Kementrian Lembaga: DPRD

  • PDIP nilai tak ada istilah nonaktif bagi DPR tapi hormati partai lain

    PDIP nilai tak ada istilah nonaktif bagi DPR tapi hormati partai lain

    “Baik Tatib maupun Undang-Undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif. Namun saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar,”

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan bahwa Tata Tertib DPR RI maupun Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, tak mengenal istilah nonaktif bagi Anggota DPR RI, tetapi pihaknya menghormati keputusan partai lain yang menonaktifkan anggotanya.

    Dia pun enggan berkomentar lebih jauh terkait keputusan partai lain tersebut. Di sisi lain, menurut dia, Presiden Prabowo Subianto pun sudah menyoroti terkait kedisiplinan bagi Anggota DPR RI.

    “Baik Tatib maupun Undang-Undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif. Namun saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar,” kata Said di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Menurut dia, pernyataan Presiden Prabowo Subianto perlu menjadi pegangan bagi para pengurus partai politik. Meski partai politik memiliki otonomi dan kedaulatannya, dia menilai hasil musyawarah dengan Presiden pun perlu ditindaklanjuti oleh DPR RI melalui Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).

    “Tentu BURT di dalam membahas anggaran DPR, akan mendapatkan arahan, dan petunjuk dari pimpinan DPR,” kata Ketua Badan Anggaran DPR RI itu.

    Sebelumnya, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan anggotanya dari Senayan imbas adanya sorotan dan tuntutan dari publik. Wakil rakyat yang dinonaktifkan itu mulai dari anggota biasa, pimpinan komisi, hingga Pimpinan DPR RI.

    Anggota DPR yang dinonaktifkan itu yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi PAN, dan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Fraksi Partai Golkar.

    Ketiga partai itu menonaktifkan anggotanya tersebut guna merespons dinamika sosial dan politik yang terjadi akhir-akhir ini.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mahasiswa cek peserta aksi demo di DPRD Kalsel cegah penyusup

    Mahasiswa cek peserta aksi demo di DPRD Kalsel cegah penyusup

    “Tim keamanan melakukan pemeriksaan terhadap badan dan barang bawaan peserta terutama mereka yang dicurigai alias tanpa identitas,”

    Banjarmasin (ANTARA) – Mahasiswa melakukan pemeriksaan peserta aksi demo di DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) guna mencegah adanya oknum penyusup yang bisa membuat kericuhan ketika berlangsungnya penyampaian aspirasi secara damai.

    “Tim keamanan melakukan pemeriksaan terhadap badan dan barang bawaan peserta terutama mereka yang dicurigai alias tanpa identitas,” kata Rizki, Koordinator Wilayah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalsel di Banjarmasin, Senin.

    Dia menegaskan sebelum menuju titik aksi di DPRD, seluruh peserta berkumpul di Taman Kamboja Banjarmasin.

    Di lokasi titik kumpul inilah pemeriksaan dilakukan oleh tim keamanan massa aksi yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Kalsel Melawan.

    “Senjata tajam dan barang melanggar hukum lainnya tidak diperbolehkan untuk dibawa, kami tidak bertanggung jawab atas itu semua,” tegas Rizki.

    Aliansi Rakyat Kalsel Melawan melibatkan empat elemen massa, yaitu mahasiswa, pengemudi ojek online (ojol), buruh, serta masyarakat secara umum.

    Pihaknya berkomitmen penyampaian aspirasi dilakukan secara damai tanpa adanya aksi anarkis.

    Terdapat lima tuntutan utama yang akan disampaikan dalam aksi, termasuk reformasi DPR dan Polri serta penolakan penetapan Taman Nasional Meratus.

    Berdasarkan pantauan, massa bergerak dari titik kumpul di Taman Kamboja di Jalan Anang Adenansi menuju DPRD Kalsel Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin mulai pukul 12.30 Wita.

