Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Akhir Oktober, Purbaya Mulai Geser Anggaran K/L yang Tak Terserap Maksimal

    Akhir Oktober, Purbaya Mulai Geser Anggaran K/L yang Tak Terserap Maksimal

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menggeser anggaran kementerian/lembaga (K/L) yang tidak terserap maksimal.

    Keputusan itu diambilnya usai melakukan rapat dengan para pejabat eselon 1 Kementerian Keuangan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak pada Jumat (10/10/2025). Salah satu pembahasan rapat terkait penyerapan anggaran.

    “Kita lihat yang mana yang kementerian masih lambat, yang mana yang masih kurang dorongan dana misalnya. Nanti kita harapkan akhir Oktober sudah kita lihat semuanya siapa yang bagus, siapa yang jelek. Nah, nanti kalau enggak bisa nyerap, mulai kita ambilin,” ungkap Purbaya ditemui usai rapat.

    Bendahara negara itu ingin memastikan agar anggaran belanja negara tahun ini terserap maksimal. Dia meyakini realisasi belanja negara akhir tahun bisa terserap hampir 100%.

    “Penyerapannya gampang, bisa habis, enggak ada masalah, yang penting maksimal. Jadi kita geser-geser biar habis, mungkin harusnya di atas 95% [realisasi belanja negara akhir 2025],” ungkapnya.

    Selain terkait penyerapan anggaran, Purbaya menjelaskan rapat juga membahas terkait pendapatan negara dan defisit APBN. Dia ingin memastikan ambang batas defisit APBN sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB) tidak terlampaui.

    Perkembangan Terbaru APBN 2025

    Adapun APBN membukukan defisit sebesar Rp321,6 triliun per akhir Agustus 2025. Defisit APBN tersebut setara dengan 1,35% dari PDB.

    Purbaya merinci bahwa pendapatan negara mencapai Rp1.638,7 triliun per Agustus 2025. Realisasi itu setara 57,2% dari outlook pendapatan negara sepanjang tahun ini sebesar Rp2.865,5 triliun.

    Sementara itu, belanja negara sudah mencapai Rp1.960,3 triliun per Agustus 2025. Realisasi itu setara 55,6% dari outlook belanja negara sepanjang tahun ini sebesar Rp 3.527,5 triliun.

    Artinya, belanja negara masih lebih banyak dari pendapatan negara. Oleh sebab itu, defisit APBN mencapai Rp321,6 triliun atau setara 1,35% dari PDB.

    Lebih lanjut, Purbaya melanjutkan bahwa keseimbangan primer masih sebesar Rp22 triliun. Padahal, sambungnya, outlook keseimbangan primer didesain minus Rp109,9 triliun.

    “Masih ada belanja pemerintah yang dipercepat lagi sehingga keseimbangan primer bisa sesuai target,” ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (22/9/2025).

    Sementara itu, pemerintah mendesain defisit APBN 2025 setahun penuh sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB. Kendati demikian, dalam laporan semester I/2025, DPR dan pemerintah menyetujui pelebaran defisit menjadi 2,78% dari PDB.

    Artinya, defisit APBN sebesar 1,35% per Agustus 2025 ini masih cukup jauh dari target maupun outlook yang telah ditetapkan.

  • Dulu Ikut Demo, Sekarang Gantian Didemo

    Dulu Ikut Demo, Sekarang Gantian Didemo

    GELORA.CO -Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, mengaku tidak alergi terhadap demonstrasi besar yang belakangan ini terjadi di berbagai daerah. Ia justru mengaku memahami kemarahan publik, sebab pernah berada di posisi yang sama saat reformasi 1998.

    “Saya 98 hadir ikut dalam lautan demonstrasi yang ada. Sekarang gilirannya saya yang didemo,” ujar Eddy dalam acara Dewan Update di Teater Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat, 10 Oktober 2025.

    Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, suasana demokrasi hari ini sangat berbeda dengan masa pascareformasi. 

    Jika pada 1998 masyarakat begitu antusias terhadap partai politik hingga membuat atribut dan kaos bergambar ketua umum partai secara mandiri, kini justru bendera dan wajah tokoh partai menjadi sasaran amarah.

    “Dibandingkan 98 dengan sekarang, tahun 98 pasca reformasi, euforia luar biasa di tengah masyarakat. Masyarakat kemudian membuat kain sendiri, menyablon bendera partai, beli kaos lalu disablon sendiri wajah ketum parpol yang mereka agungkan. Hari ini bendera partai, muka ketum parpol diinjak-injak?” ujarnya retoris.

    Menurut Eddy, hal itu menunjukkan adanya jarak kepercayaan yang semakin lebar antara masyarakat dan partai politik. Ia menilai kekecewaan publik muncul karena banyak wakil rakyat lupa pada konstituennya.

