Kementrian Lembaga: DPRD

  • Guru dan Wali Murid di Bandung Desak Dedi Mulyadi Alihkan Uang MBG untuk Orang Tua

    Guru dan Wali Murid di Bandung Desak Dedi Mulyadi Alihkan Uang MBG untuk Orang Tua

    Liputan6.com, Jakarta Guru dan orang tua siswa yang tergabung dalam Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jawa Barat dan Forum Aksi Guru Indonesia (Fagi) mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi makan bergizi gratis (MBG) secara menyeluruh. Hal itu menyusul maraknya kasus keracunan akibat makanan tersebut.

    Ketua Fortusis Jawa Barat Dwi Soebanto mengatakan, sejumlah kasus keracunan terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Bogor, Cianjur, Garut, Sumedang, Tasikmalaya, Sukabumi, hingga Kota Bandung, Cimahi dan Cirebon. Menurutnya, penyelenggaraan MBG saat ini menghadapi masalah serius.

    “Kami sebagai orang tua sangat khawatir dengan keselamatan anak-anak di sekolah. Menyimak maraknya keracunan MBG di Jawa Barat, kami mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut penyebabnya secara tuntas,” kata Dwi Soebanto di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Senin (29/09/2025).

    Dia mengatakan, Gubernur Jawa Barat seharusnya menghentikan sementara program MBG demi keselamatan para siswa. Menurutnya, untuk sementara ini alokasi dana MBG sebaiknya diberikan langsung kepada orang tua dengan pengawasan pihak sekolah.

    “Memohon kepada Gubernur Jawa Barat agar menghentikan sementara MBG dan untuk sementara mengalihkan uang MBG kepada orang tua siswa dengan pengawasan pihak sekolah,” ucap Dwi.

    Fortusis juga mengecam mengenai adanya kebijakan yang mewajibkan guru mencicipi makanan MBG sebelum diberikan kepada siswa. Kebijakan itu dinilai membahayakan dan di luar kewenangan guru.

    “Protes keras terhadap pejabat yang menginstruksikan kepada guru untuk mencicipi MBG oleh guru terlebih dahulu sebelum dimakan oleh siswa sehingga terjadi keracunan seorang guru SD di Kabupaten Cianjur. Guru tidak punya kewenangan bertindak sebagai test food,” kata dia.

    Dia berharap, program MBG lebih tetap sasaran seperti diberikan kepada siswa dari keluarga yang kurang mampu. Dengan begitu, anggaran tersebut bisa tetap melindungi hak anak dari keluarga miskin serta tidak membebani pemerintah.

    “Merekomendasikan MBG hanya di berikan kepada siswa dari kalangan keluarga tidak mampu karena siswa dari kalangan mampu sudah cukup pemberian gizi dari keluarga mereka, sehingga tidak terlalu membebankan anggaran kepada pemerintah dan tidak menggangu/mengambil dari alokasi anggaran pendidikan,” ujar Dwi.

    Dia menambahkan, Fortusis juga mendorong agar ke depan pengelolaan MBG bisa melibatkan kantin sekolah atau warung nasi di sekitar sekolah. Menurut mereka, langkah ini bisa sekaligus membantu perekonomian masyarakat kecil.

    “Merekomendasikan ke depan MBG dikelola oleh kantin sekolah atau warung nasi sekitar sekolah sehingga dapat membantu usaha mereka sebagai masyarakat kecil,” ucap dia.

  • Fraksi PKB Dorong Optimalisasi PAD Bondowoso untuk Perkuat P-APBD 2025

    Fraksi PKB Dorong Optimalisasi PAD Bondowoso untuk Perkuat P-APBD 2025

    Bondowoso (beritajatim.com) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Bondowoso menekankan pentingnya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna memperkuat struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    Hal itu disampaikan Ketua Fraksi PKB, Tohari di pendapat akhir (PA) fraksi dalam rapat paripurna penetapan Perubahan APBD (P-APBD) 2025, Minggu (28/9/2025) malam.

    Menurutnya, PAD merupakan salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan daerah yang mencerminkan kemandirian fiskal serta kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola potensi yang dimiliki.

    Karena itu, perangkat daerah pengelola sumber-sumber PAD tidak hanya dituntut sekadar memenuhi target yang ditetapkan, melainkan juga harus memiliki semangat melampauinya.

