332 Penerima PKH Lepas dari Bansos, Siap Mandiri Tanpa Bantuan Pemerintah Tahun Depan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ratusan keluarga Program Keluarga Harapan (PKH) resmi dinyatakan lulus dari kepesertaan bantuan sosial (graduasi) dan memasuki fase baru sebagai keluarga mandiri.
Hal ini ditandai melalui Graduasi KPM
PKH
di Pusdiklatbangprof Margaguna Kemensos, Senin (8/12/2025).
Dalam kesempatan ini, Menko Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar (
Cak Imin
) menilai, ‘gerakan tolak bansos’ memiliki makna bahwa KPM PKH sudah tidak bergantung lagi kepada bantuan pemerintah.
Adapun 133 orang KPM PKH yang menggunakan toga resmi diwisuda sebagai bentuk kelulusan sebagai penerima bansos.
Sementara sisanya adalah calon KPM PKH yang akan digraduasi pada tahun 2026.
“332 keluarga yang hari ini dinyatakan lepas
bansos
dan mandiri. Slogan utamanya ‘tolak bansos’. Tolak bansos itu artinya bukan sombong, tapi kita sudah mandiri dan kuat,” kata Cak Imin, Senin.
“Itu juga bukan bermakna penolakan, tetapi tanda bahwa keluarga penerima kini telah berdaya dan tidak lagi bergantung pada bantuan pemerintah,” tambah dia.
Dalam sambutannya, Cak Imin menegaskan bahwa visi pembangunan nasional adalah menciptakan masyarakat mandiri.
Ia menyebut, percepatan penanggulangan kemiskinan membutuhkan terobosan, mulai dari pendidikan rakyat, koperasi desa, hingga modernisasi pendekatan pemberdayaan.
“Terobosan-terobosan itu banyak sekali. Mulai dari sekolah rakyat, koperasi desa, berbagai program bantuan langsung tunai sementara, juga perubahan-perubahan cara membangun sebuah bangsa,” ujar dia.
“Perubahan-perubahan ini adalah bagian dari percepatan sekaligus kewajiban, arah baru, strategi baru di dalam membangun bangsa kita,” tambah dia.
Cak Imin menyampaikan bahwa para keluarga yang lulus PKH adalah contoh nyata keberhasilan pemberdayaan.
Ia menekankan peran besar perempuan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.
“Dari dulu, pejuang-pejuang ekonomi keluarga, terutama ibu-ibu rumah tangga, adalah kekuatan yang selama ini menjadi potensi bangsa, dan bangsa ini tetap kuat dalam menghadapi berbagai gelombang ekonomi, gelombang krisis, selagi ada perempuan tulang punggung keluarga yang kokoh, Indonesia tetap kokoh,” ujar Cak Imin.
Menurut dia, graduasi ini penting untuk menjaga ketepatan sasaran bantuan.
Masih banyak keluarga miskin yang berhak belum mendapatkan bansos, sementara sebagian keluarga mampu justru masih menerima.
Dengan membaiknya Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), proses perbaikan terus dilakukan agar penerima non-eligible dapat dicoret dan keluarga miskin yang belum tercatat segera masuk data.
“Banyak orang yang tidak berhak menerima tetap mau menerima. Karena itu, kita terus bekerja keras supaya data ini tetap terus diperbarui dan diperbaiki. Dan kita semua mengeluarkan anggaran negara benar-benar bermanfaat bagi yang membutuhkan,” kata dia.
“Pemberdayaan ini menjadi bagian integral. Bukan saja dalam menanggulangi kemiskinan, tetapi pemberdayaan,” tambah dia.
Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengangkat persoalan klasik sulitnya akses modal bagi warga miskin.
Ia mencontohkan seorang ibu pembuat kue di Sumatera Utara, yang setiap hari meminjam Rp 200.000 dari rentenir dan harus mengembalikannya Rp 400.000 di hari yang sama.
“Rentenir tidak pakai syarat. Teriak saja cair. Sementara bank negara minta KTP, KK, sampai buku nikah,” ujar Marwan.
Ia menilai, keluarga miskin sebenarnya mampu mandiri jika diberikan permodalan yang sederhana tetapi memadai.