    Tim keamanan dari Aliansi Rakyat Kalsel Melawan saat memeriksa barang bawaan peserta aksi demo di DPRD Kalsel di Banjarmasin sebelum menuju lokasi aksi, Senin (1/9/2025). (ANTARA/Firman)

    Pewarta: Firman
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aksi GMNI dan PMII di Madiun Batal, TNI-Polri Perketat Pengamanan Objek Vital

    Aksi GMNI dan PMII di Madiun Batal, TNI-Polri Perketat Pengamanan Objek Vital

    Madiun (beritajatim.com) – Rencana aksi unjuk rasa yang digagas Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Kabupaten Madiun batal digelar pada Senin (1/9/2025). Meski demikian, aparat gabungan TNI-Polri tetap melakukan pengamanan ketat di sejumlah objek vital.

    Penjagaan difokuskan di Gedung DPRD Kabupaten Madiun serta Kantor Bupati yang berada di Kawasan Pusat Pemerintahan (Puspem) Mejayan. Puluhan personel gabungan diterjunkan untuk memastikan kondisi tetap aman dan terkendali.

    Kasihumas Polres Madiun, Iptu Anita Dyah Puspitosari, menjelaskan langkah tersebut dilakukan sebagai bentuk antisipasi.

    “Menyikapi situasi kamtibmas terkini, kita melakukan pengamanan di objek-objek vital yang ada di wilayah hukum Kabupaten Madiun agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Kami berharap Kabupaten Madiun tetap kondusif, guyub rukun, menjaga kedamaian dan kerukunan,” jelasnya.

    Selain itu, Polres Madiun juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi isu-isu yang belum jelas kebenarannya.

    “Kami mohon kepada warga Kabupaten Madiun agar bersama-sama menjaga keamanan lingkungan, tetap tenang, serta tidak mudah percaya pada informasi yang belum jelas kebenarannya. Mari kita jaga Madiun agar selalu damai dan rukun,” tambah Iptu Anita. [rbr/beq]

  • 6
                    
                        Sahroni hingga Uya Kuya Disebut Masih Dapat Gaji hingga Resmi Di-PAW
                        Nasional

