Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Formappi Kaget Dana Reses Anggota DPR Loncat Jadi Rp 702 Juta, Dasco: Kan Harga-harga pada Naik

    Formappi Kaget Dana Reses Anggota DPR Loncat Jadi Rp 702 Juta, Dasco: Kan Harga-harga pada Naik

    GELORA.CO –  Pendapatan Anggota DPR RI selalu misterius, selain gaji dan tunjangan, ternyata masih ada yang lain.

    Jika terungkap satu persatu, publik pasti kaget. Sebab angka atau nominalnya fantastis.

    Maka, jangan heran bila para kader partai politik selalu berlomba-lomba jado caleg saat pemilu, agar bisa jadi anggota DPR RI.

    Mereka rela merogoh kocek untuk merayu para pemilih di dapilnya, sebab jika terpilih semua uang itu akan balik modal, bahkan lebih.

    Terkait pendapatan anggota DPR RI yang fantastis, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, juga terkejut.

    Sebab, Lucius baru dapat informasi bahwa dana reses anggota DPR 2024-2029 kini Rp 702 juta.

    Dana reses adalah anggaran yang diberikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk melaksanakan kegiatan reses.

    Reses adalah masa di mana anggota dewan tidak melakukan kegiatan sidang di parlemen, melainkan turun ke daerah pemilihannya untuk menyerap dan menindaklanjuti aspirasi, serta pengaduan masyarakat di masing-masing daerah pemilihan (dapil).

    Lucius mengaku terkejut lantaran baru mengetahui besaran jumlah dana reses tersebut.

    “Mengejutkan karena jumlah tunjangan sebesar itu baru ketahuan sekarang. Bayangkan dari 400 juta di periode lalu, sekarang naik ke 702 juta per anggota, per reses,” kata Lucius kepada Tribunnews.com.

    Menurut dia, besaran dana reses maupun hasil kegiatannya memang selama ini tak pernah disampaikan kepada masyarakat.

    “Agendanya ada, tetapi apa yang dilakukan, dan seperti apa hasil kegiatan reses dan kunjungan itu selalu saja tak pernah dilaporkan ke publik. Karena tak ada laporan, wajar kalau kita kaget dengan kenaikan tunjangan reses itu,” ujar Lucius.

    Lucius juga menduga, besaran dana reses tersebut tak semuanya digunakan untuk reses, melainkan keperluan pribadi anggota dewan. 

    Lagi pula, mekanisme pertanggungjawaban nyaris tertutup.

    Bahkan, kata dia, dalam setiap kali reses, sangat mungkin anggota DPR pelesiran ke tempat lain, bukan ke dapil.

    “Ini sih seperti perampokan berjamaah jadinya,” tutur Lucius. 

    Lucius menjelaskan, dalam setahun anggota dewan memiliki total 12 kali kesempatan untuk melakukan kunjungan kerja ke dapil. 

    Selain lima kali reses yang memang sudah menjadi agenda tahunan, anggota DPR juga memiliki tujuh slot kunjungan kerja tambahan.

    “Kita masih perlu siap-siap dikejutkan dengan besaran nilai tunjangan untuk tujuh jenis kunjungan selain reses,” ucapnya. 

    Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa dana reses sebesar Rp 702 juta yang menjadi sorotan publik bukan merupakan kenaikan tunjangan bagi anggota dewan. 

    Akan tetapi, penyesuaian kebijakan untuk periode DPR 2024–2029.

    “Jadi itu bukan kenaikan lho. Jadi itu kebijakan per periode anggota DPR yang berbeda,” ujarnya. 

    “Kalau periode 2019–2024, itu indeks dan jumlah titiknya berbeda. Nah, untuk anggota DPR 2024–2029, itu indeks dan jumlah titiknya juga berbeda, sehingga angkanya berbeda,” lanjut Dasco.

    Ia menjelaskan, usulan penyesuaian tersebut berasal dari Sekretariat Jenderal DPR. 

    Sementara itu, para anggota dewan hanya menjalankan kebijakan yang sudah ditetapkan.

    “Yang mengusulkan itu Kesekretariatan Jenderal, anggota DPR itu kan hanya menjalankan saja,” ujarnya. 

    “Karena reses itu kan uangnya bukan untuk anggota dewan, tapi untuk kegiatan reses titik di dapil dengan berbagai kegiatan serap aspirasi masyarakat,” tambahnya.

