Said Abdullah: Pemerintah Perlu Siapkan Mitigasi Komprehensif Dampak Kenaikan PPN 12 Persen
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah meminta pemerintah menyiapkan kebijakan
mitigasi
yang komprehensif terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Permintaan itu disampaikan menyusul data realisasi
penerimaan pajak
per 31 Oktober 2024 yang baru mencapai Rp 1.517,53 triliun atau 76,3 persen dari target 2024. Kondisi ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam menjaga keseimbangan anggaran negara, terutama untuk mendanai berbagai program yang dibutuhkan masyarakat.
“Kami memahami kebijakan
kenaikan PPN
12 persen akan mempengaruhi daya beli, terutama bagi kelas menengah dan masyarakat miskin. Untuk itu, pemerintah perlu menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif,” kata Said dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (8/12/2024).
Said menjelaskan, kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan pemerintah.
“Kebijakan tersebut bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial,” ujarnya.
Meski ada penyesuaian
tarif PPN
, sejumlah barang kebutuhan pokok tetap dibebaskan dari PPN. Barang-barang tersebut meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam beryodium ataupun tidak beryodium.
Selain itu, pembebasan PPN juga berlaku untuk daging segar yang telah melalui penyembelihan dan pengolahan dasar, telur yang tidak diolah termasuk yang dibersihkan dan diasinkan, susu perah yang didinginkan atau dipanaskan tanpa tambahan gula, buah-buahan segar yang telah melalui pencucian dan pengemasan, serta sayuran segar termasuk yang dicacah.
Di sisi lain, barang mewah akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (
PPnBM
) ditambah PPN 12 persen, termasuk kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas.
“Jika hanya PPnBM saja yang dinaikkan, tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025 sesuai UU APBN 2025. Sebab, PPnBM rata-rata sejak 2013-2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2 persen, hanya 1,3 persen (PPnBM dalam negeri + PPnBM impor),” jelasnya.
Said merinci, penerimaan pajak akan dialokasikan untuk program prioritas 2025, seperti Makan Bergizi gratis (Rp 71 triliun), Pemeriksaan Kesehatan Gratis (Rp 3,2 triliun), Pembangunan Rumah Sakit Lengkap Berkualitas di daerah (Rp 1,8 triliun), Renovasi Sekolah (Rp 20 triliun), serta Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa (Rp 15 triliun).
“Semua dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial ekonomi. Ini adalah wujud nyata negara berperan dalam distribusi kekayaan, memastikan pajak yang dipungut lebih besar dari mereka yang memiliki kapasitas lebih tinggi,” tambahnya.
Banggar DPR
mencatat, sejak 2018 hingga 2023, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia menurun sebesar 9 juta jiwa, dari 61 juta menjadi 52 juta jiwa. Hal ini berdampak pada penurunan proporsi tabungan terhadap total pengeluaran.
Untuk mengantisipasi dampak kenaikan PPN, Said mengusulkan delapan kebijakan mitigasi.
Pertama
, penambahan anggaran perlindungan sosial dengan memperluas jumlah penerima manfaat secara tepat waktu dan tepat sasaran, tidak hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin atau rentan miskin.
Kedua
, mempertahankan subsidi bahan bakar minyak (BBM), gas LPG, dan listrik untuk rumah tangga miskin, termasuk pengemudi ojek
online
, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.
Ketiga
, memperluas subsidi transportasi umum untuk moda transportasi massal sehari-hari.
Keempat
, memberikan subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah.
Kelima
, memperkuat bantuan pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi yang menjangkau lebih banyak kalangan menengah bawah.
Keenam
, melakukan operasi pasar rutin minimal dua bulan sekali untuk mengendalikan inflasi.
