Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Usai Bebas, Eks Dirut ASDP Ira Harap Penegakan Hukum Bisa Lindungi Profesional

    Usai Bebas, Eks Dirut ASDP Ira Harap Penegakan Hukum Bisa Lindungi Profesional

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Direktur Utama (Dirut) ASDP Ira Puspadewi telah resmi bebas dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (28/11/2025).

    Selain Ira, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi juga resmi bebas dari rutan KPK.

    Usai bebas, Ira berharap agar penegakan hukum di Tanah Air bisa memberikan perlindungan hukum terhadap para profesional.

    “Harapan kami ke depan, semoga tatanan hukum di negeri kita tercinta ini dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para profesional,” ujar Ira Puspadewi di kompleks KPK, Jumat (28/11/2025).

    Ira menekankan bahwa maksud dari perlindungan hukum itu diberikan kepada anak bangsa yang ingin berkontribusi besar bagi Indonesia.

    “Anak bangsa yang sungguh-sungguh melakukan kerja besar untuk Indonesia yang kita punya, Indonesia yang kita cintai, untuk Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, nampak Ira keluar dari Rutan Kelas 1 Cabang KPK pada 17.17 WIB. Ira terlihat mengenakan pakaian batik berkelir pink saat keluar dari Rutan.

    Kemudian, Ira langsung disambut dengan tepuk tangan oleh keluarganya. Suasana haru pun terlihat pada momen pembebasan mantan bos perusahaan perkapalan itu.

    Usai memberikan keterangan pers ke media, Ira langsung ke mobil listrik pabrikan otomotif asal China berkelir biru. Setelah itu, Ira pergi meninggalkan lokasi.

    Sekadar informasi, informasi terkait rehabilitasi diumumkan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Mensesneg Prasetyo Hadi, dan Seskab Teddy Indra Wijaya di Istana Negara pada Selasa (25/11/2025).

    Surat rehabilitasi tersebut merupakan tindak lanjut dari berbagai aspirasi masyarakat yang masuk ke DPR sejak kasus yang menjerat jajaran direksi ASDP mulai diselidiki pada Juli 2024.

    Setelah itu, DPR RI kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Singkatnya, hasil kajian ini disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Berdasarkan kewenangannya, Presiden pun membuat keputusan untuk memberikan rehabilitasi terus Ira Puspadewi dkk di kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP.

  • Usai Bebas, Eks Dirut ASDP Ira Dkk Ucapkan Terima Kasih ke Prabowo

    Usai Bebas, Eks Dirut ASDP Ira Dkk Ucapkan Terima Kasih ke Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Direktur Utama (Dirut) ASDP, Ira Puspadewi mengucapkan terimakasih kepada Presiden Prabowo Subianto dan jajarannya usai mendapatkan rehabilitasi terkait kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, nampak Ira keluar dari Rutan Kelas 1 Cabang KPK pada 17.17 WIB. Ira terlihat mengenakan pakaian batik berkelir pink saat keluar dari Rutan.

    Kemudian, Ira langsung disambut dengan tepuk tangan oleh keluarganya. Suasana haru pun terlihat pada momen pembebasan mantan bos perusahaan perkapalan itu.

    “Kami bertiga menyampaikan syukur kepada Allah SWT atas limpahan karunia luar biasa bagi kami,” ujar Ira usai bebas dari Rutan KPK, Jumat (28/11/2025).

    Setelah itu, Ira Puspadewi juga mengucapkan terimakasih kepada sejumlah pihak mulai dari Presiden Prabowo Subianto, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco, Mahkamah Agung RI, sejumlah menteri hingga Seskab Teddy.

    Apresiasi itu dilayangkan Ira karena telah memberikan pengampunan atau rehabilitasi pada kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh ASDP.

    “Kedua kami menghaturkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya ke bapak Presiden Prabowo. Yang telah berkenan menggunakan hak istimewanya, dengan rehabilitasi bagi perkara kami,” pungkasnya.

    Sebelumnya, informasi rehabilitasi diumumkan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Mensesneg Prasetyo Hadi, dan Seskan Teddy Indra Wijaya di Istana Negara pada Selasa (25/11/2025).

    Surat rehabilitasi tersebut merupakan tindak lanjut dari berbagai aspirasi masyarakat yang masuk ke DPR sejak kasus yang menjerat jajaran direksi ASDP mulai diselidiki pada Juli 2024.

    Setelah itu, DPR RI kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Singkatnya, hasil kajian ini disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Berdasarkan kewenangannya, Presiden pun membuat keputusan untuk memberikan rehabilitasi terus Ira Puspadewi dkk di kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP.

    Adapun, Ira sejatinya sudah ditetapkan bersalah melakukan korupsi akuisisi PT JN. Ira kemudian divonis 4,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta. 

    Sementara itu, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi divonis 4 tahun dan denda Rp250 juta.