Di beberapa lokasi PKH, kata Marwan, penerima justru tidak berani bermimpi menjadi lebih sejahtera karena akses keuangan yang tertutup.
Marwan mengingatkan bahwa anggaran bansos Kemensos mencapai Rp 73,9 triliun, terdiri dari 10 juta KPM PKH, 18,2 juta KPM bantuan pangan, hingga bantuan untuk yatim dan lansia.
“Kalau setiap pemerintahan tetap mempertahankan angka 10 juta penerima, itu namanya memelihara kemiskinan,” kata dia.
Ia menegaskan dukungan penuh Komisi VIII agar graduasi dilakukan besar-besaran, sekaligus memastikan pendampingan tidak putus setelah keluarga lulus dari PKH.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyampaikan bahwa hasil graduasi tahun ini merupakan bagian dari skema besar pemberdayaan nasional.
Dengan hampir 40.000 pendamping, Kemensos menargetkan 400.000 KPM bakal graduasi pada tahun 2026.
“Ketergantungan itu keadaan sementara. Yang mau bergantung selamanya itu tidak ada,” ujar dia.
Gus Ipul menegaskan bahwa setelah masuk program pemberdayaan, keluarga lulusan PKH akan diarahkan dan difasilitasi berbagai kementerian, terutama UMKM, Koperasi, Ekonomi Kreatif, BUMN, dan lembaga pembiayaan Kemenkeu.
“Bapak Presiden bolak-balik menyampaikan saatnya kita mandiri di atas kaki sendiri. Tidak boleh bergantung kepada negara manapun karena kita memiliki semuanya. Kekayaan alam banyak, semua potensi ada,” ujar dia.
“Tetapi kalau kita tidak kuat dan mandiri serta berdaya, maka kita akan bergantung kepada negara lain. Karena setelah penerima bansos masuk program pemberdayaan ini, nanti sepenuhnya akan diarahkan, didampingi, dan akan dikerjasamakan dengan kementerian yang lain,” lanjut dia.
Menyambung Gus Ipul, Cak Imin mengatakan bahwa Kemenko PM merupakan kementerian koordinator baru di era Presiden Prabowo, di mana pembentukan Kemenko adalah bukti keseriusan pemerintah menggeser fokus dari bantuan jangka pendek menuju kemandirian keluarga.
“Benahin secepatnya, berapa anggaranya yang penting cepat, dan berpenghasilan tinggi untuk kepentingan keluarganya. Saya bilang penghasilan mereka tidak masuk ke negara. Penghasilan mereka masuk ke kantong keluarga dan rumah tangga,” tegas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPR RI
-
/data/photo/2025/12/03/693003275b377.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
332 Penerima PKH Lepas dari Bansos, Siap Mandiri Tanpa Bantuan Pemerintah Tahun Depan
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5437045/original/018850700_1765195612-endipat_wijaya.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketika Rakyat Sumbang Rp 10 Miliar untuk Korban Banjir Sumatra Berujung Sindiran Anggota DPR
Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) didesak untuk lebih proaktif dan masif dalam menyebarkan informasi mengenai kinerja pemerintah dalam penanganan bencana, khususnya banjir dan longsor di Sumatra. Desakan keras ini disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR RI, Endipat Wijaya, saat rapat kerja bersama Komdigi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Menurut Endipat, minimnya informasi yang tersebar membuat kerja keras pemerintah, termasuk bantuan triliunan rupiah, seolah-olah tenggelam oleh viralnya donasi yang digalang pihak lain. Kondisi ini bahkan cenderung memunculkan anggapan bahwa pemerintah tidak bergerak.
Oleh karena itu, Endipat mendesak Komdigi untuk segera bertindak dan memastikan kerja keras pemerintah tidak tenggelam oleh narasi yang didominasi pihak lain.
“Fokus nanti, ke depan Kementerian Komdigi ini mengerti dan tahu persis isu sensitif nasional dan membantu pemerintah memberitahukan dan mengamplifikasi informasi, sehingga enggak kalah viral dibandingkan dengan teman-teman yang sekarang ini, paling-paling di Aceh, di Sumatra, dan lain-lain itu,” kata dia saat rapat bersama Komdigi, di ruang Komisi I DPR, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Endipat juga menyinggung adanya pihak yang hanya datang sekali, tetapi terlihat seolah-olah paling aktif bekerja.
