Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Ekonomi 8% Bukan Sesuatu yang Tidak Bisa Dicapai

    Ekonomi 8% Bukan Sesuatu yang Tidak Bisa Dicapai

    Jakarta

    Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dalam periode 2024-2029 bukan hal yang mustahil untuk dicapai. Hal ini karena dalam sejarah Indonesia, pertumbuhan 8% itu pernah dicapai.

    “Saya yakin 8% itu bukan sesuatu yang tidak bisa dicapai. Sangat mungkin. Karena dalam sejarah Indonesia, pertumbuhan 8% itu pernah dicapai dan berlangsung sangat lama. Justru di dalam situasi ekonomi Indonesia itu tidak serumit sekarang. Dulu kita menghadapi situasi yang lebih rumit, lebih complicated,” kata Misbakhun dalam acara Jejak Pradana detikcom, ditulis, Rabu (15/10/2025)

    Misbakhun mengatakan, untuk mencapai ambisi tersebut kunci utamanya terletak pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter, serta kemampuan pemerintah mengorkestrasi sektor keuangan dan sektor riil secara efektif.

    Menurutnya, kebijakan fiskal memiliki peran penting dalam menciptakan kepercayaan publik melalui belanja pemerintah, baik di pusat maupun daerah, serta berbagai program sosial, program bantuan pendidikan dan subsidi bagi masyarakat.

    “Inilah yang kemudian kombinasi antara fiskal policy dan monetary policy, dan kemudian itu menumbuhkan dunia usaha, dimana ekspansinya itu melalui penyaluran kredit dan sebagainya, itu ada di tengah-tengah yang namanya industri keuangan, sektor ril, dan sebagainya,” katanya.

    Selain itu, Misbakhun mengatakan bahwa Indonesia memiliki modal kuat dari sisi sumber daya alam. Misalnya 65% pasokan nikel dunia berasal dari Indonesia, potensi batu bara, sawit, emas, timah, karet, dan mineral tanah jarang lainnya yang dipunyai Indonesia akan menjadi salah satu yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi mencapai 8% jika dilakukan hilirisasi.

    “Makanya ketika pemerintah melakukan upaya hilirisasi itu adalah faktor yang paling tepat. Hilirisasi ini adalah ketika kita punya sumber daya alam, industrinya suruh datang ke Indonesia dan kita berkolaborasi untuk menghasilkan nilai tambah yang luar biasa. Lebih banyak daripada kita mengekspor hanya raw materials yang kita ambil dari alam langsung kita ekspor,” katanya.

    “Inilah menurut saya hal-hal yang membuat saya optimis. Yang mendasari saya mempunyai keyakinan bahwa 8% itu bukan sesuatu hal yang mustahil untuk dicapai,” tambahnya.

    (ara/ara)

  • Waka Komisi X DPR Dukung Rencana Prabowo Bentuk Akademi Atlet Nasional

    Waka Komisi X DPR Dukung Rencana Prabowo Bentuk Akademi Atlet Nasional

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyatakan dukungan penuh terhadap rencana Presiden RI Prabowo Subianto untuk membentuk akademi atau pusat penggemblengan atlet nasional.

    Akademi ini berfokus pada pembinaan talenta olahraga unggulan menuju ajang internasional, terutama Olimpiade. Menurut Lalu, gagasan Prabowo tersebut merupakan langkah visioner dan strategis untuk memperkuat ekosistem olahraga nasional dari hulu ke hilir.

    “Kami tentu menyambut baik inisiatif Presiden untuk membangun pusat penggemblengan atlet nasional. Ini bukan hanya soal prestasi, tapi juga soal sistem pembinaan yang berkelanjutan dan berbasis sains olahraga modern,” ujar Lalu, dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).

    Lalu menilai kehadiran akademi tersebut akan menjadi tonggak penting dalam membangun sistem pelatihan terpadu lintas cabang olahraga, sekaligus memperkuat sinergi antara pemerintah, federasi, pelatih, dan dunia pendidikan.

    “Indonesia perlu memiliki lembaga permanen yang fokus mencetak atlet berkelas dunia. Dengan pengelolaan profesional dan dukungan riset ilmu keolahragaan, kita bisa menyiapkan generasi atlet yang siap bersaing di Olimpiade dan kejuaraan internasional lainnya,” kata Lalu.

    “Desain kelembagaan dan kurikulumnya harus jelas, mulai dari seleksi atlet muda, sistem pelatihan berbasis sains, hingga integrasi dengan pendidikan formal, agar para atlet tetap memiliki masa depan setelah karier olahraganya,” jelas politisi PKB tersebut.

    “Komisi X tentu akan mengawal dan mendukung hal ini. Kami ingin memastikan bahwa pembinaan atlet tidak bersifat jangka pendek atau proyek semata, tetapi menjadi investasi jangka panjang bagi kejayaan olahraga Indonesia,” ujar Lalu.

    Lebih lanjut, Lalu berharap akademi tersebut dapat menjadi pusat inovasi dan kolaborasi dalam bidang sport science, teknologi pelatihan, serta manajemen olahraga profesional.

    “Dengan komitmen kuat Presiden dan sinergi lintas sektor, Indonesia berpeluang besar membangun sistem olahraga yang modern dan berprestasi dunia. Ini momentum kebangkitan olahraga nasional,” pungkasnya.