  • Meme Lo Lucu, Tapi Pasalnya Enggak: Gegara KUHAP, Roasting Pejabat Bisa Ditangkap
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 November 2025

    Meme Lo Lucu, Tapi Pasalnya Enggak: Gegara KUHAP, Roasting Pejabat Bisa Ditangkap Megapolitan 28 November 2025

    Meme Lo Lucu, Tapi Pasalnya Enggak: Gegara KUHAP, Roasting Pejabat Bisa Ditangkap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Coba cek grup WhatsApp kalian yang namanya aneh itu, atau moots kamu di X sekarang. Isinya penuh meme muka pejabat yang lagi di-
    roasting
    , kan?
    Awas, bisa jadi ternyata salah satu mutual kamu itu ternyata intel aparat yang lagi nyamar buat nyari bukti pidana.
    Kedengarannya kayak lagi
    overthinking
    , tapi
    sorry to say
    , ketakutan ini makin valid dan nyata.
    Gara-garanya? Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang kini sudah disahkan.
    Kamu yang hobi marah-marah atau bikin gambar meme dengan muka pejabat harus makin hati-hati, karena batas antara bercanda di medsos dan tindak pidana jadi makin buram.
    Kamu bisa ketawa lihat meme roasting pejabat hari ini, tapi besok bisa jadi kamu diciduk aparat karena dinilai melanggar hukum karena adanya KUHAP.
    Salah satunya, pasal soal polisi yang bisa menyamar alias
    undercover
    dan pasal karet yang bikin hobi spill kemarahan dan reposting meme kita jadi ngeri-ngeri sedap.
    Artikel ini mencoba untuk ngajak kamu, anak-anak muda Generasi Z buat membedah soal seberapa valid ketakutan soal pembatasan ekspresi di ruang digital dan bagaimana implementasi hukumnya setelah RKUHAP disahkan.
    Jujur aja deh, seberapa sering sih kamu bener-bener baca ratusan halaman naskah undang-undang yang tebalnya kayak kitab kera sakti itu?
    Bagi Gen Z yang dibombardir ribuan konten tiap harinya dari medsos, otak kita biasanya akan memilih informasi yang enteng dan mudah dicerna.
    Termasuk, meme yang jadi bahasa politik sekaligus ungkapan ekspresi keresahan kita semua.
    Zeta (22 tahun), seorang karyawan swasta di Jakarta Barat salah satunya.
    Baginya, isu hukum yang berat seperti KUHAP itu membosankan dan seringkali lewat begitu saja kalau tidak dikemas dengan bahasa visual.
    “Jujur sebenarnya persoalan KUHAP tuh tiba-tiba banget kan ya munculnya dan susah pula pahamnya.
    The moment
    orang tau ada KUHAP, enggak lama setelah itu sah gitu aja, tanpa masyarakat tau sebenernya apa sih si KUHAP ini,” cerita Zeta.
    Di tengah kebingungan buat
    keep up
    dengan RKUHAP, meme hadir sebagai penyelamat untuk dia bisa cari tau lebih dalam.
    Zeta mencontohkan sebuah meme viral yang menggambarkan situasi yang bikin semua orang bisa masuk penjara kalau berisik mengkritik kebijakan politik.
    Buat dia, meme ”
    This could be us, but you choose stop playing medsos
    ” jadi salah satu yang bikin
    awareness
    -nya soal RKUHAP muncul, karena takut hobi main medsosnya terusik.
    “Itu paling seru sih kayaknya. Meme itu beneran dapet respon positif, malah orang-orang lebih senang dengan konsep kalau ntar penjara penuh karena kita kritik pemerintah. Itu menarik banget,” kata Zeta.
    Hal yang sama ternyata juga dialami Kharina (23), warga Bekasi yang punya
    screentime Twitter
    alias
    X
    mencapai 8 jam sehari.
    Menurut dia, meme cukup jitu buat jadi bentuk edukasi politik sekaligus hiburan.
    “Jujur lebih suka dalam bentuk meme, anggap aja hiburan tapi serius, gitu.
    Somehow
    saya tuh seneng, ada beberapa yang kritik pake meme, tapi isinya berbobot,” ujar Kharina.
    Bahkan, dia mengakui lebih suka mencerna informasi atau kritik-kritik yang dibungkus dengan konsep meme, karena bisa sekaligus jadi hiburan.
    “Kalo liat kritik pakai meme, jujur sering banget, sampai di tahap kalau liat meme kritik pemerintah tuh pasti langsung pencet
    retweet
    . Soalnya pergerakan kritik pakai meme itu keliatan lebih masif di kalangan netizen,” ucap dia.
    Nah, masalahnya, seperti kata Kharina, ketika kritik digital ini makin masif dan efektif, sepertinya aparat negara mulai merasa perlu untuk “menertibkan” narasi tersebut, salah satunya lewat KUHAP.
    Buat Gen Z, politik itu nggak melulu soal debat kaku ala generasi boomer di acara televisi.

