Wamenkum: Penyusunan Perpres dan PP Turunan KUHAP Baru Sudah 80 Persen
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa penyusunan aturan pelaksana dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru sudah mencapai 80 persen.
Peraturan pelaksana
tersebut berbentuk satu peraturan presiden (Perpres) dan dua peraturan pemerintah (PP) yang ditargetkan rampung pada akhir tahun ini.
“
KUHAP baru
itu memberi perintah ada 25 item untuk selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Tapi bukan berarti ada 25 Peraturan Pemerintah. Nanti hanya ada tiga aturan turunan. Satu Perpres, dua PP,” ujar Edward di Gedung DPR RI, Rabu (26/11/2025).
Dia menjelaskan bahwa Perpres yang dimaksud adalah Perpres tentang Sistem Peradilan Pidana Berbasis Teknologi Informasi.
Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu memastikan penyusunannya sudah mendekati rampung.
“Itu sudah 80 persen tuh. Udah, udah ada,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Eddy, pemerintah juga tengah memfinalisasi PP tentang mekanisme
restorative justice
.
Menurut Edward, rancangan regulasi tersebut sudah pernah dibahas dalam bentuk RUU dan kini diarahkan menjadi PP.
“Itu juga sudah 80 persen karena sudah ada RUU-nya. Cuma RUU itu kita jadikan PP,” kata Eddy.
Adapun satu PP lainnya merupakan aturan pelaksanaan KUHAP secara keseluruhan yang akan mengakomodasi ketentuan normatif yang diamanatkan undang-undang.
Edward menekankan, pemerintah dapat mempercepat penyusunan aturan-aturan tersebut, karena sebagian norma sudah diberlakukan dalam bentuk regulasi teknis oleh lembaga penegak hukum.
“Yang merupakan perintah KUHAP itu sudah ada di dalam Peraturan Kapolri, ada dalam Peraturan Jaksa Agung, ada dalam Peraturan Mahkamah Agung. Hanya tinggal dikompilasi. Dinaikkan ke PP,” tuturnya.
Kendati demikian, masih ada dua materi yang belum difinalisasi dan perlu pembahasan lebih lanjut bersama aparat penegak hukum terkait.
“Hanya ada dua materi yang sama sekali belum, belum, harus kita bahas. Yaitu adalah peraturan terkait denda damai oleh Kejaksaan, dan peraturan terkait plea bargaining. Dia hanya dua, dua substansi itu,” katanya.
Namun, Eddy optimistis seluruh aturan pelaksana dapat diterbitkan sesuai tenggat waktu pemberlakuan KUHAP baru.
“Jadi Insya Allah sebelum Januari 2026 sudah selesai,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPR RI
-
/data/photo/2025/11/20/691ed6b89096d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wamenkum: Penyusunan Perpres dan PP Turunan KUHAP Baru Sudah 80 Persen Nasional 26 November 2025
-

Kenali Yuk Perbedaan Rehabilitasi, Grasi, Amnesti, dan Abolisi
Jakarta: Pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada eks direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi cs membuat istilah rehabilitasi kembali menjadi sorotan publik.
Keputusan tersebut membuka diskusi lebih luas mengenai kewenangan presiden dalam memberikan pemulihan atau pengampunan hukum. Selain rehabilitasi, publik juga kerap mendengar istilah grasi, amnesti, dan abolisi. Keempat instrumen ini sama-sama berada dalam kewenangan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, namun memiliki fungsi dan dasar hukum yang berbeda.
Lalu, apa perbedaan keempatnya? Simak penjelasan berikut.
Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan pemulihan hak, kedudukan, harkat, dan martabat seseorang yang dirugikan akibat proses hukum. Rehabilitasi tidak menghapus pidana, tetapi mengembalikan nama baik individu yang dinilai mengalami ketidakadilan.Dasar hukum rehabilitasi terdapat dalam Pasal 1 angka 23 KUHAP yang mendefinisikan rehabilitasi sebagai pemulihan martabat seseorang, serta Pasal 95 ayat (1) KUHAP yang memberikan hak rehabilitasi bagi mereka yang ditangkap, ditahan, atau dituntut tanpa alasan sah. Kewenangan Presiden untuk memberikan rehabilitasi diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, yang menetapkan bahwa Presiden berhak memulihkan status hukum seseorang melalui keputusan presiden.