    (akd/akd)

  • Stok di Shell-Vivo Habis Total, Bensin di SPBU Swasta Kosong Semua

    Stok di Shell-Vivo Habis Total, Bensin di SPBU Swasta Kosong Semua

    Jakarta

    Stok bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di SPBU swasta sudah langka. Shell dan Vivo mengungkapkan stok bensinnya sudah habis. Untuk saat ini tidak tersedia lagi bahan bakar jenis bensin di kedua SPBU swasta tersebut.

    Dikutip dari situs Informasi Ketersediaan Stok SPBU VIVO, stok bensin di SPBU Vivo sudah tidak tersedia lagi. Saat ini, yang masih tersedia hanya BBM jenis diesel.

    “Mohon maaf saat ini semua produk BBM Jenis bensin (Revvo 90, Revvo 92 dan Revvo95) tidak tersedia di semua Lokasi SPBU VIVO. Hanya Produk Diesel yang masih tersedia,” demikian dikutip dari situs Informasi Ketersediaan Stok SPBU VIVO, Rabu (15/10/2025).

    Sebelumnya, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI belum lama ini, Direktur Vivo Energy Indonesia Leonard Mamahit mengungkap sisa stok BBM hanya tersedia hingga akhir Oktober 2025. Namun, belum sampai akhir Oktober stok BBM Vivo sudah habis.

    “Saat ini memang stok kami sudah habis, di bulan Oktober ini, jadi tidak ada lagi yang bisa kami jual untuk bahan bakarnya. Pada akhir bulan Oktober ini (stok tersisa),” ujar Leonard.

    Begitu juga dengan Shell. Dikutip dari situs resmi Shell Indonesia, BBM jenis bensin dari Shell seperti Shell Super, Shell V-Power dan Shell V-Power Nitro+ sudah tidak tersedia. Shell belum bisa memastikan kapan stok bensin akan kembali normal.

    “Mohon maaf, Shell Super tidak tersedia di SPBU Shell hingga waktu yang belum dapat dipastikan,” tulis Shell di situs resminya. Shell juga memastikan bensin Shell V-Power dan V-Power Nitro+ tidak tersedia di SPBU Shell hingga waktu yang belum dapat dipastikan.

    Bensin dI SPBU Shell Habis Total. Foto: Rifkianto Nugroho

    Stok bensin Shell sendiri sudah kosong sejak awal Oktober 2025. Kosongnya stok bensin di SPBU Shell sudah diprediksi sebelumnya. Presiden Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia Ingrid Siburian saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI pada awal bulan ini juga mengatakan stok bensinnya menipis.

    “Jadi kami memang benar-benar mengalami stock out atau kelangkaan untuk BBM jenis bensin,” ungkap Ingrid.

    Shell sudah mengantisipasi hal tersebut sejak bulan Juni. Shell juga sudah mengajukan permohonan kuota impor tambahan mengingat adanya kenaikan permintaan. Namun dari Kementerian ESDM dijelaskan ada pembatasan kuota impor. SPBU swasta diminta untuk membeli base fuel dari Pertamina. SPBU swasta itu menyanggupi asalkan Pertamina bisa menyediakan base fuel tanpa campuran apa pun.

    Sementara itu, SPBU BP melalui akun Instagram resminya juga mengkonfirmasi bahwa bahan bakar bensin tidak tersedia.

    “Untuk saat ini tidak tersedia BP 92 dan BP Ultimate. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, kami sedang mengusahakan agar pasokan BBM kembali normal. Terimakasih,” demikian dikutip dari akun Instagram resmi BP Indonesia yang menjawab pertanyaan warganet mengenai stok BBM di SPBU BP.

    (rgr/din)

  • Kondisi APBN September 2025: Defisit Membengkak, Setoran Pajak Seret

    Kondisi APBN September 2025: Defisit Membengkak, Setoran Pajak Seret

    Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi APBN September 2025 menunjukkan bahwa keuangan negara masih tekor karena setoran pajak yang loyo, bersamaan dengan serapan belanja yang lambat. Defisit APBN September 2025 tercatat Rp371,5 triliun.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikannya dalam konferensi pers APBN KiTa di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa (14/10/2025). Dia memaparkan Realisasi APBN September 2025, kondisi ekonomi terkini, dan merespons berbagai isu terkait kebijakan pemerintah.

    Purbaya memerinci bahwa pendapatan negara mencapai Rp1.863,3 triliun per September 2025. Realisasi itu setara 65% dari outlook pendapatan negara tahun ini sebesar Rp2.865,5 triliun.

    Sementara itu, belanja negara sudah mencapai Rp2.234,8 triliun per September 2025. Realisasi itu setara 63,4% dari outlook belanja negara tahun ini sebesar Rp3.527,5 triliun. Artinya, pemerintah harus mengebut realisasi belanja Rp1.292,7 triliun atau 36,4% hanya dalam tiga bulan terakhir.

    Belanja negara yang lebih banyak dari pendapatan negara membuat APBN September 2025 mengalami defisit Rp371,5 triliun atau setara 1,56% dari PDB.

    Lebih lanjut, Purbaya melanjutkan bahwa keseimbangan primer masih sebesar Rp18 triliun. Padahal, sambungnya, outlook keseimbangan primer didesain minus Rp109,9 triliun.