    6 Sahroni hingga Uya Kuya Disebut Masih Dapat Gaji hingga Resmi Di-PAW Nasional

    Sahroni hingga Uya Kuya Disebut Masih Dapat Gaji hingga Resmi Di-PAW
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang juga anggota Fraksi PDI-P Said Abdullah menegaskan, tidak ada istilah anggota Dewan nonaktif dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
    Dengan demikian, Adies Kadir (Golkar), Ahmad Sahroni (Nasdem), Nafa Urbach (Nasdem), Eko Patrio (PAN), dan Uya Kuya (PAN) yang kini telah dinonaktifkan oleh partainya tetap masih berstatus anggota DPR RI.
    “Baik Tatib maupun Undang-Undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif,” ujar Said saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (1/9/2025).
    Said menegaskan bahwa setiap anggota DPR RI masih berstatus aktif sampai ada pergantian resmi melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
    Oleh karena itu, lanjut Said, kelima anggota Dewan yang telah diumumkan nonaktif oleh masing-masing partainya secara teknis masih menerima gaji dan tunjangan lainnya.
    “Kan tidak di Banggar lagi posisinya, Banggar sudah memutuskan (anggaran). Sekarang kalau begitu diputuskan kan di bagian pelaksana, pelaksananya bukan Banggar. Kalau dari sisi aspek itu ya terima gaji,” jelas Said.
    Meski begitu, Said enggan berkomentar lebih jauh soal keputusan yang telah diambil PAN, Golkar, dan Nasdem.
    Dia hanya menegaskan bahwa Fraksi PDI-P menghormati keputusan tersebut.
    “Saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar, dan seharusnya pertanyaan itu dikembalikan kepada ketiga partai tersebut, supaya moralitas saya tidak melangkahi itu, dan tidak bolehlah ya,” pungkasnya.
    Dosen hukum tata negara Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menyebutkan bahwa anggota DPR RI yang belum menerima pemberhentian antar waktu (PAW) atau pemberhentian tetap masih menerima gaji dan fasilitas sebagai anggota dewan.
    “Selama belum ada pemberhentian antar waktu atau pemberhentian tetap dari keanggotaan DPR, maka logikanya masih menerima gaji dan fasilitas kedewanan,” kata Titi saat dihubungi, Senin (1/9/2025).
    Titi mengatakan, penggunaan istilah “menonaktifkan” anggota DPR di luar koridor Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) serta Tata Tertib (Tatib) DPR adalah rancu.
    Istilah “nonaktif” dalam UU MD3 hanya diberlakukan bagi pimpinan atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang diadukan dan pengaduannya dinyatakan lengkap.
    Sementara itu, Tatib DPR juga mengatur hal yang sama, bahwa status “nonaktif” hanya berlaku bagi anggota atau pimpinan MKD yang diadukan.
    Titi menyebutkan, perubahan status keanggotaan DPR RI hanya bisa dilakukan melalui mekanisme pemberhentian antar waktu (PAW).
    “Prosesnya melibatkan usulan partai, pimpinan DPR, dan penetapan presiden,” ujar Titi.
    Ia menjelaskan, dalam UU MD3 dan Peraturan DPR RI Tahun 2020 terdapat empat istilah, yakni pemberhentian antar waktu, penggantian antar waktu, pemberhentian sementara, dan nonaktif yang hanya diberlakukan bagi anggota atau pimpinan MKD.
    “Dalam Pasal 239 UU MD3, diatur secara tegas mekanisme pemberhentian antar waktu (PAW) bagi anggota DPR. Ketentuan ini menjadi satu-satunya dasar hukum yang dapat mengubah status keanggotaan seseorang di DPR,” kata Titi.
    Adapun anggota yang berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
    Sementara itu, syarat untuk memberhentikan hanya bisa dilakukan jika anggota DPR RI memenuhi salah satu syarat, yakni tidak bisa melaksanakan tugas selama tiga bulan secara terus menerus tanpa keterangan; melanggar sumpah atau janji atau kode etik DPR; dihukum 5 tahun oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
    Kemudian, dijatuhi pidana penjara lima tahun atau lebih melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; diusulkan oleh partai politiknya; tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR; melanggar larangan dalam UU MD3; dan diberhentikan sebagai anggota partai politik atau menjadi anggota partai politik lain.
    Sementara itu, Pasal 244 UU MD3 menyatakan bahwa pemberhentian sementara bisa dilakukan jika anggota DPR menjadi terdakwa dalam pidana umum dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun atau menjadi terdakwa kasus pidana khusus.
    “Dengan demikian, PAW merupakan mekanisme formal dan satu-satunya cara yang sah secara hukum untuk mengakhiri masa jabatan anggota DPR sebelum waktunya. Proses ini tidak bisa digantikan dengan istilah nonaktif sebagaimana kerap dipakai partai politik,” kata Titi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mencegah bara anarkisme di NTB

    Mencegah bara anarkisme di NTB

    Mataram (ANTARA) – Aksi demonstrasi ribuan massa yang berujung pembakaran dan penjarahan Gedung DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu (30/8/2025) meninggalkan jejak luka yang dalam.

    Gedung utama dewan, ruang sidang paripurna, sekretariat, hingga inventaris kantor habis dilalap api. Kerugian diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah. Lebih dari itu, peristiwa ini mencederai wajah demokrasi daerah dan menguji daya tahan sosial masyarakat NTB.

    Demonstrasi pada hakikatnya adalah ruang koreksi terhadap kekuasaan, saluran aspirasi rakyat agar kebijakan tidak menyimpang dari kepentingan umum.

    Namun, ketika aspirasi berubah menjadi amarah kolektif, lalu menjelma anarkisme, yang tersisa hanyalah puing-puing kehancuran dan trauma berkepanjangan. Demokrasi kehilangan martabatnya, rakyat kehilangan harapan, dan pembangunan daerah ikut tersandera.

    Mataram pernah mencatat peristiwa kelam pada Januari 2000, ketika kerusuhan massa meluluhlantakkan rumah, ruko, rumah ibadah, hingga memaksa ribuan warga mengungsi. Ekonomi lumpuh bertahun-tahun, citra NTB tercoreng, dan trauma sosial diwariskan lintas generasi. Butuh kerja keras, waktu panjang, dan modal sosial yang besar untuk membangkitkan kembali kepercayaan, baik di tingkat nasional maupun global.