GrasiGrasi adalah pengampunan yang diberikan Presiden kepada terpidana yang telah dijatuhi putusan hukum tetap. Bentuknya dapat berupa pengurangan hukuman, perubahan jenis hukuman, atau penghapusan sebagian pidana.
Kewenangan Presiden memberi grasi tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945. Aturan teknis mengenai tata cara pengajuan dan bentuk pemberian grasi dijelaskan dalam UU No. 22 Tahun 2002, yang kemudian diperbarui melalui UU No. 5 Tahun 2010.
Amnesti
Amnesti merupakan pengampunan menyeluruh yang menghapus status pidana seseorang, terutama pada kasus yang memiliki dimensi politik atau kepentingan negara. Setelah menerima amnesti, catatan pidana seseorang dianggap tidak lagi berlaku.
Dasarnya terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yaitu Presiden dapat memberi amnesti dengan pertimbangan DPR. Ketentuan pelaksanaannya tertuang dalam UU No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
AbolisiAbolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang sebelum perkara diputus pengadilan. Abolisi diberikan ketika perkara dinilai layak dihentikan demi kepentingan umum atau pertimbangan tertentu.
Kewenangannya juga bersumber dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang mengatur bahwa Presiden dapat memberikan abolisi dengan pertimbangan DPR. Mekanisme hukum terkait abolisi dijelaskan lebih lanjut dalam UU No. 11 Tahun 1954.
Keempat instrumen di atas menunjukkan adanya mekanisme koreksi, pemulihan, dan pengampunan dalam sistem hukum Indonesia sesuai pertimbangan Presiden dan ketentuan perundang-undangan.
(Sheva Asyraful Fali)
Jakarta: Pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada eks direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi cs membuat istilah rehabilitasi kembali menjadi sorotan publik.
Keputusan tersebut membuka diskusi lebih luas mengenai kewenangan presiden dalam memberikan pemulihan atau pengampunan hukum. Selain rehabilitasi, publik juga kerap mendengar istilah grasi, amnesti, dan abolisi. Keempat instrumen ini sama-sama berada dalam kewenangan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, namun memiliki fungsi dan dasar hukum yang berbeda.
Lalu, apa perbedaan keempatnya? Simak penjelasan berikut.
Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan pemulihan hak, kedudukan, harkat, dan martabat seseorang yang dirugikan akibat proses hukum. Rehabilitasi tidak menghapus pidana, tetapi mengembalikan nama baik individu yang dinilai mengalami ketidakadilan.Dasar hukum rehabilitasi terdapat dalam Pasal 1 angka 23 KUHAP yang mendefinisikan rehabilitasi sebagai pemulihan martabat seseorang, serta Pasal 95 ayat (1) KUHAP yang memberikan hak rehabilitasi bagi mereka yang ditangkap, ditahan, atau dituntut tanpa alasan sah. Kewenangan Presiden untuk memberikan rehabilitasi diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, yang menetapkan bahwa Presiden berhak memulihkan status hukum seseorang melalui keputusan presiden.
Grasi
Grasi adalah pengampunan yang diberikan Presiden kepada terpidana yang telah dijatuhi putusan hukum tetap. Bentuknya dapat berupa pengurangan hukuman, perubahan jenis hukuman, atau penghapusan sebagian pidana.
Kewenangan Presiden memberi grasi tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945. Aturan teknis mengenai tata cara pengajuan dan bentuk pemberian grasi dijelaskan dalam UU No. 22 Tahun 2002, yang kemudian diperbarui melalui UU No. 5 Tahun 2010.
Amnesti
Amnesti merupakan pengampunan menyeluruh yang menghapus status pidana seseorang, terutama pada kasus yang memiliki dimensi politik atau kepentingan negara. Setelah menerima amnesti, catatan pidana seseorang dianggap tidak lagi berlaku.
Dasarnya terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yaitu Presiden dapat memberi amnesti dengan pertimbangan DPR. Ketentuan pelaksanaannya tertuang dalam UU No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Abolisi
Abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang sebelum perkara diputus pengadilan. Abolisi diberikan ketika perkara dinilai layak dihentikan demi kepentingan umum atau pertimbangan tertentu.
Kewenangannya juga bersumber dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang mengatur bahwa Presiden dapat memberikan abolisi dengan pertimbangan DPR. Mekanisme hukum terkait abolisi dijelaskan lebih lanjut dalam UU No. 11 Tahun 1954.
Keempat instrumen di atas menunjukkan adanya mekanisme koreksi, pemulihan, dan pengampunan dalam sistem hukum Indonesia sesuai pertimbangan Presiden dan ketentuan perundang-undangan.