    “Banyak anggota DPR lupa dengan konstituennya. Banyak yang tidak mendengarkan aspirasi, akhirnya tersangkut masalah moral dan korupsi. Masyarakat kemudian menumpuk kekecewaan dan meledak kemarin,” jelasnya.

    Namun, Eddy menegaskan, tidak ada yang salah dengan DPR sebagai lembaga. Akar persoalan, kata dia, terletak pada partai politik yang belum sepenuhnya berhasil menghadirkan kader terbaiknya untuk mewakili rakyat.

    “Kalau bapak ibu cari titik kesalahan, itu di partai politik. Karena kita itu representasi parpol. Parpol belum berhasil menghadirkan kader terbaiknya di DPR untuk merepresentasikan masyarakat,” tegasnya.

    Eddy pun bersyukur, gelombang kemarahan publik sejauh ini masih terkendali dan belum meluas ke semua tingkatan lembaga legislatif.

    “Masih bersyukur dari segelintir teman DPRD yang disatroni. Bisa bayangkan kalau masyarakat lihat ini salah parpol, di pusat dan di daerah didatangi semua masyarakat, dijarah semuanya,” pungkasnya. 

  • Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh ke China Jadi Bom Waktu, Purbaya Ogah Bayarkan Pakai Duit APBN

    Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh ke China Jadi Bom Waktu, Purbaya Ogah Bayarkan Pakai Duit APBN

    GELORA.CO – Membengkaknya utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh ke China bisa menjadi bom waktu.

    Proyek kereta cepat yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 19,54 triliun.

    Untuk menutup biaya tersebut, proyek ini mendapat pinjaman dari China Development Bank (CDB) sebesar 230,99 juta dollar AS dan 1,54 miliar renminbi, atau totalnya setara Rp 6,98 triliun.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

    Hal ini merespons opsi yang disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria terkait pembayaran utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah.

     “Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya deviden sendiri,” ujar Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).

    Terlebih menurut Purbaya, Danantara dalam satu tahun mengantongi sebesar Rp 80 triliun dari deviden.

    Sehingga sepatutnya bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

    “Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devidennyya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama goverment,” tegas dia.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang kereta cepat ini bentuknya business to business.

    Artinya tidak ada utang pemerintah.

     “Tidak ada utang pemerintah, karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan China, dimana konsorsium Indonesianya dimiliki oleh PT KAI,” tegas Suminto.

     Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

    Untuk menutup pembengkakan biaya tersebut, proyek ini memperoleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) senilai 230,99 juta dollar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp 6,98 triliun.

    PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), pengelola kereta cepat Whoosh, merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan saham 60 persen, dan konsorsium China Beijing Yawan HSR Co. Ltd yang memegang 40 persen saham.

    Komposisi pemegang saham PSBI saat ini adalah:

    – PT Kereta Api Indonesia (Persero): 51,37 persen

    – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk: 39,12 persen

    – PT Jasa Marga (Persero) Tbk: 8,30 persen

    – PT Perkebunan Nusantara I: 1,21 persen

    – 

    Proyek ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero). Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp 116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dollar AS. 

    Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

    KAI alami kerugian akibat kereta cepat

    Belakangan PT KAI (Persero) mengalami kerugian akibat harus menanggung kereta cepat Whoosh. 

    Fakta tersebut diungkap langsung oleh mantan Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo 

    Hal tersebut dia ungkapkan dalam diskusi Meet The Leaders di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).

    “Itu kereta cepat sudah sejak lama saya kira akan bermasalah, pasti akan ada masalah besar,” katanya. 

    Didiek mengatakan dirinya sudah sejak lama mengendus studi kelayakan (feasibility study/FS) kereta cepat akan menimbulkan masalah di kemudian hari. 

    “Saya di korporasi cukup lama, mengenal infrastruktur cukup banyak, begitu baca FS itu, asumsi-asumsi itu sudah langsung saya tangkap kalau ini akan jadi masalah besar,” ujar Didiek. 

    Hanya saja proyek besar tersebut tetap berjalan dengan berlandaskan multidisiplin dan menggandeng berbagai pemangku kepentingan. 

    Akhirnya proyek kereta cepat Whoosh pun berhasil diresmikan pada bulan Oktober 2023 silam. 

    Didiek bilang, proyek kereta cepat Whoosh dibangun dengan menggandeng enam kontraktor dari China dan satu dari Indonesia.

    Studi kelayakan berlangsung dua tahap. 

    Adapun berdasarkan catatan Kompas.com, studi kelayakan kereta cepat Whoosh Jakarta-Bandung ini berlangsung selama dua tahap. 

    Tahap pertama mulai 28 Januari 2014 hingga April 2015 untuk membahas perencanaan dasar kereta tersebut.

    Tahap kedua berlangsung dari April 2015 hingga Desember 2015 guna menggodok detail kalkulasi biaya pembangunannya.

    Perkiraan awal, proyek kereta cepat ini akan membutuhkan investasi hingga Rp 56 triliun.

