Kementrian Lembaga: DPRD

  • JDIH Gresik Hadirkan Fitur AI, Akses Produk Hukum Kini Lebih Mudah dan Cepat

    JDIH Gresik Hadirkan Fitur AI, Akses Produk Hukum Kini Lebih Mudah dan Cepat

    Gresik (beritajatim.com) — Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) menjadi salah satu sumber resmi yang banyak dicari masyarakat untuk mengetahui berbagai produk hukum pemerintah, mulai dari undang-undang, peraturan daerah, peraturan kepala daerah, hingga keputusan penting lainnya. Namun, tidak sedikit warga yang masih belum mengetahui cara mengakses layanan ini.

    Guna mendorong warga melek hukum, Pemda Gresik lebih intensif lagi melakukan sosialisasi mengenai seputar produk hukum lewat platform digital supaya bisa diakses secara luas.

    “Dokumentasi hukum wajib diketahui masyarakat secara masif. Itu merupakan salah satu tugas kami, memberikan informasi yang benar dan mudah dijangkau,” ujar Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Gresik, M. Rum Pramudya, Kamis (11/12/2025).

    Ia menjelaskan saat ini ada sejumlah fitur baru yang bisa diakses melalui kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) di dalam JDIH Gresik. Baik itu mengakses KUHP Asisten, Policy Briefing, Pos Bantuan Hukum Desa/Kelurahan, serta Lexapedia, dan berbagai inovasi lainnya.

    “Dengan fitur-fitur ini diharapkan mampu membantu masyarakat memahami produk hukum dengan lebih cepat dan efisien,” paparnya.

    Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Gresik, Khoirul Huda, menuturkan pentingnya sinkronisasi antara Perda dan Peraturan Bupati (Perbup). Politisi PPP ini mengungkapkan bahwa sejak 1974 hingga 2025 terdapat 530 Perda yang perlu ditinjau, diperbarui, atau bahkan dicabut karena sudah tidak relevan.

    “Banyak Perda yang sudah berubah substansinya, tetapi belum dilakukan perubahan atau pencabutan. Ini menjadi PR besar bagi kami dengan Bagian Hukum,” tuturnya.

    Menurut Huda, beberapa Perda yang dibutuhkan masyarakat tidak dapat berjalan optimal karena Perbup sebagai aturan teknis belum diterbitkan. Kondisi ini menurutnya menjadi tantangan dalam tata kelola produk hukum daerah.

    “Keberadaan JDIH penting bagi pemerintah desa terkait menyusun perdes yang memiliki peran penting dalam administrasi dan layanan masyarakat tingkat desa,” urainya.

    Biro Hukum Provinsi Jawa Timur, Intan Isna Hidayatullah, menambahkan bahwa JDIH merupakan wadah untuk menghimpun dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan. Seluruh sistem JDIH nasional terhubung dengan satu data yang dikoordinasikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM.

    “JDIH hadir agar masyarakat memperoleh pelayanan informasi hukum yang lengkap, akurat, mudah, dan cepat. Semua instansi pemerintah memiliki JDIH yang terintegrasi secara nasional,” pungkasnya. (dny/kun)

  • DPRD Jember Ingin APBD Diunggah Lengkap di Situs Pemda

    DPRD Jember Ingin APBD Diunggah Lengkap di Situs Pemda

    Jember (beritajatim.com) – Komisi B DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, ingin Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) diunggah lengkap di situs resmi pemerintah daerah setempat.

    Keinginan ini muncul setelah mengunjungi Command Center Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, untuk melakukan studi tiru, Kamis (11/12/2025). Berdasarkan penjelasan dari Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Bandung, APBD bisa diakses publik di situs bandung.go.id yang merupakan bagian dari Command Center.

    “Jadi masyarakat Kota Bandung tahu penggunaan atau pengalokasian anggaran dari masing-masing dinas ini seperti apa,” kata Wahyu Prayudi Nugroho, anggota Komisi B, di sela-sela kunjungan.