(Sheva Asyraful Fali)
Cek Berita dan Artikel yang lain diGoogle News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(RUL)
-

DPR dan pemerintah mulai bahas RUU Penyesuaian Pidana berisi sembilan pasal
Jakarta (ANTARA) – Komisi III DPR RI bersama pemerintah melalui Kementerian Hukum mulai membahas Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana yang terdiri atas sembilan pasal.
Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menjelaskan bahwa sembilan pasal itu terbagi dalam tiga bab, yakni bab pertama adalah Penyesuaian Pidana dalam Undang-Undang di Luar KUHP, bab kedua adalah Penyesuaian Pidana dalam Peraturan Daerah, dan bab ketiga adalah Perubahan Atas Undang-Undang KUHP.
“Mengapa undang-undang ini sangat urgen? Karena merupakan perintah dari Pasal 613 KUHP,” kata Eddy saat rapat panitia kerja dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan sejumlah hal yang diatur atau disesuaikan melalui RUU tersebut, di antaranya soal pidana denda.
Menurut dia, denda sudah diatur secara baku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yakni denda Kategori I sampai Kategori VIII.
“Kategori I itu maksimumnya Rp1 juta, kemudian Rp10 juta, Rp50 juta, Rp200 (juta), Rp500 (juta), Rp2 miliar, Rp5 miliar, dan Rp50 miliar,” katanya.
Selain itu, dia mengatakan ada penghapusan soal pidana minimum khusus, tetapi dikecualikan untuk tindak pidana HAM berat, terorisme, pencucian uang, dan korupsi.
Menurut dia, contoh penghapusan pidana minimum khusus, yakni untuk tindak pidana narkotika.
Dia menjelaskan pidana minimum dihapus untuk narkotika karena salah satu penyebab penjara menjadi penuh adalah kasus narkotika. Padahal, barang bukti yang disita hanya sedikit.
“Barang bukti yang disita itu kan 0,2 gram, 0,3 gram, tapi harus mendekam 4 tahun karena ada ancaman minimumnya. Oleh karena itu, ancaman minimumnya kita hapus, tetapi untuk maksimumnya itu tetap. Jadi, semua dikembalikan pada pertimbangan hakim,” katanya.
Selain itu, Eddy menjelaskan RUU itu juga mengatur mengenai pidana kurungan yang dikonversi menjadi pidana, pidana kumulatif diubah menjadi kumulatif alternatif. Kemudian ada juga penyesuaian pidana terkait undang-undang perikanan hingga Undang-Undang Lalu Lintas.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta pemerintah agar KUHAP yang baru disetujui untuk disahkan bisa langsung berlaku tanpa adanya penyesuaian-penyesuaian yang baru lagi.
Oleh karena itu, dia sudah mengantisipasi hal-hal itu melalui norma-norma dan redaksi yang ada dalam KUHAP baru itu.
“Tinggal peraturan pemerintah saja Pak. Kalau saya inventarisasi, itu kalau nggak salah ada 16 ketentuan, yang mendelegasikan aturan lebih lanjut,” kata Habiburokhman.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

BKN Beber Jumlah ASN 5,88 Juta Saat Ini Bakal Bertambah di 1 Desember 2025, Bagaimana Seleksi CPNS 2026?
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Prof Zudan Arif Fakhrulloh menungkapkan jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) saat ini 5,58 juta. Bertambah 1,4 juta dibanding Januari 2025.
Itu diungkapkan Zudan saat rapat bersama Komisi II DPR RI. Berlangsung Selasa, (25/11/2025) di Kompleks DPR RI Senayan, Jakarta.
“Kita saat ini ada penambahan 1,4 juta ASN baru. Di bulan Januari 2025, jumlah ASN kita 4,2. Sekarang 5,58 juta,” kata Zudan dikutip dari TV Parlemen.
Jumlah tersebut, kata dia, akan terus bertambah. Seiring penetapan Surat Keputusan (SK) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Insya allah di 1 Desember akan tambah lagi, karena proses penetapan SK PPPK Penuh waktu dan PPPK Paruh Waktu terus berjalan,” ujarnya.
Jumlah 5,88 juta ASN itu, paling banyak berada di di daerah. Yakni 4,2 juta orang.
“Perlu kita sampaikan juga, ASN kita 76 persen ada di daerah. 4,2 juta, dan ada di pusat 24 persen atau 1,3 juta,” ucapnya.