    Menurut Dasco, besaran Rp 702 juta disesuaikan dengan kenaikan harga barang dan jasa, serta jumlah titik kegiatan reses yang bertambah dibanding periode sebelumnya.

    “Iya, angkanya Rp 702 (juta). Kalau 2019–2024 karena titiknya lebih sedikit, dan indeksnya juga lebih ini, ini kan disesuaikan harga-harga juga dengan jumlah titik. Makanya jadi Rp 702, dari Rp 400 berapa gitu loh,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Dasco juga mengingatkan bahwa kegiatan reses tidak dilakukan setiap bulan. Akan tetapi kegiatan ini hanya 4 hingga 5 kali dalam setahun, tergantung agenda DPR.

    “Dan ini juga tolong jelaskan, reses ini nggak tiap bulan kan. Kegiatan reses ini berapa bulan sekali. Setahun itu cuma 4 atau 5 kali, tergantung dengan padatnya agenda,” pungkasnya.

    Formappi adalah singkatan dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia. 

    Ini adalah sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang bergerak di bidang pengawasan parlemen dan advokasi demokrasi.

    Fokus Utama:

    – Transparansi dan akuntabilitas parlemen (DPR/DPRD)

    – Reformasi kelembagaan parlemen

    – Peningkatan partisipasi publik dalam proses legislasi

    – Pengawasan terhadap kinerja anggota dewan

    Formappi bertujuan untuk:

    – Mendorong parlemen yang bersih, profesional, dan berpihak kepada rakyat

    – Mengawasi kebijakan serta penggunaan anggaran oleh DPR dan DPRD

    – Memberikan edukasi politik kepada masyarakat

    – Menghasilkan riset dan kajian tentang kinerja lembaga legislatif

  • Menimbang Penguatan MPR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    Menimbang Penguatan MPR Nasional 13 Oktober 2025

