Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Lembaga Penggerak Keterbukaan Informasi dan Dialog Publik Digital

    Lembaga Penggerak Keterbukaan Informasi dan Dialog Publik Digital

    Jakarta

    Medsos DPR RI meraih Detikcom Awards 2025 sebagai Lembaga Penggerak Keterbukaan Informasi dan Dialog Publik Digital. Penghargaan ini diberikan dalam event Detikcom Awards 2025 yang diadakan di Hotel Westin, Jakarta, Selasa (25/11/2025) dan diterima oleh Dr. Ir. Indra Iskandar, M.Si., M.I. Kom selaku Sekretaris Jenderal DPR RI.

    DPR RI menunjukkan peningkatan signifikan dalam kinerja komunikasi publik melalui media sosial khususnya pada platform Instagram. Akun resmi DPR RI telah berhasil mencapai lebih dari 1 juta pengikut, menjadikannya salah satu lembaga negara dengan jumlah pengikut tertinggi dibandingkan lembaga-lembaga lainnya.

    Capaian ini mencerminkan efektivitas strategi komunikasi digital DPR dalam menjangkau masyarakat luas dan memperluas akses publik terhadap informasi parlemen.

    Upaya keterbukaan tersebut juga tercermin dari keberlanjutan ruang interaksi publik yang disediakan DPR RI. Saat munculnya isu nasional pada Agustus lalu, akun DPR RI tetap membuka kolom komentar tanpa pembatasan sehingga masyarakat dapat menyampaikan pandangan, kritik, maupun pertanyaan secara langsung.

    Medsos DPR RI Raih Detikcom Awards 2025: Lembaga Penggerak Keterbukaan Informasi dan Dialog Publik Digital. Foto: Detikfoto

    Hal ini merupakan upaya DPR untuk menjaga akses komunikasi dua arah dan mengakomodasi aspirasi publik melalui kanal digital.

    Selain itu, transparansi DPR RI juga ditunjang oleh kebiasaan menyiarkan rapat-rapat kerja melalui akun YouTube resmi DPR. Publik dapat mengikuti jalannya rapat secara real time, termasuk pembahasan isu-isu strategis yang sedang dibahas bersama kementerian dan mitra kerja.

    Konsistensi dalam menyediakan berbagai jalur informasi digital tersebut memperlihatkan peran DPR RI dalam mendorong transparansi parlemen dan komunikasi publik melalui platform daring. Melalui jangkauan media sosial yang luas, ruang interaksi yang tetap dibuka, serta publikasi rapat yang mudah diakses, DPR RI memperkuat keterhubungan antara lembaga dan masyarakat di ranah digital.

    detikcom Awards 2025 digelar untuk memberikan apresiasi bagi yang berkontribusi nyata untuk Indonesia. Tahun ini, ajang penghargaan mengusung tema ‘Apresiasi Karya Insan Nusantara, Merajut Indonesia Gemilang’.

    Penghargaan ini ditujukan bagi individu, pelaku usaha, dan unsur pemerintah yang telah menorehkan prestasi serta memberi dampak signifikan bagi bangsa.

    Awards ini menyoroti karya, tata kelola, dan pencapaian unggul di berbagai bidang. Ajang ini menjadi salah satu cara detikcom untuk menjaga semangat berkarya, berdedikasi, dan bertransformasi dalam ‘rumah besar’ Indonesia.

    (fyk/fay)

  • Kuasa Hukum Ira Puspadewi Datangi KPK Usai Diberi Rehabilitasi

    Kuasa Hukum Ira Puspadewi Datangi KPK Usai Diberi Rehabilitasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Kuasa Hukum mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, Soesilo Aribowo menyambangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, untuk mengecek surat rehabilitasi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada kliennya.

    “Akan mengecek apakah surat itu sudah sampai atau belum. Kalau memang sudah sampai tentukan kita akan mengajukan pembebasan,” katanya, Senin (25/11/2025).