    Kini, dua puluh lima tahun kemudian, bara itu kembali menyala dalam bentuk berbeda. Gedung DPRD NTB dijadikan sasaran amarah. Ironisnya, gedung tersebut adalah simbol representasi rakyat, tempat di mana aspirasi mestinya diperjuangkan. Pembakaran gedung dewan adalah paradoks. Aspirasi untuk rakyat justru menghancurkan rumah rakyat sendiri.

    Anarkisme tidak lahir dari ruang hampa. Ia lahir dari akumulasi kekecewaan, ketidakpuasan terhadap cara negara dan elit mengelola mandat rakyat. Tuntutan massa yang menolak rancangan undang-undang, menuntut penegakan hukum, hingga mendesak pencopotan pejabat tinggi adalah refleksi keresahan sosial-politik yang nyata.

    Kesenjangan sosial-ekonomi yang makin lebar ikut menjadi bara yang mudah tersulut. Di tengah pertumbuhan pembangunan, masih ada potret masyarakat yang tertinggal. Ketidakadilan distribusi sumber daya, isu transparansi penggunaan anggaran, hingga praktik politik yang dinilai elitis menambah rasa keterasingan masyarakat terhadap pemimpin mereka.

    Namun, menyampaikan aspirasi dengan cara membakar gedung atau menjarah fasilitas publik jelas bukan jalan keluar. Kekerasan hanya memperlebar jarak, memicu distrust, dan menghambat solusi substantif yang justru diharapkan dari sebuah aksi demokrasi.

    Belajar dari kegagalan komunikasi

    Peristiwa ini juga mengungkap kelemahan komunikasi politik. Tidak adanya ruang dialog antara perwakilan massa dengan anggota dewan pada hari kejadian memperburuk situasi. Massa yang merasa diabaikan memilih mengekspresikan kekecewaan lewat tindakan destruktif. Padahal, dialog adalah kunci demokrasi.

    Ketiadaan jembatan komunikasi yang efektif antara pengunjuk rasa dan lembaga politik adalah alarm keras. Demokrasi yang sehat membutuhkan saluran partisipasi yang terbuka, responsif, dan transparan. Kapan pun aspirasi rakyat diabaikan, celah bagi provokasi akan terbuka lebar.

    Langkah-langkah pemulihan pascaperistiwa ini tidak cukup berhenti pada penegakan hukum terhadap pelaku. Lebih jauh, ada pekerjaan rumah besar untuk memastikan NTB tetap kondusif dan tidak kembali terjerumus ke dalam lingkaran kekerasan.

    Pertama, memperkuat saluran dialogis. Lembaga legislatif dan eksekutif perlu membuka ruang komunikasi reguler dengan mahasiswa, organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok kritis. Kehadiran pemimpin di tengah massa bukan sekadar simbolik, tetapi menjadi sarana membangun kepercayaan.

    Kedua, mengembalikan politik pada fungsinya. DPRD sebagai representasi rakyat tidak boleh terjebak dalam permainan kepentingan kelompok. Transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas harus dikedepankan. Tanpa itu, jarak dengan rakyat akan makin melebar.

    Ketiga, memperkuat ketahanan sosial. Kesenjangan ekonomi yang memicu kecemburuan sosial perlu diatasi dengan kebijakan afirmatif. Pembangunan tidak boleh hanya dirasakan oleh segelintir pihak, tetapi harus menjangkau kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan.

    Keempat, menjaga profesionalisme aparat. Polisi dan TNI dituntut untuk bersikap adil, tegas, dan humanis. Tindakan represif hanya akan memperkeruh suasana. Sebaliknya, pendekatan persuasif berbasis dialog akan memperkuat legitimasi aparat di mata masyarakat.