Jumlah itu, didominasi perempuan 56 persen atau 3,1 juta orang. Kemudian 44 pria atau 2,4 juta orang.
“PNS kita 64 persen, dan PPPK kita bertambah sangat tinggi 36 persen. PNS kita 3,6 juta, dan PPPK kita 1,88 juta,” imbuhnya.
Jika ditilik dari kelompok jabatan, ASN tersebut enam persen di jabatan struktural. Kemudian 63 persen di fungsional, dan 31 persen pelaksana.
“Di sini yang perlu kita proyeksikan lagi, pelaksana ini akan kita proyeksikan berapa persen lagi yang masuk ke fungsional untuk menjawab tuntutan asta cita. Karena terbanyak itu di sektor pendidikan dan kesehatan, hampir 60 persen, jadi kelompok teknis hanya 40 persen,” jelasnya.
-
/data/photo/2025/11/26/69267e6c86cfd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jimly Ungkap Gagasan Reset Indonesia untuk Evaluasi Reformasi Nasional 26 November 2025
Jimly Ungkap Gagasan Reset Indonesia untuk Evaluasi Reformasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqqie mengungkap gagasan mereset Indonesia dalam pertemuan dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) sekligus Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan.
Jimly menyebutkan, gagasan itu muncul karena ia menilai arah ketatanegaraan dan penegakan hukum di Indonesia harus dievaluasi secara menyeluruh setelah lebih dari dua dekade reformasi bergulir.
“Alhamdulillah ketemu pimpinan PAN, maka kami diskusikan mengenai pentingnya Indonesia ini kalau bahasa anak muda, direset. Sesudah 28 tahun sejak ’98 ya kan, reformasi, ini perlu dievaluasi ulang menyeluruh,” kata Jimly seusai pertemuan di rumah dinas Zulhas, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Jimly menuturkan, evaluasi mencakup struktur parlemen, kekuasaan kehakiman, birokrasi pemerintahan, hingga seluruh aparatur penegak hukum.
“Bagaimana (evaluasi) tentang struktur parlemennya, bagaimana kekuasaan kehakimannya, kok keadilan kok kayaknya makin menjauh dari rakyat kecil, ya kan. Begitu juga birokrasi pemerintahan,” ungkap Jimly.
Ia menyoroti bahwa keadilan kini terasa semakin jauh dari rakyat kecil, sementara lembaga penegak hukum justru menghadapi berbagai persoalan serius.
“Kasus-kasus (penegak hukum) tuh banyak sekali. Artinya semua lembaga penegak hukum kita sedang bermasalah sekarang,” imbuh dia.
Jimly juga menyinggung maraknya organisasi advokat meski undang-undang mengatur hanya satu organisasi.
Ia menilai kondisi tersebut membuat penyelesaian persoalan penegakan hukum semakin rumit.
Jimly menilai ledakan kemarahan publik terhadap institusi negara yang terjadi pada Agustus lalu menjadi menjadi bukti bahwa saluran aspirasi rakyat sedang tersumbat.
Jimly pun berpandangan, bukan hanya Polri yang harus dibenahi, melainkan seluruh struktur ketatanegaraan, termasuk MPR, DPR, DPD, DPRD, hingga lembaga perwakilan daerah seperti MRP di Papua dan DPRA di Aceh.
Jimly mengatakan terdapat dua pekerjaan besar yang kini berjalan bersamaan, yakni percepatan
reformasi Polri
melalui komisi yang dibentuk Presiden, serta agenda perubahan kelima UUD 1945.
“Nah, maka kita harus menata kembali sistem ketatanegaraan mulai dengan perubahan kelima ini. Gitu lho. Tapi mulai dulu dengan polisi,” pungkasnya.
Pertemuan Jimly dan Zulhas juga dihadiri oleh Wakil Ketua Umum PAN sekaligus Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto, Waketum PAN sekaligus Wamen Transmigrasi Viva Yoga Mauladi, dan anggota DPR fraksi PAN Desy Ratnasari serta Ketua DPP PAN sekaligus Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/26/692678e1b965a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Kala Menhan Tolak Republik dalam Republik Saat Tinjau Bandara di Morowali Nasional
Kala Menhan Tolak Republik dalam Republik Saat Tinjau Bandara di Morowali
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau bandara di lokasi pertambangan Morowali Sulawesi Tengah memicu perhatian serius.