    Justru, meme di medsos yang sering dianggap enggak penting sama orang-orang tua, ternyata memang terbukti bisa jadi ekspresi politik anak muda secara ilmiah, guys!
    Berdasarkan riset Fatanti & Prabawangi (2021) di Universitas Negeri Malang terbukti kalau meme politik juga bentuk partisipasi politik anak muda.
    “Melalui meme, warga negara bukan hanya dapat menyuarakan pendapatnya, namun juga memperoleh dan menyebarkan informasi sekaligus hiburan. Selain itu, meme juga dapat bertindak sebagai medium edukasi dan literasi politik bagi anak muda,” jelas hasil riset itu.
    Enggak cuma itu, riset internasional Limor Shifman (2014) di Massachusets Institute of Technology (MIT) juga bilang kalau meme itu bisa jadi fundamental edukasi politik paling simpel di internet.
    Daripada darah tinggi liat kelakuan pejabat yang
    red flag
    , Gen Z lebih milih nge-
    roasting
    lewat visual kocak dan satir yang bikin kritik terasa lebih seru dan gampang dicerna.
    Nggak cuma itu, meme juga sering jadi
    entry point
    atau pintu gerbang pertama yang bikin kita melek sama isu berat—mulai dari kasus korupsi sampai drama pemilu—yang mungkin males kita baca kalau cuma lewat teks berita panjang.
    Well
    , mau nonton berita di televisi atau lewat meme konyol di medsos,
    It’s still politics, but just make it fun, right
    ?
    Eits
    , tapi kita harus tau nih, ada salah satu bagian di KUHAP yang bisa bikin para Gen Z
    anxiety
    , yaitu pasal soal penyamaran, yang dinilai jadi pasal karet.
    Dalam KUHAP yang baru, tepatnya di Pasal 136, aparat penyidik punya kewenangan buat memakai teknik penyamaran alias undercover untuk mendalami suatu tindak pidana.
    Skenarionya gini, misalnya, kamu sering diskusi soal politik, bahkan sampai marah-marah ke pejabat publik di media sosial.
    Ternyata, ada satu orang mutual anonim kamu di medsos yang sering mancing emosi dengan ngasih unjuk kebijakan yang cukup ngeselin, sampai akhirnya kamu memaki para pejabat pakai kata-kata kasar.
    Cekrek. Chat itu di-screenshot dan langsung bisa jadi alat bukti sampai kamu diciduk karena dianggap mencemarkan nama baik atau menghina lembaga negara.
    Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan bilang, sebenarnya penyamaran itu cuma boleh dipakai buat kasus narkotika, termasuk di dalam KUHAP yang disebut lewat bagian penjelasan.
    “Nah tapi problemnya, itu kan adanya di penjelasan umum ya, khawatirnya ini kemudian sangat rentan ada misuse pada penggunaan teknik investigasi khusus ini, digunakan tanpa pemahaman yang jelas dari aparat penegak hukum,” kata Fadhil.
    Buat kalian yang udah punya
    trust issue
    ke aparat yang melakukan proses hukum enggak sesuai prosedur, cukup wajar kalau khawatir penyamaran ini dilakukan di luar kasus narkotika.
    “Tentu menurut saya valid gitu ya (kekhawatiran), karena memang tidak ada jaminan bagi warga negara untuk kemudian terbebas dari penyalahgunaan kekuasaan aparat, tentu itu suatu hal yang valid. Apalagi, tidak ada mekanisme pengawasan dan tanggung jawab yang jelas di hukum kita,” ucap Fadhil.
    Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar ikut memvalidasi ketakutan ini.
    Fickar menyoroti tajam soal praktik penyamaran yang dilakukan aparat sebagai sebuah penjebakan.
    “Menurut saya, kalau undercover itu sudah terlalu jauh. Dan ini menurut saya bertentangan dengan asas-asasnya sendiri, asas dari hukum acara pidana,” kata Fickar.
    Fickar menjelaskan sebuah prinsip hukum dasar yaitu asas praduga tak bersalah yang membuat orang harus dianggap baik sampai terbukti jahat.
    Tapi, dengan teknik
    undercover
    yang tidak dibatasi secara jelas, Fickar menilai polisi bisa melakukan apa yang disebut entrapment alias penjebakan.
    Misalnya, praktik memancing orang lain buat menjelek-jelekkan atau menghina seseorang di media sosial alias
    rage baiting
    .
    “Itu kan memancing orang untuk memancing orang melakukan tindak pidana, yang tadinya tidak mau berbuat pidana, karena dipancing itu jadi pidana,” jelas Fickar.
    Simpelnya gini, kamu itu tadinya anak baik-baik yang cuma mau keluh kesah biasa aja.
    Tapi, saat kamu diincar karena sering mengkritik, ada intel yang nyamar dan memprovokasi di medsos sampai jadi ikut-ikutan ngomong kasar atau menyebar info yang belum tentu benar.
    Kalau kata Fickar, orang yang tadinya enggak punya niat jahat, jadi bisa terpancing untuk punya niat jahat karena dorongan dari penyamar tadi.
    Fickar juga menegaskan bahwa teknik
    undercover
    dan penjebakan itu hanya masuk akal untuk kasus narkotika, di mana peredarannya tertutup dan tingkat kerusakan terhadap generasi bangsanya sangat besar.
    “Mestinya ketentuan menjebak lewat penyamaran itu jangan diatur di dalam ketentuan yang umum. Karena kalau di ketentuan umum maka berlaku secara umum, untuk kasus apa saja,” kata Fickar.
    “Misalnya ada orang sengaja dikentutin biar marah, terus pas dia mukul, langsung dikenain pasal penganiayaan,” sambungnya memberikan analogi satir.
    Jadi, ketakutan Gen Z yang ngerasa KUHAP jadi bikin aparat makin
    red flag
    itu ternyata cukup punya alasan yang kuat. Duh, ngeri juga, ya.
    Dis aat netizen panik soal potensi kriminalisasi, DPR RI akhirnya juga ikut
    speak up
    .
    Kalau kata Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, narasi seram yang seliweran di
    timeline
    itu cuma berlebihan dan salah kaprah.
    Menurut dia, KUHAP yang baru disahkan 18 November 2025 kemarin justru bikin syarat penangkapan jadi jauh lebih ribet dibanding aturan lama.
    “Syarat penangkapan dalam
    revisi KUHAP
    jauh lebih banyak dan lebih berat dibandingkan dengan KUHAP lama,” kata Habiburokhman di Gedung DPR RI, Selasa (18/11/2025) lalu.
    Jadi, buat kamu yang takut tiba-tiba diciduk pas lagi repost meme lucu itu, DPR minta kamu tenang dulu. Katanya sih, polisi enggak bisa asal main tangkap tanpa kepastian tindak pidananya.
    Habiburokhman juga menjelaskan kalau di
    KUHAP baru
    , polisi enggak bisa sembarangan menetapkan tersangka, alias harus punya dua alat bukti dulu.
    Terus soal penahanan, aturannya diklaim lebih objektif dan enggak cuma mengandalkan subjektivitas penyidik.
    Menurut Habiburokhman, kamu baru akan ditangkap kalau beneran red flag banget kelakuannya, misalnya, ngeghosting alias mangkir dari panggilan polisi dua kali berturut-turut, memberikan informasi palsu, menghambat pemeriksaan, mau kabur, atau menghilangkan barang bukti.
    “Nah, kalau di KUHAP baru, ini sangat obyektif, sangat bisa dinilai, gitu lho,” kata politisi Gerindra itu.
    Terus, dia juga bilang kalau narasi soal isu HP kita yang bisa disadap atau disita seenak jidat itu misleading.
    Katanya, semua aksi “mata-mata” kayak penyadapan, penbekuan rekening, sampai penyitaan handphone itu wajib ada izin dari pengadilan.
    Jadi, polisi enggak bisa jadi stalker dadakan yang intip chat WA kamu tanpa prosedur hukum yang sah.
    Nantinya, aturan detail soal penyadapan ini bakal diatur lebih lanjut di Undang-undang yang terpisah.