Ketujuh
, meningkatkan penggunaan produk usaha mikro kecil dan menengah (
UMKM
) dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dari minimal 40 persen menjadi 50 persen untuk produk usaha mikro, kecil dan koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
“Kebijakan kedelapan adalah meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak. Program ini juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR),” tutur Said.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPR RI
-
/data/photo/2024/12/08/67553396f421a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Said Abdullah: Pemerintah Perlu Siapkan Mitigasi Komprehensif Dampak Kenaikan PPN 12 Persen
-

Said: Kenaikan PPN 12% Dorong Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah menjelaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selain itu, kebijakan yang rencananya berlaku mulai Januari 2025 itu merupakan keputusan bersama antara DPR dengan Pemerintah.
“Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Said melalui keterangan tertulis diterima beritajatim.com, Minggu (8/12/2024).
Meski ada kenaikan tarif PPN, Said menegaskan sejumlah barang yang masuk kategori sangat dibutuhkan masyarakat tetap bebas. Sejumlah barang tersebut yaitu:
Beras,
Gabah,
Jagung,
Sagu,
Kedelai,
Garam (baik yang beriodium maupun yang tidak beriodium),
Daging (daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus),
Telur (telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas),
Susu (susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas),
Buah-buahan(buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas), dan
Sayur-sayuran (sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah).“Selain barang-barang di atas, semuanya dikenakan PPN menjadi 12 persen, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas,” kata Said.
Tujuan dari kebijakan ini, kata Said, agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara. “Nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi,” kata dia.
Selanjutnya, Said menjelaskan realisasi penerimaan pajak per 31 Oktober 2024 tercatat sebesar Rp1.517,53 triliun, hanya 76,3 persen dari target penerimaan pajak 2024. Dengan waktu yang tersisa, menurut dia, sulit untuk bisa memenuhi target penerimaan pajak yang sudah ditetapkan.
Sedangkan terkait kenaikan PPN, akan sulit bisa mendongkrak target penerimaan pajak di 2025 jika hanya diberlakukan pada PPNBM. “Sebab PPNBM rata-rata saja sejak 2013-2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2 persen, hanya 1,3 persen (PPnBM dalam negeri+PPnBM impor),” kata Said. [beq]
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4933030/original/041758000_1725084977-image1__6_.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemberlakuan PPN 12% Jadi Upaya Pemerintah Mendorong Ekonomi yang Berkelanjutan – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Hingga 31 Oktober 2024, penerimaan pajak Indonesia tercatat mencapai Rp 1.517,53 triliun, atau hanya 76,3% dari target yang ditetapkan untuk tahun ini. Dengan waktu yang semakin terbatas menjelang akhir tahun, tampaknya sulit untuk mencapai target penerimaan pajak secara keseluruhan. Kondisi ini menunjukkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan anggaran negara, khususnya dalam mendukung pendanaan berbagai program yang vital bagi masyarakat.
Di sisi lain, negara membutuhkan penerimaan pajak untuk membiayai berbagai program yang manfaatnya dikembalikan ke rakyat. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun ada penyesuaian tarif PPN, negara tetap memastikan bahwa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetap bebas dari PPN antara lain: beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas; dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Selain barang barang diatas, semuanya dikenakan PPN menjadi 12%, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas. Hal ini bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.
Namun, jika dalam kenaikan PPN hanya PPNBM saja yang dinaikkan, maka tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025 sesuai UU APBN 2025. sebab PPNBM rata – rata saja sejak 2013 – 2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2%, hanya 1,3% (PPnBM dalam negeri + PPnBM Impor).
-

Bertemu Wamenkeu, Menekraf Bahas Usulan Tambahan Anggaran 2025 Rp2,42 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Menekraf/Kabekraf) Teuku Riefky Harsya bertemu Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara membahas usulan tambahan anggaran 2025 senilai Rp2,42 triliun.
Pertemuan ini sebagai langkah kolaboratif dengan kementerian/lembaga dalam mendorong pengembangan ekonomi kreatif sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional.
