JK dan Agung Laksono Berebut Ketum PMI, Golkar: Itu Contoh yang Tidak Baik
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com –
Wakil Ketua Umum Partai Golkar
Idrus Marham
menilai kisruh dualisme kepemimpinan di Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai contoh yang tidak baik.
Perseteruan ini terjadi antara dua politikus senior Partai Golkar,
Jusuf Kalla
(JK) dan Agung Laksono, yang saling memperebutkan posisi Ketua Umum PMI.
“Menurut kami itu adalah contoh yang tidak baik, yang tidak boleh kita contoh, karena itu tidak mencerminkan nilai-nilai Partai Golkar,” ujar Idrus di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (10/12/2024).
Idrus menyarankan agar sesama kader Golkar, JK dan Agung Laksono, melakukan diskusi untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Ia menekankan bahwa perebutan posisi Ketua Umum PMI seharusnya tidak sampai melibatkan ranah hukum.
“Mestinya kalau sesama kader Partai Golkar, dari awal bicara lah dengan baik, jangan terjadi seperti itu, apalagi terjadi tuntut menuntut sampai kepada hukum,” ucapnya.
Lebih lanjut, Idrus menilai bahwa sikap JK dan Agung tidak patut dicontoh oleh generasi muda di Partai Golkar.
“Sekali lagi cara-cara seperti ini tidak mencerminkan nilai-nilai Partai Golkar dan tidak patut dicontoh oleh generasi-generasi pelanjut Partai Golkar,” tambahnya.
Kisruh ini bermula dari Musyawarah Nasional (Munas) ke-22 PMI yang digelar pada Minggu (8/12/2024) lalu.
Munas tersebut berujung pada kemunculan munas tandingan.
Hasil dari Munas ke-22 PMI menetapkan Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029, terpilih secara aklamasi. Dengan demikian, JK telah memimpin lembaga ini selama empat periode.
Namun, di saat yang sama, muncul munas tandingan yang memenangkan Agung Laksono sebagai Ketua Umum PMI.
Kisruh ini juga mendapat perhatian dari pemerintah dan DPR RI.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago meminta agar PMI dikelola oleh individu yang independen dan tidak terafiliasi dengan partai politik.
“Sebagai organisasi nirlaba,
nonprofit oriented
, seharusnya tidak dikelola oleh partai politik atau yang terafiliasi dengan parpol. Harusnya PMI dikelola oleh profesional yang independen,” kata Irma saat dikonfirmasi pada Selasa (10/12/2024).
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pihaknya akan memediasi dualisme kepemimpinan di PMI setelah menerima struktur kepengurusan dari kedua kubu.
Menurutnya, mediasi adalah langkah yang lumrah dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan semacam ini.
“Semua yang kami lakukan di Kementerian Hukum sebelum ambil keputusan, terkait dualisme kepengurusan, terutama terkait perkumpulan, badan usaha, dan organisasi profesi, semua dilakukan dengan proses mediasi,” kata Supratman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPR RI
-

Eks Staf Sri Mulyani Bicara Penurunan PPN Jadi 8 Persen di Vietnam
Jakarta, CNN Indonesia —
Eks Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membahas soal penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di Vietnam dari 10 persen menjadi 8 persen.
Topik itu dibahas lewat cuitan di media sosial X resminya @prastow, di tengah ramai pembicaraan tentang wacana pemerintah menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang bakal diberlakukan mulai 2025.
Ia menyebut pemerintah Vietnam resmi memperpanjang penurunan tarif PPN dari 10 persen ke 8 persen untuk jenis barang dan jasa tertentu sampai dengan 30 Juni 2025.
Penurunan tarif tersebut berlaku untuk sektor penerbangan, transportasi, pariwisata, akomodasi, pendidikan dan pelatihan, agrikultur, manufaktur dan pengolahan, dan perumahan sosial.
Menurut Prastowo, Indonesia lebih maju dibanding Vietnam dalam hal besaran fasilitas PPN di beberapa sektor tersebut dibandingkan Vietnam. Jika Vietnam menerapkan PPN 8 persen, Indonesia malah memungut 0 persen alias bebas PPN untuk sektor-sektor tertentu.
“Bahkan (Indonesia) di agrikultur banyak yg mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan. Termasuk sektor pendidikan. Yang kalah di manufaktur atau industri pengolahan. Ini (sektor manufaktur atau industri pengolahan) dampak penggandanya besar jika ada fasilitas,” cuit Prastowo, Rabu (11/12).