    Menimbang Penguatan MPR
    Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Anggota DPR RI Periode 2019-2024, Gubernur DKI Jakarta (2017), Wakil Gubernur DKI Jakarta (2014-2017) dan Walikota Blitar (2000-2010). Kini ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Periode 2024-2029.
    SETELAH
    amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selama empat tahap (1999–2002), lanskap ketatanegaraan Indonesia berubah secara fundamental.
    Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang semula menjadi “penjelmaan seluruh rakyat Indonesia” dan disebut secara eksplisit dalam Penjelasan UUD 1945 sebagai lembaga tertinggi negara, kini menempati posisi sederajat dengan lembaga tinggi negara lainnya: Presiden, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
    Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari konsentrasi kekuasaan politik sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru, ketika MPR memiliki kewenangan nyaris absolut—mulai dari menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) hingga mengangkat dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.
    Melalui amandemen tahap pertama hingga keempat UUD 1945, pasal-pasal yang mengatur MPR diubah secara signifikan.
    Pasal 1 ayat (2) yang sebelumnya berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
    Sementara Pasal 3 UUD 1945 kini membatasi kewenangan MPR hanya pada tiga hal: mengubah dan menetapkan UUD, melantik presiden dan wakil presiden, serta memberhentikan presiden/wakil presiden dalam masa jabatannya sesuai ketentuan konstitusi.
    Akibatnya, dalam praktik ketatanegaraan modern, MPR kehilangan fungsi strategisnya sebagai lembaga yang memberikan arah ideologis dan haluan kebijakan jangka panjang.
    Ia menjadi lembaga seremonial: bekerja menjelang Sidang Tahunan, pelantikan presiden, atau ketika wacana amandemen muncul.
    Padahal, sejarah menunjukkan bahwa eksistensi MPR sejak awal kemerdekaan tidak hanya bersifat formal, tetapi konseptual—ia dimaksudkan sebagai wadah tertinggi bagi musyawarah kebangsaan dan penjabaran cita-cita konstitusi.
    Dari sinilah muncul wacana baru: perlu atau tidak MPR diperkuat kembali?
    Dalam konteks hukum tata negara, MPR merupakan lembaga konstitusional yang diatur dalam Bab II UUD 1945.
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) memperjelas strukturnya, yakni terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu.
    Namun, UU MD3 tidak menambah kewenangan substantif MPR sebagaimana diatur dalam UUD. Karena itu, jika ingin memperkuat MPR secara kelembagaan, jalur konstitusional yang tersedia ada dua: melalui Amandemen UUD 1945 atau perubahan terbatas UU MD3.
    Wacana yang berkembang di internal MPR, sebagaimana tercermin dalam Rapat Konsultasi Pimpinan MPR dan DPD (2023–2024), adalah menghidupkan kembali semangat haluan negara dalam bentuk baru yang disebut Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
    Dasar rasionalnya jelas: sistem pemerintahan presidensial tanpa arah pembangunan jangka panjang yang mengikat antarpemerintahan berpotensi menimbulkan disorientasi kebijakan nasional.
    Setiap pergantian pemerintahan membawa prioritas baru, kadang bertentangan dengan visi jangka panjang negara. Dalam jangka panjang, hal ini menciptakan ketidakefisienan pembangunan dan kebingungan birokrasi.
    Gagasan PPHN sebenarnya berakar pada GBHN yang pernah ditetapkan MPR di masa lalu. Bedanya, PPHN tidak dimaksudkan untuk mengintervensi kewenangan eksekutif, tetapi memberi kerangka ideologis dan strategis bagi pembangunan nasional.
    Dengan demikian, PPHN akan menjadi dokumen politik kenegaraan yang memandu arah kebijakan, bukan mengatur teknis pelaksanaan program.
    Kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN dapat dirancang melalui Amandemen kelima secara Terbatas UUD 1945.
    Wacana ini telah dibahas sejak periode MPR 2019–2024, bahkan pernah masuk ke dalam Rekomendasi MPR Tahun 2021 tentang Perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara.
    Secara hukum, rekomendasi ini merujuk pada Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 yang memberi wewenang kepada MPR untuk “mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”
    Artinya, secara konstitusional, MPR dapat memperluas perannya dengan melakukan amandemen yang bersifat terbatas untuk memasukkan kembali kewenangan penetapan haluan negara.
    Selain itu, Pasal 37 UUD 1945 memberikan mekanisme amandemen yang sah: usulan perubahan dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR, disetujui dua pertiga anggota yang hadir, dan disahkan oleh setidaknya separuh dari seluruh anggota MPR.
    Dengan dasar hukum ini, gagasan penguatan MPR tidak melanggar prinsip konstitusionalitas—asal dilakukan secara transparan, bertahap, dan mendapat dukungan politik yang memadai.