Menekraf Riefky menyampaikan, dalam Asta Cita ke-3, Presiden Prabowo Subianto menyatakan secara tegas akan meningkatkan lapangan pekerjaan yang berkualitas salah satunya dengan mengembangkan industri kreatif. Untuk itu, menurut Riefky, dukungan anggaran sangat penting untuk pencapaian target Kementerian Ekraf/Bekraf, sebagaimana dituangkan dalam RPJMN.
“Negara seperti Korea Selatan memberikan dukungan anggaran yang memadai mencapai 1% dari APBN Korea Selatan. Sementara di negara kita baru 0,008% dari APBN,” kata Menekraf Riefky dalam keterangan tertulis, dikutip pada Minggu (8/12/2024).
Adapun, Kemenekraf sendiri telah menyampaikan usulan tambahan anggaran senilai Rp2,42 triliun yang mendapat dukungan dari pimpinan dan anggota Komisi VII DPR.
Dia menjelaskan kebutuhan tambahan anggaran ini diajukan untuk memenuhi kebutuhan dalam melaksanakan program prioritas pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Asta Cita. Serta, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%
Di sisi lain, sebagai kementerian baru, kami harus memastikan bahwa pelayanan publik tidak boleh terhenti, khususnya dalam melayani pemangku kepentingan di 17 subsektor. “Sehingga diperlukan kantor yang representatif, serta sarana dan prasarana yang memadai,” ungkapnya.
Riefky menyampaikan, Kementerian Ekonomi Kreatif memiliki program-program yang selaras dengan Asta Cita, mulai dari Pemberian Bantuan Insentif Pemerintah kepada Pelaku Ekonomi Kreatif, Fasilitasi Promosi/pameran nasional dan internasional, Fasilitasi Pembiayaan dan Pendukungan legalitas/perizinan, hingga Masterclass Pengembangan Skenario Original Series.
Sementara itu, Wamenkeu Suahasil Nazara mengapresiasi Kementerian Ekonomi Kreatif yang telah merancang program kerja dalam mengembangkan ekonomi kreatif nasional dengan usulan tambahan anggaran sebesar Rp2,42 triliun.
“Dan sebenarnya Rp2,42 triliun ini sudah kita rekap, dan sudah disampaikan ke Pak Mensesneg,” ujar Suahasil.
Lebih lanjut, Suahasil mendorong agar Kementerian Ekonomi Kreatif bisa mengaktifkan pelaku ekonomi kreatif agar semakin banyak berinovasi dengan memanfaatkan fasilitas dan insentif yang diberikan. Menurutnya, pelaku ekonomi kreatif bisa memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 6%.
“Jika perbankan ada yang bilang bunganya 15%, tapi 9%-nya dibayar oleh negara. Jadi saya harapkan dana bergulir yang ada di perbankan, yang ada di BLU ini harusnya bisa kita aktifkan, mungkin teman-teman di sini nanti bisa mendalami lagi,” tuturnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5040451/original/035620300_1733636763-image__16_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Forum Jamsos Minta Pengelolaan Dana Jamsos Pekerja Tetap Sesuai UU – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Forum Jamsos, yang terdiri dari sejumlah serikat pekerja, mengingatkan pemerintah untuk tidak mengganggu pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) yang ada di bawah BPJS Ketenagakerjaan. Peringatan ini disampaikan melalui maklumat yang dihasilkan dari Forum Group Discussion (FGD) yang digelar pada Jumat (6/12) lalu. Adapun sikap ini terjadi akibat keprihatinan para pekerja atas wacana pemerintah yang berencana menggunakan dana tersebut untuk mendanai program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Koordinator Forum Jamsos Jusuf Rizal mengatakan bahwa pengelolaan DJS BPJS Ketenagakerjaan sudah cukup bagus, apalagi ketahanan dananya juga bisa dibilang sehat, karena 70 persen dananya diinvestaskan dalam bentuk deposito.