[Gambas:Twitter]
Pemerintah akan menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan. Kenaikan dilakukan dengan dalih menjalankan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam beleid itu, pemerintah dan DPR memang menetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025. Belakangan, Presiden Prabowo dan Menkeu Sri Mulyani menyebut kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya berlaku pada barang mewah.
Sementara itu, pemerintah Vietnam menurunkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 8 persen hingga Juni 2025. Kebijakan diskon PPN ini berlaku sejak 2022.
Perpanjangan kebijakan penurunan PPN ini diharapkan dapat membantu merangsang daya beli dan mendorong geliat bisnis. Pemerintah Vietnam ingin harga barang dan jasa turun agar ekonomi tumbuh.
Kementerian Keuangan Vietnam memperkirakan turunnya PPN sebesar 2 persen akan membuat penerimaan negara berkurang sekitar US$1,02 miliar atau sekitar Rp16,29 triliun (asumsi kurs Rp15.970) pada paruh pertama 2025.
Namun, pemerintah Vietnam optimis penurunan PPN ini akan membantu mendorong produksi dan bisnis, yang juga akan menciptakan pendapatan bagi anggaran negara.
(del/pta)
-

Pengakuan Anisa Bahar soal Pacari Anak Asuh, Berawal dari Tempat Gym: Akhirnya Masuk…
GELORA.CO – Pedangdut Anisa Bahar kembali jadi sorotan publik lantaran mengaku tengah menjalin asmara dengan pria yang lebih muda 15 tahun darinya.
Sosok brondong tersebut diketahui bernama Edwin Farrasandy Adhitama atau biasa di panggil Edwin Bahari.
Hubungan asmara itu sontak jadi sorotan karena selain usia yang terpaut jauh, sosok Edwin sendiri disebut-sebut sebagai anak angkat Anisa Bahar.
Lantas benarkah isu yang beredar itu? Nah biar nggak penasaran yuk simak ulasan berikut ini.
Anisa Bahar atau yang sempat ngetop lewat goyang patah patah dikenal sebagai salah satu biduan dangdut yang cukup menyita perhatian publik.
Sebelumnya, Anisa pernah dua kali menikah. Pernikahan pertamanya berlangsung ketika dia masih duduk di bangku SMP dan berakhir dengan perceraian.
Nah kekinian, Anisa Bahar dikabarkan tengah menjalin asmara dengan seorang brondong yang disebut-sebut sebagai anak angkatnya sendiri. Lantas benarkah isu tersebut?
Disitat dari tayangan YouTube Curhat Bang Denny Sumargo, Anisa dan Edwin akhirnya blak-blakan soal kabar tersebut. Pemilik nama lengkap Ani Setiawati ini membantahnya.
“Nah itu dia. Aku tuh mau marah dengan isu ini ya, karena aku tuh kenal dia baru baru 2 tahun lebih,” jelasnya dalam video yang berdar.
Pedangdut kelahiran 25 November 1976 itu lantas mengungkapkan awal pertemuan dirinya dengan sang brondong.
“Kenalnya pun kita kenal waktu itu di tempat ngejym aku lagi nge-gym, di Jakarta. Aku lagi nge-gym nah kenalan nih dia, kita ngobrol-ngobrol eh nyambung,” tuturnya.
Perkenalan itu berlangsung cepat, terlebih ketika Edwin mengaku berasal dari Tegal. Anisa merasa cocok, sebab dirinya saat itu sedang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk DPR RI.
“Nah akhirnya ngomong-ngomong nyambung. Terus aku bilang, kamu kan banyak ya keluarga di Tegal bisa bantu aku enggak? Aku pingin datangin semua keluarga kamu, kita sosialisasi,” ujar Anisa menceritakan awal perkenalan mereka.
Dari situlah kedekatan mulai terjalin. Edwin digaet sebagai salah satu tim sukses Anisa Bahar.
“Akhirnya masuk Tim Sedulur Anisa Bahar. Dari situ kita komunikasi intens komunikasinya, ya sekedar tentang kerjaan, itu kan awalnya,” kata dia.
“Lagian masa sih aku sebejat itu, masa anak aku pacarin gitu loh. Masa anak asuh aku pacarin, kayak nggak ada laki-laki lain. Aku nggak kepikiran seperti itu sih,” sambungnya.
Di sisi lain, Anisa dan Edwin mengaku telah menjalin hubungan asmara dan bahkan berniat untuk menikah.
-
/data/photo/2024/10/11/67094a2851679.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bantah Mahfud MD, Pakar Pidana Trisakti Sebut Pemindahan Narapidana Asing Tak Langgar Konstitusi
Bantah Mahfud MD, Pakar Pidana Trisakti Sebut Pemindahan Narapidana Asing Tak Langgar Konstitusi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Albert Aries menepis pandangan
Mahfud MD
yang menyebut pemindahan tahanan ke negara lain melanggar konstitusi.