“Ada orang yang cuma datang sekali, tapi seolah-olah paling bekerja di Aceh,” tambahnya.
Dia menegaskan bahwa dalam penanganan bencana di Sumatra, pemerintah adalah pihak yang pertama kali hadir dan langsung bergerak untuk mengatasinya.
“Padahal negara sudah hadir dari awal, ada orang baru datang, baru bikin satu posko, ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah sudah bikin ratusan posko di sana,” ungkap Endipat.
“Yang sehingga publik tahu kinerja pemerintah itu sudah ada, dan memang sudah hebat,” lanjut dia.
Bandingkan Bantuan Relawan dan Pemerintah
Politikus Gerindra ini secara eksplisit menyinggung aksi relawan yang berhasil menggalang donasi hingga Rp 10 miliar dan menjadi viral. Padahal, menurutnya, bantuan yang sudah digelontorkan pemerintah jauh lebih besar, namun justru seperti tak terlihat.
“Orang-orang cuma nyumbang Rp 10 miliar, negara sudah triliun-triliunan ke Aceh itu, bu. Jadi yang kayak gitu-gitu, mohon dijadikan perhatian, sehingga ke depan tidak ada lagi informasi yang seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana. Padahal negara sudah hadir sejak awal di dalam penanggulangan bencana,” tutur dia.
Sebagai bukti, Endipat membeberkan saat pertama bencana Sumatra terjadi, TNI AU sudah hadir.
“Angkatan Udara hari pertama langsung ada, 4-5 pesawat datang ke sana, tapi dibilang enggak pernah hadir. Mungkin itu karena kita kalah dalam menginformasikan,” kata dia.
-

Puan Maharani Ajak Perempuan Berani Lawan Korupsi
Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR Puan Maharani menyerukan peran aktif perempuan Indonesia dalam memerangi korupsi. Ia menilai perempuan memiliki peran fundamental dalam menanamkan nilai kejujuran dan membangun budaya antikorupsi sejak lingkungan terkecil.
Seruan tersebut disampaikan Puan melalui video sambutan dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Perempuan Penyelenggara Negara di Gedhong Pracimasana, kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (8/12/2025). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025.
“Perempuan adalah benteng awal pembentukan nilai kejujuran dan karakter antikorupsi. Karena itu, saya ingatkan kepada seluruh perempuan Indonesia, beranilah berdiri digaris depan melawan korupsi. Dengan langkah kecil integritas yang kita ambil akan membawa Indonesia selangkah lebih dekat untuk menciptakan tata kelola yang bersih dan berkeadilan,” ujar Puan.
Puan menegaskan, korupsi adalah ancaman serius bagi kesejahteraan rakyat. Setiap rupiah uang negara yang diselewengkan, kata dia, berdampak langsung pada kualitas layanan publik yang seharusnya dinikmati masyarakat.
Lebih lanjut, Puan menyebut perempuan memiliki posisi strategis dalam mendorong perubahan, baik sebagai ibu, istri, pemimpin, maupun profesional di berbagai bidang. Karena itu, momentum Hakordia 2025 menjadi ajakan untuk memperkuat komitmen bersama melawan korupsi.
-

Video Anggota DPR Sindir Orang Donasi Bencana Sumatera Cuma Rp 10 M
Anggota Komisi I DPR RI, Endipat Wijaya, meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memviralkan kinerja pemerintah terkait bantuan yang telah diberikan ke korban bencana di Sumatera. Endipat membandingkan informasi bantuan donasi Rp 10 miliar yang digalang masyarakat lebih viral dibandingkan bantuan pemerintah.
Legislator Gerindra itu juga menyinggung pihak yang datang sekali ke wilayah bencana tetapi merasa paling bekerja.
-

Komisi III DPR Minta Polda Metro Hati-hati Soal Skenario Demo Rusuh
Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman meminta Polda Metro Jaya bertindak hati-hati dan profesional dalam menangani dugaan skenario kerusuhan yang direncanakan oleh sekelompok pihak di Jakarta. Hal ini menyusul temuan bom molotov yang diduga disiapkan untuk aksi rusuh.