Pihaknya pun menekankan bahwa pengelolaan DJS hanya boleh dilakukan oleh BPJS dan penggunaannya juga harus sesuai dengan yang telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dari sisi pengawasan, penggunaan dana tersebut telah dilakukan secara berlapis. Ada Dewan Pengawas yang berwenang melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS Ketenagakerjaan, begitu pula (Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan kedepan Forum Jamsos akan turut menjadi mitra kritis dalam pengawasan.
“Untuk itu Forum Jamsos meminta dan mengingatkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk tidak mengutak atik dana Pekerja dan Buruh di BPJS Ketenagakerjaan. Begitu juga diharapkan ke Kementerian Tenaga Kerja, MPR, DPR, DPD maupun DJSN (Dewan Jaminan Sosial) harus turut mengawasi secara maksimal pengelolaan Dana Jaminan Sosial itu agar kedepan tidak membawa masalah,” tegas Jusuf Rizal.
-

Perpanjangan SIM Disebut Menyengsarakan Rakyat
Jakarta, CNN Indonesia —
Anggota Komisi III Fraksi Demokrat Benny K. Harman dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama Korlantas Polri mengungkapkan proses perpanjangan SIM sangat menyengsarakan masyarakat. Hal ini tak lain karena pengurusannya yang membutuhkan waktu dan banyak biaya.
Benny mencontohkan salah satu kasus yang ditemuinya, di mana warga salah satu kabupaten di NTT harus mengurus perpanjangan SIM jauh-jauh ke Kupang sebab mesin cetak SIM di daerahnya mengalami kerusakan.
“Di daerah saya di NTT, provinsi kepulauan, untuk memperpanjang SIM saja harus datang ke Kupang. Ada SIM tertentu yang di kabupaten lah. Di kabupaten saja susah, tiba-tiba mesin rusak, SIM tidak bisa diperpanjang,” ujarnya dikutip dari YouTube.
“Lalu mereka yang tidak bisa memperpanjang SIM akibat mesin rusak tetap membawa kendaraan kemudian ditangkap dengan alasan SIM sudah mati,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Benny mengusulkan dua poin penting yang dapat dikaji oleh Korlantas Polri, yaitu berkaitan dengan penghapusan perpanjangan SIM mulai tahun depan dan penerapan audit terkait perpanjangan SIM, termasuk pada pengusaha yang mencetak kartu SIM.
“Sekali lagi saya mengusulkan untuk dimasukkan dalam kesimpulan (rapat), dua soal penting ini. Persoalan pertama hapus perpanjangan SIM dan STNK mulai tahun anggaran 2025. Kesimpulan yang kedua lagi, audit. Panggil itu pengusaha (cetak SIM)-nya,” jelasnya.
Usulan SIM seumur hidup
Sebelumnya dalam rapat yang sama, Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mengusulkan penerapan SIM, STNK, dan TNKB seumur hidup, seperti yang telah diberlakukan pada KTP.
“Saya pernah usulkan agar perpanjangan SIM, STNK, TNKB ini cukup sekali saja seumur hidup. Seperti KTP, supaya tidak membebani masyarakat,” ujar Sarifuddin, dikutip dari YouTube CNN Indonesia.
“Karena ini kan hanya untuk kepentingan vendor ini. Ini selembar SIM, ukurannya tidak seberapa, STNK juga tidak seberapa tapi biayanya sangat luar biasa, dan itu dibebankan kepada masyarakat,” ujarnya lagi.
Sarifuddin mengusulkan jika terjadi pelanggaran berkendara, SIM hanya perlu dilubangi sebagai tanda. Setelah mencapai limit tertentu kepemilikannya bisa dicabut.
“Kalau terjadi pelanggaran cukup dibolongi aja, tiga kali dibolongi sudah. Tidak perlu lagi sekian tahun bisa mendapatkan lagi SIM,” tambahnya.
Sarifuddin juga meminta pada Korlantas untuk mengkaji persoalan ini dan melakukan evaluasi.
