuk UU. Mestinya ranah ini ada di tangan DPR dan pemerintah. Kalau seperti ini, ya mereka seolah menjadi lembaga legislatif juga,” tambahnya.

    Kritik Suharno juga menyasar inkonsistensi sikap MK terkait kedudukan pilkada. Ia menyebut dalam putusan sebelumnya (No 85/PUU-XX/2022), MK menegaskan pilkada merupakan bagian dari rezim pemilu. Namun kini, dalam putusan terbaru, MK justru memisahkannya. “Putusan ini mestinya lebih ke manajemen pemilu, bukan masalah konstitusionalitas. Tapi sekarang malah keputusan MK tidak konsisten. Ini makin memperlemah posisi hukumnya,” tutup Suharno.

  • Gandeng Pimpinan DPR RI, BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Pemahaman Jaminan Sosial Pekerja

    Gandeng Pimpinan DPR RI, BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Pemahaman Jaminan Sosial Pekerja

    Kabupaten Bandung Barat: Anggota Komisi IX DPR RI yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 2024-2029 Dr. H. Cucun Ahmad Syamsurijal, M.A.P. mendorong masyarakat di Kabupaten Bandung Barat untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
     
    Hal ini disampaikan Cucun dalam kegiatan Sosialisasi Program Perlindungan Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan yang berlokasi di Bale Abah Padalarang, Selain Cucun Ahmad Syamsurijal, sosialisasi itu juga turut dihadiri Dirut BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro, Kepala Kantor Wilayah Jawa Barat BPJS Ketenagakerjaan dan Pimpinan DPRD Bandung Barat.
     
    Dalam sosialisasi tersebut, Cucun menekankan pentingnya perlindungan sosial bagi semua profesi, mulai dari petani, pedagang, tukang ojek, hingga pekerjaan lainnya. Ia menyebut bahwa setiap pekerjaan memiliki risiko kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan dan kesejahteraan pekerja.
     
    “Saya mengapresiasi langkah2 strategis BPJS Ketenagakerjaan, tugas dan fungsinya menghadirkan negara untuk melindungi segenap pekerja Indonesia. Saya juga menghimbau kepada rekan-rekan Anggota DPRD Bandung Barat yang hadir pada hari ini, ayo terus ingatkan pemberi kerja dan seluruh pekerja yang berada di Kabupaten Bandung barat untuk mendaftarkan pekerja di BPJS Ketenagakerjaan.” Ungkap Cucun
     
     

    Menurutnya, kesadaran akan pentingnya perlindungan sosial tidak hanya memberikan keamanan bagi pekerja, tetapi juga memberikan ketenangan bagi keluarga yang ditinggalkan saat terjadi kecelakaan kerja. Program perlindungan ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pekerja dan memberikan jaminan sosial yang layak, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal yang rentan terhadap berbagai risiko.
     
    Sejalan dengan amanah konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, sebagai bentuk negara hadir dan sebagai wakil rakyat kita bisa menghadirkan negara di tengah masyarakat dan mendukung dengan regulasi yang ada.
     
    Cucun berharap dengan adanya sosialisasi ini, masyarakat lebih sadar dan tergerak untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Dengan iuran yang terjangkau dan manfaatnya. Pekerja bisa fokus kerja keras biar kecemasannya BPJS Ketenagakerjaan yang menanggung.” Tegas Cucun
     
    Dalam kesempatan yang sama Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, menekankan kegiatan sosialisasi ini adalah bentuk negara hadir melindungi seluruh pekerja di Indonesia

    “BPJS Ketenagakerjaan hadir bukan hanya sebagai sebuah lembaga, tapi sebagai sahabat bagi para pekerja, bagi Bapak/ibu semua. Kami ingin memastikan bahwa setiap orang yang bekerja, baik itu buruh pabrik, pedagang di pasar, nelayan, petani, driver ojek online, hingga pekerja lepas di desa-desa dan dimanapun, memiliki perlindungan saat hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.” Ujar Pramudya
     

     
    Disebutkan program BPJS Ketenagakerjaan ada 5, diantaranya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
     