    Kelima, membangun kesadaran kolektif. NTB harus dipahami sebagai rumah bersama yang wajib dijaga. Anarkisme bukan wajah asli masyarakat NTB yang dikenal santun dan beradab. Kesadaran ini perlu ditanamkan sejak dini, termasuk melalui pendidikan politik di sekolah dan perguruan tinggi.

    Demokrasi yang beradab

    Peristiwa di DPRD NTB harus menjadi bahan refleksi kolektif. Demokrasi tanpa etika hanyalah jalan pintas menuju kehancuran. Aksi unjuk rasa adalah hak konstitusional, tetapi harus dijalankan dengan tertib, damai, dan bermartabat.

    Sebaliknya, elit politik harus mengingat bahwa amanah yang mereka emban bukanlah hak istimewa, melainkan kewajiban melayani rakyat. Jika demokrasi hanya diperlakukan sebagai arena perebutan kursi, rakyat akan kehilangan kepercayaan, dan aksi-aksi jalanan akan terus menjadi pilihan, bahkan dalam bentuk yang keliru.

    Mataram 2000 telah mengajarkan pahitnya konflik. DPRD NTB 2025 kini memberi alarm baru. Kita tidak boleh lagi mengulang kesalahan yang sama. Kondusivitas adalah syarat mutlak bagi pembangunan. Tanpa stabilitas, kesejahteraan hanya akan menjadi janji kosong.

    Api yang melahap Gedung DPRD NTB adalah simbol amarah. Tetapi, dari bara itu kita bisa belajar untuk menyalakan cahaya baru yakni cahaya persatuan, cahaya kedewasaan politik, dan cahaya demokrasi yang lebih sehat.

    Solusi sejati terletak pada keberanian semua pihak untuk berubah, rakyat menyampaikan aspirasi dengan santun, aparat mengawal dengan humanis, dan elit politik kembali pada mandat rakyat.

    Dengan cara itu, NTB bukan hanya selamat dari bara anarkisme, tetapi juga mampu menyalakan harapan baru bagi demokrasi yang beradab dan pembangunan yang berkelanjutan.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Usai Kerusuhan, Polisi Amankan 4 Pemuda Berulah di Depan DPRD Kota Madiun

    Usai Kerusuhan, Polisi Amankan 4 Pemuda Berulah di Depan DPRD Kota Madiun

    Madiun (beritajatim.com) – Polres Madiun Kota mengamankan empat pemuda yang melakukan aksi provokatif di depan Gedung DPRD Kota Madiun pada Sabtu (30/8/2025). Penindakan dilakukan tim patroli gabungan Polres Madiun Kota bersama personel Batalyon C Brimob Polda Jatim sebagai upaya antisipasi pasca kerusuhan dan perusakan kantor DPRD pada unjuk rasa sebelumnya.

    Dari hasil patroli, tiga pemuda kedapatan melakukan aksi geber-geber sepeda motor, sementara seorang lainnya membawa karet ban yang diduga akan digunakan untuk dibakar. Polisi menilai tindakan itu berpotensi memicu provokasi lanjutan dan mengganggu stabilitas keamanan di Kota Madiun.

    Kasi Humas Polres Madiun Kota, Iptu Ubaidilah, membenarkan pengamanan tersebut. “Benar, tim patroli gabungan mengamankan empat orang pelaku di depan Gedung DPRD. Dua di antaranya masih berstatus di bawah umur,” ujarnya, Senin (1/9/2025).

    Keempat pemuda itu kini sudah dimintai keterangan oleh Satreskrim Polres Madiun Kota. Mereka juga menjalani pembinaan dengan menghadirkan orang tua, guru sekolah, serta pihak kelurahan atau desa masing-masing yang didampingi Bhabinkamtibmas.

    Menurut Iptu Ubaidilah, langkah tersebut merupakan bagian dari pencegahan agar kericuhan tidak terulang. Ia turut menyampaikan pesan Kapolres Madiun Kota, AKBP Wiwin Juniato Supriyadi, S.I.K., yang mengajak masyarakat menjaga ketertiban bersama.