Sjafrie menyampaikan sorotannya usai menghadiri Latihan Terintegrasi 2025 TNI dan instansi lain di Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (20/11/2025).
Menhan menyebut keberadaan bandara tanpa kehadiran negara sebagai anomali yang dapat membuat kedaulatan ekonomi Indonesia rawan.
Sebagaimana dilansir situs web resmi Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, bandara yang dirujuk Sjafrie adalah bandara yang terletak dekat dengan jalur laut strategis yakni Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI II dan III.
Peninjauan di lokasi pada 19 November itu dilakukan Sjafrie dalam kapasitasnya juga sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dan Pengawas Tim Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
Saat itu di lokasi, simulasi pertahanan digelar oleh Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas).
Simulasi ini adalah latihan menangani pesawat asing atau gelap (
black flight
) yang melanggar wilayah kedaulatan udara.
Sehari setelahnya, masih ada lagi unjuk kekuatan militer di lokasi itu yang berupa penerjunan operasi perebutan dan pengamanan pangkalan udara atau OP3U oleh Yonko 466 Korpasgat, disusul Yonif 432 dan 433 Brigif Para Rider 3/TBS Kostrad.
Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bung Hatta—370 dan KRI Panah-625 juga tampil dalam simulasi operasi penyergapan dan penindakan maritim.
Menhan Sjafrie secara khusus menyoroti adanya “anomali” dalam regulasi yang menciptakan celah kerawanan terhadap kedaulatan ekonomi.
Sjafrie menekankan perlunya deregulasi dan peningkatan pembangunan kekuatan pertahanan di titik-titik krusial nasional.
Sjafrie menyampaikan pesan yang ditujukan kepada seluruh elemen bangsa, menegaskan bahwa negara tidak akan berhenti menindak kegiatan ilegal yang merugikan kekayaan nasional, seperti yang terjadi pada kasus pertambangan ilegal di Bangka sebelumnya.
Menhan RI berjanji akan melaporkan semua temuan dan evaluasi kepada Presiden RI.
“Republik ini tidak boleh ada republik di dalam republik. Kita harus tegakkan semua ketentuan tanpa kita melihat latar belakang dari manapun asalnya,” tegas Sjafrie.
Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) Setjen Kemhan, Kolonel Arm Rico Ricardo Sirait, menegaskan bahwa pernyataan Menhan harus dipahami sebagai peringatan umum terkait pengawasan negara di objek vital.
“Pernyataan itu pada dasarnya mengingatkan pentingnya kehadiran perangkat negara di setiap objek vital. Untuk detailnya kami belum bisa menyampaikan, jadi sementara kami mengacu pada penjelasan umum yang sudah disampaikan Menhan saat kunjungan di lapangan,” kata Rico kepada
Kompas.com
, Selasa (25/11/2025).
“Intinya perhatian tersebut muncul dari evaluasi umum dan menjadi catatan agar pengawasan negara di titik strategis tetap kuat.” ucapnya.
Menurut Rico, absennya pengawasan negara di sebuah bandara dapat membuka celah aktivitas yang tidak tercatat. Namun demikian, Kemhan masih menunggu pendalaman bersama instansi terkait sebelum memberikan penilaian risiko lebih rinci.
“Kalau pengawasan negara di sebuah bandara tidak lengkap, ruang bagi aktivitas yang tidak tercatat memang bisa terbuka, dan itu bisa berdampak pada keamanan nasional maupun lalu lintas ekonomi,” ucapnya.
Lantas, apakah bandara di kawasan Morowali itu adalah “bandara gelap”? Mungkinkah ada “bandara gelap” semacam itu?
“Dalam regulasi Tata Kebandarudaraan Nasional tidak ada kategori Bandara Tertutup. Kategori bandara hanya Bandara Khusus dan Bandara Umum, yang kemudian melayani rute domestik atau domestik & internasional,” kata Alvin.
Ia menyebutkan,
Bandara Morowali
sendiri merupakan bandara khusus, yang hanya melayani penerbangan milik pemilik bandara, penerbangan tidak berjadwal yang memiliki perjanjian dengan pengelola, serta pesawat negara.
Namun, Alvin menegaskan sistem penerbangan Indonesia sudah memiliki mekanisme berlapis yang membuat “penerbangan gelap” hampir mustahil terjadi.
Untuk pesawat berregistrasi asing, prosedurnya bahkan sangat ketat: Setiap penerbangan harus lebih dulu mengantongi
security clearance
yang diterbitkan bersama oleh Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perhubungan.