    Lebih jauh, secara filosofis, penguatan MPR dapat dipahami sebagai usaha untuk menyambung kembali tradisi permusyawaratan dan ideologisasi negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: “…yang berkedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”
    Dalam kerangka itu, MPR bukan sekadar lembaga administratif, melainkan lembaga ideologis yang menjaga agar arah bangsa tetap sejalan dengan cita-cita kemerdekaan.
    Gagasan memperkuat MPR tentu tidak lepas dari kekhawatiran akan kemunduran demokrasi. Kritik paling keras datang dari kalangan yang khawatir bahwa penguatan MPR akan membuka jalan bagi kembalinya sistem otoritarian seperti masa Orde Baru—terutama bila diikuti gagasan agar presiden kembali dipilih oleh MPR.
    Namun, pandangan semacam ini tidak seluruhnya berdasar. Penguatan MPR yang kini dibicarakan tidak dimaksudkan untuk mengurangi legitimasi rakyat, melainkan untuk memperkuat fondasi ideologis dan keberlanjutan kebijakan negara.
    Dalam sistem demokrasi modern, lembaga semacam State Policy Council atau National Planning Commission lazim ditemukan di banyak negara.
    Di China, peran arah kebijakan jangka panjang dipegang oleh National Development and Reform Commission.
    Di Singapura, fungsi itu diemban oleh Ministry of National Development yang merumuskan Strategic National Directions lintas pemerintahan.
    Bahkan di Amerika Serikat, National Security Council dan Office of Management and Budget menjadi penentu arah kebijakan lintas presiden.
    Dengan kata lain, memiliki lembaga yang mengawal arah negara bukanlah hal yang bertentangan dengan demokrasi, selama lembaga itu tidak mengambil alih kedaulatan rakyat, melainkan menjaganya dalam bingkai konsistensi nasional.
    Jika MPR diberi kembali mandat untuk menetapkan PPHN, maka arah pembangunan nasional akan memiliki kesinambungan lintas pemerintahan.
    Visi jangka panjang seperti pembangunan sumber daya manusia, kedaulatan pangan, penguatan pertahanan nasional, serta transformasi energi dan teknologi, tidak akan lagi bergantung pada selera politik lima tahunan.
    Lebih dari itu, MPR dapat berperan sebagai penjaga konsensus kebangsaan. Dalam situasi politik yang makin fragmentaris dan pragmatis, keberadaan lembaga yang memiliki fungsi ideologis dan kebangsaan menjadi penting. Ia bisa menjadi ruang musyawarah nasional yang melampaui kepentingan partai politik.
    Sesuai amanat Pasal 3 UUD 1945 dan UU MD3, MPR juga berwenang menyampaikan rekomendasi hasil kajian konstitusional kepada lembaga negara lain.
    Kewenangan ini dapat diperluas melalui revisi undang-undang agar MPR dapat memantau pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi dalam setiap kebijakan nasional.
    Dengan begitu, MPR kembali menjadi lembaga moral konstitusional yang tidak sekadar bersidang, tetapi juga berhikmat dalam memandu bangsa.
    Namun, penguatan MPR harus dilakukan dengan prinsip keterbatasan konstitusional. Artinya, MPR tidak boleh mengintervensi pelaksanaan pemerintahan harian (eksekutif), tidak boleh menjadi lembaga politik praktis.
    Selain itu, MPR tidak boleh memiliki kewenangan yang tumpang tindih dengan Mahkamah Konstitusi atau DPR. Ia harus berdiri sebagai lembaga penjaga arah, bukan pengendali kekuasaan.
    Dalam konteks politik kekinian, penguatan MPR justru bisa menjadi momentum rekonsolidasi nasional.
    Ketika polarisasi politik semakin tajam dan ideologi negara sering dipelintir oleh kepentingan pragmatis, MPR dapat menjadi rumah besar kebangsaan yang meneguhkan kembali nilai dasar persatuan.
    Seperti ditegaskan Ketua MPR dalam Sidang Tahunan 2024, “Penguatan MPR bukan untuk mengambil kekuasaan, tetapi untuk menjaga arah dan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.”
    Pada akhirnya, bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu ke mana ia menuju. Dalam kerangka itu, penguatan MPR bukan nostalgia masa lalu, melainkan penegasan peran masa depan.
    Ia bukan antitesis dari demokrasi, tetapi fondasi bagi demokrasi yang berhaluan dan makin bermartabat.
    Dua puluh tahun lebih setelah amandemen UUD 1945, bangsa ini telah belajar banyak dari dinamika demokrasi yang cair. Namun, demokrasi tanpa arah dapat kehilangan substansi kebangsaannya.
    Dalam situasi dunia yang kian tidak pasti, Indonesia membutuhkan lembaga yang menjaga kesinambungan, arah, dan jiwa bangsa.
    MPR, dengan sejarah dan landasan konstitusionalnya, memiliki potensi untuk mengisi kekosongan itu.
    Penguatan MPR bukan berarti menghidupkan kembali supremasi lembaga, tetapi membangun kembali kesadaran bersama bahwa negara memerlukan haluan—sebuah kompas moral dan ideologis yang menuntun setiap pemerintahan agar tidak tersesat dalam pragmatisme politik jangka pendek.
    Jika bangsa ini ingin bertahan dalam arus globalisasi dan gejolak ideologis, maka memperkuat MPR berarti memperkuat kompas bangsa itu sendiri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MPR ajak penggiat iklim dan pemerintah berkolaborasi dalam ICCF