    “Tren ini menunjukkan APBN tetap adaptif dan kredibel menjaga keseimbangan antara dukungan pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal dalam jangka menengah,” ujar Purbaya, Selasa (14/10/2025).

    Pemerintah awalnya mendesain defisit APBN 2025 setahun penuh sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB. Kendati demikian, dalam laporan semester I/2025, DPR dan pemerintah menyetujui pelebaran defisit menjadi 2,78% dari PDB.

    Artinya, defisit APBN sebesar 1,56% per Agustus 2025 ini masih cukup jauh dari target maupun outlook yang telah ditetapkan.

    Setoran Pajak Lesu

    Realisasi penerimaan pajak per September 2025 senilai Rp1.295,3 triliun tercatat masih mengalami kontraksi 4,4% (year on year/YoY). Penerimaan itu baru mencakup 62,4% dari target pajak tahun ini senilai Rp2.076,9 triliun.

    Sebagai perbandingan, pada September 2024 pemerintah sudah mengumpulkan 70% pajak dari total target tahun lalu. Selain turun secara nominal, juga terjadi perlambatan dalam hal persentase capaian target pada September 2025 ini.

    Purbaya masih membutuhkan setoran sebesar Rp781,6 triliun untuk menutup celah penerimaan pajak tahun 2025 dengan outlook sebesar Rp2.076,9 triliun.

    “Lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu bersumber dari penerimaan akibat penurunan harga migas dan tambang,” ujar Purbaya.

    Tren buruknya penerimaan pajak dipicu oleh lesunya setoran dari jenis pajak utama. PPh Badan misalnya realisasinya hanya sebesar Rp215,1 triliun atau terkontrasksi 9,4%. Nasib lebih buruk terjadi di setoran PPN yang terkontraksi sebesar 13,2% atau hanya senilai Rp474,4 triliun.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menilai bahwa penurunan penerimaan pajak itu karena besarnya restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak sepanjang tahun ini. Misalnya, penerimaan pajak secara bruto malah meningkat yaitu dari Rp1.588,21 triliun (Januari—September 2024) menjadi Rp1.619,2 triliun (Januari—September 2025).

    “Tahun ini memang terjadi peningkatan restitusi pajak. Restitusi ini artinya dikembalikan kepada masyarakat, kepada dunia usaha, kepada wajib pajak, sehingga kemudian uangnya itu beredar di tengah-tengah perekonomian,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (14/10/2025).

    Kendati demikian, dalam bahan paparan Suahasil, tampak bahwa penurunan realisasi penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh anjloknya penerimaan pajak penghasilan korporasi (PPh badan) serta pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN & PPnBM).

    Tampak bahwa realisasi penerimaan PPh Badan mencapai Rp215,1 triliun. Angka itu turun 9,4% dari realisasi penerimaan PPh Badan periode yang sama tahun lalu.

    Sementara itu, realisasi penerimaan PPN & PPnBM mencapai Rp473,44 triliun. Angka itu turun 13,2% dari realisasi penerimaan PPN & PPnBM periode yang sama tahun lalu.

    Purbaya cs Sudah Tarik Utang Rp458 Triliun

    Kementerian Keuangan telah merealisasikan penarikan utang senilai Rp458 triliun untuk pembiayaan APBN 2025 sepanjang 1 Januari hingga 30 September 2025.

    Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menjelaskan bahwa pemerintah menetapkan outlook penarikan utang Rp662 sepanjang 2025. Artinya, realisasi penarikan utang sebesar Rp458 triliun tersebut setara 69,2% dari total target.

    “Kita terus melakukan pembiayaan yang sifatnya memitigasi risiko. Kita melakukan secara sangat-sangat terukur dan kita melakukan berbagai macam hubungan dengan investor untuk memastikan pembiayaan utang kita on track,” ujar Thomas dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).

    Dia merincikan bahwa realisasi tersebut berasal dari surat berharga negara (SBN) dikurangi pinjaman. Hingga akhir September 2025, Kementerian Keuangan telah merealisasikan penerbitan SBN senilai Rp501,5 triliun dan pinjaman sebanyak Rp43,5 triliun.

    Realisasi pembiayaan utang Rp458 triliun itu naik 31,7% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp347,9 triliun.

    Lebih lanjut, Thomas menjelaskan bahwa belum lama ini Kementerian Keuangan menerbitkan SBN dua valuta asing (dolar AS dan euro), yaitu senilai US$1,85 miliar dan 600 juta euro (seri SGD Bond). Menurutnya, permintaan sangat tinggi didukung oleh investor institusi global dengan total mencapai lebih dari US$9,4 miliar untuk dolar Amerika Serikat dan US$1,2 miliar untuk SDG Bond.

    “Kita sangat selektif dan juga bisa menekan harga dari yield ini,” ungkapnya.

  • Golkar: Bahlil diframming jahat, tapi kinerjanya diakui publik

    Golkar: Bahlil diframming jahat, tapi kinerjanya diakui publik

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal Partai Golkar Muhammad Sarmuji menyampaikan apresiasi tinggi kepada Bahlil Lahadalia dan Wihaji atas kinerjanya yang sangat baik dalam menjalankan tugas sebagai menteri di Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.

    Ia juga menyoroti bahwa meskipun Bahlil kerap menjadi sasaran framing negatif di ruang publik, hasil survei justru menunjukkan bahwa masyarakat tetap menilai kinerjanya secara objektif dan positif.