    Situs PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) di situs jemberkab.go.d memang mengunggah Peraturan Daerah tentang APBD sejak 2021. Namun berbeda dengan situs resmi Pemkot Bandung yang mengunggah semua lampiran APBD, Pemkab Jember hanya mengunggah lampiran pertama yang berisi ringkasan APBD yang diklasifikasikan menurut kelompok dan jenis pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

    Nugroho meminta Pemkab Jember mengunggah lengkap isi buku APBD untuk menepis syak wasangka masyarakat. “Jadi mereka bisa langsung mengakses atau mengunduh APBD dari situs resmi tanpa perlu repot mencari,” katanya.

    Hal senada dilontarkan Ketua Komisi B Candra Ary Fianto. “Jadi masyarakat bisa langsung mengawasi proses penganggaran APBD dan pelaksanaan yang didanai APBD. Kami excited, karena ada transparansi publik terhadap dana APBD,” katanya. [wir]

  • Ungkap Modus Korupsi Ardito Wijaya, KPK: Pemenang Proyek Diatur Timses

    Ungkap Modus Korupsi Ardito Wijaya, KPK: Pemenang Proyek Diatur Timses

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus korupsi Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, dalam kasus suap dan gratifikasi proyek pengadaan barang dan jasa (PBJ). Ardito disebut sengaja mengatur agar pemenang proyek adalah perusahaan milik keluarga atau tim suksesnya saat Pilkada 2024.

    Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, menjelaskan setelah resmi menjabat Bupati Lampung Tengah, Ardito memerintahkan anggota DPRD Lampung Tengah, Riki Hendra Saputra, untuk mengatur pemenang berbagai proyek di sejumlah SKPD. Pengaturan dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung di e-Katalog.

    “Penyedia barang dan jasa yang harus dimenangkan merupakan perusahaan milik keluarga atau tim pemenangan AW saat mencalonkan diri sebagai bupati Lampung Tengah periode 2025-2030,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).

    Ardito juga menetapkan fee 15-20% dari setiap proyek yang digarap di lingkungan Pemkab Lampung Tengah. Selama periode Februari hingga November 2025, ia menerima suap sebesar Rp 5,25 miliar dari berbagai rekanan. Uang tersebut dikirim melalui adik kandungnya, Ranu Prasetyo.

    Tidak hanya itu, Ardito juga menerima fee Rp 500 juta dari proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di Dinas Kesehatan Lampung Tengah. Dengan demikian, total uang suap dan gratifikasi yang diterimanya mencapai Rp 5,75 miliar.

    “Total aliran dana yang diterima AW sekitar Rp 5,75 miliar. Dana itu diduga digunakan untuk operasional bupati senilai Rp 500 juta dan melunasi pinjaman bank terkait kebutuhan kampanye 2024 sebesar Rp 5,25 miliar,” jelas Mungki.

    KPK menetapkan Ardito Wijaya bersama empat orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah adik Ardito, Ranu Hari Prasetyo, anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra,  Plt Kepala Bapenda Lampung Tengah sekaligus kerabat bupati, Anton Wibowo, Direktur PT Elkaka Mandiri Mohamad Lukman Sjamsuri.

    Untuk tahap awal, para tersangka ditahan selama 20 hari hingga 29 Desember 2025. Ardito, Ranu, dan Anton ditahan di Rutan KPK Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, sedangkan Riki dan Lukman ditempatkan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih.

    Ardito, Anton, Riki, dan Ranu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Lukman dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Kasus ini menegaskan kembali komitmen KPK dalam memberantas praktik korupsi yang melibatkan pejabat daerah serta mengungkap penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan proyek pemerintah.