Izin itu menjadi syarat untuk mendapatkan
flight approval
.
Tanpa keduanya, pesawat asing otomatis tidak akan dilayani oleh navigasi penerbangan dan akan dicegat oleh unsur TNI begitu memasuki wilayah udara Indonesia.
Untuk pesawat Indonesia, aturan dibedakan berdasarkan kapasitas.
Pesawat domestik berkapasitas di bawah 25 kursi cukup mengajukan
flight plan
tanpa perlu
flight approval
.
Namun, pesawat berkapasitas di atas 25 kursi wajib memiliki flight approval, izin rute, dan baru kemudian dapat mengajukan
flight plan
.
Alvin menegaskan bahwa seluruh bandara tetap berada dalam pengawasan negara.
Pengawasan operasional di lapangan dilakukan oleh Otoritas Bandara, sementara pengaturan dan pemantauan lalu lintas udara sepenuhnya ditangani AirNav Indonesia.
Bila sebuah bandara melayani penerbangan internasional, perangkat negara seperti imigrasi, bea cukai, dan karantina wajib hadir di sana.
Dengan mekanisme berlapis tersebut, Alvin menyebut peluang terjadinya penerbangan tidak tercatat nyaris mustahil.
“Pengawasan dan pelayanan penerbangan itu berlapis-lapis. Mustahil ada penerbangan gelap. Jika sampai terjadi penerbangan gelap, berarti semua instansi berhasil dibobol,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, telah menghubungi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara soal pernyataan Menhan yang ramai diperbincangkan di media sosial.
Kepada
Kompas.com
, ia menegaskan bahwa Komisi V akan mempelajari struktur operasi bandara khusus dan menjadwalkan kunjungan setelah masa reses.
“Kami sendiri belum pernah pergi ke bandara ini. Nanti kami akan cek langsung. Karena bandara ini statusnya bandara khusus. Itu ada aturannya,” kata Lasarus.
Bandara khusus diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sebagai bandar udara yang hanya digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan usaha tertentu, misalnya industri, tambang, atau perkebunan.
Status ini berbeda dengan bandara umum yang melayani publik. Karena fungsinya terbatas untuk internal perusahaan, bandara khusus tidak diwajibkan memiliki perangkat negara secara penuh seperti imigrasi, bea cukai, karantina, atau otoritas bandara yang menetap.
Negara hadir sebatas sebagai pemberi izin pembangunan dan izin operasi, serta melakukan audit keselamatan dan pengawasan berkala.
Meski demikian, UU tetap mengatur standar keselamatan, keamanan, dan operasional minimum yang harus dipenuhi bandara khusus.
Namun karena sifatnya bukan untuk layanan publik, pengelolaan sehari-hari, termasuk keamanan, fasilitas, hingga alur penumpang sepenuhnya berada di tangan pemilik bandara, umumnya perusahaan swasta.
Menurut Lasarus, operasional bandara khusus tetap harus memenuhi ketentuan hukum.
Ia sependapat dengan Menhan soal perlunya kehadiran negara.
“Saya sepakat dengan Pak Sjafri bahwa harus ada unsur perangkat negara di sana. Harus ada dong.” ucapnya.
Lasarus menuturkan bahwa baik pesawat domestik maupun asing yang turun dan terbang dari atau menuju bandara khusus tetap harus mengikuti mekanisme izin,
slot tim
e, dan
clearance
lintas kementerian.
Misalnya, izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) maupun pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
“Misalnya ada
private jet
dari China mau masuk situ, itu ada izin terbang,
slot time
dari Kemenhub. Ada
clearance
dari Kemenlu, ada
clearance
lagi dari Bea Cukai. Itu ada aturannya.” Kata Lasarus.
Lasarus membandingkan bandara khusus dengan terminal khusus (tersus) di sektor pelabuhan.
Dia bilang, pelabuhan khusus juga memiliki Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
“Di tersus itu kapal tidak boleh berlayar tanpa izin KSOP. KSOP itu unsur negara.” kata Lasarus.
Menurutnya, prinsip serupa harus berlaku di bandara khusus.
Keberadaan aparat seperti kepolisian dianggap bisa menjadi bentuk kehadiran negara.
“Harus ada unsur negara. Enggak bisa enggak ada unsur negara,” kata dia.
Ia menyatakan akan meminta penjelasan tuntas dari Kemenhub. Komisi V berencana meninjau Morowali pada masa sidang Januari.