“Jadi jangan ada perpanjangan gitu lho, supaya meringankan beban masyarakat yang dalam kondisi yang sangat susah seperti saat ini,” tutupnya.
(rac/mik)
[Gambas:Video CNN]
-

DPR Beberkan 3 Penyebab Tingkat Partisipasi Pemilih Turun di Pilkada 2024
Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengemukakan ada tiga faktor penyebab yang berpengaruh terhadap penurunan tingkat tingkat partisipasi pemilih di Pilkada serentak 2024.
Pertama, ada kejenuhan yang dirasakan masyarakat karena pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) berlangsung pada tahun yang sama.
“Kejenuhan akan pemilihan dalam tahun yang sama itu yang paling nyata,” katanya dalam keterangan resmi, yang dikutip pada Minggu (8/12/2024).
Dede melanjutkan, faktor kedua terkait dengan biaya Pilkada yang cukup tinggi. Menurutnya, hal ini mengakibatkan calon-calon yang dihadirkan bukanlah yang diharapkan masyarakat.
Sementara itu, kata dia, ada kemungkinan calon yang diharapkan masyarakat tidak mampu maju karena biaya Pilkada tinggi, apalagi tahun ini dilangsungkan serentak dengan Pilkada di daerah lainnya.
Adapun faktor yang terakhir, Dede menilai sosialiasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih kurang untuk merangkul pemilih pemula yang merupakan generasi muda.
“Menggapai para pemilih pemilih pemula yang notabenenya sekarang kan banyak yang generasi-generasi muda, Gen Z itu juga kurang mampu merangkul, ya baik pesertanya maupun juga dari sosialisasi KPU,” jelasnya.
Dengan demikian, Politikus Demokrat ini menuturkan nantinya Komisi II DPR RI akan mengevaluasi efektivitas penyelenggaraan Pilkada serentak yang tahun ini dilaksanakan di tahun yang sama dengan Pemilu.
“Itu sebabnya kami berpikir kami perlu evaluasi ke depan. Apakah perlu kita bedakan tahunnya sehingga euforia untuk memilihnya itu menjadi sangat besar. Karena kalau masyarakatnya terus ogah-ogahan males atau calonnya yang kurang menarik bagi mereka yang mereka tidak akan datang gitu,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menyampaikan partisipasi pemilih dalam Pilkada se-Indonesia rata-rata hanya sekitar 68%.
Padahal, menurut data KPU, partisipasi pemilih dalam Pemilu 2024 mencapai 81,78 persen.
-

Said Minta Pemerintah Jalankan Mitigasi Dampak Kenaikan PPN 12%
Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, meminta pemerintah menjalankan kebijakan mitigasi terkait dampak yang potensial muncul dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Sehingga kenaikan PPN tersebut tidak membebani masyarakat.
“Hal ini untuk memastikan bahwa dampak dari kebijakan ini tidak terlalu membebani golongan masyarakat yang sudah mengalami penurunan daya beli,” ujar Said melalui keterangan tertulis diterima beritajatim.com, Minggu (8/12/2024).
Said menekankan meski ada penyesuaian tarif PPN, penerimaan sektor pajak nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat. Bentuknya berupa program untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.
“Ini adalah wujud nyata negara berperan dalam distribusi kekayaan, memastikan pajak yang dipungut lebih besar dari mereka yang memiliki kapasitas lebih tinggi,” kata dia.
Said pun menjelaskan rencana penerimaan pajak 2025 dengan skenario penyesuaian PPN menjadi 12 persen untuk membiayai sejumlah program prioritas. Program-program tersebut antara lain makan bergizi gratis yang membutuhkan sekitar Rp71 triliun, pemeriksaan kesehatan gratis Rp3,2 triliun, pembangunan rumah sakit lengkap berkualitas di daerah Rp1,8 triliun, renovasi sekolah Rp 20 triliun, lumbung pangan nasional, daerah, dan desa Rp15 triliun, melanjukan program penghapusan kemiskinan ekstrem, dan penurunan prevalensi stunting.