    Soesilo mengatakan pemberian rehabilitasi kepada kliennya merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto. 

    Menurutnya, alasan Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi karena adanya kekeliruan dalam proses hukum dan telah melewati banyak pertimbangan.

    “Ada suatu proses hukum yang keliru atau tidak sah, sehingga dia diberikan pemilihan kembali hak dan martabatnya,” jelasnya.

    Soesilo tidak dapat menjelaskan secara rinci mekanisme pemberian rehabilitasi karena merupakan wewenang Sekretariat negara.

    Rehabilitasi tersebut diberikan kepada tiga mantan pejabat ASDP yaitu Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran tahun 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan tahun 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, setelah melalui proses kajian hukum dan pertimbangan pemerintah. 

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry yang sebelumnya terseret kasus hukum sejak Juli 2024. 

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan permasalahan yang terjadi di PT ASDP yang terjadi pada periode Juli 2024, berbagai pengaduan dan aspirasi kepada DPR RI. 

    DPR RI kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Hasil kajian hukum kemudian disampaikan kepada pemerintah.

    “Terhadap perkara 68 Pidsus/ TPK/2025/PN/Jakarta Pusat atas nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono, dengan komunikasi dengan pihak pemerintah Alhamdulillah pada hari ini, Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap ketiga nama tersebut,” ujar Dasco. 

    Diberitakan Bisnis sebelumnya, Ira Puspadewi dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta atas kasus akuisisi PT JN oleh PT ASDP beberapa tahun silam. 

    Sementara itu, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi masing-masing dijatuhi pidana bui 4 tahun beserta denda Rp250 juta.

  • TII: Pemisahan jadwal Pemilu berpeluang perkuat pengawasan

    TII: Pemisahan jadwal Pemilu berpeluang perkuat pengawasan

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga penelitian kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) menilai pemisahan jadwal Pemilu Nasional dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 membuka peluang signifikan untuk memperkuat pengawasan pemilu.

    Namun kebijakan tersebut juga menyisakan tantangan besar, terutama terkait kepastian hukum dan kesiapan regulasi.

    “Jeda waktu antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah adalah kesempatan emas untuk memperbaiki sistem pengawasan. Selama ini beban kerjanya sangat menumpuk,” kata Research Associate The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk Dampak Pemisahan Jadwal Pemilu dengan Pilkada bagi Pengawasan Pemilu yang digelar The Indonesian Institute.

    Arfianto memaparkan empat peluang utama yang muncul dari keputusan MK ini. Pertama, pengurangan beban kerja, sehingga pengawasan dapat dilakukan lebih fokus. Kedua, pengawasan mendalam, karena tidak ada lagi tahapan besar yang berjalan bersamaan.

    Ketiga, perencanaan lebih optimal dengan jeda minimal dua tahun antarpemilihan. Keempat, kesempatan untuk perbaikan strategi jangka panjang, mulai dari pemutakhiran data pemilih hingga pendidikan politik yang lebih efektif.

    Meski demikian, Arfianto mengingatkan adanya risiko besar yang harus diantisipasi. Ia menyoroti ketidakpastian hukum karena belum adanya revisi UU Pemilu, tumpang tindih kewenangan, serta potensi pelanggaran konstitusional apabila masa jabatan DPRD tidak lagi serempak lima tahunan.

    Menurutnya, pemerintah dan DPR perlu segera melakukan revisi komprehensif terhadap regulasi pemilu sambil memperkuat transparansi dan koordinasi antar-lembaga.

    Hadir dalam diskusi ini yakni Anggota Bawaslu RI, Dr. Puadi, menegaskan bahwa Putusan MK tidak hanya mengubah jadwal pemilu, tetapi juga mengubah total desain penyelenggaraan pemilu.

    Ia menyebut Putusan MK 135/2024 sebagai jawaban atas kritik terhadap pelaksanaan Pemilu Serentak Penuh yang dinilai membebani logistik, administrasi, hingga pengawasan di lapangan.