    Walaupun begitu, Pengacara Publik LBH, Fadhil Alfathan ngaku enggak mau percaya begitu aja sama polisi soal penyadapan ini.
    Menurut Fadhil, meskipun poin mengenai penyadapan ini belum diatur secara detail, tetap aja sudah ada dasar hukum buat polisi melakukan penyadapan.
    Malahan, jadi lebih bahaya karena belum dikasih aturan main yang jelas, karena belum adanya UU Penyadapan.
    “Tetap saja kita harus khawatir dan sangat valid, karena ya itu, walau belum detail, tapi tetap udah ada dasar hukum buat polisi menyadap. Malah jadi bahaya kalau polisi menginterpretasikan sendiri cara-cara penyadapannya,” ucap Fadhil.
    Selain takut dijebak intel, kekhawatiran terbesar Gen Z di medsos adalah soal konten yang kadang dianggap sensitif, tapi sebenarnya lucu, termasuk meme.
    Apa jadinya kalau meme muka pejabat yang kita edit dan bikin ketawa itu ternyata dianggap penghinaan? Apakah kita harus berhenti mengkritik lewat gambar?
    Zeta, sebagai sosok yang hobi lihat muka pejabat dijadikan meme, merasa aturan ini cukup tidak masuk akal.
    “Padahal main sosial media kan bebas ya, meme juga ekspresi aja gitu, keluh kesah. Itu malah ganggu kita sebagai masyarakat buat punya suara. Kalau diatur bahkan diancam gitu mah parah banget,” keluhnya.
    Tapi tenang, Pak Fickar ternyata cukup ngasih rasa lega, walau tetap ada batasan dalam bikin meme.
    Menurut Fickar, ada perbedaan besar yang harus dipahami pejabat saat menghadapi meme di media sosial, yaitu antara mengkritik kebijakan publik dan menyerang pribadi.
    Fickar mengingatkan kita pada konsep dasar negara demokrasi, pejabat publik itu pelayan rakyat yang digaji pakai uang pajak kita.
    “Sekeras apapun kritik warga negara terhadap pejabat publik, sepanjang ia masih pejabat publik, itu tidak berlaku itu hukum pidananya seharusnya. Penuntutan terhadap warga negara itu harusnya enggak boleh ada,” tegas Fickar.
    Lalu bagaimana dengan meme edit wajah pejabat yang blunder sampai seliweran di seluruh media sosial?
    “Sepanjang itu karikatur, tidak merusak wajah aslinya, itu tidak apa-apa. Kan gini, kalau karikatur digambar jadi kritik, tiap hari di koran Kompas juga ada, itu semua isinya sindiran kan. Itulah cerminan dari negara kita,” jelasnya.
    Artinya, kalau bikin meme yang menyindir kebijakan, misalnya kebijakan pajak naik, jalanan rusak, atau korupsi, itu adalah hak sebagai warga negara.
    Jadi, kalau kamu edit foto pejabat jadi badut untuk mengkritik “kinerjanya yang lucu kayak sirkus”, itu masih bisa diperdebatkan sebagai kritik satir.
    Tapi, kalau kamu edit foto pejabat dengan gambar porno, atau menghina bentuk fisiknya alias
    body shaming
    , atau menuduh urusan rumah tangganya, itu ada potensi masuk ranah pidana.
    Walaupun didukung ahli hukum, tapi dampak dari enggak jelasnya pasal karet di KUHAP tetap bikin sejumlah Gen Z ketar-ketir buat mengkritik.
    Bisa jadi, orang jadi takut bicara bukan karena mereka salah, tapi karena mereka takut dicari-cari kesalahannya.
    Kharina adalah salah satu bukti nyata korban fenomena ini dan berujung enggak lagi berani bersuara lantang pakai akun aslinya di media sosial.
    Dia memilih “bergerilya” lewat akun anonim atau
    fan account
    yang biasanya digunakan untuk urusan K-Pop.
    “Kalau posting kritik lumayan sering meskipun bukan pake akun pribadi, mostly pakai
    fan account
    . Karena itu akun publik satu-satunya dan anonim, jadi lebih ngerasa aman,” akunya sambil tertawa.
    Strategi
    hit and run
    pakai akun alter ini memang kerasa aman, tapi ini juga ironis.
    Bayangin aja, buat bertanya “uang pajak rakyat ke mana?”, kita harus effort sembunyi di balik foto profil idol K-Pop atau karakter anime favorit kita.
    Zeta menambahkan, rasa takut blunder dan fakta yang diputarbalikkan menjadi alasan utama kenapa banyak Gen Z mulai mengerem setelah adanya pengesahan KUHAP.
    “Aku sendiri nyoba kritik dalam batas wajar aja sih, enggak berani terlalu gimana-gimana, karena tetep takut blunder dan malah bisa diputerbalikin,” kata Zeta.
    Kondisi hukum negara kita memang enggak lagi baik-baik aja, tapi bukan berarti kita harus berhenti peduli.
    Dari wawancara panjang dengan para pakar hukum pidana, berikut rangkuman survival guide di tengah-tengah situasi ini biar kamu bisa tetap kritis dan juga aman:
    Sesuai peringatan Pak Fickar tadi, kita harus tetap waspada walaupun di ruang-ruang privat, seperti direct message medsos ataupun grup WhatsApp.
    Kalau ada orang yang terlalu agresif memancing buat ngejelek-jelekin politisi, bikin kerusuhan, apalagi sampai hal-hal radikal, mundur pelan-pelan! Ingat,
    entrapment
    itu nyata.
    Salah satu kunci buat selamat dari jeratan UU ITE adalah pastikan setiap meme atau tweet kamu punya basis argumen pada kebijakan publik.
    Do: “Kebijakan ini merugikan rakyat karena data menunjukkan…”
    Don’t: “Pejabat X mukanya jelek kayak…”
    Paham sih, kadang-kadang meme yang lucu emang lebih sering masuk FYP atau
    hit tweet
    , tapi inget, jangan sampai kamu beneran ketemu sama
    bestie
    -mu itu di dalam sel yang udah kalian janjikan, ya!
    Penggunaan gaya bahasa meme, sarkasme, atau karikatur itu dilindungi sebagai ekspresi seni dan demokrasi.
    Tapi jangan memanipulasi fakta sekadar untuk mencari sensasi atau menyulut amarah netizen yang kesabarannya setipis tisu dibagi dua, apalagi mengomentari urusan pribadi pejabat.
    Kita bisa belajar dari kedua Gen Z yang membagikan ceritanya: Zeta dan Kharina yang mungkin merasa takut, tapi tetap sepakat buat mencari cara supaya suaranya tetap didengar, meski harus lewat cara-cara anonim.
    Sebagai pengacara publik LBH Jakarta, Fadhil Alfathan juga nitipin satu pesan untuk para Gen Z supaya tetap bersuara.
    “Ekspresi itu bukan sekedar ngomong, itu bagian dari kebutuhan masyarakat. Mau ada seribu yang dipenjara sekalipun, harus dan pasti akan tetap ada orang yang terus berisik,” kata dia.
    Fadhil juga menegaskan kalau kita harus membuktikan pemidanaan negara terhadap masyarakat yang vokal mengkritik itu sia-sia.
    “Enggak ada pilihan lain selain mengkonsolidasikan kesadaran kolektif karena hukum yangg jelek dan merugikan publik harus terus dipertanyakan dan diperbaiki,” ucapnya.
    Kalau kamu menyaksikan di lingkunganmu ada orang-orang yang menjadi korban penangkapan atau kriminalisasi sesuai prosedur, masyarakat juga harus bisa saling jaga.
    Pada akhirnya, negara demokrasi itu hidup dari suara-suara berisik warganya, frens.
    Kalau kita semua diam karena takut, siapa lagi yang bakal ngingetin mereka yang duduk di kursi empuk sana?
    Tetap bikin meme dan tetaplah berisik, tapi mulai sekarang, Gen Z harus jadi netizen yang lebih cerdik!
    Katanya Gen-Z nggak suka baca, apalagi soal masalah yang rumit. Lewat artikel ini, Kompas.com  coba bikin kamu paham dengan artikel yang mudah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Dibebaskan dari Rutan KPK
                        Nasional