    “Hari ini kami juga secara simbolis memberikan santunan manfaat Program JKK, JKM, JP dan Beasiswa kepada 4 Orang Ahli waris dengan total santunan sebesar Rp640 Juta, Kami berharap manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan ini bisa mempertahankan kehidupan yang layak bagi ahli waris yang ditinggalkan. Kita tentu tidak pernah berharap musibah datang, namun hidup penuh dengan ketidakpastian, dan tidak ada salahnya jika kita berjaga-jaga sejak dini. Lebih baik sedia payung sebelum hujan, karena perlindungan hari ini bisa jadi penyelamat di hari esok. Dan ini sejalan dengan tujuan dari Badan untuk memastikan pekerja yg dilindungi fokus utk Kerja Keras dan BPJS Ketenagakerjaan yg menangunggung cemas nya, spt yang diungkapkan Pak Cucun dan sesuai dengan kampanye komunikasi yang kita selalu gaungkan yaitu Kerja Keras Bebas Cemas, tutup Pramudya
     
    BPJS Ketenagakerjaan memastikan bahwa upaya memperluas cakupan perlindungan pekerja tidak berhenti di sosialisasi ini. Ke depan, berbagai program edukasi akan terus digelar di berbagai kecamatan, dengan fokus pada pekerja sektor informal yang masih minim kesadaran akan pentingnya jaminan sosial.
     

    Kabupaten Bandung Barat: Anggota Komisi IX DPR RI yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 2024-2029 Dr. H. Cucun Ahmad Syamsurijal, M.A.P. mendorong masyarakat di Kabupaten Bandung Barat untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
     
    Hal ini disampaikan Cucun dalam kegiatan Sosialisasi Program Perlindungan Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan yang berlokasi di Bale Abah Padalarang, Selain Cucun Ahmad Syamsurijal, sosialisasi itu juga turut dihadiri Dirut BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro, Kepala Kantor Wilayah Jawa Barat BPJS Ketenagakerjaan dan Pimpinan DPRD Bandung Barat.
     
    Dalam sosialisasi tersebut, Cucun menekankan pentingnya perlindungan sosial bagi semua profesi, mulai dari petani, pedagang, tukang ojek, hingga pekerjaan lainnya. Ia menyebut bahwa setiap pekerjaan memiliki risiko kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan dan kesejahteraan pekerja.
     
    “Saya mengapresiasi langkah2 strategis BPJS Ketenagakerjaan, tugas dan fungsinya menghadirkan negara untuk melindungi segenap pekerja Indonesia. Saya juga menghimbau kepada rekan-rekan Anggota DPRD Bandung Barat yang hadir pada hari ini, ayo terus ingatkan pemberi kerja dan seluruh pekerja yang berada di Kabupaten Bandung barat untuk mendaftarkan pekerja di BPJS Ketenagakerjaan.” Ungkap Cucun
     
     

     
    Menurutnya, kesadaran akan pentingnya perlindungan sosial tidak hanya memberikan keamanan bagi pekerja, tetapi juga memberikan ketenangan bagi keluarga yang ditinggalkan saat terjadi kecelakaan kerja. Program perlindungan ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pekerja dan memberikan jaminan sosial yang layak, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal yang rentan terhadap berbagai risiko.
     
    Sejalan dengan amanah konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, sebagai bentuk negara hadir dan sebagai wakil rakyat kita bisa menghadirkan negara di tengah masyarakat dan mendukung dengan regulasi yang ada.
     
    Cucun berharap dengan adanya sosialisasi ini, masyarakat lebih sadar dan tergerak untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Dengan iuran yang terjangkau dan manfaatnya. Pekerja bisa fokus kerja keras biar kecemasannya BPJS Ketenagakerjaan yang menanggung.” Tegas Cucun
     
    Dalam kesempatan yang sama Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, menekankan kegiatan sosialisasi ini adalah bentuk negara hadir melindungi seluruh pekerja di Indonesia
     
    “BPJS Ketenagakerjaan hadir bukan hanya sebagai sebuah lembaga, tapi sebagai sahabat bagi para pekerja, bagi Bapak/ibu semua. Kami ingin memastikan bahwa setiap orang yang bekerja, baik itu buruh pabrik, pedagang di pasar, nelayan, petani, driver ojek online, hingga pekerja lepas di desa-desa dan dimanapun, memiliki perlindungan saat hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.” Ujar Pramudya
     