    MPR ajak penggiat iklim dan pemerintah berkolaborasi dalam ICCF

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengajak para penggiat iklim, pelaku usaha, hingga pengambil kebijakan, untuk berkolaborasi dalam agenda Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 yang akan digelar pada 21-23 Oktober 2025.

    Dia mengatakan bahwa ajang ICCF nanti menjadi titik temu antar berbagai pihak untuk merumuskan aksi terbaik dalam menghadapi krisis iklim. Menurut dia, upaya untuk menghadapi krisis iklim harus menjadi prioritas nasional.

    “Secara khusus acara pembukaan juga diadakan di Gedung Nusantara DPR/MPR sebagai simbol komitmen untuk terus memperjuangkan aksi iklim,” kata Eddy dalam Focus Group Discussions (FGD) dengan tema Masukan dan Harapan Publik untuk RUU Pengelolaan Perubahan Iklim di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Menurut dia, dampak perubahan iklim sudah dirasakan saat ini, mulai dari kenaikan suhu, iklim yang tak bisa diprediksi, banjir di musim kemarau, hingga kenaikan level air laut, yang bisa mempengaruhi kehidupan semua orang.

    Maka dari itu, dia mendorong keberadaan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dapat memperkuat kebijakan pengelolaan perubahan iklim terutama dalam aspek Policy Clarity, Policy Consistency dan Policy Coordination.

    Dia pun mengatakan bahwa Undang-Undang tersebut bakal mengintegrasikan berbagai kebijakan di kementerian dan lembaga yang saat ini masih berjalan secara sektoral.

    “Dan tujuannya adalah satu, masing-masing nanti kemudian memiliki misi dan tujuan untuk ikut berpartisipasi dalam penanganan krisis iklim yang kita hadapi saat ini,” katanya.

    Di sisi lain, dia pun mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga khusus guna menangani masalah perubahan iklim. Menurut dia, lembaga itu pun harus langsung berada di bawah koordinasi Presiden.

    “Bertanggung jawab kepada Presiden, sehingga mampu untuk melakukan upaya integrasi yang memang sangat dibutuhkan. Bersama-sama dengan kementerian dan lembaga lain,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemda Protes TKD Dipangkas, Banggar DPR: Pemerintah Harus Buka Dialog dan Bijak Menanggapi

    Pemda Protes TKD Dipangkas, Banggar DPR: Pemerintah Harus Buka Dialog dan Bijak Menanggapi

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menanggapi munculnya protes dari sejumlah pemerintah daerah atas berkurangnya alokasi dana transfer ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026. Dia menilai keluhan tersebut wajar dan harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah pusat melalui dialog terbuka.

    “Situasi ini memicu aspirasi dari pemda agar alokasi TKD tidak dipotong. Tentu saja aspirasi seperti ini wajar dan seirama dengan semangat Kemendagri serta Kemenkeu untuk menanggapinya secara bijak dan dialogis,” ujar Said di Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Said menjelaskan, alokasi TKD dalam APBN 2026 memang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dari Rp919,9 triliun pada 2025, turun menjadi Rp848,5 triliun karena efisiensi anggaran.

    “Dalam RAPBN 2026, pemerintah mengusulkan TKD sebesar Rp649,9 triliun, lalu Banggar DPR menambahkannya menjadi Rp692,9 triliun setelah pembahasan. Jadi, memang ada koreksi positif sebesar Rp43 triliun dari usulan awal,” kata dia.

    Dia menilai pengurangan alokasi TKD perlu dijelaskan secara terbuka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di daerah. Said mengingatkan, penurunan anggaran tidak seharusnya diartikan sebagai pemangkasan otonomi daerah.

    “Tidak perlu saling menyalahkan, karena itu justru kontraproduktif. Pemerintah pusat dan daerah harus sama-sama menjaga transparansi serta memperkuat koordinasi,” tegas dia.

    Menurut Said, dalam sistem negara kesatuan, otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat dengan semangat pemberdayaan. Dia menyebut filosofi otonomi daerah di Indonesia berbeda dengan negara federal yang memberikan kewenangan dari bawah ke atas.

    “Dalam negara kesatuan, pemerintah pusat membentuk daerah dan memberikan kewenangan secara proporsional. Semangatnya adalah memberdayakan daerah dalam kerangka pemerintahan yang demokratis,” jelas dia.

    Politisi PDI Perjuangan itu juga menegaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak. Pemerintah tetap terikat oleh aturan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

    “Kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak. Pemerintah pusat terikat dengan seluruh ketentuan yang diatur dalam UU HKPD,” ujar dia.

    Said menjelaskan, mekanisme pengelolaan keuangan pusat dan daerah saat ini bersifat asimetris, menyesuaikan karakteristik masing-masing daerah. Artinya, setiap daerah memiliki kapasitas fiskal berbeda yang diatur berdasarkan faktor sosial, budaya, dan kesejarahan.

    “Karena sifat otonomi kita asimetris, maka pembagian kewenangan dan dana juga tidak bisa seragam. Ada daerah seperti Yogyakarta, Aceh, atau Papua yang punya kekhususan tersendiri,” kata politisi asli Sumenep ini.

    Lebih lanjut, Said mendorong agar pemerintah pusat tidak hanya fokus pada pengurangan TKD, tetapi juga memperkuat efisiensi penggunaan dana di daerah. Dia menyebut pemerintah daerah kerap mengeluhkan lambatnya pencairan dana pusat dan proses birokrasi yang rumit.

    “Banyak daerah yang menyimpan dana di bank bukan karena tidak mau menyerap, tapi karena pencairan dan koordinasi dari pusat sering terlambat. Ini perlu diselesaikan dengan komunikasi yang lebih intensif,” ucap dia.