    9 Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Dibebaskan dari Rutan KPK Nasional

    Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Dibebaskan dari Rutan KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, bebas dari Rumah Tahanan Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Kuningan, Jakarta, pada Jumat (28/11/2025).
    Berdasarkan pantauan Kompas.com, Ira disambut sejumlah anggota keluarganya dan terlihat mengenakan pakaian serba pink.
    Selain Ira, terdapat dua terdakwa lainnya, yaitu Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Sebelumnya,
    KPK
    mengatakan sudah menerima salinan Keputusan Presiden (Keppres) terkait
    rehabilitasi

    Ira Puspadewi
    dan dua terdakwa lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa surat tersebut sedang ditindaklanjuti oleh komisi antirasuah.
    “Surat sudah diterima, kami segera proses,” kata Budi melalui pesan singkat kepada wartawan pada Jumat pagi.
    Presiden RI Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.
    Selain Ira, dua terdakwa lain dalam kasus
    korupsi
    di ASDP yang menjerat Ira, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, juga diberikan rehabilitasi.
    “Setelah DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat dan kelompok masyarakat, kami kemudian meminta ke komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap penyelidikan yang mulai dilakukan sejak Juli 2024,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Istana, Jakarta, pada Selasa (25/11/2025).
    “Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Resmi Bebas dari Tahanan Usai Dapat Rehabilitasi dari Prabowo

    Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Resmi Bebas dari Tahanan Usai Dapat Rehabilitasi dari Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Direktur Utama (Dirut) ASDP, Ira Puspadewi resmi dinyatakan bebas usai mendapatkan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, nampak Ira keluar dari Rutan Kelas 1 Cabang KPK pada 17.17 WIB. Ira terlihat mengenakan pakaian batik berkelir pink saat keluar dari Rutan.