     
    Disebutkan program BPJS Ketenagakerjaan ada 5, diantaranya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
     
    “Hari ini kami juga secara simbolis memberikan santunan manfaat Program JKK, JKM, JP dan Beasiswa kepada 4 Orang Ahli waris dengan total santunan sebesar Rp640 Juta, Kami berharap manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan ini bisa mempertahankan kehidupan yang layak bagi ahli waris yang ditinggalkan. Kita tentu tidak pernah berharap musibah datang, namun hidup penuh dengan ketidakpastian, dan tidak ada salahnya jika kita berjaga-jaga sejak dini. Lebih baik sedia payung sebelum hujan, karena perlindungan hari ini bisa jadi penyelamat di hari esok. Dan ini sejalan dengan tujuan dari Badan untuk memastikan pekerja yg dilindungi fokus utk Kerja Keras dan BPJS Ketenagakerjaan yg menangunggung cemas nya, spt yang diungkapkan Pak Cucun dan sesuai dengan kampanye komunikasi yang kita selalu gaungkan yaitu Kerja Keras Bebas Cemas, tutup Pramudya
     
    BPJS Ketenagakerjaan memastikan bahwa upaya memperluas cakupan perlindungan pekerja tidak berhenti di sosialisasi ini. Ke depan, berbagai program edukasi akan terus digelar di berbagai kecamatan, dengan fokus pada pekerja sektor informal yang masih minim kesadaran akan pentingnya jaminan sosial.
     

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • CHED nilai kawasan tanpa rokok DKI tak ganggu ekonomi usaha kecil

    CHED nilai kawasan tanpa rokok DKI tak ganggu ekonomi usaha kecil

    Arsip foto – Sejumlah warga menikmati libur akhir pekan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Taman Ranggon Wijaya Kusuma, Jakarta Timur, Minggu (19/5/2024). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU/aa.

    CHED nilai kawasan tanpa rokok DKI tak ganggu ekonomi usaha kecil
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Sabtu, 05 Juli 2025 – 21:51 WIB

    Elshinta.com – Kepala Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Roosita Meilani Dewi menilai implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Jakarta tidak akan mengganggu ekonomi pelaku usaha kecil.

    Dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu, Roosita mengatakan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini dibahas DPRD DKI Jakarta memiliki landasan hukum yang kuat.

    “Ini adalah bentuk nyata dari implementasi hak atas hidup sehat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28, hingga Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 yang secara tegas melarang penjualan rokok kepada anak di bawah usia 21 tahun,” ujarnya.

    Secara khusus, dia menyoroti kekhawatiran sejumlah pihak bahwa Raperda KTR akan berdampak negatif pada ekonomi daerah, yang terbantahkan dengan data keuangan resmi DKI Jakarta.

    Selama satu dekade penerapan larangan iklan rokok melalui Pergub No 1 Tahun 2015, penerimaan pajak reklame justru mengalami tren stabil, bahkan meningkat dari Rp714,9 miliar pada 2015 menjadi Rp961,3 miliar pada 2024, dengan puncak tertinggi Rp1,095 triliun pada 2022.

    “Fakta ini membantah narasi bahwa promosi rokok diperlukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Justru, pengeluaran rumah tangga miskin untuk rokok yang menempati urutan kedua setelah beras, mencapai Rp79.226 per bulan (Susenas 2019), menunjukkan beban ekonomi yang justru ditanggung keluarga,” kata Roosita.

    Dukungan terhadap aturan itu juga disampaikan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).

    Sekretaris Jenderal LPAI Titik Suharyati menyebut bahwa kebijakan KTR merupakan investasi jangka panjang untuk melindungi anak-anak.

    “Kebijakan ini berperan penting dalam menekan angka perokok anak yang semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun,” katanya.

    Diharapkan dengan data, dukungan publik, serta bukti lapangan yang tersedia, momen pembahasan Raperda KTR 2025 dapat menjadi titik balik bagi Jakarta untuk tampil sebagai kota percontohan dalam pengendalian tembakau di Indonesia.