    Sebagai jalan keluar, Said mendorong pemerintah pusat dan daerah duduk bersama membahas formula pembagian dana yang lebih adil dan efisien. Dia menilai semua pihak harus berpegang pada ketentuan UU HKPD agar tidak saling menyalahkan.

    “Kedua pihak harus duduk satu meja dan mengikuti ketentuan UU HKPD. Dengan begitu, tidak ada lagi kesalahpahaman antara pusat dan daerah,” tegas dia.

    Said juga menambahkan, pemerintah dapat memperbesar porsi dana insentif fiskal, dana bagi hasil, maupun membuka peluang pinjaman daerah berbasis kinerja untuk menutup selisih TKD. “Pemerintah bisa memperkuat mekanisme fiskal daerah tanpa harus membebani APBN, misalnya melalui kemitraan dengan sektor swasta atau skema pinjaman daerah yang terukur,” ujar dia.

    Dia berharap keputusan terkait TKD tidak menghambat kinerja pembangunan daerah. Menurutnya, semangat utama hubungan keuangan pusat dan daerah adalah menciptakan keadilan fiskal dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.

    “Yang terpenting bukan hanya besarannya, tapi bagaimana dana itu digunakan secara efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah,” pungkas dia. [asg/beq]

  • Wakil Ketua DPR tegaskan bantuan PIP tidak boleh dipotong

    Wakil Ketua DPR tegaskan bantuan PIP tidak boleh dipotong

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa menegaskan bahwa bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) tidak boleh dipotong dalam bentuk apa pun karena dana tersebut merupakan hak penuh bagi para penerima manfaat.

    Saan dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa pendidikan merupakan fondasi utama dalam membangun masa depan bangsa.

    Dirinya meyakini bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang layak dan tanpa terbebani oleh kondisi ekonomi keluarga.

    “Pendidikan adalah salah satu hal yang dapat mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Dengan pendidikan, anak-anak kita memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperbaiki masa depan mereka dan mengangkat derajat keluarga,” katanya.

    Maka dari itu, Saan mengingatkan agar dana PIP tidak boleh dipotong dengan alasan apa pun. Bahkan, menurutnya, dana PIP seharusnya ditambah oleh para wakil rakyat.

    “Karena bagaimanapun, ini adalah program yang mulia, (yaitu) membantu anak-anak dari keluarga yang kurang mampu agar tetap bisa sekolah dengan layak dan semangat,” ucapnya.

    Adapun pada Sabtu (11/10), Saan menyalurkan bantuan PIP kepada 155 siswa SDN Cinangka, Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat, dalam kegiatan resesnya.

    Kegiatan yang dikemas dalam bentuk sapa warga ini juga menjadi ajang silaturahmi antara wakil rakyat dengan masyarakat setempat.

    Saan juga menekankan bahwa kegiatan reses bukan hanya agenda rutin anggota DPR RI, tetapi juga momen penting untuk memastikan kebijakan publik benar-benar berpihak pada masyarakat.

    Melalui dialog dan tatap muka langsung, aspirasi warga dapat dihimpun secara utuh dan menjadi dasar perjuangan dalam penyusunan kebijakan di parlemen.

    “Kami di DPR RI akan terus memastikan bahwa suara masyarakat di daerah tidak hanya didengar, tapi juga diwujudkan dalam kebijakan dan program nyata. Inilah esensi dari reses, (yaitu) menyatu dengan rakyat, mendengar langsung, dan memperjuangkan apa yang menjadi kebutuhan mereka,” katanya.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Istana kaji usulan perubahan status Bulog menjadi kementerian

    Istana kaji usulan perubahan status Bulog menjadi kementerian

    ANTARA – Istana mengkaji usulan Komisi IV DPR RI untuk mengubah status Bulog menjadi Kementerian/Lembaga agar distribusi bahan pokok menjadi lebih mudah dan tidak terhambat birokrasi yang berbelit. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, perbaikan Bulog memang telah menjadi atensi pemerintah.
    (Suci Nurhaliza/Pradanna Putra Tampi/Denno Ramdha Asmara/I Gusti Agung Ayu N)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pengakuan Purbaya Satu Bulan Jabat Menkeu: Cukup Kusut Tapi Seru

    Pengakuan Purbaya Satu Bulan Jabat Menkeu: Cukup Kusut Tapi Seru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah sebulan menjabat sebagai bendahara negara menggantikan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ternyata menemukan banyak sekali permasalahan di sektor fiskal.