    Kemudian, Ira langsung disambut dengan tepuk tangan oleh keluarganya. Suasana haru pun terlihat pada momen pembebasan mantan bos perusahaan perkapalan itu.

    Sebelumnya, kabar rehabilitasi diumumkan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Mensesneg Prasetyo Hadi, dan Seskan Teddy Indra Wijaya di Istana Negara pada Selasa (25/11/2025).

    Surat rehabilitasi tersebut merupakan tindak lanjut dari berbagai aspirasi masyarakat yang masuk ke DPR sejak kasus yang menjerat jajaran direksi ASDP mulai diselidiki pada Juli 2024.

    Setelah itu, DPR RI kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Singkatnya, hasil kajian ini disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Berdasarkan kewenangannya, Presiden pun membuat keputusan untuk memberikan rehabilitasi terus Ira Puspadewi dkk di kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP.

    Adapun, Ira sejatinya sudah ditetapkan bersalah melakukan korupsi akuisi PT JN. Ira kemudian divonis 4,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta.

    Sementara itu, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi divonis 4 tahun dan denda Rp250 juta.

  • Komisi V DPR desak status bencana di Sumatera jadi bencana nasional

    Komisi V DPR desak status bencana di Sumatera jadi bencana nasional

    akni cakupan luasan wilayah terdampak, jumlah korban, tingkat kerusakan sarana prasarana, kerugian harta benda, hingga dampak sosial ekonomi bencana banjir bandang yang melanda

    Jakarta (ANTARA) – Komisi V DPR RI mendesak agar pemerintah meningkatkan status bencana yang terjadi di berbagai titik di Pulau Sumatera bagian utara menjadi berstatus Bencana Nasional.

    Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menilai situasi kebencanaan yang terjadi saat ini sudah memenuhi lima indikator untuk bisa dinyatakan sebagai bencana nasional.

    “Yakni cakupan luasan wilayah terdampak, jumlah korban, tingkat kerusakan sarana prasarana, kerugian harta benda, hingga dampak sosial ekonomi bencana banjir bandang yang melanda,” kata Huda di Jakarta, Jumat.

    Dia menilai penetapan status bencana nasional itu penting untuk memudahkan proses penanganan dampak banjir bandang dan longsor di Sumatera Utara bagian utara.

    Dengan penetapan status bencana nasional, maka pemerintah mengerahkan sumber daya nasional: dana, logistik, personel SAR, relawan-serta koordinasi antar-lembaga dan kementerian.

    “Penetapan status bencana nasional ini juga akan memudahkan proses koordinasi dalam proses tanggapan darurat, rehabilitasi, hingga rekonstruksi,” katanya.

    Dari beberapa analisis BMKG, menurut dia, cuaca ekstrem ini masih akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Situasi itu, kata dia, harus diwaspadai agar bencana hidrometerologi tidak terulang kembali.

    “Kami mendorong agar dilakukan modifikasi cuaca di wilayah-wilayah yang rawan longsor. Langkah ini penting agar bencana dalam skala besar bisa diantisipasi dan diminimalkan,” katanya.

    Dia pun menyampaikan prihatin mendalam atas bencana banjir bandang dan longsor Sumatera bagian utara. Bencana ini menunjukkan kegagalan mengantisipasi bencana hidrometeorologi dalam skala menengah dan besar yang hampir setiap tahun terjadi.

    “Ini tentu menjadi catatan bagaimana kita seharusnya menyiapkan skenario penanggulangan bencana yang lebih komprehensif terutama sistem peringatan dini (early warning) dari BMKG,” katanya.

    Di sisi lain, dia juga mendorong investigasi pemicu bencana tersebut agar bisa dijadikan pelajaran untuk mengantisipasi dan meminimalkan potensi bencana besar di kemudian hari.

    “Apakah ini murni masalah ekologis atau karena murni cuaca ekstrem,” kata legislator yang bermitra dengan BMKG dan Basarnas itu.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Polemik Pembangunan Batalyon di Lekok–Nguling Menghangat, Warga Desak Kejelasan Legalitas Tanah

    Polemik Pembangunan Batalyon di Lekok–Nguling Menghangat, Warga Desak Kejelasan Legalitas Tanah

    Pasuruan (beritajatim.com) – Polemik rencana pembangunan Batalyon di wilayah Lekok–Nguling kembali memasuki tahap krusial setelah pembahasan kembali digelar di DPRD Kabupaten Pasuruan. Rapat dengar pendapat (RDP) Jumat (28/11) menjadi forum besar yang mempertemukan Forkopimda, camat, kepala desa, perwakilan warga, serta jajaran TNI AL.

    Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat, menyampaikan bahwa forum ini dibuka untuk memberi ruang kepada semua pihak yang mengajukan keberatan maupun dukungan. “Kami ingin semua suara didengar, karena keputusan ini menyangkut hajat hidup masyarakat,” ujarnya.

    Perwakilan warga tetap mempertanyakan legalitas tanah yang selama ini menjadi sumber konflik terkait proyek tersebut. Ketua Forum Komunikasi Tani Antar Desa, Lasminto, menegaskan bahwa SHP tahun 1992 tidak memenuhi prosedur karena didasarkan pada peta situasi 1987 yang dianggap tidak memuat informasi lengkap tentang hak atas tanah.

    Ia menambahkan bahwa sejumlah dokumen lama menunjukkan peruntukan tanah seluas sekitar 600 hektare adalah permukiman, bukan pertahanan. Lasminto juga menyebut stagnasi revisi RTRW sejak 2019 semakin membuat warga terhimpit dan berharap Forkopimda memfasilitasi pertemuan langsung dengan Kementerian Pertahanan.