    “Desain penyelenggaraan pemilu akan berubah dan itu berdampak langsung pada tata kerja dan strategi pengawasan,” ujar Puadi.

    Menurut Puadi, pemisahan pemilu memungkinkan Bawaslu melakukan pengawasan yang lebih mendalam terhadap satu jenis pemilihan dalam satu siklus.

    Hal ini memperkuat kualitas investigasi pelanggaran dan mempermudah penegakan hukum, termasuk dalam kasus-kasus seperti politik uang.

    Ia menjelaskan bahwa Bawaslu kini tengah mengundang para ahli hukum dan mantan hakim MK untuk memperkuat norma hukum acara pengawasan pasca putusan tersebut.

    Puadi juga menilai pemisahan jadwal akan meningkatkan mitigasi risiko, efektivitas koordinasi antar-lembaga, serta pendidikan pemilih yang lebih terstruktur.

    Namun di sisi lain, ia mengungkap sederet risiko: kebutuhan anggaran yang meningkat, kerja pengawasan tanpa jeda lima tahun penuh, potensi kelelahan pengawas, hingga ancaman kekosongan norma transisional jika revisi UU Pemilu tak kunjung dilakukan.

    Pembicara lainnya, Manajer Policy Research Populi Center, Dimas Ramadhan, menyoroti lambannya proses pembahasan revisi UU Pemilu di DPR meskipun Putusan MK 135 sudah keluar sejak awal tahun. Menurutnya, hingga kini belum jelas apakah pembahasan akan dilakukan oleh Baleg atau Komisi II.

    “Progresnya lamban. Padahal revisi ini menentukan desain pemilu ke depan, termasuk bagi pengawasan,” kata Dimas.

    Dimas menggarisbawahi enam prinsip keadilan pemilu yang harus dijadikan acuan dalam merancang aturan baru, antara lain integritas proses, efisiensi administratif, aksesibilitas bagi pemilih, serta independensi penyelenggara.

    Ia juga memaparkan alasan di balik kebutuhan pemisahan pemilu, seperti tumpang tindih tahapan, beban kerja ekstrem penyelenggara, hingga tenggelamnya isu lokal dalam pemilu serentak.

    Menurutnya, dampak bagi Bawaslu bisa positif jika diikuti perencanaan matang.

    “Risiko overload bisa turun, koordinasi antar-lembaga lebih intensif, dan kualitas pengawasan meningkat,” ujarnya.

    Selain itu, Bawaslu dapat memperkuat kemampuan pengawasan tematik: isu nasional seperti pendanaan kampanye dan disinformasi dipisahkan dari kerawanan lokal seperti politik uang atau keberpihakan ASN.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • IPR: Rehabilitasi Presiden pada perkara ASDP itu jawaban suara publik

    IPR: Rehabilitasi Presiden pada perkara ASDP itu jawaban suara publik

    Langkah ini menunjukkan sebuah pesan penting: negara tidak membiarkan pelayan publik dibiarkan sendirian ketika menghadapi proses hukum yang berpotensi keliru

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan mengatakan rehabilitasi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada tiga mantan pejabat PT ASDP Indonesia Ferry yang sempat menjadi perkara hukum itu merupakan jawaban atas suara publik.

    Menurut Iwan, kebijakan itu bukan hasil keputusan, melainkan respons atas aspirasi publik yang disampaikan melalui jalur konstitusional oleh DPR RI, serta kajian hukum menyeluruh dari pemerintah.

    “Kita menyaksikan bahwa proses ini lahir bukan dari tekanan politik, tetapi dari konsensus antara aspirasi rakyat dan pertimbangan hukum yang matang,” ucap dia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Merujuk keterangan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Iwan menyoroti bahwa sejak Juli 2024, berbagai aduan masyarakat mengenai kasus ASDP diterima DPR.