    Ia mengatakan, salah satu masalah itu ialah serapan APBN 2025 yang tidak maksimal. Kondisi itu justru membuat dana menganggur pemerintah semakin menumpuk dari tahun ke tahunnya, hingga terakumulasi menjadi Saldo Anggaran Lebih atau SAL yang lebih dari Rp 400 triliun.

    “Cukup kusut sih. Kan ada berbagai hal. Pertama saya lihat anggaran negara seperti apa 2025. 2025 penyerapannya seperti apa, ternyata banyak juga yang tidak diserap dan yang utamanya ada banyak uang nganggur,” kata Purbaya, dalam wawancara di CNBC Indonesia TV, Jumat (10/10/2025).

    Permasalahan ini pun membuat ia gencar mengeluarkan berbagai kebijakan yang mempercepat belanja negara, salah satunya penempatan dana menganggur pemerintah di Bank Indonesia ke bank milik negara,.

    Kebijakan itu bahkan menjadi program utamanya setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai menteri keuangan pada 8 September 2025.

    Untuk meningkatkan peredaran uang primer atau M0 dan menggerakkan lebih cepat aktivitas ekonomi masyarakat, ia menempatkan dana menganggur pemerintah yang ada di Bank Indonesia (BI) senilai Rp 200 triliun ke Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI per 12 September 2025.

    Selain masalah banyaknya dana menganggur yang dimiliki pemerintah, Purbaya mengatakan, selama sebulan menjabat ia menyaksikan bagaimana besarnya efek pemangkasan anggaran transfer ke daerah terhadap perekonomian masyarakat di berbagai daerah.

    Sebagai informasi, alokasi anggaran TKD dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dipatok sebesar Rp 649,99 triliun. Jumlah itu berkurang Rp 269 triliun jika dibandingkan dengan alokasi dalam APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun. Dalam pembicaraan dengan DPR, Purbaya memutuskan anggaran TKD 2026 ditambah sedikit sebesar Rp 43 triliun menjadi Rp 693 triliun.

    Purbaya mengaku digeruduk oleh Gubernur dan Bupati beberapa waktu lalu akibat kebijakan pemangkasan anggaran TKD yang cukup signifikan. Para kepala daerah itu protes karena TKD-nya dipangkas. “Ya gampang-gampang susah menghadapi mereka,” tegasnya.

    Namun, Purbaya berjanji jika ekonomi membaik, dirinya akan mengembalikan anggaran yang dipangkasnya. Adapun, syaratnya serapan anggaran pemerintah daerah harus bagus. “Jangan ada yang macet, jangan ada yang bocor sana-sini. Jadi satu bulan ini cukup seru.”

    Foto: Infografis/ Purbaya/ Edward Ricardo
    Infografis, Gebrakan 1 Bulan Purbaya

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video: RI Darurat Sampah, Program Sulap Sampah Jadi Listrik Solusinya?

    Video: RI Darurat Sampah, Program Sulap Sampah Jadi Listrik Solusinya?

    Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah RI memastikan komitmennya mengatasi persoalan pengelolaan sampah melalui program Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Upaya ini salah satunya masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034 yang menargetkan penambahan porsi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebesar 452,7 Megawatt (MW).

    Selain itu Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPR Danantara meluncurkan proyek waste to energy yang akan membangun 33 PSEL di seluruh wilayah Indonesia dengan kapasitas masing-masing 1.000 ton sampah per hari dan nilai investasi mencapai Rp2 triliun hingga Rp3 triliun.

    Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno mendukung penuh upaya pemerintah mengatasi persoalan sampah lewat pembangunan PLTSa mengingat RI sudah masuk dalam kondisi “Darurat Sampah”. Setiap Tahun Indonesia hanya mampu mengolah 40% dari produksi sampah dan sisanya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan ruang publik utamanya terkait sampah plastik.

    Eddy Soeparno menilai pendirian fasilitas Waste to Energy sudah tepat mengingat program ini sudah dicanangkan di masa lalu namun masih mengalami banyak hambatan utamanya terkait aturan, izin dan lahan sehingga memakan waktu yang panjang. Diharapkan perang Pemerintah Pusat lewat Danantara bisa mempercepat terwujudnya proyek PSEL ini.