    “Pak Bahlil sering kali di-framing secara jahat di ruang publik, tetapi ternyata publik lebih cerdas. Penilaian positif ini menunjukkan bahwa masyarakat bisa membedakan antara opini politik dan hasil kerja nyata. Publik menilai berdasarkan kinerja, bukan berdasarkan narasi yang sengaja dibentuk,” kata Sarmuji dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Sarmuji mengungkapkan Bahlil Lahadalia berhasil meningkatkan lifting minyak nasional dan Wihaji berhasil menurunkan angka stunting balita.

    Ia menyebut capaian tersebut sebagai bukti konkret bahwa kader-kader Golkar memiliki kapasitas, integritas, dan etos kerja tinggi dalam mengemban amanah publik.Partai Golkar tentu berbangga dan berterima kasih atas penilaian publik yang positif terhadap para menterinya. Kinerja Pak Ketua Umum Bahlil Lahadalia dan Pak Wihaji menunjukkan bagaimana kader Golkar tidak hanya berpengalaman secara politik, tetapi juga memiliki kemampuan manajerial dan keberpihakan nyata pada kepentingan rakyat,” ujar.

    Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu menegaskan keduanya adalah contoh nyata profesionalitas kader Golkar dalam mengabdi kepada bangsa dan negara.

    “Keduanya (Bahlil Lahadalia dan Wihaji) adalah contoh nyata kader Golkar yang bekerja dengan pendekatan profesional sekaligus mengedepankan semangat pengabdian. Mereka menjalankan amanah dengan hasil yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata Sarmuji.

    Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu menegaskan bahwa Partai Golkar akan terus mendukung kinerja seluruh kadernya yang berada di kabinet agar konsisten menghadirkan kebijakan yang pro-rakyat, produktif, dan berdampak nyata.

    Sarmuji juga menilai apresiasi publik melalui survei merupakan indikator penting dari keberhasilan kader Golkar dalam menyusun kebijakan yang pro rakyat.

    “Bagi Golkar, kepuasan publik adalah ukuran utama dari keberhasilan kader dalam pemerintahan. Kami berharap capaian ini menjadi penyemangat bagi seluruh kader Golkar di berbagai posisi untuk terus bekerja secara maksimal dan menjaga kepercayaan rakyat,” kata legislator dari Jawa Timur itu.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ahmad Sahroni Muncul Sematkan Gelar Doktor Ilmu Hukum Setelah Menghilang Satu Bulan Lebih

    Ahmad Sahroni Muncul Sematkan Gelar Doktor Ilmu Hukum Setelah Menghilang Satu Bulan Lebih

    GELORA.CO – Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni sempat menghilang dari publik setelah kerusuhan aksi massa yang disertai penjarahan rumahnya di kawasang Tanjung Priok, pada akhir Agustus 2025. Sempat tersiar kabar bahwa politikus Partai NasDem itu pergi ke luar negeri, namun informasi tersebut tak pernah dikonfirmasi secara resmi.

    Setelah absen selama sekitar satu setengah bulan, tepatnya sepanjang September hingga pertengahan Oktober, Sahroni akhirnya kembali muncul ke publik. 

    Kemunculannya kali ini cukup mengejutkan, karena ia hadir sebagai salah satu wisudawan program doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur dalam acara wisuda yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC) pada Selasa (14/10).

    Dalam acara tersebut, Sahroni tampil percaya diri mengenakan toga berwarna hitam dengan lis merah, warna identitas program studi hukum kampus tersebut. 

    Berdasarkan tayangan di kanal YouTube resmi Universitas Borobudur, Sahroni tampak tersenyum ramah dan bersalaman dengan para rektor saat prosesi wisuda berlangsung. Rektor bahkan memberi hormat sebelum mewisuda Sahroni yang resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum.

    Pria yang dikenal dengan crazy rich Tanjung Priok itu mengangkat disertasi berjudul “Pemberantasan Korupsi Melalui Prinsip Ultimum Remedium: Suatu Strategi Pengembalian Uang Negara.”

    Kemunculan Sahroni di ruang publik sebenarnya telah lebih dulu terpantau sehari sebelumnya, melalui unggahan Wakil Ketua Umum PSI Ronald A. Sinaga alias Bro Ron di akun Instagram-nya, @brorondm, pada Senin (13/10). Dalam unggahan tersebut, Bro Ron memperlihatkan dirinya tengah makan bersama Sahroni di sebuah restoran.

    Namun, belum diketahui pasti kapan dan di mana pertemuan itu terjadi. Hanya saja, Bro Ron mengaku bahwa sosok Sahroni merupakan seniornya dalam dunia politik.

    Baca Juga: Persija Jakarta Tak Ingin Kembali Menangis! Misi Curi Poin di Kandang Persebaya Surabaya

    “Beliau senior saya dalam politik, saya mah masih anak kacang. Tetapi kami sudah kenal lama. Bahkan dulu kami di komunitas motor yang sama, Team Birah 1 (baca: birahi) nama basecamp di Blok S,” kata Bro Ron.

    Dia bercerita bahwa 20 tahun lalu, tak sedikit pun terpikir dibenaknya akan masuk ke dunia politik. Terlebih, saat ini keduanya berada pada posisi yang strategis di masing-masing partainya.