Menurut politisi Partai Gerindra tersebut, temuan bahan peledak, jika benar adanya, harus diusut tuntas oleh pihak kepolisian.
“Jadi kita perlu didalami apabila memang ada informasi adanya orang-orang yang melakukan penggalangan kepada kelompok orang lainnya untuk melakukan rusuh dengan menggunakan bahan peledak,” ujarnya di Kompleks DPR/MPR, Senin (8/12/2025).
Habiburokhman juga meminta aparat mendalami motif di balik adanya kelompok yang disebut-sebut merencanakan demo rusuh di Jakarta. Ia menegaskan, setiap langkah penegakan hukum harus dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan kesalahan prosedur.
“Kita jangan sampai salah tangkap,” tegasnya.
Sebelumnya, Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar skenario sekelompok pihak yang diduga merencanakan kerusuhan dalam aksi penyampaian aspirasi.
Wakil Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Fiant Yunus menjelaskan, pengungkapan ini berawal dari patroli siber intensif yang dilakukan jajarannya. Polisi memantau sejumlah akun media sosial yang sejak lama terindikasi menyebarkan provokasi serta merencanakan aksi destruktif.
Hingga kini, proses pendalaman dan identifikasi pihak-pihak yang terlibat masih berlangsung. Polda Metro Jaya memastikan akan terus memantau ruang digital untuk mencegah provokasi yang dapat memicu gangguan keamanan di Jakarta.
-

DPR Sebut Serangan di Medsos untuk Mereka adalah Ulah Buzzer Terorganisir
GELORA.CO – Wakil Ketua Komisi I DPR Sukamta menyoroti maraknya aktivitas pendengung (buzzer) yang dinilai kini telah berevolusi dari aktivitas individual menjadi sebuah industri yang dijalankan secara terorganisir.
“Kami melihat bahwa fenomena buzzer di Indonesia ini telah berevolusi dari yang dulunya aktivitas individual, terus menjadi industri yang terorganisir dan seringkali dioperasikan oleh biro-biro komunikasi atau suatu agensi,” kata Sukamta dalam rapat kerja bersama Kemkomdigi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Sukamta mengungkapkan bahwa serangan terhadap lembaga legislatif di media sosial kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir, ditandai dengan berbagai tagar dan seruan yang menyerang DPR.
Menurutnya, serangan tersebut digerakkan oleh robot dan buzzer sehingga perlu ada upaya penegakan hukum secara kolaboratif antar lembaga dan menyeluruh hingga menjangkau pihak di balik aktivitas buzzer.
Sukamta menilai, buzzer politik memiliki peran signifikan dalam menggiring opini di media sosial melalui penggunaan tagar di platform tertentu agar mencapai topik populer (trending topic) maupun lewat narasi serta konten foto dan video.
“Perkembangan industri buzzer ini menurut saya berkontribusi pada apa yang disebut sebagai pembusukan komunikasi politik, di mana narasi kebencian, hoaks, disinformasi diproduksi secara masif dengan target dan tujuan tertentu,” jelasnya.
Persoalan buzzer dinilai bukan sebatas masalah etika di ruang digital, melainkan juga menyangkut kepentingan elit politik tertentu atau kepentingan komersial.
Menurut Sukamta, meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disusun untuk mengatur lalu lintas informasi di ruang digital, dalam praktiknya aturan tersebut kerap bergantung pada mekanisme delik aduan.
Ketergantungan ini disebut membuat penindakan terhadap buzzer yang beroperasi secara terorganisir dan massal menjadi tidak efektif. Dia pun mendorong agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang ITE, agar konten dari buzzer yang berpotensi memicu kerusuhan dapat ditindak tanpa harus melalui delik aduan.
Dalam kondisi tertentu yang sudah mengarah pada situasi darurat, proses penegakan hukum tidak bisa terus menunggu proses birokrasi yang panjang, termasuk menunggu adanya laporan untuk dapat menurunkan konten yang bersifat provokatif.
“Saya kira penting untuk kita pikirkan apakah di Undang-Undang ITE, khusus untuk hal yang terkait dengan aktivitas buzzing yang destruktif dan terorganisir, itu bisa dilakukan penindakan yang dikecualikan dari delik aduan,” ucapnya.


/data/photo/2025/12/05/693230daa69eb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