    Dana tersebut termasuk untuk membangun jalur kereta sepanjang 133 kilometer dan pengadaan kereta cepatnya. 

    Beban itu membuat PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan konsorsium BUMN yang terlibat kewalahan menanggung kerugian. 

    Sebelumnya Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin menyatakan, kereta cepat Whoosh ini pun menjadi “Bom Waktu” bagi perseroan. 

    Pihaknya pun tengah menyiapkan langkah untuk membahas utang proyek tersebut bersama Badan Pengelola Investasi Daya Anggara Nusantara (BPI Danantara).

    “Kami akan koordinasi dengan Danantara untuk masalah KCIC ini, terutama kami dalami juga. Ini bom waktu,” kata Bobby dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

  • Kebijakan Kok Muncul Tiba-tiba? Transparansi Itu Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban!

    Kebijakan Kok Muncul Tiba-tiba? Transparansi Itu Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban!

    GELORA.CO – Mantan calon presiden 2024, Anies Baswedan, kembali menyoroti soal minimnya transparansi kebijakan pemerintah yang sering muncul tanpa proses terbuka.

    Menurutnya, banyak keputusan strategis diambil tanpa partisipasi publik dan komunikasi yang jelas.

    “Hari ini banyak kebijakan dibuat yang tidak diketahui prosesnya. Tahu-tahu muncul sebagai kebijakan,” ujar Anies dalam Dialog Kebangsaan DPW Gerakan Rakyat Jawa Tengah di Semarang, Rabu, 8 Oktober 2025.

    Soroti Kurangnya Transparansi Kebijakan

    Dalam pidatonya yang dikutip dari kanal YouTube Gerakan Rakyat pada Jumat, 10 Oktober 2025, Anies menekankan bahwa transparansi adalah kunci utama tata kelola negara yang sehat.

    Ia menilai, publik berhak tahu bagaimana dan mengapa suatu kebijakan dibuat.

    “Transparansi penting agar rakyat dapat mengawasi kinerja pemerintah. Kalau ada transparansi, semua bisa bicara dengan data,” tegas mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022 itu.

    Anies menilai, banyak kebijakan publik saat ini seolah hanya diumumkan tanpa penjelasan mendalam.

    Padahal, dalam sistem demokrasi, rakyat bukan sekadar objek yang menerima keputusan, tetapi bagian dari proses pengawasan.

    “Ketika rakyat tidak tahu prosesnya, mereka juga kehilangan kemampuan untuk menilai apakah kebijakan itu benar atau tidak,” ujarnya.

    Integritas Jadi Masalah Mendasar

    Selain transparansi, Anies juga menyinggung soal integritas pejabat publik yang menurutnya perlu dikembalikan ke makna dasarnya, bukan sekadar jujur, tapi jujur untuk tujuan benar.

    “Integritas bukan hanya soal kejujuran, tapi kejujuran yang berlandaskan nilai kebenaran dan kepentingan publik,” jelas Anies.

    Ia bahkan mencontohkan secara lugas,

    “Seorang preman bisa jujur menceritakan tindak kriminalnya, tapi kejujuran itu tidak berintegritas. Yang dibutuhkan bangsa ini adalah integritas, bukan sekadar pengakuan.”

    Anies menilai, akar masalah negara bukan hanya lemahnya regulasi, tapi lemahnya teladan moral dari pemimpin.

    “Ketika integritas hilang, transparansi hanya menjadi jargon yang tak punya makna,” tambahnya.

    Kritik Halus dan Pesan Tegas

    Meski tak menyebut pihak tertentu, kritik Anies terasa menohok.

    Ia menilai banyak kebijakan besar justru lahir dari ruang tertutup, tanpa partisipasi akademisi, masyarakat sipil, atau bahkan DPR sebagai lembaga representatif rakyat.

    “Proses pengambilan keputusan seharusnya bisa dilihat publik, bukan sekadar diumumkan setelah jadi,” ujarnya menutup dialog.

    Menurut Anies, jika pemerintah ingin membangun kepercayaan publik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuka data dan melibatkan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan.

    Pernyataan Anies Baswedan ini memantik kembali perdebatan lama.

    Apakah kebijakan publik di Indonesia benar-benar berpihak pada rakyat, atau sekadar formalitas dari keputusan elitis yang dibuat di balik layar.

    Kritiknya seolah menjadi cermin bahwa transparansi tanpa integritas hanyalah kosmetik demokrasi.***

  • Bos Buruh Kritik Program Magang Fresh Graduate Gaji UMP: Menghina Lulusan Sarjana

    Bos Buruh Kritik Program Magang Fresh Graduate Gaji UMP: Menghina Lulusan Sarjana

    Jakarta

    Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh (KSP-PB) menolak keras program magang bergaji setara Upah Minimum Provinsi (UMP) bagi fresh graduate yang baru lulus kuliah maksimal satu tahun. Menurut KSP-PB, kebijakan tersebut menghina lulusan sarjana dan menunjukkan rendahnya penghargaan pemerintah terhadap pendidikan tinggi di Indonesia.

    Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan kebijakan tersebut menandakan pemerintah tidak memahami esensi keadilan sosial dalam dunia kerja dan pendidikan. Buruh menilai bahwa kebijakan semacam ini bukan solusi, melainkan penghinaan terhadap generasi muda yang berjuang memperoleh pendidikan tinggi di tinggi.

    Misalnya kata Said Iqbal, untuk UMP Jawa Barat Rp 2,2 juta per bulan, jika dibagi 30 hari berarti sekitar Rp 73 ribu per hari. Kalau dibagi 8 jam kerja, hanya sekitar Rp9 ribu per jam.

    “Sekolahnya sulit, biaya mahal, jam kerja seperti operator, tapi upah dibayar hanya Rp 9 ribu per jam,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (10/10/2025).

    Di sisi lain, Said Iqbal juga menyinggung soal kenaikan upah minimum tahun 2026, buruh menuntut kenaikan 8,5 sampai 10,5 persen.

    “Buruh percaya bahwa pernyataan Menko Perekonomian soal 6,5 persen yang katanya sudah disetujui Presiden Prabowo adalah keseleo lidah. Kami yakin Presiden Prabowo akan mengambil keputusan yang mendekati usulan buruh. Tinggal butuh beberapa kali pertemuan lagi,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Iqbal menegaskan bahwa Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh telah menyerahkan konsep RUU Ketenagakerjaan kepada DPR RI yang diterima langsung oleh pimpinan DPR RI, termasuk unsur kabinet merah putih dan Badan Legislasi (Baleg).

    Untuk memperjelas isu-isu tersebut, KSP-PB akan menggelar konferensi pers pada Senin, 13 Oktober 2025 pukul 10.30-12.00 WIB di Hotel Mega Proklamasi, Tugu Proklamasi, Jakarta.

    Dalam waktu dekat, buruh juga akan mempersiapkan aksi bergelombang di seluruh Indonesia sebagai bentuk penolakan terhadap sistem pemagangan yang eksploitatif dan untuk menegaskan perjuangan menuntut upah layak bagi semua pekerja, termasuk lulusan sarjana.

    (rrd/rrd)

  • Persoalan Eigendom Kembali Mencuat, Kali Ini Warga Wonokromo Tak Bisa Urus Sertifikat Lahan
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        10 Oktober 2025

    Persoalan Eigendom Kembali Mencuat, Kali Ini Warga Wonokromo Tak Bisa Urus Sertifikat Lahan Surabaya 10 Oktober 2025