    Aspirasi tersebut kemudian tidak berhenti pada ruang keluhan, tetapi diolah melalui mekanisme konstitusional: pengkajian oleh Komisi Hukum DPR yang melibatkan pakar serta analisis mendalam terhadap proses penyelidikan.

    Hasilnya lalu disampaikan kepada pemerintah agar negara meninjau kembali putusan yang dinilai mengandung persoalan substansial keadilan.

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum juga menerima berbagai masukan masyarakat. Proses ini dibahas dalam rapat terbatas sebelum akhirnya Presiden Prabowo memutuskan untuk menandatangani pemulihan nama baik tiga mantan direksi ASDP, yakni Ira Puspa Dewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Hari Muhammad Adhi Caksono.

    “Langkah ini menunjukkan sebuah pesan penting: negara tidak membiarkan pelayan publik dibiarkan sendirian ketika menghadapi proses hukum yang berpotensi keliru,” kata dia.

    Menurutnya, rehabilitasi dari Presiden bukanlah kebaikan hati personal, melainkan sebuah koreksi negara terhadap potensi ketidakadilan. Ia menilai keputusan ini membuktikan bahwa mekanisme demokrasi bekerja sesuai ruhnya.

    “Aspirasi rakyat diterima di DPR, dianalisis dengan dasar hukum, lalu pemerintah bertindak melalui kajian institusional. Ini adalah praktik tata kelola hukum yang sehat,” ucapnya.

    Ia lebih lanjut mengatakan keputusan ini tidak meniadakan kewajiban penegakan hukum. Justru sebaliknya, kata dia, keputusan ini menegaskan bahwa penegakan hukum harus dijalankan secara adil, transparan, dan proporsional.

    “Negara tidak boleh sekadar menjadi mesin penghukum; negara juga wajib menjadi penjaga martabat warganya. Ketika prosedur hukum berpotensi melukai orang yang bekerja sesuai aturan, negara memiliki kewajiban moral untuk membetulkannya,” tutur Iwan.

    Dengan langkah ini, dia memandang, pemerintah sedang membangun tata kelola baru dalam penanganan hukum terhadap pejabat publik.

    Negara, ucapnya, menunjukkan bahwa profesionalisme dalam pelayanan publik dilindungi, bukan dikorbankan. Dalam tataran ini, penegakan hukum bukan hanya tugas penguatan sanksi, melainkan juga pemulihan nama baik ketika keadilan substansial harus ditegakkan.

    Selain itu, dia mengatakan keputusan Presiden Prabowo hadir sebagai respons terhadap suara publik, tetapi bukan sekadar populisme.

    “Keputusan ini lahir dari kajian, rapat terbatas, dan mekanisme konstitusional yang ditempuh oleh DPR dan pemerintah. Ini adalah praktik demokrasi yang matang: berbasis aspirasi rakyat, diproses oleh institusi negara, dan diputuskan oleh kepala negara,” ucapnya.

    “Ke depan, semoga keputusan ini menjadi fondasi bagi iklim kepastian hukum yang lebih sehat bagi para pelayan publik. Karena negara yang kuat bukanlah negara yang banyak menghukum, tetapi negara yang berani memulihkan,” imbuhnya.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Soroti Rehabilitasi Presiden Prabowo, Mardani Ali Sera: Berapa Lama Bisa Bertahan Kalau Kayak Gini Terus Sistem Penegakan Hukum Kita?

    Soroti Rehabilitasi Presiden Prabowo, Mardani Ali Sera: Berapa Lama Bisa Bertahan Kalau Kayak Gini Terus Sistem Penegakan Hukum Kita?

    “Tapi hrs ada pelajaran ug diambil. Sesudah Tom Kembong, Mas Hasto dan kini Mba Ira kita perlu bertanya how low can you go?,” kata Mardani Ali Sera.

    Sebelumnya, Presiden RI, Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa lain dalam kasus korupsi yang sama, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, juga mendapatkan keputusan rehabilitasi presiden.

    Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan keputusan tersebut dikeluarkan setelah DPR menerima berbagai masukan dari publik.

    “Setelah DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat dan kelompok masyarakat, kami kemudian meminta komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap penyelidikan yang dimulai sejak Juli 2024,” ujarnya di Istana Negara, Jakarta, Selasa (25/11).

    Ia menambahkan, “Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut.”

    Sebelumnya, Ira Puspadewi dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi terkait kerja sama usaha dan proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019–2022.

    Hakim Ketua Sunoto menyatakan Ira terbukti memperkaya pemilik PT JN, Adjie, senilai Rp 1,25 triliun melalui akuisisi tersebut. “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” kata Sunoto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    Majelis hakim menyebut Ira tidak menerima keuntungan pribadi sehingga tidak dikenakan kewajiban uang pengganti.

  • Tak Hanya Ira Puspadewi, Prabowo Juga Rehabilitasi 2 Mantan Direksi ASDP
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    Tak Hanya Ira Puspadewi, Prabowo Juga Rehabilitasi 2 Mantan Direksi ASDP Nasional 25 November 2025

    Tak Hanya Ira Puspadewi, Prabowo Juga Rehabilitasi 2 Mantan Direksi ASDP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi terhadap mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi.
    Sebelumnya,
    Ira Puspadewi
    divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    Pemberian rehabilitasi tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    Lantas, bagaimana dengan dua terdakwa lain yang juga divonis bersalah dalam kasus korupsi tersebut?
    Diketahui, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT
    ASDP
    Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono juga divonis dalam kasus yang sama.
    Keduanya dijatuhi hukuman masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
    Mensesneg Prasetyo Hadi mengatakan, Presiden
    Prabowo
    memberikan rehabilitasi tidak hanya terhadap Ira Puspadewi, tetapi juga kepada dua terdakwa lainnya yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
    “Bapak Presiden memberikan keputusan untuk memberikan hak beliau di dalam kasus yang tadi sudah disebutkan. Kasus ini sebenarnya berjalan sudah cukup lama menimpa kepada Dirut ASDP beserta beberapa orang jajaran di ASDP, atas nama saudara Ira Puspa Dewi, saudara Muhammad Yusuf Hadi, dan saudara Harry Muhammad Adhi Caksono,” kata Prasetyo.
    “Berdasarkan permohonan dari Kementerian Hukum, bapak Presiden memberikan persetujuan dan Alhamdullilah baru pada sore hari ini beliau membubuhkan tanda tangan,” ujarnya melanjutkan.
    Menurut Prasetyo, keputusan rehabilitasi ini selanjutnya akan diproses sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Dalam kesempatan itu, Prasetyo menjelaskan bahwa pemberian rehabilitasi tersebut berawal dari aspirasi masyarakat yang diterima DPR.
    Kemudian, dikaji oleh DPR dan hasilnya disampaikan ke Kementerian Hukum (Kemenkum).
    “Segala sesuatu yang berkenaan dengan kasus-kasus yang terjadi, dan itu ada jumlahnya banyak sekali, yang dalam prosesnya dilakukan pengkajian dilakukan telaah dari berbagai sisi, termasuk pakar hukum yang kemudian atas surat usulan dari permohonan dari DPR yang kemudian ditindaklanjuti dalam satu minggu ini oleh Menteri Hukum,” katanya.
    Selanjutnya, Prasetyo mengatakan, pemerintah bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto agar menggunakan hak rehabilitasi untuk Ira Puspadewi, serta dua pejabat ASDP lainnya, yakni Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi.
    Setelah itu, permohonan pemberian rehabilitasi kepada Ira Puspadewi ini dibawa ke dalam rapat terbatas (ratas) bersama Prabowo.
    Hingga akhirnya, Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya.
    Sebagaimana diberitakan Ira Puspadewi dijatuhi 4,5 tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Sunoto saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 20 November 2025.
    Eks Dirut ASDP
    disebut telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Menariknya, dalam putusannya, hakim menyatakan Ira tidak menerima uang hasil perbuatan korupsinya.
    Namun, dia tetap dinyatakan terbukti bersalah karena karena telah memperkaya orang lain atau suatu korporasi, yaitu pemilik PT JN, Adjie sebesar Rp 1,25 triliun dari proses akusisi PT JN oleh ASDP.
    “Perbuatan terdakwa bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur dan tata kelola aksi korporasi PT ASDP,” ujar Hakim Anggota Nur Sari Baktiana.
    Dua pejabat ASDP lainnya juga menerima vonis dengan kasus serupa. Mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing dijatuhi hukuman penjara empat tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • ESDM Buka Suara Soal TNI Jaga Kilang dan Terminal BBM Pertamina