    “20 tahun lalu kami berdua tidak akan pernah pikirkan akan masuk politik, apalagi di posisi sekarang Bro Roni Bendum Partai Nasdem dan saya Bro Ron Waketum PSI,” ujarnya.

    Selain itu, ia juga mengingatkan Sahroni agar selalu melayani rakyat dan akan sama-sama banyak belajar pada tahun ini. Bro Ron juga menekankan akan ada banyak kejutan nantinya, tepatnya sehari sebelum puncak HUT ke-14 Partai Nasdem pada 11 November mendatang

  • Politik kemarin, genjatan senjata Gaza hingga peluang P3K jadi PNS

    Politik kemarin, genjatan senjata Gaza hingga peluang P3K jadi PNS

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin (14/10) menjadi sorotan, mulai dari Prabowo sebut gencatan senjata Gaza langkah awal menuju perdamaian hingga anggota DPR buka kemungkinan P3K jadi PNS lewat RUU ASN.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca:

    1. Prabowo: Gencatan senjata Gaza langkah awal menuju perdamaian

    Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata yang disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza di Sharm El-Sheikh, Mesir, menjadi langkah awal menuju perdamaian menyeluruh di Palestina.

    “Saya kira ini awalan yang baik, intinya itu ya. Jadi, kita datang untuk menyatakan dukungan dan memberi support, yang penting gencatan senjata sudah berjalan, kemudian segera pasukan Israel akan ditarik,” katanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa.

    Ia mengatakan banyak tokoh dari berbagai negara hadir menyaksikan penandatanganan pokok-pokok persetujuan rencana gencatan senjata yang nantinya mengarah kepada perdamaian yang menyeluruh.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Panglima rotasi pejabat TNI dari mulai pangdam hingga kadispenad

    Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto merotasi beberapa pejabat tinggi dari mulai panglima komando daerah militer (Pangdam) hingga kepala dinas penerangan angkatan darat (kadispenad) melalui Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Kep / 1334 / IX / 2025 tentang Penghentian dan Pengangkatan dalam Jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

    Berdasarkan salinan surat keputusan yang telah diterima, beberapa nama mendapatkan jabatan baru dalam penugasannya di TNI, di antaranya yakni Brigjen TNI Wahyu Yudhayana yang sebelumnya menjabat Kadispenad mendapat jabatan baru yakni Sesmilpres Kemensetneg.

    Posisi Wahyu sebagai Kadispenad digantikan Kolonel Inf. Donny Pramono yang sebelumnya menjabat Paban VI/Inteltek Sintelad.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Menlu bantah soal Prabowo yang marah karena pemberitaan media Israel

    Menteri Luar Negeri RI Sugiono membantah bahwa Presiden RI Prabowo Subianto marah karena pemberitaan dari media Israel yang menyebutkan bahwa Kepala Negara akan berkunjung ke negara tersebut.

    Media Israel tersebut awalnya memberitakan rencana kunjungan Presiden Prabowo ke Israel. Tak cukup di situ, Presiden Prabowo pun diberitakan batal mengunjungi Israel karena marah soal pemberitaan yang dimuat media itu.

    “Tidak ada marah-marah karena kemarin kita semua fokus di acara penandatanganan itu yang prosesnya juga sebenarnya cukup lama, dari jam 2 acaranya itu baru terlaksana sekitar jam 6 sore atau jam 7,” kata Menlu Sugiono saat memberikan keterangan usai mendampingi kunjungan Presiden Prabowo ke Mesir dan tiba di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    4. Anggota DPR sebut pesantren instrumen perjuangan saat respons Trans7

    Anggota DPR RI Rivqy Abdul Halim menegaskan bahwa pondok pesantren adalah instrumen perjuangan bangsa sekaligus lembaga pendidikan tertua yang telah melahirkan para ulama, pejuang, dan pemimpin bangsa, saat merespons polemik tayangan Trans7.

    Dalam konteks sejarah lahirnya bangsa, pendidikan, dan sosial keagamaan Indonesia, menurut dia, pesantren bukan sekadar tempat mengaji, melainkan ruang pembentukan akhlak, disiplin, kemandirian, dan semangat kebangsaan.

    “Menistakan pesantren berarti menistakan jati diri bangsa Indonesia,” kata Rivqy di Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Anggota DPR buka kemungkinan P3K jadi PNS lewat RUU ASN

    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Reni Astuti mengatakan DPR RI membuka kemungkinan bahwa pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) bisa dialihkan statusnya menjadi pegawai negeri sipil (PNS), melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Dia mengatakan bahwa RUU ASN saat ini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang akan dibahas oleh Komisi II DPR RI. Dia ingin agar pembahasan RUU itu memberi solusi terhadap nasib P3K, khususnya yang sudah sangat lama mengabdi kepada negara.

    “Silakan memberikan saran masukan kepada Komisi II yang nantinya membahas, apakah memang P3K sudah semestinya menjadi PNS,” kata Reni dalam diskusi Forum Legislasi yang digelar di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Forum Santri Tuntut Atalia Praratya Dipecat

    Forum Santri Tuntut Atalia Praratya Dipecat

    GELORA.CO -Puluhan santri yang tergabung dalam Forum Santri Nusantara (FSN) Bandung Raya mendatangi kediaman Anggota DPR Atalia Praratya di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Selasa 14 Oktober 2025.