    Sumber : Antara

  • Dua Babak Pesta Demokrasi

    Dua Babak Pesta Demokrasi

    Jakarta

    Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 135/PUU-XXII/2024 yang diucapkan Kamis, 26 Juni 2025 pada akhirnya memisahkan pelaksanaan pemilu serentak menjadi pemilu nasional (untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden) dan pemilu daerah atau lokal (untuk memilih anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota) mulai tahun 2029 mendatang. Hal tersebut menjadi penanda penting dalam lanskap demokrasi elektoral di Indonesia. Dengan putusan ini pula, “pemilu lima kotak” yang menjadi ciri khas pemilu serentak selama ini, akan dihapuskan.

    Alasan Mahkamah yang mengaminkan posita Pemohon Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pun sangat jelas: kualitas demokrasi mengalami penurunan karena beban sistem yang terlalu besar. Akan tetapi, benarkah pemisahan waktu pemilu yang demikian akan menyelesaikan semua masalah? Atau justru menimbulkan persoalan baru yang tak kalah serius?

    Rasional dan Demokratis?

    Mahkamah pada dasarnya berpedoman pada putusannya terdahulu, yakni Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 yang memberikan sejumlah model keserentakan pemilu yang dinilai tetap konstitusional, antara lain: (1) Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD; (2) Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota; (3) Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota; (4) Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota; (5) Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota; (6) Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.

    Dalam Putusan tersebut, MK menegaskan bahwa penentuan model yang dipilih menjadi wilayah pembentuk undang-undang untuk memutuskan. Akan tetapi sejak saat itu pembentuk undang-undang belum pernah melakukan perubahan terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada, hingga secara faktual terlaksana model pemilu serentak alternatif angka 1 (lima kotak) pada 2019 dan 14 Februari 2024 dan dilanjutkan dengan pemilukada serentak bertahap dan serentak keseluruhan pada 27 November 2024. Setelah mempelajari desain jadwal dan praktik penyelenggaraan selama ini, Mahkamah berpendapat bahwa penyelenggaraan pemilu serentak yang dilanjutkan dengan pemilukada serentak di tahun yang sama/berdekatan menimbulkan tumpang tindih tahapan, membebani penyelenggara, melemahkan partai politik, mengaburkan isu lokal, menurunkan kualitas pilihan pemilih, hingga memicu kelelahan dan korban jiwa.

    Oleh karena itu, Mahkamah menilai bahwa model penyelenggaraan pemilu yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal (sebagaimana alternatif angka 4) merupakan pilihan yang lebih rasional dan demokratis. Pemisahan ini memberikan ruang waktu yang cukup untuk memastikan setiap tahapan berjalan optimal, memperkuat pelembagaan partai politik, menjaga fokus isu lokal agar tidak tenggelam oleh wacana nasional, serta menghindarkan penyelenggara dan pemilih dari kelelahan ekstrem. Mahkamah pun menegaskan pentingnya jarak waktu antara dua jenis pemilu tersebut, yakni paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan pejabat hasil pemilu nasional, sebagai batas waktu yang ideal untuk menyelenggarakan pemilu lokal.

    Lebih lanjut, Mahkamah menyatakan bahwa pengaturan masa transisi bagi jabatan kepala daerah dan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 merupakan kewenangan pembentuk undang-undang (DPR dan Pemerintah) melalui rekayasa konstitusional. Demi menjamin konsistensi dengan prinsip kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemilu yang berkualitas, Mahkamah memberikan tafsir konstitusional bersyarat terhadap beberapa norma dalam UU Pemilu dan UU Pilkada. Artinya, norma-norma tersebut tetap berlaku sepanjang dimaknai sebagai pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Putusan ini juga mengisyaratkan urgensi agenda penyusunan reformasi terhadap undang-undang yang terkait dengan politik dan pemilihan umum.

    Mahal, Melelahkan, dan Potensi Politisasi Baru?

    Meski Putusan MK yang memilih untuk memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal memiliki landasan dan pertimbangan rasional, tidak bisa dipungkiri bahwa putusan itu juga akan menyisakan sejumlah persoalan serius yang patut dikritisi. Pertama, persoalan efisiensi anggaran. Jika pemilu lima kotak sebelumnya dianggap rumit, maka pemilu dua babak justru berpotensi jauh lebih mahal. Pelaksanaan dua kali pemilu dalam satu siklus lima tahunan berarti penggandaan seluruh instrumen logistik, pengamanan, serta biaya kampanye. Untuk negara yang pada Pemilu dan Pemilukada 2024 menganggarkan lebih Rp100 triliun, beban fiskal ini jelas signifikan dan memerlukan pertimbangan ulang dari sisi efisiensi dan keberlanjutan keuangan negara.