    ESDM Buka Suara Soal TNI Jaga Kilang dan Terminal BBM Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara soal personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan diterjunkan untuk mengamankan kilang minyak dan terminal milik PT Pertamina (Persero). 

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menuturkan, wacana penugasan TNI untuk menjaga kilang Pertamina wajar saja. Sebab, kilang Pertamina termasuk dalam kategori objek vital nasional.

    “Jadi untuk penugasan TNI, ini kan merupakan objek vital nasional. Jadi objek vital nasional itu kan harus diamankan. Ya, termasuk pengamanannya dari TNI-Polri,” ucap Yuliot di sela acara Grand Launching Indonesia’s Oil and Gas Exploration 2025, Selasa (25/11/2025).

    Adapun, aturan pengamanan objek vital nasional yang melibatkan TNI berdasar pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 63 Tahun 2004 dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Menurut aturan ini, pengamanan obvitnas adalah tanggung jawab utama Polri yang dapat meminta bantuan TNI sesuai kebutuhan dan berdasarkan ketentuan yang berlaku. 

    Dengan kata lain, TNI bertindak sebagai kekuatan pendukung, bukan penegak hukum, dalam situasi darurat atau ancaman strategis, dengan pengerahan kekuatan di bawah kendali presiden. 

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menginstruksikan TNI untuk mengamankan kilang minyak dan terminal Pertamina. Menurutnya, Pertamina bagian dari instalasi strategis milik pemerintah dan pengamanan termasuk dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). 

    “Sebagai contoh, kilang dan terminal Pertamina, ini juga bagian yang tidak terpisahkan daripada gelar kekuatan kita.Tugas-tugas pengamanan instalasi strategis, khususnya yang dimiliki oleh Pertamina, ini juga bagian dari OMSP,” kata Sjafrie usai melaksanakan rapat tertutup dengan Komisi I DPR dan Panglima TNI di DPR, Senin (24/11/2025).

    Pengerahan pasukan dilakukan mulai Desember 2025 dengan menugaskan pasukan-pasukan dari TNI Angkatan Darat dan juga dipantau oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS).

    Upaya ini bertujuan untuk mengetahui sekaligus memitigasi ancaman bagi Pertamina maupun kedaulatan negara. Selain itu, Menhan tengah menggenjot pembangunan 150 Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan per tahun, terhitung sejak 2025. 

    “Ini tentunya tidak dimaksudkan untuk kebutuhan ambisi teritorial, tetapi semata-mata untuk menjaga keutuhan wilayah dan pengamanan serta menyelamatkan kepentingan nasional, serta menjaga industri strategis yang mempunyai kaitan dengan kedaulatan negara,” ungkapnya. 

  • DPR minta RI contoh Korsel pajang pelaku “bully” saat daftar kuliah

    DPR minta RI contoh Korsel pajang pelaku “bully” saat daftar kuliah

    Ini menarik, bisa menjadi contoh untuk penanganan sanksi sosial kepada pelaku bullying

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi X DPR My Esti Wijayati meminta kepada pemerintah Republik Indonesia (RI) untuk mencontoh Korea Selatan (Korsel) yang membuat kebijakan untuk memajang riwayat pelaku bully atau perundungan saat hendak mendaftar kuliah, mulai tahun 2026.