    “Peningkatan efektivitas tata kelola pendapatan daerah harus menjadi prioritas,” ungkap pria yang juga Ketua Komisi II DPRD Bondowoso tersebut.

    Menurutnya, semakin optimal PAD, semakin kuat pula kapasitas APBD dalam mendukung pembiayaan program-program prioritas yang berdampak langsung kepada masyarakat.

    “Kami berharap perangkat daerah terkait mampu menggali potensi lebih jauh, sekaligus menghadirkan inovasi yang dapat memperluas basis penerimaan daerah tanpa membebani masyarakat,” pungkasnya. [awi/aje]

  • Dukung Ketahanan Pangan, DPD Luncurkan Senator Peduli Pangan di Bengkulu

    Dukung Ketahanan Pangan, DPD Luncurkan Senator Peduli Pangan di Bengkulu

    Bengkulu

    Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) resmi meluncurkan Program Senator Peduli Pangan yang di gelar di empat provinsi di Indonesia. Program ini diluncurkan agar Indonesia menjadi negara penghasil pangan terbesar di dunia dan dapat menjadi bangsa yang kuat.

    “Visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa ketahanan pangan adalah salah satu prioritas pembangunan nasional Indonesia,” kata Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin di Bengkulu saat meluncurkan Program Senator Peduli Pangan, di Bengkulu, Sabtu (27/9/2025).

    Dalam mendukung Asta Cita Presiden Prabowo, kata Sultan, DPD RI membuat program yang diluncurkan Sabtu (27/9) yang lalu. Menurut dia program ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi seluruh pihak mesti berpartisipasi aktif dalam menyukseskannya.

    Sultan menyampaikan di tengah tantangan iklim dan ancaman katastropik, kelaparan akibat konflik geopolitik, Indonesia bersedia menjadi lumbung pangan dunia.

    DPD RI pun sebagai lembaga perwakilan daerah berkewajiban untuk mendukung, mengawal, dan memastikan program itu terlaksana dengan tepat sasaran, tepat lokasi, tepat hasil, dan memberi dampak nyata bagi rakyat.

    “Dalam semangat itulah, kami menghadirkan Program Senator Peduli Ketahanan Pangan. Program ini bukan lahir sebagai program dadakan atau insidentil,” kata Sultan.

    Jauh sebelumnya yakni pada 2024, jelas Sultan, DPD RI telah menghasilkan keputusan terkait ketahanan pangan, melakukan konsolidasi bersama Anggota DPD RI, kepala daerah, dan DPRD di seluruh Indonesia termasuk mendukung program ketahanan pangan dan makan bergizi gratis (MBG).

    “DPD RI juga telah memulai gerakan menanam pohon sebagai simbol komitmen kelestarian alam dalam setiap kunjungan kerja ke daerah. Semua langkah ini menunjukkan bahwa DPD bukan sekadar singkatan dari Dewan Perwakilan Daerah, tetapi juga berarti Dekat, Peduli, dan Didengar,” ujar Sultan.

    Sultan mengungkapkan, Pada tanggal 1 Oktober mendatang, DPD RI akan memasuki usia ke-21 tahun. Usia ini bukan sekadar angka, melainkan simbol kedewasaan dan komitmen sebagai lembaga perwakilan daerah dalam menjaga amanat rakyat.

    Dengan mengusung tema ‘Dari Daerah Kita Bersatu, Untuk Indonesia Maju’, pemaknaan hari kelahiran DPD tahun ini menjadi momentum untuk membuktikan bahwa keberadaan DPD RI tidak hanya sebagai lembaga penyambung aspirasi, tetapi juga mitra kolaboratif untuk memastikan program-program nyata yang menyentuh kehidupan masyarakat berjalan dengan baik.