Sementara, terang Said, Banggar DPR memahami terjadi penurunan kelas menengah sebesar 9 juta jiwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dari 61 juta jiwa pada 2018 menjadi 52 jiwa pada 2023. Kondisi tersebut berdampak pada penurunan proporsi tabungan terhadap total pengeluaran, yang memicu pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah bawah.
“Kami juga memahami kebijakan kenaikan PPN 12 persen akan mempengaruhi daya beli, terutama bagi kelas menengah dan masyarakat miskin,” kata dia.
Untuk itu, Said memberikan rekomendasi agar dampak kenaikan PPN tersebut bisa dikurangi. Rekomendasi tersebut yaitu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial ke rakyat, dengan jumlah penerima manfaat perlinsos dipertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin atau rentan miskin.
“Kedua, subsidi BBM, gas LPG, listrik untuk rumah tangga miskin dipertahankan, termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian BBM bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah,” kata dia.
Ketiga, perluasan subsidi untuk transportasi umum yang menjadi moda transportasi massal harian. Keempat, subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah.
Kelima, bantuan pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal agar bisa menjangkau kelas menengah bawah lebih banyak. Keenam, menggelar operasi pasar rutin sedikitnya dua bulan sekali agar inflasi terkendali.
Ketujuh, memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan pemerintah dan menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40 persen menjadi 50 persen untuk menggunakan produk usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
“Kedelapan, memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak,” kata Said. [beq]
-

Fadli Zon: Ayo Dukung Film Women from Rote Island di Oscar 2023 – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Menteri Kebudayaan Fadli Zon baru-baru ini menghadiri dan membuka kegiatan prescreening film Women from Rote Island, yang disutradarai oleh Jeremias Nyangoen.
Film ini terpilih untuk mewakili Indonesia di Academy Awards ke-97 dalam kategori Best International Feature Film.
Kehadiran Menteri Fadli Zon dalam acara tersebut juga dihadiri oleh jajaran Menteri Kabinet Merah Putih, Ketua Komisi VII DPR RI, dan anggota DPR Komisi X, termasuk Melly Goeslow.
Dalam pidatonya, Menteri Fadli Zon menegaskan bahwa terpilihnya Women from Rote Island sebagai salah satu dari 85 film terbaik pada tahap awal nominasi Oscar adalah momen bersejarah bagi perfilman Indonesia.
“Ini adalah pengakuan dunia terhadap kualitas dan potensi karya sineas Indonesia,” ungkap Fadli Zon.
Fadli Zon menghadiri dan membuka kegiatan prescreening film Women from Rote Island
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pencapaian ini bukan hanya kebanggaan bagi tim film, tetapi juga menjadi simbol keberhasilan kolektif perfilman nasional.
“Film ini menjadi cerminan semangat inovasi dan dedikasi para sineas Indonesia,” tambahnya.
Karya ini berhasil menghadirkan cerita yang menggambarkan budaya Indonesia sekaligus menyuarakan nilai-nilai universal.
Film Women from Rote Island mengangkat tema perjuangan perempuan-perempuan tangguh dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, dalam menjaga tradisi, identitas, dan kearifan lokal mereka di tengah tantangan modernitas.
Fadli Zon menekankan pentingnya film ini dalam menggambarkan keindahan tradisi Pulau Rote.
Tradisi dari Pulau Rote tersebut contohnya seperti tenun ikat dan musik sasando, yang dibalut dengan nilai-nilai seperti solidaritas, keberagaman, dan musyawarah mufakat.
Komitmen Pemerintah Terhadap Karya Anak Bangsa
Fadli Zon menghadiri dan membuka kegiatan prescreening film Women from Rote Island
Menteri Kebudayaan menegaskan bahwa pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, berkomitmen untuk terus memberikan dukungan bagi karya-karya terbaik anak bangsa.