    Persoalan Eigendom Kembali Mencuat, Kali Ini Warga Wonokromo Tak Bisa Urus Sertifikat Lahan
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Masalah sengketa lahan eigendom oleh PT Pertamina (Persero) kembali mencuat.
    Kali ini, warga Wonokromo tidak bisa memperpanjang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maupun meningkatkan sertfikat tanah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) karena
    eigendom veponding
    (EV) nomor 1278.
    Dalam surat tersebut disebutkan dugaan kepemilikan lahan oleh BUMN energi di wilayah Wonokitri Surabaya seluas 220,4 hektar dengan kepemilikan SHGB sejumlah 725 dan SHM sebanyak 2.600.
    Hal itu mereka alami setelah sebelumnya para warga Darmo Hill, Keris Kencana, sampai Gunung Sari kepengurusan tanahnya juga ditolak oleh BPN karena turunnya surat perintah eigendom milik PT Pertamina.
    Menanggapi hal tersebut, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji melakukan mediasi dengan para warga setempat di Balai RW 01 Kelurahan Sawunggaling, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (10/10/2025).
    Pengurus RW 01 Kelurahan Sawunggaling, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, Afandi mengaku pertama kali mengetahui terkait klaim lahan tersebut pada tahun 2021.
    Saat itu, ada 18 warga yang akan memproses kepengurusan SHM setelah melakukan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), tiba-tiba ditolak oleh BPN.
    “Padahal dua gelomang sebelumnya lolos semua setiap kali mau meningkatkan sertfikat, tapi yang gelombang ketiga 18 orang ini, sudah sampai SK penetapan, tiba-tiba turun surat klaim eigendom 1278 dari Pertamina,” kata Afandi saat ditemui
    Kompas.com
    , Jumat (10/10/2025).
    Ia mengungkapkan bahwa surat klaim lahan eigendom oleh PT Pertamina tersebut ternyata sudah dikeluarkan sejak 2010.
    Oleh karena itu, pihak BPN melakukan penundaan sementara terhadap kepengurusan sertifikat.
    “Akhirnya menunggulah teman-teman ini, dikiranya hanya satu atau dua bulan ternyata sampai bertahun-tahun, sampai sekarang ini tidak ada kabarnya,” tuturnya.
    Dari sekitar 400 Kepala Keluarga (KK) yang ada di RW 01 Kecamatan Wonokromo tersebut, ada 100 warga yang sudah memiliki SHM, 2 SHGB, dan sisanya memegang Izin Pemakaian Tanah (IPT) dan surat persaksian.
    “Itu belum lagi yang di RW 02 ada sekitar 200 orang, dan juga RW lainnya,” ujarnya.
    Tidak hanya itu, permasalahan atas klaim tanah eigendom 1278 tersebut juga dialami oleh warga Dukuh Pakis, Sawahan, termasuk Wonokromo.
    Sementara Afandi juga mengaku tidak pernah ada bukti apapun yang diberikan dari PT Pertamina kepada para warga terkait klaim tersebut.
    “Ya, kalau diklaim kalau enggak ada bukti kan enggak bisa artinya jika sertifikat itu sudah diterbitkan oleh BPN dan tidak ada yang menggugat selama 5 tahun berturut-turut, maka haknya tidak bisa digugat,” ucapnya.
    Pada kesempatan yang sama, salah satu pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Surabaya, Slamet mengatakan, sebenarnya di wilayah tersebut banyak bangunan yang merupakan cagar budaya, bahkan rumah para veteran yang sudah ditempati sejak tahun 1980-an dan memiliki SHM.
    “Makanya Pertamina ini kok bisa ngeklaim tanahnya pejuang-pejuang. Sedangkan perjuangan Pertamina waktu jaman Belanda sendiri seperti apa, terus sekarang tanahnya pejuang ini mau ditempatkan di mana?” kata Slamet kepada Armuji.
    Ia berharap agar Armuji dapat membantu permasalahan tersebut sehingga warga dapat mendapatkan Kembali hak-hak tanahnya.
    “Kami mohon bantuannya Bapak (Armuji) agar para warga ini bisa mendapatkan hak-haknya Kembali dan merasa tenang,” ucapnya.
    Pria yang akrab disapa Cak Ji itu pun berkomitmen mengawal perkara tersebut hingga tuntas.
    Ia meminta para warga yang menjadi korban klaim tanah eigendom Pertamina untuk kembali bermediasi di Gedung Srijaya Surabaya pada Rabu (15/10/2025) bersama Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dan BPN I Surabaya.
    “Jadi nanti mohon bapak/ibu bisa datang di Gedung Srijaya hari Rabu besok agar kita lakukan mediasi Bersama,” kata Cak Ji.
    Ia juga menegaskan akan mengusut kasus tersebut sampai ke tingkat pusat.
    Nantinya, Cak Ji akan meminta beberapa perwakilan korban untuk duduk bersama pimpinan Pertamina, kementrian ATR/BPN, dan perwakilan DPR RI dalam penyelesaian perkara tersebut.
    “Nanti juga akan kita kawal bersama ke Jakarta dengan perwakilan korban untuk mencari jalan keluar,” ujarnya.
    Ia mengimbau agar tidak mudah tertipu oleh bantuan jasa dari pihak eksternal seperti pengacara dengan membayarkan uang nominal tertentu.
    “Saya mohon agar bapak/ibu percayakan saja kepada kita Pemerintah Kota dan teman-teman DPR RI yang akan membantu karena mereka juga yang punya suatu kewenangan,” ucapnya. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dukung Program Tiga Juta Rumah, Mendagri Pacu Daerah Perbanyak Penerbitan PBG bagi MBR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 Oktober 2025

    Dukung Program Tiga Juta Rumah, Mendagri Pacu Daerah Perbanyak Penerbitan PBG bagi MBR Nasional 10 Oktober 2025