    (anl/ega)

  • Guru Swasta Tak Bisa Ikut Seleksi PPPK, Disdik Kalteng Prihatin
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        29 September 2025

    Guru Swasta Tak Bisa Ikut Seleksi PPPK, Disdik Kalteng Prihatin Regional 29 September 2025

    Guru Swasta Tak Bisa Ikut Seleksi PPPK, Disdik Kalteng Prihatin
    Tim Redaksi
    PALANGKA RAYA, KOMPAS.com
    – Nasib guru swasta di Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali menjadi sorotan setelah ratusan guru honorer mengadu ke Komisi III DPRD Kalteng.
    Mereka mengeluhkan tidak bisa mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), meski telah puluhan tahun mengabdi.
    Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kalteng, Muhammad Reza Prabowo, menyatakan keprihatinannya.
    “Kalau boleh mengadukan, saya juga ingin mengadukan hal ini. Karena pada dasarnya semua guru punya hak yang sama, mau dari negeri ataupun swasta. Apalagi yang di swasta, banyak yang sudah puluhan tahun mengabdi. Seharusnya ada perhatian khusus terhadap mereka,” kata Reza, Senin (29/9/2025).
    Menurutnya, keterbatasan regulasi menjadi penyebab utama guru swasta tak bisa serta-merta masuk dalam skema seleksi PPPK.
    “Ini memang kebijakan di luar kewenangan Dinas Pendidikan. Tapi kami tetap berupaya, yang terpenting, data guru kita harus rapi. Kalau nanti kebijakan itu turun ke daerah, kita sudah siap. Jangan sampai kebijakan datang, tapi kita tidak siap,” ujarnya.
    Ia menambahkan, pihaknya sudah mengirim pejabat bidang ketenagaan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk konsultasi.
    “Karena pengabdian guru swasta luar biasa juga. Jangan lagi kita membeda-bedakan negeri dan swasta. Kita ini sudah NKRI, dan para guru swasta pun tetap memberikan pelayanan pendidikan yang sangat berarti bagi masyarakat Kalteng,” tutur Reza.
    Sebelumnya, Guru Tidak Tetap (GTT) sekolah swasta di Kalteng menyampaikan tuntutan ke DPRD lantaran tidak bisa ikut tes PPPK 2024.
    Jeli Sri Pahlawanti, GTT dari SMK Al Islah Palangka Raya, mengatakan mereka menuntut keadilan.
    “Sampai sekarang kami menunggu kejelasan dari pemerintah, sampai sekarang belum ada, sedangkan nama kami sudah ada di database pusat,” ucapnya.
    Ia merasa ada diskriminasi terhadap guru swasta.
    “Kami hanya bisa menonton. Tes PPPK ini kan untuk guru-guru yang sudah tidak bisa ikut tes CPNS, usia di atas 35 tahun. Tapi kenyataannya, kami yang sudah mengabdi puluhan tahun dan memiliki sertifikasi pendidik, tidak bisa mengikuti tes tersebut,” imbuh Jeli.
    Menurutnya, Komisi III DPRD Kalteng sudah menerima aspirasi mereka dan berjanji akan menyampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Disdik.
    “Kami kecewa karena ada perbedaan itu. Sedangkan di sekolah negeri, guru-guru yang baru mengajar dua tahun saja, tetapi bisa mengikuti tes PPPK,” katanya.
    Guru swasta berharap Gubernur Kalteng dapat memberikan kuota khusus bagi mereka agar bisa diangkat sebagai PPPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DKI kemarin, kebakaran rumah di Tamansari hingga Piala Gubernur

    DKI kemarin, kebakaran rumah di Tamansari hingga Piala Gubernur

    Jakarta (ANTARA) – Sederet peristiwa terjadi di Jakarta pada Minggu (28/9), mulai dari kebakaran rumah di Tamansari, Jakarta Barat hingga ratusan pesilat bersaing untuk memperebutkan Piala Gubernur.

    Berikut sejumlah berita yang dapat disimak kembali untuk menemani aktivitas Anda pada pagi hari ini:

    1. Pemadaman kebakaran rumah di Tamansari terkendala sumber air

    Jakarta (ANTARA) – Pemadaman kebakaran rumah di Kelurahan Tangki, Tamansari, Jakarta Barat terkendala jauhnya sumber air dan padatnya permukiman warga.

    “Kendalanya sumber air, kemudian rumah yang padat, agak cepat perambatannya. Tapi ini lompatan api, karena angin kencang, situasi panas, tahu-tahu ada lompatan ke RW lain (dari RW 06 ke RW 05),” kata Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Barat, Syarif di lokasi, Minggu.