    Dia mengatakan rencana penerapan kebijakan itu sudah dibuat Kementerian Pendidikan Korea sejak 2023 untuk memberantas kekerasan di kalangan siswa. Indonesia, kata dia, bisa berkaca dari Korsel yang juga memiliki tingkat persoalan perundungan di lingkungan pendidikan yang tinggi.

    “Ini menarik, bisa menjadi contoh untuk penanganan sanksi sosial kepada pelaku bullying. Norma sanksi yang jelas dapat membuat mereka yang terindikasi punya sikap bullying lebih berhati-hati dan memiliki pengendalian diri,” kata Esti di Jakarta, Selasa.

    Selain itu, dia menekankan pentingnya penguatan bagi guru untuk memahami soal perundungan karena pencegahan dan penanganan perundungan tidak mungkin berjalan jika kapasitas pelaksana di sekolah rendah. Menurut dia, dibutuhkan pembekalan khusus terhadap guru terkait persoalan itu yang fenomenanya sudah sangat mengkhawatirkan.

    “Guru, perlu memiliki kompetensi konseling dan manajemen konflik, siswa harus teredukasi, orang tua aktif terlibat, dan sekolah wajib memiliki SOP yang hidup, bukan sekadar dokumen formalitas,” katanya.

    Dia mengungkapkan bahwa banyak sekolah, terutama di daerah terpencil atau dengan keterbatasan sumber daya, belum mendapatkan pelatihan dasar mengenai konseling atau manajemen konflik. Hal ini membuat sekolah tidak siap merespons kasus perundungan secara cepat, aman, dan profesional.

    Untuk itu, dia menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) harus mendorong pemerintah agar menerbitkan regulasi turunan yang spesifik dan operasional.

    “Tanpa aturan yang rinci agar dapat ada audit, upaya pemberantasan bullying hanya akan menjadi rumusan normatif tanpa kekuatan implementasi,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prabowo Rehabilitasi Tiga Mantan Direksi ASDP

    Prabowo Rehabilitasi Tiga Mantan Direksi ASDP

    Jakarta (beritajatim.com) — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yakni Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Ketiganya terjerat perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, keputusan Prabowo itu merupakan hasil dari rangkaian kajian yang dilakukan pemerintah setelah menerima banyak aspirasi masyarakat terkait proses hukum yang berjalan sejak Juli 2024.

    Menurutnya, baik DPR RI maupun pemerintah mendapatkan banyak masukan mengenai keberlanjatan kasus tersebut, sehingga diperlukan pendalaman secara menyeluruh. Dalam prosesnya, Kementerian Hukum lantas melakukan banyak kajian dan penelaahan.

    “Termasuk meminta masukan dari para pakar hukum,” kata Prasetyo didampingi Wakil Ketua DPRI RI Sufmi Dasco Ahmad didampingi Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Istana Negara, Selasa (25/11/2025).

    Praseto menambahkan, setelah menerima surat usulan dari DPR RI, Kementerian Hukum lantas menindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada Prabowo agar menggunakan hak rehabilitasi. Dan dalam rapat terbatas, Prabowo mengambil keputusan untuk membubuhi surat rehabilitasi tersebut.

    “Berdasarkan permohonan dari Kementerian Hukum dan memberikan persetujuan, alhamdulillah sore ini beliau membubuhkan tanda tangan. Kami bertiga diminta menyampaikan ke publik untuk selanjutnya supaya kita proses sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Prasetyo.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebut, keputusan Prabowo ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terdampak proses penyidikan sejak tahun 2024.

    Dasco juga menegaskan bahwa jalur konstitusional telah ditempuh sepenuhnya melalui mekanisme aspirasi publik, kajian DPR, hingga pembahasan lintas kementerian.