    Dukung Program Tiga Juta Rumah, Mendagri Pacu Daerah Perbanyak Penerbitan PBG bagi MBR
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk memperbanyak penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
    Menurutnya, banyaknya PBG yang diterbitkan mencerminkan kepedulian kepala daerah terhadap masyarakat kecil.
    Pesan itu disampaikannya Tito dalam acara Sosialisasi Kredit Program Perumahan (KPP) Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat. Kegiatan ini berlangsung di Gedung Regale International Convention Centre, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (9/10/2025).
    “Yang paling banyak [menerbitkan PBG] untuk MBR, berarti kepala daerahnya peduli kepada rakyatnya. Tapi, kalau semakin sedikit yang menerbitkan, berarti dia enggak peduli,” jelasnya dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (10/10/2025).
    Ia menjelaskan, pemerintah telah membebaskan retribusi PBG dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi MBR.
    Langkah ini merupakan upaya untuk mendukung program Tiga Juta Rumah yang menjadi salah satu program prioritas Presiden RI Prabowo Subianto. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat biaya kepemilikan rumah semakin terjangkau.
    Adapun kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Mendagri, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), serta Menteri Pekerjaan Umum (PU). Kebijakan ini kemudian ditindaklanjuti oleh pemda dengan menerbitkan peraturan kepala daerah (Perkada).
    Namun, Tito menekankan bahwa pemda tidak cukup hanya meresponsnya dengan menerbitkan Perkada. 
    Pemda, kata dia, harus menyosialisasikan program tersebut agar masyarakat mengetahui dan memanfaatkannya.
    Tito juga mengapresiasi pemda yang telah banyak menerbitkan PBG bagi MBR. Ia meminta daerah dengan angka penerbitan rendah agar segera meningkatkannya.
    “Ada daerah kabupaten yang belum pernah mengeluarkan PBG untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Artinya dia mungkin tidak menyosialisasikan, atau diterbitkan peraturan, tapi enggak dilaksanakan sama dia,” jelasnya.
    Tito menegaskan pentingnya mendukung program Tiga Juta Rumah. Menurutnya, program ini tidak hanya berorientasi pada pemerataan kepemilikan rumah, tetapi juga berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui terbentuknya ekosistem ekonomi baru.
    Ia menjelaskan, ekosistem itu melibatkan berbagai sektor mulai dari pengembang besar dan kecil, penyedia bahan bangunan, hingga lembaga pembiayaan seperti perbankan.
    Karena itu, ia memperkirakan program ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto tumbuh 8 persen pada akhir 2029.
    “Beberapa ekonom justru [berpendapat] dari berbagai program yang ada, yang terbesar adalah program tiga juta rumah ini bisa menyumbang lebih kurang dua persen ekosistemnya, betul, dua persenan lebih,” jelas Tito.
    Tito juga mengapresiasi sinergi berbagai pihak dalam mendukung program Tiga Juta Rumah.
    Ia menegaskan, pemerintah pusat tidak bisa membangun seluruh rumah hanya dengan mengandalkan anggaran negara. 
    Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan perbankan agar pembangunan rumah rakyat dapat terus berjalan.
    “Ada rumah yang dibangun pemerintah, ada juga yang dibangun swasta, ada pula yang dibangun masyarakat sendiri. Semua didukung kebijakan agar harga rumah semakin terjangkau,” kata Tito.
    Dalam kesempatan itu, Tito mengungkapkan, Provinsi Sumut menempati peringkat ketujuh nasional untuk penerbitan PBG bagi MBR. 
    Di tingkat kabupaten/kota, Kabupaten Deli Serdang mencatatkan kinerja tertinggi dengan 50 izin PBG yang berdampak pada pembangunan 4.007 unit rumah.
    “Hebat Deli Serdang. Mengeluarkan 50 PBG tapi berdampak terbangunnya 4.007 unit rumah, terbanyak di Sumatera Utara,” ujar Tito.
    Namun, ia juga menyoroti sejumlah daerah di Sumut yang belum menerbitkan izin PBG untuk MBR, seperti Kabupaten Karo, Labuhanbatu Utara, Mandailing Natal, Nias, Padang Lawas, Toba, dan Kota Medan. 
    Menurutnya, kepala daerah di wilayah tersebut perlu segera mengambil langkah konkret.
    “Di mata saya sebagai Mendagri, yang nol-nol ini ya belum ada perhatian tentang perumahan kepada rakyatnya. Padahal diberikan kewenangan, sudah ada SKB menjadi dasar hukum, dan kemudian sudah perintah Presiden,” ucap Tito.
    Dalam forum tersebut juga hadir Menteri PKP Maruarar Sirait, anggota Komisi V DPR RI Musa Rajekshah, Gubernur Sumut Bobby Afif Nasution, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Hery Gunardi, serta pejabat terkait lainnya.
    Usai kegiatan, Mendagri Tito bersama Menteri PKP Maruarar dan Musa Rajekshah meninjau Rusunawa Seruwai di Kecamatan Medan Labuhan. Mereka disambut antusias oleh para penghuni.
    Ketiganya kemudian berdialog dengan para penghuni terkait kondisi sarana dan prasarana di lokasi tersebut. Sebagian penghuni mengapresiasi fasilitas yang tersedia, sedangkan lainnya memberikan masukan untuk perbaikan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemda Diminta Perbanyak Terbitkan PBG untuk Program Rumah MBR

    Pemda Diminta Perbanyak Terbitkan PBG untuk Program Rumah MBR

    Jakarta

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, mendorong pemerintah daerah (pemda) agar memperbanyak penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Menurutnya, penerbitan itu menandakan kepedulian kepala daerah terhadap masyarakat kecil.

    “Yang paling banyak (menerbitkan PBG) untuk MBR, Masyarakat Berpenghasilan Rendah tadi, berarti kepala daerahnya peduli kepada rakyatnya. Tapi kalau dia semakin sedikit yang menerbitkan, berarti dia enggak peduli,” tuturnya, dalam keterangan tertulis, Jumat (10/10/2025).