  • KPK Sita Rp193 Juta dan 850 gram Emas saat OTT Bupati Lampung Tengah

    KPK Sita Rp193 Juta dan 850 gram Emas saat OTT Bupati Lampung Tengah

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang dalam bentuk rupiah senilai Rp193 juta dan 850 gram saat menggelar operasi tangkap tangan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah.

    Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, mengatakan penyitaan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan suap pengkondisian proyek pengadaan barang dan jasa (PBJ) di Pemkab Lampung Tengah. 

    “Dengan rincian Rp135 juta diamankan dari kediaman pribadi AW [Ardito Wijaya, Bupati Lampung Tengah] dan Rp58 juta diamankan dari rumah RNP [Ranu Hari Prasetyo, adik Ardito]. Logam mulia seberat 850 gram yang diamankan dari kediaman RNP,” kata Mungki, Kamis (11/12/2025).

    Penyitaan juga sebagai barang bukti atas kasus tersebut. Ardito meminta Riki, Anggota DPRD Lampung Tengah untuk memenangkan vendor untuk menangani (PBJ) melalui mekanisme penunjukan langsung di e-katalog.

    Ironinya pengkondisian berlangsung setelah Ardito dilantik sebagai Bupati. Dia sudah mengatur vendor yang mengerjakan proyek PBJ itu, yakni perusahaan milik keluarga atau tim kampanye dirinya saat bertarung di Pilkada 2024.

    Dari pengkondisian itu, dia mendapatkan fee Rp5,25 miliar. Tak hanya itu, pada proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan setempat, dia juga mendapatkan fee Rp500 dari Direktur PT Elkaka Mandiri (PT EM) karena telah memenangkan perusahaan itu untuk menjalankan 3 paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek Rp3,15 miliar.

    “Sehingga total aliran uang yang diterima AW mencapai kurang lebih Rp5,75 miliar, yang diantaranya diduga digunakan untuk Dana operasional Bupati sebesar Rp500 juta dan Pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye di tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar,” ungkap Mungki.

    Dalam perkara ini KPK menetapkan 5 tersangka yakni:

    1. Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya 

    2. Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah

    3. Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito

    4. Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah

    6. Mohamad Lukman selaku pihak swasta yaitu Direktur PT Elkaka Mandiri.

  • Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Bayar Utang Kampanye Rp5,25 M dari Uang Suap

    Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Bayar Utang Kampanye Rp5,25 M dari Uang Suap

    Bisnis.com, JAKARTA — Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya (AW) membayar utang kampanye 2024 senilai Rp5,25 miliar menggunakan uang suap setelah dirinya menjabat. 

    Hal itu terungkap setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dan memeriksa 5 orang yang saat ini sudah ditetapkan tersangka, serta ditahan.

    Uang tersebut berasal dari pengadaan proyek pengadaan barang dan jasa. Ardito meminta fee sebesar 15%-20% dari sejumlah proyek di Pemkab Lampung Tengah. Anggaran tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, hingga program prioritas daerah.

    Dari pengkondisian tersebut, Ardito memperoleh Rp5,25 miliar pada periode Februari-November 2025 yang diberikan oleh sejumlah rekanan. 

    Ardito juga mengkondisikan pengadaan jasa alat kesehatan di Dinas Kesehatan melalui Anton, Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah dengan merencanakan penunjukan vendor pengadaan barang tersebut. 

    Perusahaan yang sudah direncanakan dan ditetapkan pemenang adalah PT Elkaka Mandiri, memperoleh 3 paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek Rp3,15 miliar.

    Dari pengadaan tersebut, Ardito diduga mendapat fee Rp500 juta dari Mohamad Lukman. Sehingga total uang yang diterima Ardito senilai Rp5,75 miliar.

    “Sehingga total aliran uang yang diterima AW mencapai kurang lebih Rp5,75 miliar, yang diantaranya diduga digunakan untuk Dana operasional Bupati sebesar Rp500 juta dan Pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye di tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar,” kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, Kamis (11/12/2025).