    “Mari kita jaga keamanan dan ketertiban demi terciptanya situasi yang aman, damai, dan kondusif di Kota Madiun,” tegasnya. [rbr/beq]

  • Kapolda Sulsel soal Kebakaran Kantor DPRD Kota Makassar: Potensial Tersangka Sudah Ada

    Kapolda Sulsel soal Kebakaran Kantor DPRD Kota Makassar: Potensial Tersangka Sudah Ada

    Rusdi juga mengingatkan masyarakat agar tetap menjaga kondusifitas.

    Ia menegaskan, penyampaian pendapat adalah hak konstitusional warga, namun harus dilakukan sesuai aturan.

    Rusdi menambahkan, pihaknya bersama TNI telah mengerahkan 1.323 personel untuk menjaga keamanan di Kota Makassar pasca kerusuhan.

    Setelah olah TKP di DPRD Kota Makassar selesai, polisi akan melanjutkan penyelidikan ke gedung DPRD Provinsi Sulsel yang juga ikut terbakar.

    “Silakan berdemonstrasi, menyampaikan aspirasi, tapi dengan cara tertib, damai, dan tidak merugikan orang lain. Jangan sampai kebebasan itu melanggar hukum,” katanya.

  • Airlangga Ajak Heningkan Cipta untuk Korban Unjuk Rasa di BEI

    Airlangga Ajak Heningkan Cipta untuk Korban Unjuk Rasa di BEI

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan belasungkawa mendalam kepada para korban yang meninggal dunia akibat dinamika sosial dan politik pada akhir pekan lalu. Hal ini ia sampaikan dalam Konferensi Pers Stabilitas Pasar Modal Indonesia di Main Hall BEI, Jakarta, Senin (1/9/2025).

    “Pertama, saya selaku pribadi dan dari Kementerian Perekonomian menyampaikan dukacita mendalam bagi para korban dan keluarga yang terkena dampak dari dinamika sosial dan politik yang terjadi di akhir pekan lalu,” kata Airlangga.

    “Dan secara khusus kami ucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya untuk keluarga almarhum yang tercatat sejauh ini,” tambahnya.

    Dalam kesempatan itu, ia juga menyebut sejumlah nama korban yang meninggal dunia, di antaranya almarhum Affa Kurniawan (pengemudi ojek online), Sarinawati (Staf Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Makassar), Saiful Akbar (Kepala Seksi Kesra Kecamatan Ujung Tanah), Budi Haryadi (Anggota Satpol PP Makassar), Rusdamdiansyah, Sumari, dan Rheza Sendy Pratama.

    Setelah menyebutkan nama-nama korban, Airlangga mengajak seluruh pihak yang hadir dalam acara tersebut untuk mengheningkan cipta dan mendoakan mereka.

    “Untuk itu marilah kita sama-sama mengheningkan cipta, dan bagi yang beragama Islam mari kita bacakan Al-Fatihah,” ucapnya.

    Airlangga menegaskan peristiwa ini menjadi pukulan berat bagi kehidupan bangsa Indonesia yang saat ini tengah berjuang membangun perekonomian yang kokoh.

    “Peristiwa ini tentu merupakan pukulan berat bagi bangsa di tengah upaya membangun ekonomi yang kokoh dan berdaulat,” kata Airlangga.

    (rrd/rrd)

  • Fraksi PDIP DPRD Magetan: Jaga Demokrasi, Awasi Anggaran dan Aspirasi Warga

    Fraksi PDIP DPRD Magetan: Jaga Demokrasi, Awasi Anggaran dan Aspirasi Warga

    Magetan (beritajatim.com) – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Magetan, Suyono Willing, menegaskan komitmen fraksinya untuk memperkuat demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas publik di tengah dinamika politik nasional yang belakangan memicu gelombang protes masyarakat.

    Menurutnya, isu kesejahteraan pejabat, tekanan ekonomi, dan tata kelola pemerintahan yang dipertanyakan publik harus menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan.

    “Kami melihat peristiwa ini sebagai pengingat agar semua pihak kembali menegakkan akuntabilitas, perlindungan hak-hak warga, serta ruang kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi,” ujar Suyono, Minggu (31/8/2025).