    Pesan itu disampaikannya pada acara Sosialisasi Kredit Program Perumahan (KPP) Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat yang berlangsung di Gedung Regale International Convention Centre, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (9/10).

    Ia menjelaskan saat ini pemerintah telah membebaskan retribusi PBG dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi MBR. Langkah ini merupakan upaya untuk mendukung Program Tiga Juta Rumah yang menjadi salah satu program prioritas Presiden. Dengan kebijakan ini diharapkan biaya untuk memiliki rumah menjadi murah.

    Adapun kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Mendagri, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), serta Menteri Pekerjaan Umum (PU). Kebijakan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Pemda dengan menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

    Namun, Tito menekankan bahwa Pemda tidak cukup hanya meresponsnya dengan menerbitkan Perkada. Pemda harus mensosialisasikan program tersebut agar banyak masyarakat yang memanfaatkannya.

    “Ada daerah kabupaten yang belum pernah mengeluarkan PBG untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Artinya dia mungkin tidak mensosialisasikan, atau diterbitkan peraturan, tapi enggak dilaksanakan sama dia,” jelasnya.

    Ia menekankan pentingnya mendukung Program Tiga Juta Rumah. Menurutnya, program ini tidak hanya berorientasi pada pemerataan kepemilikan rumah, tetapi juga berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui terbentuknya ekosistem ekonomi baru.

    “Beberapa ekonom justru [berpendapat] dari berbagai program yang ada, yang terbesar adalah program tiga juta rumah ini bisa menyumbang lebih kurang dua persen ekosistemnya, betul, dua persenan lebih,” jelasnya.

    Selain itu, Tito mengapresiasi upaya bersama dari berbagai pihak dalam mendukung Program Tiga Juta Rumah. Ia menegaskan, pemerintah pusat tidak mungkin membangun seluruh rumah rakyat hanya dengan mengandalkan anggaran negara. Karena itu, perlu sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan perbankan agar pembangunan rumah rakyat dapat terus berjalan.

    “Oleh karena itu ada yang dibangun pemerintah, ada juga yang dibangun oleh swasta, ada yang dibangun oleh sendiri, yang sendiri-sendiri dan ada juga kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk membuat harganya menjadi murah,” jelasnya.

    Dalam kesempatan itu, Mendagri mengungkapkan, Sumut menempati peringkat ketujuh nasional untuk penerbitan PBG bagi MBR. Di tingkat kabupaten/kota, Deli Serdang menjadi yang tertinggi dengan 50 izin PBG yang berdampak pada pembangunan 4.007 unit rumah.

    “Hebat Deli Serdang. Mengeluarkan 50 PBG tapi berdampak terbangunnya 4.007 unit rumah, terbanyak di Sumatera Utara,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Mendagri juga menyebut sejumlah daerah di Sumut yang belum sama sekali menerbitkan izin PBG untuk MBR, seperti Kabupaten Karo, Labuhanbatu Utara, Mandailing Natal, Nias, Padang Lawas, Toba, dan Kota Medan. Menurutnya, kepala daerah di wilayah tersebut perlu segera mengambil langkah konkret.

    “Di mata saya sebagai Mendagri, yang nol-nol ini ya belum ada perhatian tentang perumahan kepada rakyatnya. Padahal diberikan kewenangan, sudah ada SKB menjadi dasar hukum, dan kemudian sudah perintah Presiden,” tuturnya.

    Sebagai Informasi, turut hadir dalam forum tersebut Menteri PKP Maruarar Sirait, Anggota Komisi V DPR RI Musa Rajekshah, Gubernur Sumut Bobby Afif Nasution, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Hery Gunardi, serta pejabat terkait lainnya.

    Setelah dari forum itu, Tito bersama Maruarar dan Musa meninjau Rusunawa Seruwai di Kecamatan Medan Labuhan. Mereka disambut antusias oleh para penghuni dan berdialog terkait dengan kondisi sarana dan prasarana di tempat tersebut. Beberapa penghuni mengapresiasi berbagai fasilitas yang disediakan pengelola. Namun, ada pula penghuni yang memberikan masukan terkait dengan perbaikan fasilitas yang ada.

    (prf/ega)

  • Kemenkeu Tegaskan Utang Proyek KA Cepat Jakarta-Bandung Tak Usik APBN

    Kemenkeu Tegaskan Utang Proyek KA Cepat Jakarta-Bandung Tak Usik APBN

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memastikan, beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh tak mengganggu kondisi APBN pemerintah pusat. Hal ini ditegaskan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Suminto.

    “Jadi Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak ada utang pemerintah,” ucap Suminto di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025).

    Suminto mengatakan, proyek yang dijalankan sejak 2016 itu murni dilakukan melalui skema business to business, sehingga tidak ada uang pemerintah yang masuk.