Menurut Albert, pendapat mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) bahwa
transfer of prisoners
atau pemindahan tahanan harus mendapatkan persetujuan DPR RI sesuai Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 itu kaku dan berlebihan.
Albert mengatakan, dalam literatur hukum pidana internasional disebutkan, dua negara bisa bersepakat saling memindahkan pelaksanaan hukuman bagi narapidana asing.
“Berdasarkan hubungan baik yang berlaku secara timbal balik (resiprositas),” kata Albert dalam keterangan tertulisnya kepada
Kompas.com
, Kamis (12/12/2024).
Oleh karena itu, kata Albert, pemindahan pelaksanaan hukuman terhadap narapidana asing tidak harus berupa perjanjian internasional, bilateral, atau multilateral yang harus disetujui DPR RI.
Di sisi lain, Pasal 45 Undan-Undang Nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan menyatakan, “
Dalam hal tertentu, Narapidana dapat dipindahkan ke negara lain berdasarkan perjanjian.
”
“Dengan belum adanya UU Transfer of Prisoner yang dimiliki Indonesia, maka tindakan dan niat baik dari Presiden Prabowo Subianto,” tutur Albert.
Albert memandang, pemindahan narapidana asing ke negara asalnya sama sekali tidak melanggar asas legalitas. Tindakan ini juga sudah biasa dan diakui dunia internasional.
Namun demikian, kata Albert, masyarakat juga harus mengetahui bahwa pemerintah tidak mentolerir terhadap tindak pidana narkotika.
Presiden bahkan tidak memberikan grasi sebagai bentuk ampunan bagi terpidana narkotika seperti halnya narapidana asal Filipina, Mary Jane.
“Artinya, Pemerintah Filipina pun dipastikan tetap menghormati Putusan Pengadilan Indonesia, sesuai prinsip kejahatan ganda (double criminality), tutur Albert.
Mengutip Kompas.id, Mahfud menyebut kebijakan pemerintah memindahkan narapidana asing ke negara mereka harus mengantongi persetujuan DPR.
Ia menyebut, Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan. bahwa kebijakan memulangkan narapidana merupakan bagian perjanjian internasional dan harus diatur oleh pemerintah dan DPR melalui undang-undang.
Mahfud berpendapat, pemindahan narapidana itu tidak cukup hanya berdasar pada mutual legal assistance (MLA) atau perjanjian timbal balik.
“Tetapi, harus diatur di perjanjian internasional yang disetujui di UU atau diratifikasi,” ujar Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/12/2024) sebagaimana dikutip dari Kompas.id.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Mahfud MD Kutip Ucapan Prabowo Soroti Situasi Demokrasi, Hukum, dan Keadilan: Indonesia Bisa Bubar – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menko Polhukam sekaligus pakar hukum tata negara Mahfud MD menyoroti situasi demokrasi, hukum, dan keadilan di Indonesia yang mengalami kemerosotan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga mengatakan hal itu dikonfirmasi bukan hanya berbagai pemberitaan yang masif, juga didukung fakta angka-angka hasil survei yang dilakukan secara ilmiah.
Di bidang demokrasi, mantan Anggota DPR RI itu juga mengungkapkan The Habibie Center mencatat pada 2013-2014 atau sekira 10 tahun lalu perkembangan demokrasi di Indonesia masih cukup baik.
Akan tetapi, lanjut dia, sekarang situasi demokrasi di Indonesia sudah merosot menjadi demokrasi cacat.Bahkan, kata Mahfud, ada yang menyebutnya demokrasi gagal.
Ia mengungkapkan berdasarkan Laporan Democracy Index 2023 Age of Conflict yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU) menyebutkan peringkat demokrasi Indonesia turun dua peringkat.
Mahfud menjelaskan berdasarkan laporan itu terdapat lima aspek yang berkontribusi pada kemerosotan demokrasi di Indonesia yakni proses pemilu dan pluralisme, keberfungsian pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil.
Perkembangan negatif Indeks Demokrasi tersebut, kata Mahfud, sejalan dengan perkembangan negatif penegakan hukum dan keadilan karena meluasnya korupsi yang penegakan hukumnya yang kurang bagus.
Mahfud juga mengutip temuan Transparency Internasional Indonesia bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang semula berada di angka 40, tetapi dalam 3 tahun terakhir turun menjadi 34.