    Selengkapnya

    2. Bansos KAJ dan KPDJ untuk September 2025 mulai disalurkan

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menyalurkan bantuan sosial Pemenuhan Kebutuhan Dasar kepada penerima manfaat Kartu Anak Jakarta (KAJ), Kartu Lansia Jakarta (KLJ) dan Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ) untuk periode September 2025.

    Selanjutnya

    3. Ini kata legislator DKI terkait MBG

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim, menegaskan program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu dievaluasi, namun tidak dihentikan karena hingga saat ini sudah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 20 juta anak sekolah, ibu hamil dan penerima lainnya di 38 provinsi Indonesia.

    Selengkapnya

    4. DKI siap adakan “Jakarta Penuh Warna” setiap bulan

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta siap mengadakan acara seni dan budaya untuk masyarakat bertajuk “Jakarta Penuh Warna” saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, setiap bulan.

    Selanjutnya

    5. Ratusan pesilat Betawi perebutkan Piala Gubernur Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Ratusan pesilat Betawi dari berbagai wilayah di Jakarta memamerkan kemampuan terbaiknya untuk memperebutkan Piala Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Minggu.

    Berkumpulnya 150 jagoan silat dari Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat itu untuk mengikuti “Festival Pencak Silat Betawi”.

    Selengkapnya

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gerakan Anti Empati Pejabat Publik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 September 2025