Ini bertujuan untuk mengharumkan nama Indonesia dan memperkenalkan kekayaan budaya nusantara di panggung dunia.
“Komitmen Kementerian Kebudayaan dalam memajukan kebudayaan Indonesia salah satunya adalah melalui dukungan terhadap film-film karya sineas Indonesia,” kata Fadli Zon.
Ia juga memberikan apresiasi tertinggi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan film ini.
Menteri Fadli Zon mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk terus mendukung perjalanan film Women from Rote Island menuju Piala Oscar.
“Mari kita tunjukkan kebanggaan dan solidaritas kita dengan memberikan dukungan penuh kepada karya ini,” katanya, sambil mengajak untuk menggunakan hashtag #IndonesiaGoesToOscar, #AcademyAwards, dan #RepresentationMatters.
Dengan adanya dukungan penuh dari masyarakat, diharapkan film ini dapat memperoleh pengakuan yang lebih luas dan memberikan inspirasi bagi para sineas Indonesia untuk terus berkarya dan berprestasi di panggung dunia.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
-

Pemberlakuan PPN 12% Dorong Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Jakarta –
Realisasi penerimaan pajak Indonesia per 31 Oktober 2024 tercatat sebesar Rp 1.517,53 triliun, hanya mencapai 76,3% dari target penerimaan pajak 2024. Dengan sisa waktu yang terbatas di akhir tahun ini, tampaknya target penerimaan pajak akan sulit tercapai sepenuhnya.
Hal ini memperlihatkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan anggaran negara, terutama dalam mendanai berbagai program yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Di sisi lain, negara membutuhkan penerimaan pajak untuk membiayai berbagai program yang manfaatnya dikembalikan ke rakyat. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan pemerintah.
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun ada penyesuaian tarif PPN, negara tetap memastikan barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetap bebas dari PPN antara lain: beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas; dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Selain barang barang diatas, semuanya dikenakan PPN menjadi 12%, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas.
Hal ini bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.Perlu kami tekankan penerimaan pajak ini akan dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat, dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi. Ini adalah wujud nyata negara berperan dalam distribusi kekayaan, memastikan pajak yang dipungut lebih besar dari mereka yang memiliki kapasitas lebih tinggi.
Rencana penerimaan pajak tahun 2025, dengan skenario PPN menjadi 12% salah satunya untuk membiayai program-program prioritas diantaranya: Makan Bergizi gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp 71 triliun, Pemeriksaan Kesehatan Gratis Rp 3,2 triliun, Pembangunan Rumah Sakit Lengkap Berkualitas di daerah Rp 1,8 triliun Renovasi Sekolah Rp 20 triliun, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa Rp 15 triliun, selain itu melanjukan program penghapusan kemiskinan ekstrem, dan penurunan prevalensi stunting.
Kami juga memahami kebijakan kenaikan PPN 12% akan mempengaruhi daya beli, terutama bagi kelas menengah dan masyarakat miskin. Untuk itu, Banggar DPR meminta pemerintah perlu menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif. Hal ini untuk memastikan bahwa dampak dari kebijakan ini tidak terlalu membebani golongan masyarakat yang sudah mengalami penurunan daya beli.
Berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan untuk membantu masyarakat, terutama kelas menengah dan miskin, mengatasi dampak dari kenaikan PPN:
1. Perlu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial ke rakyat; jumlah penerima manfaat perlinsos di pertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin/rentan miskin. Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.
2. Subsidi BBM, gas LPG listrik untuk rumah tangga miskin dipertahankan, termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian bbm bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.
3, Subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal sehari-hari.
4. Subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah
5. Bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal yang menjangkau lebih banyak menengah bawah.
6. Melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit 2 bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.
7. Memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah. Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40% menjadi 50% untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
8. Memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak, guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR.
Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran DPR RI
(akd/akd)