    “DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat, kami kemudian meminta kepada Komisi Hukum (DPR) untuk melakukan kajian terhadap perkara yang mulai dilakukan penyelidikan sejak Juli 2024. Hasil kajian hukum itu kemudian kami sampaikan kepada pemerintah terhadap perkara No 68 Pidsus PPK 2025 PN Jakpus (Jakarta Pusat),” ujar Dasco.

    Dengan telah diterbitkannya surat rehabilitasi tersebut, pemerintah menyatakan proses selanjutnya dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana korupsi terhadap tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Ketiganya adalah mantan Direktur Utama Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial Muhammad Yusuf Hadi; mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono.

    Ketiganya terjerat kasus korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara periode 2019-2022 yang disinyalir merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

    Ira Puspadewi dijerat pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan; Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono masing-masing dijerat empat tahun. (hen/but)

     

  • Anggota DPR dorong penguatan anti-perundungan dalam RUU Sisdiknas

    Anggota DPR dorong penguatan anti-perundungan dalam RUU Sisdiknas

    Kita perlu aturan yang tegas. Kalau tidak ada sanksi, mustahil akan menimbulkan efek jera, baik dari sisi orang tua maupun siswa atau mahasiswa

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi X DPR RI Agung Widyantoro mendorong penguatan aturan untuk mencegah aksi perundungan di lingkungan pendidikan melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

    Dia pun prihatin atas meningkatnya kasus perundungan, intoleransi, dan kekerasan di lingkungan sekolah maupun kampus. Fenomena ini semakin sering muncul, dan dianggap sudah berada pada tahap yang mengkhawatirkan bagi dunia pendidikan nasional.

    “Kita perlu aturan yang tegas. Kalau tidak ada sanksi, mustahil akan menimbulkan efek jera, baik dari sisi orang tua maupun siswa atau mahasiswa,” kata Agung di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, Komisi X telah menggelar rapat dengan kementerian terkait mengenai penyusunan RUU Sisdiknas. Dia menilai persoalan kekerasan, perundungan, dan intoleransi di lingkungan pendidikan harus disikapi serius.

    Ia menambahkan bahwa norma hukum perlu mengatur penanganan perundungan yang menimbulkan rasa tidak aman, trauma, luka berat, bahkan kematian.

    Meskipun selama ini sudah ada nota kesepahaman antara kementerian dan aparat penegak hukum untuk mencegah kriminalisasi kasus tertentu, menurut dia, pendekatan tersebut tidak lagi memadai.

    “Harus ada norma yang jelas dan sanksi yang dijatuhkan, meski bersifat administratif atau berupa denda. Namun, jika sampai menghilangkan nyawa atau menimbulkan luka serius dan trauma besar, kita harus tegas. Tidak ada permakluman,” katanya.

    Selain itu, dia juga menyoroti pentingnya pola asuh yang baik dari orang tua sejak dini. Ia mengingatkan bahwa toleransi terhadap kesalahan anak secara berlebihan bisa menjadi pemicu perundungan.

    “Pola asuh yang tepat sangat penting agar anak-anak belajar bertanggung jawab dan tidak menimbulkan perilaku kekerasan,” kata dia.

    Dia juga menekankan bahwa perlindungan hukum harus diberikan tidak hanya kepada siswa, tetapi juga kepada guru dan dosen. Ia mendorong agar RUU Sisdiknas memuat pasal yang memberikan payung hukum bagi tenaga pendidik agar bisa bekerja dengan aman dan nyaman.

    “Kalau guru dan dosen tidak merasa terlindungi, bagaimana mereka bisa memajukan pendidikan bangsa? Lingkungan pendidikan harus dikelola dengan rasa aman bagi semua pihak,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa satuan tugas penanggulangan kekerasan di lingkungan kampus yang telah ada harus lebih efektif, dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, pers, dan aparat penegak hukum, guna memastikan seluruh bentuk intoleransi, kekerasan, dan bullying dapat ditangani dengan tepat.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.