    Kedua, dari sisi partisipasi publik, model dua kali pemilu dalam lima tahun berisiko menurunkan tingkat keterlibatan pemilih. Pemilu lokal yang dianggap kurang menarik dibanding pemilu presiden dikhawatirkan memicu kejenuhan, apatisme politik, dan menurunnya legitimasi hasil pemilu di daerah. Ketiga, potensi politisasi masa transisi juga tidak bisa diabaikan. Jika tidak ada pengaturan yang tegas dan transparan, kekosongan jabatan akibat jeda waktu antara pemilu nasional dan lokal berpotensi diisi oleh penjabat kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat, yang pada akhirnya membuka ruang sentralisasi kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang atas nama transisi. Selain itu, untuk anggota DPRD juga dipastikan diperpanjang masa jabatannya atau diganti dengan kebijakan pergantian antar waktu (PAW) dari masing-masing partai yang sarat dipolitisasi.

    Dengan demikian, putusan ini, meskipun progresif dan terkesan lebih rasional, tetaplah memerlukan desain kebijakan lanjutan yang cermat agar tidak menimbulkan efek paradoksal yang justru melemahkan kualitas demokrasi itu sendiri. Sebab pada hakikatnya, tidak ada kata murah untuk sebuah sistem demokrasi—baik dalam arti finansial maupun dalam pengertian sosial dan institusional yang lebih luas. Demokrasi selalu menuntut investasi besar: biaya anggaran, energi politik, serta kapasitas kelembagaan. Karena itu, yang terpenting bukan semata penghematan, melainkan bagaimana seluruh proses itu diarahkan untuk menghasilkan politik yang lebih akuntabel, representatif, dan berintegritas

    Memisahkan Pemilu, Menyusun Ulang Demokrasi

    Putusan MK yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal memiliki semangat bukan hanya bertujuan mengatur teknis tahapan elektoral, melainkan refleksi/evaluasi atas nilai-nilai dan praktik demokrasi selama ini. Desain pemilu bukanlah ruang kosong tanpa makna ideologis; ia merupakan cermin dari arah dan komitmen politik kita sebagai bangsa dalam menjaga kedaulatan rakyat. Namun, desain yang ideal tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik hari ini—mulai dari kapasitas pemilih, kondisi partai politik, hingga birokrasi penyelenggara pemilu. Karena itu, pemisahan pemilu bukan jaminan perbaikan demokrasi, melainkan peluang untuk menuju ke sana, asalkan disertai reformasi menyeluruh yang konsisten dan konkrit. Tanpa penguatan institusi, pendidikan politik yang masif, pembiayaan partai yang akuntabel, dan seleksi calon yang ketat, pemisahan pemilu hanya akan memindahkan beban dari lima kotak suara menjadi dua kalender yang sama padatnya.

    Maka, putusan ini harus dimaknai bukan hanya sebagai rekayasa konstitusional, tetapi juga ajakan bersama untuk berpikir ulang, yakni: bagaimana kita merancang ulang hubungan antara rakyat dan negara dalam sistem elektoral yang lebih sehat? Apakah kita siap menyambut pembaruan ini secara utuh, atau justru akan terjebak dalam transisi yang menambah kerumitan demokrasi kita yang belum matang?

    Jawaban dari keduanya ialah bergantung pada sejauh mana negara ini, partai politik, dan publik bersedia menata ulang bukan hanya jadwal, tetapi substansi dari demokrasi itu sendiri.