    Ia juga menyoroti langkah pemerintah pusat yang mulai memperketat fasilitas anggota parlemen sebagai bentuk koreksi. Kebijakan tersebut, kata Suyono, harus benar-benar dikawal agar tidak berhenti pada wacana, melainkan mampu mengembalikan kepercayaan publik.

    Empat Langkah Fraksi PDI Perjuangan Magetan

    1. Penguatan Pengawasan Anggaran dan Fasilitas Pejabat
    Fraksi akan mendorong penertiban pos belanja non-prioritas, terutama fasilitas yang tidak mendesak, agar dialihkan untuk kepentingan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Rapat evaluatif dengan TAPD maupun OPD akan digelar guna memastikan disiplin fiskal serta menindaklanjuti kebijakan rasionalisasi fasilitas pejabat.

    2. Menjaga Kebebasan Pers dan Akses Informasi Publik
    FPDIP Magetan menekankan agar pembahasan RUU Penyiaran tidak mengancam kebebasan pers, khususnya jurnalisme investigatif yang berfungsi mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Fraksi berencana mengadakan Public Hearing di Magetan bersama insan pers, komunitas kreator, perguruan tinggi, dan ormas untuk menghimpun aspirasi lokal.

    3. Menjamin Ruang Aspirasi dan Pendekatan Humanis Aparat
    Fraksi menegaskan hak konstitusional warga dalam menyampaikan pendapat secara damai. Aparat penegak hukum didorong mengedepankan dialog, transparansi, dan profesionalitas agar potensi gesekan tidak berujung pada kekerasan. “Aparat harus hadir sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, bukan dianggap sebagai lawan,” tegas Suyono.

    4. Komitmen Keterbukaan dan Partisipasi Publik
    FPDIP Magetan mendukung penuh keterlibatan masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintahan maupun DPRD. Fraksi membuka ruang masukan agar aspirasi warga dapat langsung terhubung dengan pengambilan kebijakan di tingkat daerah.

    “Demokrasi harus dirawat dengan keberanian untuk terbuka, dikritik, dan diperbaiki. Fraksi PDI Perjuangan DPRD Magetan berdiri di garis depan untuk memastikan anggaran berpihak pada rakyat, pers bebas bekerja, dan suara warga tertampung tanpa sekat. Kami mengundang seluruh masyarakat Magetan untuk aktif mengawasi, memberi masukan, dan bersama-sama membangun tata kelola yang jujur, adil, dan efektif,” pungkas Suyono Willing. [fiq/ted]

  • Pesan Gubernur Jelang Adanya Info Demo di DPRD Lampung Hari Ini: Kami Dukung

    Pesan Gubernur Jelang Adanya Info Demo di DPRD Lampung Hari Ini: Kami Dukung

    Sementara itu, Panglima Kodam XXI/Radin Inten, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, mengingatkan pentingnya menjaga ketertiban dalam berdemokrasi.

    “Mari bersama-sama menjaga kondusifitas. Damai itu indah, kita boleh menyuarakan demokrasi tanpa harus anarkis dan menimbulkan korban,” ucap dia.

    Kristomei menegaskan, masyarakat Lampung dikenal tidak mudah terprovokasi untuk membuat kerusuhan.

    “Saya yakin, bukan sifat masyarakat Lampung untuk membuat keonaran, membakar, atau merusak. Justru kita harus menjaga pembangunan tetap berjalan,” tuturnya.

    Di sisi lain, Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika mengimbau agar demonstrasi berlangsung damai dan tidak mengganggu ketertiban umum.

    “Saya minta masyarakat yang akan melakukan aksi unjuk rasa berlangsung tertib dan damai serta hindari provokasi maupun aksi anarkis,” kata Helmy.

    Helmy menegaskan, penyampaian pendapat di muka umum adalah hak warga negara yang dijamin undang-undang. Namun, dia mengingatkan bahwa kebebasan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab.

    “Silakan sampaikan aspirasi, itu hak yang dijamin konstitusi. Tapi mari kita lakukan dengan cara-cara yang tertib, damai, dan tidak menimbulkan keresahan,” jelas dia.