Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Nggak Cuma Skincare, Review Obat-Suplemen Juga Bakal Diatur BPOM RI

    Nggak Cuma Skincare, Review Obat-Suplemen Juga Bakal Diatur BPOM RI

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar menuturkan bahwa rencana pembuatan aturan review influencer tidak hanya meliputi skincare, melainkan juga produk pangan, suplemen, dan obat-obatan. Ini dilakukan karena BPOM RI merupakan satu-satunya otoritas yang berwenang untuk melakukan hal tersebut, khususnya soal hasil uji laboratorium.

    Aturan ini bakal merangkum tata cara bagaimana menyampaikan review dengan benar, hingga bagaimana cara melaporkan hasil uji lab produk bermasalah ke BPOM RI.

    “Jangan sampai kosmetik saja bermasalah tanpa kita tangani secara baik. Ini berbahaya bisa berdampak pada produk-produk lain,” kata Taruna ketika ditemui awak media di Kantor BPOM RI, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2025).

    “Bisa dibayangkan kalau kegaduhannya ini nanti muncul pada produk lain misal pangan, suplemen, jamu, atau obat tradisional, atau apalagi obat-obatan siapa yang akan menanggung?” sambungnya.

    Taruna optimistis bahwa proses pembuatan peraturan ini tidak akan memakan waktu yang lama. Rencananya, pihak BPOM RI akan melakukan public hearing dengan masyarakat dan pihak terkait untuk membahas rencana aturan, sebelum akhirnya ditetapkan.

    Ini nantinya juga meliputi jenis sanksi apa yang bakal diberlakukan jika ada pelanggaran yang terjadi akibat review produk skincare, pangan, obat-obatan, dan suplemen.

    “Saya sih optimis nggak terlalu lama (prosesnya), karena biasanya kalau sudah menjadi aspirasi dari komisi IX atau DPR-RI, biasanya harmonisasinya akan mudah,” ucap Taruna.

    Taruna menuturkan aturan ini penting untuk bisa mengayomi semua pihak, mulai dari masyarakat sebagai konsumen, pihak industri, hingga melindungi reviewer itu sendiri. Hal terpenting menurut Taruna adalah memastikan bahwa masyarakat bisa tetap terjaga keamanannya dan tetap percaya dengan kualitas produk-produk dalam negeri.

    “Intinya Badan POM sebagai lembaga negara ingin mengayomi semuanya. Ingin melindungi semuanya. Ingin melindungi masyarakat, ingin melindungi pelaku usaha, hingga para reviewer supaya tidak dituntut oleh orang lain,” tandas Taruna.

    (avk/naf)

  • Hasto minta Harun Masiku rendam ponsel saat ada OTT KPK

    Hasto minta Harun Masiku rendam ponsel saat ada OTT KPK

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto meminta Harun Masiku untuk merendam telepon seluler saat ada operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    “Pada 8 Januari 2020 saat OTT KPK, pemohon memerintahkan Hasan, penjaga rumah Sultan Syahrir Nomor 12A yang biasa digunakan sebagai kantor para pemohon, untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam alat komunikasi dalam air,” kata anggota tim Hukum KPK Kharisma Puspita Mandala pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.

    Tim hukum KPK menyatakan alasan merendam telepon seluler (ponsel) supaya tidak ditemukan oleh saksi termohon (KPK) yang saat itu sedang melancarkan tugas operasi tangkap tangan.

    Kemudian, setelah itu, Harun Masiku dinyatakan menghilang hingga akhirnya ditetapkan KPK sebagai daftar pencarian orang (DPO).

    “Bahwa kemudian setelah perintah pemohon tersebut, Harun Masiku menghilang dan tidak diberikan termohon hingga saat ini,” ungkapnya.

    Selain itu, Tim Biro Hukum KPK mengungkapkan bahwa​​​​​​ petugasnya malah dituduh memakai narkoba saat proses pengejaran buronan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 8 Januari 2020.

    Pada Kamis ini, termohon, yakni KPK membacakan jawaban dan Hasto sebagai pemohon mengajukan bukti tertulis. Selanjutnya, pada Jumat (7/2) akan dihadirkan saksi ahli dari pihak Hasto.

    Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).

    Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.

    HK juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ketum Dekopin Minta BPK Audit Investigasi Aset dan Dana Hibah

    Ketum Dekopin Minta BPK Audit Investigasi Aset dan Dana Hibah

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) meminta Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk melakukan audit investigasi secara menyeluruh terhadap aset-aset hingga hibah pada periode lalu.

    Harapannya, agar Dekopin periode 2024-2029, lebih transparan dalam menjalankan roda organisasi ke depan. Hal itu disampaikan Ketua Umum Dekopin Bambang Haryadi bersama pengurus usai menggelar pertemuan dengan pimpinan BPK RI.

    “Jadi tahap awal kami ingin melakukan audit secara menyeluruh atas aset maupun hibah-hibah dari pemerintah. Kita sampaikan niatan kita dan BPK membuka ruang yang sebesar-besarnya kepada kita untuk permintaan audit tersebut,” kata Bambang dalam keterangan resmi, Kamis (6/2/2025). 