    Retno Widiastuti. Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti PSHK Fakultas Hukum UII

    (imk/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Program BPJS Hewan Masih Wacana, Kementan Siapkan Payung Hukumnya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Juli 2025

    Program BPJS Hewan Masih Wacana, Kementan Siapkan Payung Hukumnya Megapolitan 5 Juli 2025

    Program BPJS Hewan Masih Wacana, Kementan Siapkan Payung Hukumnya
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com –
    Kementerian Pertanian (Kementan) menyambut baik rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov)
    Jakarta
    yang akan menerapkan skema BPJS untuk hewan.
    Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan Agung Suganda mengatakan, saat ini pemerintah pusat tengah menyiapkan regulasi berupa Peraturan Menteri Pertanian (Permen) sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan program tersebut.
    “Standarnya, tentunya kami di pusat sekarang sedang mendorong percepatan Peraturan Menteri Pertanian tentang
    kesejahteraan hewan
    ,” ucap Agung saat ditemui usai menghadiri reuni akbar alumni Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (5/7/2025).
    Agung menilai rencana
    BPJS hewan
    ini sebagai bentuk nyata perhatian Pemprov Jakarta terhadap kondisi kesehatan dan kesejahteraan hewan di wilayahnya. Menurut dia, dukungan juga datang dari DPRD Jakarta.
    “Saya pikir ini perhatian luar biasa ya, tentu kami pemerintah pusat mengapresiasi upaya tersebut. Apalagi DPRD di sana sangat concern dengan ini,” ujar Agung.
    “Yang pasti semua ini dalam konteks upaya kami dalam menjaga hewan memenuhi kaidah kesejahteraan hewan,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta menyatakan bahwa wacana BPJS hewan masih dalam tahap kajian awal.
    Kepala Dinas KPKP Jakarta Hasudungan Sidabalok menjelaskan, istilah “BPJS hewan” digunakan secara informal untuk menggambarkan rencana bantuan layanan kesehatan bagi hewan peliharaan, khususnya bagi masyarakat kurang mampu.
    “Jadi itu masih wacana, masih gagasan. Jadi itu perlu dikaji lebih komprehensif lagi karena banyak sekali pihak yang terlibat,” ujar Hasudungan beberapa waktu lalu.
    Ia mengatakan, konsep tersebut bertujuan memberi subsidi terhadap layanan medis untuk hewan, tidak hanya terbatas pada sterilisasi.
    “Sementara yang kami harapkan itu adalah pelayanan kesehatan. Misalnya pengobatannya, kemudian juga nanti mungkin ada penyuntikan atau operasinya, sesarnya,” ujar Hasudungan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perda Kawasan Tanpa Rokok Masih Disiapkan, Pramono Tak Ingin UMKM Terdampak
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Juli 2025

    Perda Kawasan Tanpa Rokok Masih Disiapkan, Pramono Tak Ingin UMKM Terdampak Megapolitan 5 Juli 2025

    Perda Kawasan Tanpa Rokok Masih Disiapkan, Pramono Tak Ingin UMKM Terdampak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gubernur
    Jakarta

    Pramono Anung
    mengungkapkan, Peraturan Daerah (Perda) tentang
    Kawasan Tanpa Rokok
    (KTR) hingga kini belum rampung.
    Ia menegaskan, aturan tersebut belum bisa diterapkan karena masih menunggu proses penandatanganan.
    “Jadi, Perda tentang rokok, pengaturan rokok itu kan belum ditandatangani, kalau belum ditandatangani apa yang digunakan untuk mengatur itu? Jadi Perdanya ditandatangani dulu, diselesaikan,” ujar Pramono kepada awak media di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (4/7/2025).
    Pramono menjelaskan, dirinya telah bertemu dengan seluruh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta yang tengah membahas dan mempersiapkan Perda tersebut.
    Ia menekankan pentingnya menyusun aturan yang tidak berdampak negatif terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
    “Saya sampaikan, saya enggak mau UMKM ini terganggu karena Perda itu, yang harus diatur adalah semua tempat hiburan mau karaoke, mau klub, mau apapun enggak boleh di tempat umum itu orang merokok,” jelasnya.
    Menurut Pramono, dalam Perda yang akan diberlakukan nantinya, pemilik tempat hiburan wajib menyediakan ruang khusus untuk merokok, agar aktivitas merokok tidak dilakukan di area umum.
    “Jadi, misalnya kamu karaoke, kamu enggak boleh merokok lagi di tempat karaoke. Tapi, kalau mau merokok keluar ruangan, ada ruangan khusus untuk merokok, nah itulah yang diatur,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.