    Keluhan juga datang mengenai dampak sosial dan fasilitas umum yang dinilai terhambat akibat status tanah yang belum tuntas. Ketua BPD Semedusari, Amir, menyebut pembatasan pemasangan trafo listrik hingga kerusakan akses jalan berdampak pada pelayanan publik dan mobilitas pendidikan anak.

    Dari pihak TNI AL, Komandan Kolatmar Brigjen TNI (Mar) Agus Dwi Laksana Putra menegaskan bahwa perbedaan pandangan hukum tidak seharusnya membentuk sekat antara institusi dan masyarakat. “Semua putusan sudah jelas, mulai PN Bangil hingga kasasi, tapi kami tidak ingin memperlebar perbedaan,” ujarnya.

    Agus menambahkan bahwa Batalyon 15 bukan batalyon tempur dan rencananya berfungsi untuk upaya ketahanan pangan dan pembangunan wilayah. Ia juga memastikan tidak ada warga yang akan tergusur dan menyatakan pihaknya sejalan dengan warga dalam hal tidak merugikan masyarakat sekitar.

    Sumber ketegangan, menurut Agus, muncul dari misinformasi yang berkembang di tengah masyarakat. Ia menyampaikan bahwa Kementerian Pertahanan telah menyiapkan sejumlah alternatif penyelesaian dan para pejabat pusat dijadwalkan turun langsung ke wilayah.

    Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan asal Nguling, Eko Suryono, menyebut bahwa 40 ribu warga tinggal di atas tanah yang disengketakan seluas 3.676 hektare dengan berbagai bangunan fasilitas umum yang dibangun menggunakan instruksi dan dana pemerintah. Ia menilai kondisi saat ini sebagai anomali.

    “Di sisi lain, ada larangan membangun jalan, irigasi, bahkan mengurus KTP dan KK. Ini situasi yang sangat anomali bagi kami. Negara harus hadir menyamakan persepsi. Presiden pun menegaskan komitmen pemberantasan mafia tanah,” jelasnya.

    Menutup rapat, Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat, menegaskan bahwa persoalan tanah Lekok–Nguling sudah berulang kali dibahas dan tiga pansus telah dibentuk. Ia menambahkan bahwa penyelesaian berada di kewenangan pemerintah pusat dan pihaknya akan mengirim surat agar konflik ini masuk dalam pembahasan Pansus Agraria DPR RI untuk memastikan ada keputusan yang adil dan tidak menghambat pembangunan daerah. (ada/kun)

  • Respons Cepat Tentukan Keselamatan Warga

    Respons Cepat Tentukan Keselamatan Warga

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong pemerintah bergerak cepat menangani rangkaian bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat. 

    Menurut Puan, negara harus memastikan keselamatan warga dan percepatan penyaluran bantuan bagi daerah terdampak.

    “Perlu operasi tanggap darurat yang berjalan sigap mulai dari evakuasi warga, pencarian dan penyelamatan (SAR), hingga percepatan penyaluran bantuan bagi daerah yang terisolasi,” kata Puan dalam pernyataannya, Jumat (28/11/2025).

    Bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah Pulau Sumatera telah menyebabkan korban jiwa, puluhan ribu warga mengungsi, hingga kerusakan infrastruktur seperti sekolah dan pemukiman. Sejumlah akses jalan nasional dan provinsi juga terputus sehingga menghambat proses bantuan.

    Puan menekankan agar korban tidak menunggu bantuan terlalu lama. Ia meminta distribusi logistik, layanan kesehatan, air bersih, serta perlindungan kelompok rentan dipastikan berjalan tanpa hambatan.

    “Kecepatan respons sangat menentukan keselamatan warga dan mencegah keadaan menjadi lebih buruk,” tegas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

    Mantan Menko PMK tersebut juga menyoroti pentingnya percepatan pembukaan akses jalan dan jembatan yang rusak. 

    “Karena pemulihan jalan dan jembatan bukan sekadar urusan infrastruktur, tetapi menyangkut akses pendidikan, aktivitas ekonomi harian warga, distribusi pangan, hingga mobilitas tenaga kesehatan di saat krisis,” tuturnya.

     

  • Orang Takut Melanggar Meski Tak Ada Polisi

    Orang Takut Melanggar Meski Tak Ada Polisi

    Jakarta

    Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas) terus berupaya meningkatkan kinerja sistem electronic traffic law enforcement (ETLE). Salah satunya melalui penambahan perangkat ETLE di berbagai daerah.

    Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho menyebut jumlah kamera ETLE di seluruh Indonesia baru mencapai 2.502 unit.

    “Kebijakan kami 95 (persen) penegakan hukum menggunakan ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement), yang sekarang sudah nasional. Hampir semua Polda sudah melakukan penegakan ETLE, dan tidak ada komplain, komplainnya kecil,” kata Agus saat rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI.

    “Tapi kalau tilang, polisi baru memberhentikan saja sudah dicurigai, oh ini cari duit, padahal tidak,” ungkap dia.

    “Maka dari itu kebijakan kami, atas petunjuk bapak Kapolri, 95 persen kami tindak ETLE, 5 persen baru menggunakan tilang. Ini cukup bagus,” tambahnya lagi.

    Dalam presentasi paparannya, Irjen Agus juga menampilkan jumlah dan berbagai jenis e-TLE yang turut menjadi bagian dari transformasi digital kepolisian dalam penegakan hukum lalu lintas.

    ETLE Statis: 1.290ETLE Handheld: 1.024ETLE On Board: 65ETLE Portable: 5

    Selain itu, Kakorlantas juga menampilkan data ETLE yang sudah terintegrasi dengan ETLE sebanyak 96 unit, dan Weight In Motion (WIM) juga terintegrasi dengan sistem tilang elektronik sebanyak 22 unit.