“Karena ini juga mendapat perhatian publik dan kami melihat kalau sama sekali tidak ada pejabat negara di sana, jaminannya apa? Sejauh apa kemampuan kita mendeteksi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.” kata Lasarus.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5239581/original/095317800_1748844784-Screenshot_20250602_092453_YouTube.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bos PLN Curhat Harus Selesaikan Tugas Berat dari Prabowo
Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menegaskan bahwa penyediaan energi yang terjangkau (affordable energy) menjadi prioritas utama perusahaan di tengah kondisi global yang penuh tekanan.
Menurutnya, dengan kontraksi pasar, fluktuasi harga komoditas, hingga disrupsi teknologi, PLN melihat kebutuhan energi murah sebagai fondasi penting untuk menjaga daya saing Indonesia.
“Nah, tentu saja saya sebagai Direktur Utama PT PLN Persero mendapatkan tugas yang berat. How are we going to be able to provide affordable energy. Kenapa? Karena dengan adanya affordable energy ini akan ada investasi baru,” kata Darmawan dalam PLN CEO Forum, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu (26/11/2025).
Energi terjangkau menurutnya tidak hanya soal efisiensi, tetapi berkaitan langsung dengan kemampuan Indonesia menarik investasi baru. Investor membutuhkan kepastian bahwa biaya energi tidak menjadi beban berat bagi operasi mereka. Oleh karena itu, PLN terus melakukan transformasi dan inovasi untuk menekan biaya produksi listrik.
Ia menekankan bahwa optimisme pemerintah yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto dan kekompakan lintas lembaga menjadi modal besar untuk menjalankan agenda energi terjangkau ini.
“Kita hari ini punya suatu keyakinan dengan kepemimpinan dari Bapak Presiden Prabowo Subianto. Di mana Kabinet Merah Putih juga kompak. Hubungan dengan DPR juga kompak. Hubungan dengan MPR juga kompak,” ujarnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5423104/original/058887200_1764053350-Wamen_ESDM_Yuliot_Tanjung-25_nov_2025.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
TNI Ikut Jaga Kilang Pertamina, Wamen ESDM: Sudah Penugasan
Liputan6.com, Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Yuliot Tanjung buka suara mengenai rencana TNI ikut mengamankan kilang minyak milik PT Pertamina (Persero). Menurut dia, itu sudah menjadi satu penugasan kepada aparat pengamanan, termasuk TNI.
Yuliot menerangkan, tugas yang diberikan yakni terkait pengamanan objek vital nasional (obvitnas). Pengamanannya, dilakukan baik oleh TNI maupun anggota Kepolisian.
“Jadi, untuk penugasan TNI, ini merupakan objek vital nasional. Jadi, objek vital nasional itu harus diamankan. Ya, termasuk pengamannya dari TNI Polri,” kata Yuliot, ditemui di Hotel Sheraton, Jakarta, dikutip Rabu (26/11/2025).
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memastikan TNI turun tangan untuk menjaga industri strategis nasional, salah satunya kilang milik Pertamina.
“Semata-mata untuk menjaga keutuhan wilayah dan pengamanan serta menyelamatkan kepentingan nasional, serta menjaga industri strategis yang mempunyai kaitan dengan kedaulatan negara. Sebagai contoh, kilang dan terminal Pertamina, ini juga bagian yang tidak terpisahkan daripada gelar kekuatan kita,” kata Sjafrie saat menghadiri jumpa pers usai mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR di gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, mengutip Antara.
Sjafrie menjelaskan, penjagaan instalasi strategis ini dilakukan guna memastikan ragam aset industri milik pemerintah dalam keadaan aman dan berfungsi dengan baik.
TNI Berhak Menjaga
Selain itu, Sjafrie menilai TNI berhak menjaga instalasi strategis negara karena memiliki landasan hukum yang sah.
“Tugas-tugas pengamanan instalasi strategis, khususnya yang dimiliki oleh Pertamina, ini juga bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan ada di dalam revisi Undang-Undang TNI yang 14 pasal itu,” tegas Sjafrie.
-

BKN Ungkap Formasi Prioritas Seleksi CPNS 2026
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengungkapkan formasi prioritas untuk seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2026. Badan Gizi Nasional (BGN) masuk prioritas.
Itu dikonfirmasi Kepala BKN, Prof. Zudan Arif Fakrulloh. Saat rapat dengan Komisi II DPR RI bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
“Di Badan Gizi, 32.080 formasi,” kata Zudan dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/11).