    Gerakan Anti Empati Pejabat Publik Nasional 29 September 2025

    Gerakan Anti Empati Pejabat Publik
    Pengamat Komunikasi Politik dan Sosiologi Media
    KOMUNIKASI
    pejabat di ruang publik belakangan kerap menciptakan jarak, padahal komunikasi yang baik adalah barometer moral kekuasaan. Ucapan sembrono, candaan yang menyinggung, atau pernyataan yang abai pada penderitaan rakyat berulang kali terekam dan tersebar luas. Media sosial memperkuat dampaknya.
    Kemarahan terhadap pernyataan seorang anggota DPRD Gorontalo baru-baru ini membuktikan hal tersebut. Candaan tentang “merampok uang negara” seketika berubah menjadi pemicu jarak emosional antara pejabat dan rakyat. Kasus ini hanyalah contoh terbaru dari gejala yang lebih luas. Seolah-olah para pejabat sedang terlibat dalam sebuah “gerakan” terstruktur anti-empati terhadap keterpurukan ekonomi rakyat hari ini.
    Fenomena “gerakan” anti-empati dapat disimak dari pola yang berulang. Satu pejabat bergurau tentang uang negara, pejabat lain menuding korban bencana kurang bersyukur, yang lain sibuk memamerkan kemewahan ketika rakyat menghadapi krisis. Peristiwa ini tidak terjadi secara terpisah, melainkan menumpuk menjadi persepsi umum bahwa para pejabat kompak dan seirama dalam menolak sikap empati terhadap publik.
    Data harta kekayaan pejabat sering memperkuat ironi. Dalam kasus Gorontalo, laporan LHKPN menunjukkan minus kekayaan. Publik memandang kontradiksi itu sebagai bukti bahwa pejabat tidak memahami arti pendapatan dan segala fasilitas mewah pejabat sebagai amanah. Ketika gaya hidup berseberangan dengan narasi penderitaan rakyat, ucapan sembrono menjadi lebih menyakitkan. Lantas, klarifikasi yang muncul biasanya dangkal: permintaan maaf singkat, alasan tidak sadar direkam, atau tuduhan diperas.
    Alih-alih puas dengan jawaban teknis, publik menuntut pengakuan moral. Ketika itu absen, kepercayaan semakin terkikis. Krisis empati di pihak pejabat publik dan kepercayaan rakyat yang semakin tergerus merupakan alarm bahwa demokrasi kita tengah rapuh. Aktivitas politik tetap berjalan secara prosedural, tetapi bahasa lisan dan komunikasi non-verbal pejabat diam-diam terus pula memperlebar jarak.
    Konsekuensinya, legitimasi runtuh bukan (hanya) disebabkan hukum, melainkan karena laku komunikasi yang gagal memelihara sensitivitas publik. Inilah inti dari “gerakan” anti-empati, ketika sekelompok pejabat, disadari atau tidak, berbicara dengan pola yang sama, mengabaikan luka rakyat yang dipimpinnya.
    Mirisnya, serentetan blunder komunikasi itu tidak sekadar lewat, melainkan bermetamorfosis menjadi memori kolektif, tak akan terhapus di benak publik meskipun direvisi dengan klarifikasi. Ini memvalidasi prinsip
    irreversible
    dalam aktivitas komunikasi, bahwa pesan yang telah dikirim tidak dapat ditarik kembali atau diubah pengaruhnya, bahkan setelah permintaan maaf dilontarkan.
    Bahasa, yang mewujud dalam laku komunikasi, adalah wajah kuasa. Robert Entman (1993) mengingatkan, pembingkaian kata dan kalimat menentukan makna yang diterima publik. Di etalase komunikasi publik kita hari ini, ucapan sembrono pejabat memposisikan rakyat sebagai objek, bukan subjek. Publik menolak bingkai itu, merespons dengan bingkai tandingan, sementara pejabat seolah tetap tidak peduli.
    Padahal, komunikasi dalam konteks apa pun mengedepankan urgensi dialog, sebagaimana ditekankan oleh model komunikasi dua arah simetris yang dikemukakan James E. Grunig dan Todd Hunt (1984). Publik butuh didengar. Ironisnya, pola komunikasi pejabat didominasi pola monolog. Klarifikasi hanya membela diri. Tidak ada ruang untuk mendengar. Bagi publik, pola ini sama artinya dengan penolakan empati.
    Lebih jauh, fenomena ini sejatinya bukan khas Indonesia. Di Amerika Serikat, istilah
    political gaffe,
    menjelaskan bagaimana salah ucap bisa menggerus legitimasi. Mitt Romney jatuh karena menyebut “47 persen warga” tidak berharga. Di Inggris, komentar pejabat soal pandemi yang meremehkan korban juga jadi bumerang politik. Penelitian menunjukkan
    gaffe
    bukan sekadar salah bicara, tetapi jendela pikiran yang membuka jarak emosional.
    Di Indonesia,
    gaffe
    pejabat datang beruntun. Setiap kali, publik menemukan pola yang sama, menipisnya rasa empati yang menyertai kuasa. Maka, muncul kesan seolah para pejabat berada dalam satu barisan yang menolak belajar dari pengalaman pejabat lainnya yang ceroboh berkomunikasi di depan rakyatnya. Dari perspektif rakyat, pola ini menyerupai sebuah “gerakan” anti-empati yang meluas.
    Situasi makin kompleks dalam masyarakat informasi. Manuel Castells (1996) menyebut, informasi beredar lebih cepat daripada lembaga. Rakyat kini produsen sekaligus pengendali informasi. Potongan video, komentar, dan unggahan publik membentuk narasi yang lebih kuat daripada klarifikasi resmi. Reputasi pejabat bisa runtuh bahkan sebelum sidang etik dimulai.
    Di tengah kondisi ini, bahasa kuasa diuji lebih keras. Publik menolak jargon panjang. Mereka menuntut kalimat singkat, jujur, dan menyentuh. Empati harus hadir dalam bentuk yang sederhana namun meyakinkan. Siapa pun yang gagal membaca logika masyarakat informasi akan segera tersapu arus kritik.
    Jika “gerakan” ini terus dibiarkan, jawabannya bukan sekadar pemecatan individu, tetapi perombakan budaya. Kita membutuhkan etika baru dalam komunikasi pejabat publik. Etika yang menjaga laku bahasa, larangan humor yang melukai, dan aturan sikap yang menjaga martabat rakyat. Etika baru juga menuntut kepekaan empati.
    Pejabat perlu belajar mendengar, bukan hanya berbicara. Mereka harus mampu memahami konteks sosial dan merespons kritik dengan rendah hati. Komunikasi krisis harus dipahami sebagai kesempatan membangun kembali kepercayaan, bukan sekadar menyelamatkan citra.
    Selanjutnya, transparansi seyogyanya menjadi bagian dari bahasa moral. Publik berhak mengetahui laporan kekayaan, sumber pendapatan, dan pemakaian fasilitas negara. Tanpa keterbukaan, setiap ucapan pejabat akan dibaca dengan curiga. Oleh karena itu, transparansi adalah cara sederhana namun signifikan dalam meruntuhkan tembok ketidakpercayaan.
    Partai politik pun harus konsisten. Pemecatan cepat memang penting, tetapi jika hanya reaktif pada kasus viral, publik melihatnya sebagai sandiwara. Etika baru menuntut konsistensi, semua pejabat wajib diperlakukan sama, terlepas dari pangkat atau popularitasnya.
    Sekali lagi, empati merupakan fondasi kekuasaan. Pejabat yang peduli secara tulus akan nasib rakyat sudah pasti akan dihormati. Demokrasi niscaya semakin kokoh bila pejabat publik menyadari bahwa laku komunikasi mereka adalah cermin moral. Dengan berkomunikasi berlandaskan kepekaan empati, pejabat berpeluang merebut kembali hati rakyat. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sukses Gelar Tera Swara Kali Pertama, Dekranasda Tuban Bakal Bikin Serupa