    Riki dan Mohamad Lukman ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara, Ardito, Ranu, dan Anton ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK.

    KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak tanggal 10 sampai dengan 29 Desember 2025.

    Dalam perkara ini lembaga antirasuah menahan dan menetapkan 5 tersangka yakni:

    1. Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya 

    2. Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah

    3. Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito

    4. Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah

    5. Mohamad Lukman selaku pihak swasta yaitu Direktur PT Elkaka Mandiri.

  • KPK: Bupati Lampung Tengah Pakai Suap untuk Lunasi Utang Kampanye

    KPK: Bupati Lampung Tengah Pakai Suap untuk Lunasi Utang Kampanye

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik korupsi Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, yang menggunakan uang suap dan gratifikasi dari proyek pengadaan barang dan jasa untuk membayar utang kampanye Pilkada 2024. Jumlah dana yang dipakai untuk melunasi pinjaman bank mencapai Rp 5,25 miliar.

    Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungky Hadipratikto menyatakan uang hasil korupsi tersebut sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan pribadi Ardito, termasuk penyelesaian utang biaya politik.

    “Diduga digunakan untuk pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye pada 2024 sebesar Rp 5,25 miliar,” ujar Mungky dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).

    Menurut KPK, jumlah uang suap dan gratifikasi yang diterima Ardito sepanjang Februari hingga November 2025 mencapai Rp 5,75 miliar. Selain untuk melunasi utang kampanye, sebagian dana disinyalir dipakai untuk menunjang operasional dirinya sebagai bupati.

    “Dana operasional bupati sebesar Rp 500 juta,” jelas Mungky.

    Modus korupsi Ardito dilakukan dengan mematok fee proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah sebesar 15-20 persen. Uang tersebut dihimpun dari berbagai rekanan pemerintah daerah yang terlibat dalam proyek pembangunan.

    Fee sebesar Rp 5,25 miliar diterima melalui adiknya, Ranu Prasetyo, yang berperan sebagai perantara. Selain itu, Ardito juga mendapatkan Rp 500 juta dari proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Lampung Tengah. Dengan demikian, total penerimaan suap mencapai Rp 5,75 miliar.

    Dalam kasus ini, KPK menetapkan lima tersangka, yakni Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS), adik bupati Lampung Tengah Ranu Hari Prasetyo (RHP), Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah Anton Wibowo (ANW), dan Direktur PT Elkaka Mandiri Mohamad Lukman Samsuri (MLS).

    Mungky menyebut seluruh tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama, mulai 10 hingga 29 Desember 2025. Penahanan dilakukan di dua lokasi berbeda.

    “RHS dan MLS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara itu, tersangka AW, RNP, dan ANW ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK,” ungkapnya.

    KPK menegaskan penyidikan akan terus berlanjut, termasuk menelusuri aliran uang dan potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi yang menyeret kepala daerah aktif tersebut.

  • KPK OTT Bupati Lampung Tengah, Mendagri: Warning untuk Kepala Daerah!

    KPK OTT Bupati Lampung Tengah, Mendagri: Warning untuk Kepala Daerah!

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan penangkapan terhadap Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjadi peringatan bagi kepala daerah lain untuk terus menjunjung tinggi integritas.

    “Saya kira OTT ini juga menjadi warning lagi, bagi teman-teman kepala daerah,” kata Tito kepada wartawan di Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Kamis (11/12/2025).

    Tito juga menyayangkan masih adanya kepala daerah yang ditangkap oleh aparat penegak hukum karena kasus korupsi, meski sudah mendapatkan pembekalan pada retret kepala daerah.

    “Saya perhatikan baru satu tahun, sudah berapa yang kena OTT? termasuk ada yang gubernur. Padahal sudah pernah retret, kita ditanamkan wawasan kebangsaan,” ujarnya dikutip dari Antara.