    Kedatangan mereka sebagai bentuk protes atas pernyataan Atalia yang dinilai menyinggung dunia pesantren terkait pembangunan Pondok Pesantren Al Khoziny dengan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Aksi yang berlangsung singkat itu dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Massa tiba sekitar pukul 15.16 WIB, menyampaikan orasi serta tuntutan di depan rumah Atalia, lalu membubarkan diri secara tertib sekitar pukul 15.40 WIB.

    Koordinator FSN Bandung Raya, Riki Ramdan Fadilah mengatakan, pernyataan Atalia telah menimbulkan keresahan di kalangan santri. Menurutnya, pernyataan tersebut seolah menggiring opini negatif bahwa pesantren identik dengan pelanggaran hukum.

    “Yang kami tolak adalah pandangan beliau yang seperti tidak sepakat penggunaan APBN untuk membangun kembali Ponpes Al Khoziny. Seolah-olah pesantren tidak pantas mendapat dukungan negara,” ujar Riki dikutip dari RMOLJabar.

    Riki berpandangan ucapan Atalia telah membentuk persepsi buruk di tengah masyarakat tentang pesantren. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, untuk segera mengambil tindakan tegas.

    “Kami meminta Bahlil Lahadalia memecat Ibu Atalia dari keanggotaan DPR RI. Ucapannya telah menimbulkan kegaduhan dan bertentangan dengan nilai keadilan sosial serta konstitusi,” pungkas Riki.

  • Kenaikan Dana Reses DPR: Antara Amanah dan Kenyamanan Kekuasaan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Oktober 2025

    Kenaikan Dana Reses DPR: Antara Amanah dan Kenyamanan Kekuasaan Nasional 15 Oktober 2025

    Kenaikan Dana Reses DPR: Antara Amanah dan Kenyamanan Kekuasaan
    Pemerhati masalah hukum dan kemasyarakatan
    KABAR
    kenaikan anggaran reses anggota DPR kembali menyentak nalar publik. Di tengah situasi ekonomi rakyat yang belum sepenuhnya pulih, langkah tersebut terasa janggal.
    Reses yang sejatinya menjadi ruang moral bagi wakil rakyat untuk mendengar denyut aspirasi konstituennya, kini justru berpotensi menjadi simbol kemewahan baru dalam politik anggaran.
    Dana reses DPR naik dari Rp 400 juta pada periode 2019-2024 menjadi Rp 702 juta untuk periode 2024-2029.
    Dalam teori politik klasik, reses merupakan wujud hubungan representatif antara rakyat dan wakilnya. Ia adalah momen untuk kembali ke akar legitimasi rakyat.
    Namun, ketika kegiatan itu disertai dengan kenaikan anggaran tanpa alasan yang transparan dan rasional, fungsi representasi beralih menjadi formalitas administratif yang menguntungkan pihak tertentu.
    Rakyat yang seharusnya menjadi subjek politik, pelan-pelan tergeser menjadi obyek pencitraan.
    Kenaikan anggaran reses bukan sekadar isu teknis. Ia adalah cermin bagaimana lembaga legislatif memaknai tanggung jawab publik.
    Bila dana reses digunakan lebih banyak untuk membangun citra atau memperkuat jaringan politik di daerah pemilihan, maka esensi reses sebagai forum aspirasi telah kehilangan maknanya.
    Kenneth Minogue dalam
    Politics: A Very Short Introduction
    (Oxford University Press, 2002) menulis bahwa ketika politik kehilangan fondasi etiknya, ia berubah menjadi arena manipulasi di mana kepentingan publik hanya dijadikan dalih bagi keuntungan pribadi.
    Fenomena inilah yang kini mulai terasa, aspirasi rakyat menjadi komoditas politik, bukan lagi ruh dari perwakilan demokratis.
    Publik tentu tidak antiterhadap peningkatan anggaran, sepanjang diikuti dengan peningkatan kualitas kinerja.
    Namun, kenyataannya, laporan hasil reses jarang sekali dipublikasikan secara terbuka. Rakyat tidak tahu apa yang dibicarakan, diperjuangkan, atau bahkan dihasilkan dari pertemuan-pertemuan yang dibiayai oleh uang mereka sendiri.
    Dalam kerangka
    good governance
    , setiap kebijakan anggaran publik harus tunduk pada tiga prinsip: transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.
    Denhardt dan Denhardt dalam
    The New Public Service Serving, Not Steering
    (M.E. Sharpe, 2003) menegaskan bahwa tugas pejabat publik adalah melayani masyarakat, bukan mengarahkan atau mengatur mereka.
    Kenaikan anggaran reses seharusnya dibarengi dengan pelaporan yang terbuka dan terukur berapa banyak aspirasi yang diserap, berapa yang diperjuangkan, dan berapa yang benar-benar terwujud dalam kebijakan. Tanpa itu semua, reses hanya akan menjadi ritual tahunan yang menguras APBN.
    Di titik ini, muncul pertanyaan mendasar, apakah kenaikan anggaran tersebut untuk memperkuat peran representatif DPR, atau sekadar mempertebal kenyamanan politik para anggotanya?
    Jika rakyat tidak merasakan dampaknya, maka yang hilang bukan hanya akuntabilitas, tetapi juga moralitas kekuasaan itu sendiri.
    Amartya Sen dalam
    The Idea of Justice
    (Harvard University Press, 2009) mengingatkan bahwa keadilan tidak hanya diukur dari prosedur formal, tetapi dari hasil nyata yang dirasakan oleh masyarakat.
    Dengan demikian, setiap kebijakan anggaran harus diuji secara etis, apakah manfaatnya kembali ke rakyat, atau berhenti di lingkar kekuasaan?
    Dalam situasi fiskal yang ketat, ketika subsidi publik dikurangi dan program sosial sering kali terbatas, keputusan menaikkan anggaran bagi pejabat publik menjadi paradoks moral.
    Ia memperlihatkan jarak yang semakin lebar antara elite dan rakyat antara idealisme representasi dan kenyataan transaksional politik.
    Reses seharusnya dimaknai sebagai jalan pulang wakil rakyat kepada rakyatnya. Ia bukan hak istimewa, tetapi amanah konstitusional yang harus dijalankan dengan kesadaran moral.
    Kenaikan anggaran tanpa pertanggungjawaban yang memadai hanya akan memperdalam krisis kepercayaan terhadap DPR lembaga yang sejatinya menjadi penjaga suara rakyat.
    John Stuart Mill dalam
    Considerations on Representative Government
    (1861) mengingatkan: “Hakikat pemerintahan perwakilan bukan pada hak-hak istimewa para wakil, melainkan pada hak dan suara mereka yang diwakili.”
    Pernyataan itu terasa sangat relevan hari ini. Rakyat tidak menuntut kemewahan dari wakilnya, hanya ketulusan untuk benar-benar mendengar.
    Sebab di balik setiap rupiah yang naik dalam anggaran reses, terdapat harapan yang belum dijawab dan janji yang belum ditepati. Wakil rakyat adalah pengembang amanah rakyat (Pembukaan UUD 1945) pemiliki kedaulatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        PPPK: Janji yang Tak Setara
                        Nasional