Selain itu, dua mengungkapkan ada potensi rekrutmen guru. Khusus untuk Sekolah Rakyat.
“Penentuan potensi dan rekrutmen guru dan tenaga pendidik untuk Sekolah Rakyat, 5.044 formasi,” terangnya.
Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih juga masuk prioritas khusus dalam penataan pegawai non-ASN. Jumlahnya diproyeksikan sampai 59.218 orang.
“Pengalihan pegawai non-ASN pada program Koperasi Merah Putih diproyeksikan 59.217 orang,” imbuh Zudan.
Kemudian, secara umum ada juga rekrutmen untuk 5,2 juta ASN. Bakal ditempatkan pada penyelenggaraan layanan dasar.
“Kemudian 5,2 juta ASN untuk penyelenggaraan layanan dasar, 61.796 ASN mendukung hilirisasi, dan penataan ASN di berbagai lembaga di Kabinet Merah Putih 506.476 ASN,” terangnya.
Semua itu, kata dia, masuk dalam kebijakan pengembangan karier ASN yang juga mencakup delapan kebijakan baru. BKN, katanya, ingin memberi perlindungan sekaligus kemudahan bagi ASN.
“Isinya adalah lebih melindungi, memudahkan, dan membahagiakan para ASN. Semangatnya 3M, melindungi, memudahkan, dan membahagiakan,” pungkasnya.
(Arya/Fajar) -

TNI AD jaga industri strategis negara agar tidak disabotase
Jakarta (ANTARA) – Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Kolonel Infanteri Donny Pramono menyatakan kehadiran prajurit TNI di kawasan industri strategis negara bertujuan untuk mencegah terjadinya sabotase dari pihak lain.
“Untuk bentuk pengamanan, secara umum TNI melaksanakan fungsi perlindungan objek vital, pencegahan sabotase, serta penanganan potensi ancaman terhadap kepentingan nasional,” kata Donny kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Pencegahan sabotase itu dilakukan agar industri strategis milik negara dapat beroperasi dengan baik sehingga bisa menghasilkan hasil yang maksimal untuk kepentingan rakyat.
Hal tersebut, lanjut Donny, juga sejalan dengan perintah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menginginkan seluruh aset atau objek vital negara dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Namun demikian, hingga saat ini pihak TNI AD belum menerima instruksi lebih detail soal pola pengamanan yang akan diterapkan di setiap objek vital.
Pihaknya juga belum memastikan satuan mana yang akan dikerahkan untuk menjaga industri pertahanan milik negara.
“Apakah nantinya dilakukan oleh satuan wilayah, satgas tertentu, atau unsur lainnya, seluruhnya akan ditentukan melalui kebijakan terpusat oleh Mabes TNI,” jelas Donny.
Sebelumnya, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan TNI turun tangan untuk menjaga industri strategis nasional, salah satunya kilang minyak milik Pertamina.
“Semata-mata untuk menjaga keutuhan wilayah dan pengamanan serta menyelamatkan kepentingan nasional, serta menjaga industri strategis yang mempunyai kaitan dengan kedaulatan negara. Sebagai contoh, kilang dan terminal Pertamina, ini juga bagian yang tidak terpisahkan daripada gelar kekuatan kita,” kata Sjafrie saat menghadiri jumpa pers usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Senin.
Sjafrie menjelaskan penjagaan instalasi strategis ini dilakukan guna memastikan ragam aset industri milik pemerintah dalam keadaan aman dan berfungsi dengan baik.
Selain itu, Sjafrie menambahkan TNI berhak menjaga instalasi strategis negara karena memiliki landasan hukum yang sah.
“Tugas-tugas pengamanan instalasi strategis, khususnya yang dimiliki oleh Pertamina, ini juga bagian dari operasi militer selain perang dan ada di dalam revisi Undang-Undang TNI yang 14 pasal itu,” tegas Sjafrie.
Sjafrie melanjutkan pengamanan industri strategis itu menjadi salah satu tugas dari Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) yang saat ini sedang dibangun TNI di seluruh wilayah.
Sejauh ini, tercatat sudah ada lebih dari 100 BTP yang telah terbangun di seluruh Indonesia. Pemerintah menargetkan BTP bertambah 150 per tahunnya.
Dengan penjagaan tersebut, Sjafrie yakin ragam industri strategis, seperti Pertamina ini akan bekerja secara maksimal sehingga memberikan dampak baik untuk kemakmuran masyarakat dan kedaulatan negara.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.