Di luar masalah korupsi tersebut, tingkat ketaatan negara pada hukum juga terrekam dalam survei tentang Indeks Negara Hukum Rule of Law yang hasilnya stagnan dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut World Justice Project, lanjut Mahfud, pada 2015-2024 skor Rule of Law Indeks Indonesia stagnan di angka 0,52 atau sampai 0,53 dalam rentang nilai tertinggi 1.
Hal tersebut, ujarnya, bermakna Indeks Negara Hukum Indonesia ada di bawah rata-rata dunia yang berada pada angka 0,55 dan rata-rata regional sebesar 0,59.
Selain itu, ucap Mahfud, situasi tersebut juga buruk jika dikaitkan dengan kriteria Bank Dunia tentang aset sebuah negara.
Menurut laporan Bank Dunia seperti ditulis dalam Where is the Wealth of Nations, lanjutnya, kepatuhan atau penegakan hukum mencakup 44 persen dari aset suatu bangsa.
Rinciannya, jelas dia, sumber daya alam sebagai aset tangible (yang bisa dilihat, dipegang, dilihat dengan pancaindera) hanya mencakup 23 persen dari seluruh aset negara.
Sedangkan 77 persen sisanya, sambung Mahfud, merupakan aset intangible yang terbagi dalam aset intangible penegakan hukum sebesar 44 persen dan aset intangible non hukum sebesar 33 persen.
“Jadi kalau mau memperbaiki negara ini, ya penegakan hukum kuncinya,” kata Mahfud saat menyampaikan pidato kunci dalam Seminar Nasional “Outlook Penegakan Hukum Indonesia 2025” di Hotel Borobudur Jakarta pada Kamis (12/12/2024).
Indonesia, lanjut Mahfud, sudah merumuskan langkah capaian tujuannya yakni Indonesia Emas Tahun 2045.
Diproyeksikan, kata Mahfud, Indonesia sudah bersih dari kemiskinan dan keterbelakangan, pendapatan per kapitannya ada di kisaran USD24 ribu, partisipasi pendidikan tinggi akan mencapai 72 sampai 74 persen, dan tidak ada lagi pengangguran pada saat mencapai Indonesia Emas tahun 2045.
Selain itu, ungkapnya, berdasarkan hitung-hitungan ilmiah hasil studi McKinsey tentang pemanfaatan dan perkembangan aset, maka keadaan Indonesia Emas akan benar-benar bisa dicapai asal Indonesia dikelola dengan profesional dan penuh kejujuran.
“Tetapi jika kita menangani Indonesia dengan tidak profesional apalagi koruptif dan terus membiarkan lemahnya penegakan hukum dan maraknya ketidakadilan, maka yang akan terjadi bukan hanya Indonesia tidak bisa menjadi Indonesia Emas melainkan bisa bubar,” ujar Mahfud.
“Konstatasi (melihat atau menetapkan gejala atau tanda dari suatu keadaan atau peristiwa) ini pernah dikatakan sendiri oleh Bapak Prabowo Subianto pada tahun 2018 dengan merujuk buku yang ditulis oleh novelis tentang Artificial Intelligence, yaitu August Cole dan PW Singer yang telah menulis novel (soal) AI judulnya Ghost Fleet pada tahun 2015,” sambung Mahfud.
Mahfud menjelaskan di dalam buku itu Cole dan Singer menyebut dalam pertarungan Artificial Intelligence (AI) yang mengglobal, beberapa negara termasuk Indonesia sudah tidak ada di dalam percaturan dunia pada tahun 2030.
Namun menurutnya, keterampilan anak-anak bangsa Indonesia untuk menghadapi perkembangan AI tak perlu terlalu dirisaukan.
Ia memandang banyak anak-anak bangsa yang cerdas untuk menghadapi itu.
Justru menurutnya hal yang harus dirisaukan adalah lemahnya penegakan hukum dan maraknya ketidakadilan.
“Dengan lemahnya penegakan hukum dan ketidakadilan yang masif maka bisa saja Indonesia berantakan sebelum mencapai Indonesia Emas,” kata Mahfud.
Untuk itu ia mengajak untuk tetap memiliki harapan di tengah keputusasaan yang mulai menghantui masyarakat belakangan ini.
Harapan besar tersebut, kata Mahfud, terletak pada pimpinan pemerintahan dengan langkah-langkahnya yang lebih nyata mulai tahun 2025.
Ia mengatakan itu karena menurutnya semua teori untuk memperbaiki situasi sudah habis didiskusikan, bahkan diterapkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara, namun hasilnya masih mengecewakan.
“Menurut saya, masih ada satu teori yang kita harapkan bisa dipakai dan mungkin workable, yaitu komitmen konsistensi, dan ketegasan Presiden saja dalam menegakkan hukum dan keadilan di dalam sistem demokrasi yang kita bangun,” kata dia.