    Mendagri juga menyebut penangkapan terhadap Ardito Wijaya akan menjadi salah satu bahan evaluasi dalam sistem rekrutmen kepala daerah.

    Saat ditanya soal pemilihan kepala daerah secara langsung maupun tidak langsung, Mendagri mengatakan keduanya bisa dilakukan asalkan tetap dilaksanakan secara demokratis.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya (AW) dan adiknya Ranu Hari Prasetyo (RNP) bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka.

    Adapun, kasus yang menjerat kelimanya terkait dugaan penerimaan hadiah dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah 2025.

    Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto mengungkapkan lembaga antirasuah menetapkan kelimanya sebagai tersangka setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 9-10 Desember 2025.

    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk AW selaku bupati Lampung Tengah periode 2025-2030, dan RNP selaku adik bupati Lampung Tengah,” ujar Mungki di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.

    Sementara itu, Mungki mengatakan tiga orang tersangka lainnya, yaitu anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS), Plt. Kepala Bapenda Lampung Tengah Anton Wibowo (ANW), serta Direktur PT Elkaka Putra Mandiri Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS).

  • KPK: Bupati Lampung Tengah Pakai Suap untuk Lunasi Utang Kampanye

    KPK: Bupati Lampung Tengah Terima Suap Rp 5,75 Miliar

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya sebagai tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Tengah. KPK menduga total uang yang diterima Ardito mencapai Rp 5,75 miliar.

    Selain Ardito Wijaya, empat orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Riki Hendra Saputra (RHS), anggota DPRD Lampung Tengah; Ranu Hari Prasetyo (RHP), adik bupati Lampung Tengah; Anton Wibowo (ANW), plt kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah; serta Mohamad Lukman Samsuri (MLS), direktur PT Elkaka Mandiri.

    “Jumlah aliran uang yang diterima AW mencapai kurang lebih Rp 5,75 miliar,” ujar Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungky Hadipratikto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).

    Mungky menjelaskan, uang tersebut diterima Ardito dari fee yang dipatok pada setiap proyek pengadaan barang dan jasa, sebesar 15-20 persen. Berdasarkan temuan KPK, rekanan yang dimenangkan dalam proyek-proyek tersebut memiliki keterkaitan dengan keluarga Ardito maupun bagian dari tim pemenangannya saat Pilkada Lampung Tengah periode 2025-2030.

    “Dalam pelaksanaan pengkondisian tersebut, AW meminta RHS untuk berkoordinasi dengan ANW dan ISW selaku sekretaris Bapenda yang selanjutnya akan berhubungan dengan para SKPD guna pengaturan pemenang PBJ,” jelas Mungky.

    Dari pengaturan itu, Ardito diduga menerima fee sekitar Rp 5,25 miliar dari sejumlah penyedia barang dan jasa melalui adiknya, Ranu Hari Prasetyo, selama Februari hingga November 2025.

    KPK juga menemukan pengaturan proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di Dinas Kesehatan Lampung Tengah. Dalam proyek tersebut, Ardito memerintahkan Anton Wibowo, yang merupakan kerabatnya, untuk mengatur pemenang pengadaan. Anton kemudian berkoordinasi dengan pihak internal Dinkes agar PT Elkaka Mandiri memenangkan tiga paket pengadaan alkes dengan total nilai Rp 3,15 miliar.

    “Atas pengkondisian tersebut, AW diduga menerima fee sebesar Rp 500 juta dari saudara MLS selaku pihak swasta, yaitu direktur PT EM melalui perantara ANW,” kata Mungky.

    Menurut KPK, uang yang diterima Ardito digunakan untuk kepentingan pribadi, antara lain dana operasional bupati sebesar Rp 500 juta dan pelunasan pinjaman bank terkait kebutuhan kampanye pada 2024 senilai Rp 5,25 miliar.