    Sukses Gelar Tera Swara Kali Pertama, Dekranasda Tuban Bakal Bikin Serupa

    Tuban (beritajatim.com) – Sukses menggelar seni kreatif melalui Tera Swara dengan menyajikan Culture Experience yang berbeda dari sebelumnya.

    Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Tuban bakal menggelar kegiatan serupa

    Hal ini disampaikan oleh Ketua Dekranasda Kabupaten Tuban, Aulia Hany Mustikasari bahwa event pertama yang digelar pada Sabtu 27 September 2025 di Taman Hutan Kota Abipraya telah berjalan dengan sukses dan lancar.

    “Setelah ini kita akan evaluasi untuk event kedepannya, apakah satu hari cukup atau memang kurang,” ujar Aulia Hany. Minggu (28/09/2025).

    Kakak perempuan Bupati Tuban ini juga menambahkan, pihaknya akan melihat sejauh mana tema event selanjutnya, dengan harapan jika dibawa ke lokasi lain bisa mendukung. “Bisa jadi nanti di Abirama, Alun-Alun Tuban atau Budaya Loka mungkin,” imbuhnya.

    Ia menjelaskan, bahwa latar belakang dari kegiatan ini untuk merangkul seluruh teman-teman kreatif di Kabupaten Tuban mulai dari pengrajin anyaman dari daun lontar, pengrajin Batik Gedog khas Tuban, ekraf, animator, seniman teater dan desain grafis.

    “Melalui kebersamaan dan kesetaraan, harapannya kita bertemu, berkenalan, berkolaborasi untuk mewujudkan suatu hal yang baik dalam bentuk karya nyata yang bisa dinikmati masyarakat Tuban,” ucap wanita yang juga duduk di kursi DPRD Provinsi Jatim itu.

    Adapun serangkaian acara yakni ada pengenalan permainan tradisional untuk anak-anak, Teras Isyarat yakni belajar bahasa isyarat bersama teman-teman inklusif dibuka untuk umum, live music, Immersive Room, pentas monolog dan seni teater.

    “Melalui kegiatan ini tidak hanya dikenal masyarakat Tuban sendiri tapi juga harapannya dikenal oleh masyarakat lebih luas lagi,” tutup Aulia Hany.

    Sebagai informasi, adapun Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky juga turut hadir dalam kegiatan tersebut dan mendukung penuh event Tera Swara untuk diselenggarakan lebih lanjut, serta memberikan apreasiasi terhadap seni kreatif di Kabupaten Tuban. [dya/ted]

  • DPRD Surabaya: Anggaran P4GN Minim,  24 Kelurahan Masuk Zona Merah Narkoba

    DPRD Surabaya: Anggaran P4GN Minim, 24 Kelurahan Masuk Zona Merah Narkoba

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi D DPRD Surabaya Imam Syafi’i, mengkritik minimnya anggaran yang dialokasikan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Menurut dia, langkah Pemkot belum sejalan dengan ancaman serius peredaran narkoba di Kota Pahlawan.

    “Sekarang sudah ada aturan, mestinya Pemkot jangan pelit-pelit menganggarkan APBD untuk P4GN. Apalagi ada 24 kelurahan yang sudah masuk zona merah peredaran narkoba, bagaimana mau diintervensi dengan anggaran kecil? Kalau dibiarkan, kita akan menghadapi lost generation,” tegas Imam saat Bincang Pelajar 2025 di BG Junction, Minggu (28/9/2025).