“Asa tersebut wajar kita ambil karena kita mencatat perjuangan, visi resmi, dan berbagai statement Presiden Prabowo selalu menekankan pada penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan demokrasi dalam kehidupan bernegara. Jadi teorinya tinggal komitmen, konsistensi, dan ketegasan,” sambungnya.
Mahfud menjelaskan publik telah mendengar komitmen dan ketegasan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato-pidatonya.
Akan tetapi, Mahfud menantikan konsistensi Prabowo dalam penataan dan mereformasi pejabat di pemerintahannya.
“Saya kira itu satu keperluan dan perlu keberanian. Bukan hanya, ‘ya harus begitu’. Kalau ‘harus-harus’ begitu presiden-presiden yang dulu juga sama kan. Semua komitmennya ada. Tapi konsistensinya yang tidak mudah memang. Implementasi itu tidak mudah. Justru itu perlu keberanian dan ketegasan,” pungkas Mahfud.
-

KNKT: ODOL Sudah Jadi Budaya, bahkan Ada Sejak Zaman Penjajahan – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masalah Over Dimension Overload (ODOL) di Indonesia menjadi isu yang kompleks dan sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat.
Bahkan kendaraan membawa muatan melebihi kapasitas yang ditentukan atau melebihi ukuran standar yang diizinkan ini sudah ada sejak zaman penjajahan.
“Setelah merdeka, budaya itu terus berlanjut hingga sekarang. Nah, ODOL itu sudah menjadi darah daging di masyarakat,” ujar Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono dalam keterangannya belum lama ini.
Dalam pembahasan lebih lanjut, Soerjanto menjelaskan bahwa pengangkutan barang dengan berat tepat 30 ton itu sulit dilakukan.
“Susah untuk orang mau menaikkan barang 30 ton itu persis 30 ton. Itu susah, pasti ada saja kelebihannya sehingga penting bagi petugas jembatan timbang untuk memahami adanya batas toleransi yang diberikan terhadap muatan truk,” katanya.
Soerjanto menyebut kelebihan muatan truk hingga 18 persen masih bisa ditoleransi secara teknis apalagi alat timbang sering kali menghasilkan kesalahan pengukuran.
“Alat timbang itu tidak pernah ada yang pas, pasti ada saja kesalahan ketelitiannya sehingga secara teknis, truk itu masih tidak dikategorikan ODOL jika masih memiliki kelebihan muat sebesar 18 persen,” ujar Soerjanto.
Untuk mengubah kebiasaan ODOL ini diperlukan upaya besar dan pendekatan yang komprehensif.
KNKT telah merekomendasikan agar proyek-proyek pemerintah dan BUMN tidak menggunakan truk ODOL.
“Truknya harus tertib, STNK dan KIR-nya hidup dan tidak ODOL. Tapi ternyata sampai sekarang juga proyek-proyek mereka itu tidak pernah lepas dari ODOL,” ungkap Soerjanto.
Ia menilai bahwa jika pemerintah dan BUMN tidak dapat memberikan contoh yang baik, maka masalah ODOL tidak akan pernah terselesaikan.
Meskipun KNKT telah mengajukan usulan tersebut, Soerjanto mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada respons dari pemerintah maupun BUMN.
“Mereka juga mungkin bingung mau respons bagaimana. Saya nggak tahu masalahnya apa,” kata Soerjanto.
Untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL, perlu adanya pembenahan terhadap sumber daya manusia (SDM) dan perangkat peralatan di jembatan timbang.
“Jika itu belum dilakukan, maka akan sulit bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menerapkan kebijakan tersebut,” jelas Soerjanto.
Anggota Komisi VII DPR, Bambang Haryo Soekartono, menegaskan bahwa masalah SDM di jembatan timbang sangat krusial.
“Jumlah SDM di jembatan timbang sangat kurang dan peralatannya juga banyak yang sudah rusak. Dari total 141 jembatan timbang di seluruh Indonesia, sampai sekarang ini hanya 25 jembatan timbang yang dibuka,” paparnya.
Ia menambahkan bahwa jembatan timbang yang beroperasi juga hanya selama 8 jam, yang sangat tidak memadai untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL.
Untuk itu Bambang menekankan bahwa perbaikan di jembatan timbang perlu dilakukan terlebih dahulu, terutama pada SDM dan perangkat peralatan.
“Kalau belum, ya memang sulit kalau mau menerapkan Zero ODOL ini,” tutupnya.
/data/photo/2024/12/12/675ac848911d6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