    5 PPPK: Janji yang Tak Setara Nasional

    PPPK: Janji yang Tak Setara
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    KETIKA
    pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, publik birokrasi menyambutnya dengan harapan baru.
    Undang-undang itu menegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara terdiri atas dua kelompok: Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Di atas kertas, keduanya setara dalam prinsip dan penghargaan.
    Namun, sebagaimana banyak janji negara lainnya, kesetaraan itu berhenti di atas kertas. Dalam praktik birokrasi, PPPK masih menjadi warga kelas dua.
    Mereka direkrut melalui seleksi nasional yang ketat, bekerja di posisi strategis yang sama dengan PNS, tetapi tidak menikmati kepastian karier, mobilitas jabatan, atau jaminan pensiun yang memadai.
    Revisi UU ASN yang kini masuk dalam Program Legislasi Nasional 2025 sejatinya diharapkan menuntaskan ironi tersebut.
    Namun, proses pembahasan justru memperlihatkan wajah lama birokrasi: lamban, politis, dan terbelenggu kalkulasi fiskal. Janji kesetaraan yang diucapkan dengan lantang kembali terperangkap dalam bahasa rapat dan perhitungan anggaran.
    Sebagian besar PPPK adalah mereka yang telah lama mengabdi: guru, tenaga kesehatan, dan staf teknis di daerah.
    Mereka dulunya berstatus honorer, digaji seadanya, lalu dijanjikan kepastian hukum melalui formasi PPPK.
    Namun kini, setelah diangkat, mereka justru terjebak dalam sistem yang belum siap memberikan perlakuan setara.
    Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2024 memang memperbarui struktur gaji dan tunjangan PPPK. Namun, di banyak daerah implementasinya tersendat karena keterbatasan fiskal.
    Pemerintah daerah kesulitan membayar gaji PPPK dari belanja pegawai yang sudah melampaui batas 30 persen APBD.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2020, yang mengatur tata cara pembayaran gaji dan tunjangan PPPK, hanya menjelaskan mekanisme teknis—tanpa solusi atas kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah.
    Perbedaan perlakuan juga tampak dalam jenjang karier. PNS dapat berpindah antarinstansi, naik pangkat, dan menduduki jabatan struktural.
    PPPK sebaliknya, terikat kontrak dan lokasi kerja, dengan masa kerja yang bergantung pada perpanjangan tahunan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
    Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK sudah membuka ruang mutasi antarinstansi dengan syarat persetujuan kedua PPK.
    Namun, dalam praktiknya, sistem birokrasi belum siap. Banyak instansi tidak memiliki mekanisme mutasi PPPK, sehingga mereka tetap terkungkung dalam lingkaran administrasi yang sempit.
    Ironinya, dalam banyak kasus, PPPK justru menanggung beban kerja yang sama—bahkan lebih berat—daripada PNS, karena di banyak sekolah dan puskesmas hanya ada satu tenaga fungsional yang harus melayani ribuan warga.
    Negara menuntut kesetiaan dan profesionalisme, tetapi kepastian hidup masih menjadi kemewahan.
    Memang benar, sebagian hak dasar seperti perlindungan jaminan kecelakaan kerja dan kematian sudah diatur dalam PP 49/2018 Pasal 99. Namun, jaminan pensiun dan karier yang setara masih belum nyata. Di sinilah rasa keadilan birokrasi diuji.
    Revisi UU ASN yang sedang digodok DPR menjadi ujian keseriusan negara menegakkan prinsip meritokrasi.
    DPR mendorong beberapa gagasan besar: menyetarakan hak pensiun PPPK dengan PNS, memperpanjang masa kontrak agar tidak bergantung pada evaluasi tahunan, dan membuka peluang alih status bagi PPPK berprestasi.
    Namun, pemerintah menanggapinya dengan hati-hati. Kekhawatiran terhadap beban fiskal menjadi alasan klasik yang berulang.
    Dalam rapat Komisi II DPR (Maret 2025), pemerintah memperkirakan tambahan beban keuangan negara sekitar Rp 18 triliun per tahun jika hak pensiun PPPK disetarakan penuh dengan PNS.
    Solusi yang kini dibahas adalah skema pensiun berbasis iuran bersama, di mana negara dan pegawai sama-sama menanggung kontribusi.
    Padahal, masalah kesetaraan bukan sekadar soal angka. Ini soal penghargaan atas pengabdian.