    “Karena waktu itu dilakukan badan usaha, Konsorsium Badan Usaha Indonesia dan China. Konsorsium Indonesia nya di lead oleh PT KAI,” tegas Suminto.

    Sebagaimana diketahui, pengelolaan utang proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini memasuki babak baru, setelah Danantara tengah berupaya bernegosiasi dengan China untuk reformasi beban utang yang ditanggung PT KAI.

    “Sedang berjalan dengan pihak China, baik dengan pemerintah China, sedang berjalan,” ujarnya saat ditemui di JCC Senayan Jakarta, Rabu (8/10).

    Rosan mengatakan, solusi yang diperlukan pada persoalan proyek ini bukan hanya restrukturisasi, melainkan reformasi.

    “Kita maunya bukan restrukturisasi (yang mungkin menyisakan potensi masalah) di kemudian hari, kita mau melakukan reformasi secara keseluruhan,” ungkapnya.

    Harapannya, dengan adanya reformasi, setelah dilakukan restrukturisasi tidak akan terjadi lagi persoalan serupa.

    “Jadi begitu kita restrukturisasi, ke depannya tidak akan terjadi lagi hal-hal seperti ini, seperti keputusan default (gagal bayar) dan lain-lain,” imbuhnya.

    COO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Dony Oskaria sebelumnya mengaku sudah bertemu dengan manajemen PT KAI (Persero) untuk melakukan restrukturisasi utang kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

    “Sudah, sudah (bertemu),” ujarnya saat ditemui di gedung Smesco Jakarta, Jumat (22/8/2025).

    Dony mengatakan, rencana pembayaran utang proyek kereta cepat kepada sejumlah BUMN yang terbebani sedang dalam penjajakan. Hal tersebut juga masuk dalam RKAP Danantara tahun ini. Meskipun, Ia belum dapat memaparkan terkait skema maupun mekanismenya.

    “Ini kan sedang dijajaki ya, sedang kita lakukan penjajakan, tentu akan kita bereskan proses itu, seperti mana tadi kemarin kan juga Dirut KAI juga sudah menyampaikan di DPR,” sebutnya.

    Seperti diketahui, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh kini menjadi beban keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin mengatakan, rasio keuangan yang membandingkan antara jumlah utang dengan jumlah ekuitas. Debt to Equity Ratio (DER) hingga semester I tahun 2025 naik dari 1,2 kali itu menjadi 1,3 kali.

    “Kalau kita lihat juga total debt penugasan versus dengan non-penugasan, itu tahun 2025 semester I itu (utang) Rp 46,5 triliun itu naik dibandingkan di tahun 2024 semester I Rp 43,2 triliun,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi VI di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (20/8/2025).

    Sementara, total ekuitas KAI hingga semester I tahun ini juga naik dari Rp 32 triliun menjadi Rp 36,6 triliun.

    Utang proyek kereta cepat juga mendapat sorotan dari pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI karena membebani keuangan BUMN transportasi kereta api tersebut.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bahlil hingga Purbaya Rapat Bahas Kompensasi BBM dan Listrik, Ini Hasilnya

    Bahlil hingga Purbaya Rapat Bahas Kompensasi BBM dan Listrik, Ini Hasilnya

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan Kepala Badan Pengaturan (BP) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dony Oskaria rapat di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta Selatan, Jumat (10/10/2025).

    Bahlil mengatakan pertemuan tersebut membahas proses percepatan pembayaran kompensasi energi kepada BUMN dari pemerintah, yaitu pembayaran listrik dan bahan bakar minyak (BBM). Menurut Bahlil, dalam rapat tersebut pembayaran kompensasi listrik dan BBM sudah final dan selesai.

    Pembahasan kompensasi 2024 sempat disinggung dalam Rapat Kerja antara DPR dengan Menteri Keuangan pada Senin (30/9/2025). Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan ia mendapat laporan bahwa ada subsidi dan kompensasi 2024 yang belum dibayar pemerintah.

    “Oh tadi, kita tadi pertemuan dengan Menkeu dan Kepala BUMN itu kita bahas tentang percepatan pembayaran kompensasi, dari listrik dan BBM. Untuk 2024 sudah kita finalkan selesai,” kata Bahlil di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat.

    Dalam rapat tersebut dibahas pembayaran kompensasi untuk kuartal I dan kuartal II-2025. Bahlil menyebutkan pembayaran kompensasi tersebut dipastikan akan segera dilakukan.

    “Terus tadi untuk kuartal I, kuartal II 2025 sudah diketok. Jadi kita melakukan percepatan agar Kementerian Keuangan bisa membayar BUM kita yang kompensasi BBM dan listrik, dan itu sudah clear,” katanya.

    Lihat juga Video: Purbaya Akan Ganti Dirjen Kemenkeu Jika Subsidi BBM Tak Beres

    (ara/ara)