    Implementasi ETLE secara nasional disebut Irjen Agus telah menunjukkan hasil yang fantastis dalam penegakan hukum dan bahkan berkontribusi besar pada kas negara.

    Dia menguraikan, sebelum intervensi, capture pelanggaran hanya 1,71 juta. Setelah revitalisasi, angkanya melonjak menjadi 8 juta capture. Kenaikan ini mencapai 387 persen.

    Kemudian pembayaran denda. Dari semula hanya 22.480, kini naik drastis menjadi 392.214. “Naik 1.645 persen ini denda tilang, masuk kas negara,” kata dia.

    “Mimpi kami ada 5.000 ETLE (di seluruh Indonesia), sehingga betul-betul orang itu tidak harus ada polisi, dia takut apabila dia melanggar, ter-capture, tervalidasi, terkirim,” katanya.

    Mengutip contoh dari luar negeri, ia yakin digitalisasi penegakan hukum bisa memberikan dampak ekonomi signifikan.

    “Di Belanda, ETLE bisa memberikan kontribusi negara 15 triliun dalam satu tahun. Di Indonesia pasti bisa, ketika nanti konsisten daripada penegakan hukum bertransformasi digital,” pungkasnya.

    (riar/dry)

  • KPK Terima Salinan Keppres Rehabilitasi, Kapan Ira Puspadewi Dibebaskan?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 November 2025

    KPK Terima Salinan Keppres Rehabilitasi, Kapan Ira Puspadewi Dibebaskan? Nasional 28 November 2025

    KPK Terima Salinan Keppres Rehabilitasi, Kapan Ira Puspadewi Dibebaskan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan sudah menerima salinan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemberian rehabilitasi eks Direktur Utama (Dirut) PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Diketahui, Presiden
    Prabowo
    Subianto merehabilitasi
    Ira Puspadewi
    , mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT
    ASDP
    Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Ketiganya sebelumnya divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    Hakim pun menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara terhadap Ira Puspadewi. Lalu, masing-masing 4 tahun penjara kepada Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Setelah menerima salinan Keppres terkait rehabilitasi terhadap Ira Puspadewi dkk,
    KPK
    mengatakan, surat keputusan tersebut sedang ditindaklanjuti.
    “Pagi ini kami sudah menerima surat dari Kementerian Hukum dan saat ini masih berprogres di internal KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (28/11/2025).
    Namun, terkait pembebasan Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya, KPK menyatakan masih membutuhkan waktu.
    Budi kembali menyebut bahwa KPK baru menerima salinan Keppres tersebut pada Jumat pagi.
    “Saya kira tidak ada kendala ya, jadi memang surat sudah kami terima pagi ini dan langsung kami proses di internal KPK,” ujarnya.
    Budi menjelaskan, internal KPK sedang mempelajari Keppres Rehabilitasi ini karena perkara ASDP sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap, yakni para terdakwa terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
    Menurut dia, salah satu yang tengah dipelajari KPK adalah mempertimbangkan perihal mengeksekusi dahulu Ira Puspadewi dkk ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
    Pasalnya, perkara ASDP yang menjerat Ira Puspadewi dkk tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
    “Sehingga itu juga nanti kami akan cek ulang ya terkait dengan itu, apakah kemudian harus eksekusi dulu atau seperti apa,” kata Budi.
    Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki memastikan bahwa proses pembebasan Ira Puspadewi dkk akan dilakukan sesuai aturan yang berlaku
    “Untuk mengeksekusinya tentunya akan dilaksanakan secepatnya, setelah prosedur dan tata cara dilakukan sesuai aturan yang ada,” kata Ibnu di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Jumat (28/11/2025).
    “Hari ini baru diterima keputusan presiden tentang rehabilitasi. Hal ini KPK tentu akan melaksanakan dan menghormati Keputusan Presiden tersebut karena hal tersebut merupakan hak prerogatif yang didaftarkan pada Pasal 14 UUD 1945,” ujarnya lagi.
    Sebagaimana diberitakan, Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi terhadap tiga orang terkait kasus korupsi di ASDP, yakni Ira Puspadewi, saudara Muhammad Yusuf Hadi, dan saudara Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Pemberian rehabilitasi itu diumumkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa, 25 November 2025.
    “Bapak Presiden memberikan keputusan untuk memberikan hak beliau di dalam kasus yang tadi sudah disebutkan. Kasus ini sebenarnya berjalan sudah cukup lama menimpa kepada Dirut ASDP beserta beberapa orang jajaran di ASDP, atas nama saudara Ira Puspa Dewi, saudara Muhammad Yusuf Hadi, dan saudara Harry Muhammad Adhi Caksono,” kata Prasetyo.
    “Berdasarkan permohonan dari Kementerian Hukum, bapak Presiden memberikan persetujuan dan Alhamdullilah baru pada sore hari ini beliau membubuhkan tanda tangan,” ujarnya melanjutkan.
    Menurut Prasetyo, keputusan rehabilitasi ini selanjutnya akan diproses sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Sebelumnya, Ira Puspadewi dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Sunoto saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Kamis, 20 November 2025.
    Hakim menyatakan,
    eks Dirut ASDP
    itu terbukti menguntungkan orang lain atau suatu korporasi, yakni PT JN.
    Terhadap Ira dinyatakan telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Selain Ira, dua pejabat ASDP lainnya juga menerima vonis dengan kasus serupa. Mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing dijatuhi hukuman penjara empat tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.