    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI ini menyampaikan bahwa Dekopin yang dipimpinnya saat ini telah diakui oleh Kementerian Hukum dan Kementerian Koperasi. Ke depan, dia mengatakan dalam rangka menjalankan roda organisasi, keterbukaan aset-aset sangat penting dilakukan.

    “Karena kami ingin Dekopin ke depan lebih transparan dan lebih clear and cleanpengelolaan keuangan maupun aset. Nah, pada hari ini kita datang ke BPK dan Alhamdulillah ditemui oleh Wakil Ketua BPK Bapak Budi Prijono,” kata Bambang.

    Politisi Partai Gerindra ini menerangkan alasan meminta BPK melakukan audit internal karena dalam lima tahun terakhir Dekopin tidak lagi mendapat dana hibah dari pemerintah.

    “Sebelum-sebelumnya ada pemberian dana hibah dari pemerintah. Nah, kami minta supaya penggunaannya itu diaudit investigasi, penggunanya apakah sudah benar apa tidak,” kata dia.

    Bambang menekankan Dekopin ke depan menjalankan organisasi, tentu berpatok pada prestasi yang sudah dilalui oleh pengurus lama. Namun, jika ada kesalahan dalam perjalanan pengurus lama, maka akan terlebih dahulu dievaluasi.

    “Kami ingin menjalankan ke depan berpatokan kepada sebelum-sebelumnya. Kalau memang sebenarnya yang awal sudah benar, kami akan ikuti, tapi kalau tidak benar kita akan evaluasi gitu. Jadi kami harus mempertanggungjawabkan satu rupiah pun uang dari negara untuk organisasi semacam Dekopin,” kata Bambang.

    Sementara itu, Wakil Ketua BPK Budi Prijono menyampaika  kehadiran pengurus Dekopin ke kantornya dalam rangka silaturahmi dan konsultasi sejumlah hal, demi perkembangan koperasi ke depan. Mereka juga meminta BPK RI melakukan audit aset-aset Dekopin.

    “Yang artinya, hal-hal yang mana bisa kita bantu untuk kelancaran tugas-tugas Dekopin, termasuk kegiatan yang bersifat audit terhadap permasalahan-permasalahan dekopin yang selama ini pintu masuknya pasti melalui Kementerian Kooperasi,” kata Budi.

  • Berikut Logika Berpikir Adian Napitupulu DPR Bisa Copot Pejabat

    Berikut Logika Berpikir Adian Napitupulu DPR Bisa Copot Pejabat

    GELORA.CO -Dalam Revisi Tata Tertib DPR RI Nomor 1 Tahun 2020, DPR boleh mencopot pejabat negara. Hal itu dinilai sudah tepat lantaran selama ini parlemen dilibatkan dalam menunjuk siapa saja yang menjadi pejabat negara.

    Hal itu ditegaskan Wasekjen DPP PDIP Adian Napitupulu ketika menjawab tentang dasar pemikiran keluarnya aturan tersebut.

    “Logikanya kalau kemudian DPR ikut terlibat dalam pengambilan keputusan maka seharusnya dia bisa melakukan evaluasi terhadap keputusannya. Logikanya kalau menurut gue seperti itu,” kata Adian di Gedung Nusantara, Komplek DPR, Senayan, Kamis, 6 Februari 2025.

    Ia menganalogikan bahwa DPR bisa memutuskan untuk mengevaluasi keputusannya terhadap pilihannya yang sudah diparipurnakan tersebut. 

    “Kan begini, yang bisa mengevaluasi terhadap keputusan itu adalah yang membuat keputusan,” jelasnya.

    Terkait adanya kekhawatiran tentang DPR lebih mudah mencopot pejabat negara yang tidak sesuai keinginan DPR. Adian mengatakan wajar masyarakat khawatir, dan bisa melakukan uji materi terhadap revisi Tatib DPR tersebut.

    “Kalau kemudian ada kekhawatiran seperti itu, semua warga negara melakukan uji terhadap keputusan DPR itu. Ke mana? MA, MK, bisa PTUN bisa segala macam, ya macam-macam. Silakan saja dan kita tidak mungkin melarang dong,” tegasnya.

    “Tapi apakah logikanya adalah boleh nggak gue ngambil keputusan dan gue mengevaluasi keputusan gue? Boleh, gitu lho,” tutupnya. 

  • KPK Geledah Rumah Anggota DPR Gerindra Heri Gunawan Terkait Kasus CSR BI, Temukan Bukti Mengejutkan

    KPK Geledah Rumah Anggota DPR Gerindra Heri Gunawan Terkait Kasus CSR BI, Temukan Bukti Mengejutkan

    PIKIRAN RAKYAT – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG) yang berlokasi di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada Rabu, 5 Februari 2025. Penggeledahan ini berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

    “Kegiatan ini dilaksanakan di rumah di daerah Ciputat Timur, Tangerang Selatan milik saudara HG. Kegiatan berlangsung dari pukul 21.00-01.30 WIB dini hari,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.