    Imam menyebut Pemkot sudah memiliki payung hukum melalui Perda Nomor 8 Tahun 2024 dan Perwali Nomor 1 Tahun 2025. Namun, program yang berjalan masih sebatas kampanye berskala kecil dan belum menyentuh akar persoalan peredaran narkoba.

    “Yang terjadi selama ini hanya sebatas sosialisasi kecil-kecilan. Padahal, situasi di lapangan sudah sangat mengkhawatirkan dan butuh intervensi serius,” ujar mantan jurnalis kawakan ini.

    Imam juga mengungkap lemahnya pengawasan di dunia hiburan malam yang kerap menjadi pintu masuk peredaran narkoba. Menurut Imam, penertiban selama ini hanya fokus pada jam buka dan tutup, tanpa menyentuh jaringan distribusi narkoba yang lebih besar.

    “Itu hiburan malam di Surabaya kok seperti Las Vegas. Sangat bebas dan tidak tersentuh penertiban,” sindir Wakil Ketua DPD Granat Jawa Timur ini.

    Menanggapi hal ini, Kepala BNN Kota Surabaya, Kombes Pol Heru Prasetyo, menegaskan bahwa pemberantasan narkoba memerlukan sinergi semua pihak. Dia menyebut anggaran kecil atau besar tidak menjadi masalah jika penggunaannya tepat sasaran.

    “Bicara anggaran kecil atau besar itu relatif. Yang penting, anggaran yang ada harus dioptimalkan. Kalau Pemkot mau menambah, pastikan itu anggaran yang berdampak, bukan seremonial belaka,” kata Heru.

    Heru menambahkan, anggaran yang ada sebaiknya diarahkan untuk memperkuat program rehabilitasi pengguna narkoba. Saat ini, lanjut dia. banyak pengguna yang tidak mampu menyelesaikan program rehabilitasi tiga bulan karena kendala biaya, sehingga berpotensi kembali menyalahgunakan narkoba.

    “Masalah narkoba adalah masalah bersama. Kuncinya bukan hanya penindakan, tapi juga ketahanan keluarga, pembinaan remaja, dan program preventif sejak dini,” pungkasnya.[asg/aje]

  • Darurat Sampah Mikroplastik di Sungai Bondowoso: Ikan Potensial Punah

    Darurat Sampah Mikroplastik di Sungai Bondowoso: Ikan Potensial Punah

    Bondowoso, (beritajatim.com) – Peringatan World Rivers Day (WRD) atau Hari Sungai Sedunia 2025, yang jatuh di minggu keempat September, menjadi momentum penting bagi komunitas Sarkaspace untuk menggelar aksi bersih-bersih Sungai Selokambang.

    Kegiatan ini melibatkan 40 orang panitia terbuka, sekitar 150 pelajar dan remaja, komunitas masyarakat, Dinas Lingkungan Hidup Bondowoso, anggota legislatif, hingga Yayasan Ecoton. Founder Sarkaspace, Ahmad Quraisy, menyebut kegiatan kali ini disambut antusias.

    “Yang daftar panitia saja sampai 40 orang, lalu ada hampir 150 remaja yang ingin terlibat. Kami bahkan terpaksa stop pendaftaran karena takut tidak terkelola dengan baik,” ujarnya pada BeritaJatim.com.

    Dalam aksi bersih-bersih, peserta menemukan beragam sampah lama, mulai dari plakat piala tahun 1997, kemasan sachet 2007, hingga pampers dan pembalut wanita.

    Menurut pria yang karib disapa Uyes itu, temuan ini membuktikan bahwa persoalan sampah plastik di sungai sudah mengakar sejak lama.

    “Sungai Selokambang ini kami pilih karena zonasinya dekat dengan gudang kami, sehingga sampah bisa langsung kami kelola,” tambahnya.

    Selain aksi bersih-bersih, kegiatan juga menghadirkan narasumber dari Yayasan Ecoton yang fokus pada penelitian pencemaran plastik, termasuk mikroplastik.

    Koordinator Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatullah, menyampaikan temuan mencengangkan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 50 persen darah manusia sudah mengandung mikroplastik.