    Selain penting dalam penanganan masalah sampah, program ini juga diharapkan dapat menjadi sumber energi Baru Terbarukan (EBT) yang mendukung program ketahanan energi RI? Seperti apa urgensi program Waste to Energy? Selengkapnya simak ulasan Andi Shalini dengan Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Senin, 13/10/2025)

  • Anggota DPR: Presiden harus desak Israel patuhi perjanjian damai

    Anggota DPR: Presiden harus desak Israel patuhi perjanjian damai

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal atau yang akrab disapa Deng Ical meminta agar Presiden Prabowo Subianto memanfaatkan momentum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza untuk menyuarakan gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.

    “Kehadiran Presiden Prabowo di KTT Perdamaian Gaza adalah langkah penting dalam memperkuat peran Indonesia di kancah internasional. Namun, lebih dari itu, Presiden harus tegas menyerukan gencatan senjata permanen dan mendesak Israel untuk mematuhi seluruh perjanjian damai yang telah disepakati dengan Hamas,” kata Deng Ical di Jakarta, Senin.

    Deng Ical juga memberikan apresiasi atas kehadiran Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perdamaian Gaza yang digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin.

    Ia menilai, upaya perdamaian tidak akan berarti jika kekerasan masih terus terjadi dan Israel tetap melakukan serangan ke wilayah Gaza.

    “Tidak boleh ada lagi penyerangan ke Gaza. Dunia harus bersatu menolak kekerasan yang menimbulkan korban sipil, terutama perempuan dan anak-anak,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Deng Ical mendorong agar Presiden Prabowo menggunakan forum internasional tersebut untuk menyuarakan kembali dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan penuh Palestina sebagai solusi jangka panjang bagi perdamaian di Timur Tengah.

    “Indonesia sejak awal berdiri konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Karena itu, suara Presiden Prabowo di forum dunia sangat penting untuk memastikan bahwa kemerdekaan Palestina adalah jalan menuju perdamaian abadi,” tuturnya.

    Deng Ical juga mengingatkan bahwa posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia memberi tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan di Palestina melalui jalur diplomasi dan solidaritas global.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Istana Kaji Perubahan Bulog Jadi Badan Khusus

    Istana Kaji Perubahan Bulog Jadi Badan Khusus

    Jakarta

    Perum Bulog rencananya bakal diubah menjadi sebuah badan khusus di bawah pemerintah. Bulog saat ini berstatus Perusahaan Umum yang menjadikannya sebagai salah satu perusahaan pelat merah atau BUMN di Indonesia.

    Istana menyatakan perubahan status Bulog menjadi sebuah badan khusus sudah mulai dikaji pemerintah. Pada intinya, perbaikan akan dilakukan pada Bulog.

    “Nanti kita kaji ya nanti kita kaji dulu ya. Yang pasti adalah Bulog terus kita perbaiki,” beber Prasetyo usai rapat terbatas dengan di kediaman Presiden Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Minggu (13/10/2025) malam kemarin.

    Rencana Bulog diubah jadi badan khusus sudah santer terdengar sejak Prabowo menjabat sebagai presiden akhir tahun 2024 yang lalu.

    Belum lama ini, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani juga buka-bukaan perkembangan Perum Bulog akan menjadi badan di bawah Presiden.

    Menurutnya, pembahasan Perum Bulog menjadi badan masih terus dilakukan antara Bulog dengan pemerintah. Untuk merealisasikan rencana tersebut, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perusahaan Umum Perum Bulog.

    “Intinya kita akan kan sedang mau direvisi itu Perpres 125. Mungkin ke depan Bulog akan diharapkan jadi badan,” kata dia ditemui di Kementerian Koodinator Bidang Pangan, Jumat (12/9/2025) yang lalu.

    Saat ditanya kapan target realisasi rencana tersebut, Rizal mengatakan perubahan itu harus dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Rizal juga enggan menanggapi terkait Bulog yang akan lepas dari Kementerian BUMN jika sudah menjadi badan sendiri.

    “Kita tergantung anggota dewan (DPR) nanti. Ya kan nanti harus persetujuan di sana. Kita ikuti aturan ada dari hasil itu bagaimana pertunjuknya,” tutur Rizal.

    Ia hanya berharap bahwa rencana tersebut dapat terealisasi secepatnya. “Ya kita harapkan seperti itu. Semuanya berharap as soon as possible. Kami belum berani ngomong (target) karena belum juga disidangkan,” tambahnya.

    Lihat juga Video: Bulog Siapkan Beras Untuk Keperluan MBG

    (hal/kil)