    Bila negara bisa menanggung ratusan triliun rupiah untuk proyek-proyek ambisius dan subsidi politik, mengapa jaminan masa depan bagi aparatur yang melayani rakyat dianggap beban?
    Revisi UU ASN juga harus berhati-hati terhadap jebakan baru: kebijakan PPPK paruh waktu yang diatur dalam Keputusan MenPANRB Nomor 16 Tahun 2025.
    Kebijakan ini memang ditujukan untuk menata tenaga non-ASN. Namun jika tidak diatur dalam undang-undang, status paruh waktu justru bisa menjadi “honorer gaya baru”—bekerja untuk negara tanpa kepastian karier yang layak.
    Ketimpangan antara PNS dan PPPK bukan sekadar administratif, melainkan struktural. Ia menggambarkan wajah ganda birokrasi Indonesia: di satu sisi berbicara tentang meritokrasi, di sisi lain masih memelihara sistem hierarkis yang menilai pegawai dari status, bukan prestasi.
    Bagi sebagian kepala daerah, PPPK bukan mitra profesional, tetapi sekadar tenaga kontrak yang bisa digerakkan sesuai kebutuhan politik lokal.
    Laporan Ombudsman RI tahun 2024 bahkan mencatat adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam perpanjangan kontrak PPPK di sejumlah daerah, terutama bagi pegawai yang kritis terhadap kebijakan pimpinan.
    Kesenjangan ini tidak hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga merusak semangat reformasi birokrasi.
    PNS mendapat penghargaan simbolik sebagai “abdi negara”, sedangkan PPPK sering dianggap “pekerja kontrak pemerintah”. Padahal, keduanya sama-sama melayani publik, terikat pada sumpah jabatan, dan tunduk pada sistem merit yang sama.
    Reformasi ASN tidak akan berarti bila negara masih memandang aparatur dari status hukum, bukan dari kontribusi terhadap pelayanan publik.
    Keadilan birokrasi bukan sekadar tabel gaji atau angka tunjangan. Ia diukur dari bagaimana negara memperlakukan setiap pegawai sebagai manusia yang bermartabat.
    Dalam konteks PPPK, keadilan berarti memberikan kepastian hukum, perlindungan sosial, dan ruang karier yang adil.
    Negara perlu membangun sistem jaminan pensiun dan hari tua yang modern dan berkelanjutan.
    Skema pensiun berbasis iuran—di mana PPPK dan pemerintah sama-sama berkontribusi—bisa menjadi jalan tengah antara kemampuan fiskal dan kewajiban moral.
    Selain itu, fungsi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) harus diperkuat, bukan dilemahkan. Pengawasan merit perlu dijaga agar pengangkatan, promosi, dan mutasi PPPK tidak terjebak dalam politik patronase.
    Revisi UU ASN semestinya menjadi momentum koreksi moral terhadap sistem kepegawaian yang masih elitis. Setiap aparatur, apa pun status hukumnya, layak mendapat perlakuan yang adil.
    Harapan PPPK kini bertumpu pada keberanian politik pemerintah dan DPR. Setelah satu tahun penerapan UU ASN baru dan kebijakan gaji yang diperbarui, publik birokrasi menunggu bukti, bukan lagi janji.
    Di sekolah, rumah sakit, dan kantor pelayanan publik, rakyat tidak peduli siapa yang melayani mereka—PNS atau PPPK. Yang mereka harapkan hanyalah pelayanan yang cepat, jujur, dan manusiawi. Negara seharusnya menjawab dengan kebijakan yang adil, bukan diskriminatif.
    Jika PPPK terus dibiarkan menunggu di ruang kebijakan yang tak kunjung pasti, maka reformasi birokrasi hanya akan menjadi mitos. Janji kesetaraan akan tinggal kenangan, seperti banyak janji lain yang tak pernah ditepati.
    Negara harus menepati janjinya bukan karena tekanan politik, tetapi karena panggilan moral: menghormati setiap pengabdian yang telah diberikan warganya kepada republik.
    Reformasi birokrasi sejati bukan sekadar efisiensi, melainkan keberanian untuk menegakkan keadilan di dalam tubuh negara sendiri. PPPK telah menunjukkan loyalitas tanpa jaminan; kini giliran negara menepati janji tanpa alasan.
    Revisi UU ASN menjadi cermin bagi arah moral birokrasi kita. Bila kesetaraan hanya menjadi retorika, dan nasib PPPK tetap di ruang tunggu, maka yang gagal bukan undang-undangnya, melainkan nurani negara yang kehilangan rasa adilnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.