    Atas perbuatannya, Ardito Wijaya, Anton Wibowo, Riki Hendra Saputra, dan Ranu Hari Prasetyo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara itu, Mohamad Lukman Samsuri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK: Bupati Lampung Tengah Pakai Suap untuk Lunasi Utang Kampanye

    KPK Tahan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Seusai OTT

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima orang tersangka setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Lampung Tengah pada Rabu (10/12/2025). Salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, yang langsung ditahan bersama empat tersangka lain.

    “Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan ditemukan unsur dugaan peristiwa pidananya, maka perkara ini naik ke tahap penyidikan. Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka,” ujar Pelaksana Harian (Plh)  Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungky Hadipratikto, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).

    Selain Ardito Wijaya (AW), empat tersangka lain ialah anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS), adik Bupati Ardito, Ranu Hari Prasetyo (RNP), Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat bupati, Anton Wibowo (ANW), dan pihak swasta Direktur PT Elkaka Mandiri Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS).

    Mungky memastikan kelima tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung 10-29 Desember 2025. Namun, penahanan dilakukan di lokasi berbeda. “RHS dan MLS ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Sementara AW, RNP, dan ANW ditahan di Rutan KPK Gedung ACLC,” ujarnya.

    Kasus ini merupakan dugaan suap terkait proyek di Lampung Tengah. Menurut penyidik, Ardito Wijaya diduga mematok fee 15% hingga 20% dari setiap proyek untuk memperkaya diri.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Untuk AW, ANW, RHS, dan RHP selaku penerima suap, KPK menerapkan Pasal 12 huruf a, 12 huruf b, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara MLS selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU yang sama, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Dengan penetapan tersangka dan penahanan ini, KPK memastikan penyidikan berjalan intensif untuk mengungkap aliran dana serta pihak lain yang diduga terlibat dalam praktik suap proyek di Kabupaten Lampung Tengah.

  • KPK Tahan Bupati Lampung Tengah, Terima Uang Rp5,75 miliar terkait Suap Proyek

    KPK Tahan Bupati Lampung Tengah, Terima Uang Rp5,75 miliar terkait Suap Proyek

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.

    Selain Ardito, KPK juga menahan dan menetapkan tersangka Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah, Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito, Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah, Mohamad Lukman selaku pihak swasta yaitu Direktur PT Elkaka Mandiri.

    “KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak tanggal 10 sampai dengan 29 Desember 2025,” kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, Kamis (11/12/2025).

    Ardito meminta fee sebesar 15%-20% dari sejumlah proyek di Pemkab Lampung Tengah. Anggaran tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, hingga program prioritas daerah.

    Ardito melakukan pengkondisian sejak dirinya dilantik menjadi bupati. Dia memerintahkan Riki untuk mengatur Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), di mana perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut merupakan milik keluarga Ardito.

    Ardito meminta Riki berkoordinasi dengan Anton dan Iswantoro selaku Sekretaris Bapenda yang selanjutnya akan berhubungan dengan para SKPD untuk pengaturan pemenang PBJ.

    Ardito memperoleh Rp5,25 miliar pada periode Februari-November 2025 yang diberikan oleh sejumlah rekanan melalui Riki dan Ranu.

    Ardito juga mengkondisikan pengadaan jasa alat kesehatan di Dinas Kesehatan melalui Anton dengan memenangkan vendor pengadaan barang tersebut. Alhasil, PT Elkaka Mandiri dimenangkan memperoleh 3 paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek Rp3,15 miliar.

    Dari pengadaan tersebut, Ardito diduga mendapat fee Rp500, juta dari Mohamad Lukman. Sehingga total uang yang diterima Ardito senilai Rp5,75 miliar.

    Riki dan Mohamad Lukman ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara, Ardito, Ranu, dan Anton ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK.

    Atas perbuatannya, terhadap Ardito, Anton, Riki, dan dan Ranu selaku pihak penerima, disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

    diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara Mohamad Lukman selaku pihak pemberi, disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.