    “Paling banyak berasal dari PET, yaitu plastik botol minuman kemasan. Ketika terkena panas atau diguncang, lapisan plastik mengelupas, masuk ke air, lalu diminum manusia,” ungkap Alaika.

    Ia menegaskan, mikroplastik bisa memicu penyakit serius. Mikroplastik masuk ke rantai makanan, lalu ke tubuh manusia. Dampaknya bisa mengacaukan sistem hormonal, memicu kanker, hingga menjadi agen diabet urgenik, penyebab diabetes.

    “Itulah mengapa sekarang kasus kanker dan diabetes meningkat tajam. Bahkan, mikroplastik juga membuat ikan menjadi intersex sehingga berpotensi punah karena gagal berkembang biak,” jelasnya.

    Wakil Ketua DPRD Bondowoso, Sinung Sudrajad, yang hadir dalam acara ini menekankan pentingnya kesadaran kolektif.

    “Sungai adalah jalur peradaban, sumber kehidupan. Wajib hukumnya kita jaga. Acara seperti ini jangan hanya seremonial, tapi harus periodik. Pemerintah, komunitas, bahkan TNI-Polri harus turun bersama,” katanya.

    Sinung juga menyoroti lemahnya penegakan aturan. Meski sudah ada Perda tata kelola sampah dan Perbup pembatasan plastik, implementasinya dinilai minim.

    “PR kita adalah pengawasan dan sanksi tegas bagi pelanggar, termasuk yang membuang sampah sembarangan atau mencari ikan dengan cara meracun. Ini harus jadi sinergi lintas stakeholder,” tegasnya.

    Sementara itu, Vidzha (17), siswi SMAN 1 Bondowoso yang ikut bersih-bersih, mengaku terinspirasi.

    “Seru, banyak teman baru. Saya jadi termotivasi untuk tidak buang sampah sembarangan dan terus menjaga lingkungan,” ucapnya. [awi/aje]

  • Fraksi PDIP Jatim Tegaskan Komitmen Lindungi Petani dan Lahan Pertanian

    Fraksi PDIP Jatim Tegaskan Komitmen Lindungi Petani dan Lahan Pertanian

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Hari Yulianto, menegaskan komitmen partainya untuk terus berpihak kepada petani sebagai pilar utama penyangga negara. Menurutnya, petani adalah pondasi ketahanan pangan dan kemandirian bangsa.

    “Petani adalah elemen inti negara. Kemandirian bangsa ini tak akan pernah tercapai tanpa petani yang sejahtera,” kata Hari Yulianto, Minggu (28/9/2025).

    Hari menjelaskan, petani di Jawa Timur saat ini menghadapi tantangan besar, salah satunya menyempitnya lahan pertanian akibat alih fungsi untuk industri, infrastruktur, dan perumahan. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, rata-rata alih fungsi lahan mencapai 1.100 hektare per tahun.

    “Jika tren ini terus dibiarkan, Jatim yang selama ini menjadi lumbung pangan nasional justru bisa mengalami krisis pangan,” jelasnya.

    Berdasarkan data Kementerian Pertanian, dari total 7,46 juta hektare lahan pertanian di Jatim, sekitar 659.200 hektare telah beralih fungsi. Hal ini, lanjut dia, membuat perlindungan lahan pertanian menjadi sangat mendesak.

    “Alih fungsi lahan ini ibarat bom waktu yang harus segera dikendalikan,” katanya.

    Hari menyebut Jawa Timur telah memiliki Perda Nomor 12 Tahun 2015 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Namun, pelaksanaannya belum maksimal karena baru 16 dari 38 kabupaten/kota yang memiliki aturan turunan.

    “Fraksi PDI Perjuangan mendorong agar perda ini benar-benar dijalankan. Pemprov harus tegas memberi sanksi bagi daerah yang lamban,” tegasnya.

    Menurutnya, kesejahteraan petani adalah indikator keberhasilan pembangunan nasional. Dia mengungkap harga beras yang dipatok pemerintah Rp6.500 per kilogram, namun di lapangan petani kerap tidak bisa menjual hasil panennya dengan harga tersebut karena masalah distribusi dan daya serap Bulog.

    “Petani harus tetap bisa bekerja dengan layak, sementara masyarakat tetap mendapatkan harga pangan yang terjangkau,” pungkasnya.[asg/aje]