    Dari penggeledahan tersebut, kata Tessa, penyidik menyita dokumen dan barang bukti elektronik. Kuat dugaan barang bukti tersebut ada kaitannya dengan kasus CSR BI yang tengah diusut KPK.

    Seluruh Anggota Komisi Xl DPR Terima Dana CSR BI

    Penyidik rampung memeriksa Heri Gunawan dan Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Satori sebagai saksi kasus dugaan korupsi dana CSR BI pada Jumat, 27 Desember 2024. Pada periode 2019-2024, dua anggota dewan tersebut pernah duduk di Komisi XI DPR yang merupakan mitra kerja BI di parlemen.

    Usai diperiksa, Satori membeberkan bahwa seluruh anggota Komisi XI menggunakan dana CSR dari BI untuk kegiatan sosialisasi di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Dia mengakui dana CSR dialirkan lewat yayasan.

    “Memang kalau program itu semua anggota Komisi XI. Anggarannya semua sih semua anggota Komisi XI itu programnya dapat,” kata Satori.

    Satori tidak menyebut jumlah uang CSR yang digunakan untuk kegiatan di Dapil, pun ia mengklaim tidak ada suap terkait dana CSR BI. Dia berkomitmen bakal kooperatif menjalani proses hukum di KPK.

    “Sebagai warga negara mengikuti prosedur yang akan dilakukan, Insya Allah saya akan kooperatif,” ucap Satori.

    KPK Usut Yayasan Terafiliasi Heri Gunawan dan Satori

    KPK menyatakan dana CSR atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) diduga mengalir dan ditampung oleh yayasan yang kemudian uangnya dinikmati pihak-pihak tertentu. Hal tersebut disampaikan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi apakah dana CSR BI ditampung oleh yayasan yang terafiliasi dengan anggota DPR RI Satori dan Heri Gunawan.

    Asep menegaskan, pihaknya sedang mendalami sejumlah yayasan yang diduga terafiliasi dengan dua legislator tersebut. Akan tetapi, dia belum menyebut nama-nama yayasan yang diduga menjadi tempat penampungan dana CSR BI.

    “Jadi ketika misalkan ada beberapa orang yang menerima CSR, itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi nanti yayasan dulu, baru nanti pada orang tersebut seperti itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Selasa, 31 Desember 2024.

    Asep menjelaskan, proses pendalaman penting untuk mengetahui mekanisme pemilihan yayasan penerima dana CSR. Menurutnya, afiliasi juga tidak selalu berbentuk kepemilikan yayasan tetapi bisa hanya lewat pemberian rekomendasi atas yayasan penerima dana CSR.

    “Misalkan saya punya yayasan, saya sendiri punya yayasan, sudah ke yayasan C saja. Nah itu tapi kan sama-sama tetap ke yayasan, artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan,” tutur Asep.

    “Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami,” ucapnya menambahkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kementerian PKP dapat persetujuan efisiensi bujet jadi Rp1,61 triliun

    Kementerian PKP dapat persetujuan efisiensi bujet jadi Rp1,61 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mendapatkan persetujuan dari Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan efisiensi anggaran menjadi Rp1,61 triliun.

    Menteri PKP Maruarar Sirait menyatakan bahwa upaya tersebut sejalan dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD TA 2025.

    “Anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk Program Dukungan Manajemen sebesar Rp435,67 miliar dan Program Perumahan dan Kawasan Permukiman sebesar Rp1,177 triliun. Pembagian anggaran detailnya sudah ada. Kita bicarakan secara terbuka pemanfaatan anggarannya,” kata Maruarar Sirait di Jakarta, Kamis.

    Ia menyatakan bahwa sejak awal, Kementerian PKP telah melaksanakan berbagai upaya efisiensi anggaran, dari pagu awal Kementerian PKP Tahun Anggaran (TA) 2025 sebesar Rp5,27 triliun yang dipangkas sebesar Rp3,66 triliun.

    Sehingga, setelah dilakukan efisiensi APBN TA 2025, anggaran Kementerian PKP TA 2025 menjadi sebesar Rp1,61 triliun.

    Persetujuan dari Komisi V DPR tersebut diperlukan agar Kementerian PKP dapat menyampaikan usulan berupa pembintangan anggaran sesuai besaran efisiensi kepada Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan paling lambat pada 14 Februari 2025.

    Keputusan terkait efisiensi anggaran tersebut diambil dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR RI bersama sejumlah kementerian yang dipimpin oleh Ketua Komisi V DPR RI Lasarus di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

    “Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, APBN tahun 2025 pagu semula sebesar Rp5.274.391.058.000 mengalami efisiensi sebesar atau diefisiensikan sebesar Rp3.661.095.000.000. Maka, APBN tahun 2025 Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman setelah mengalami efisiensi menjadi Rp1.613.296.058.000,” ujar Lasarus.

    Kementerian Keuangan telah menerbitkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang memerintahkan K/L untuk melakukan efisiensi anggaran terhadap 16 pos belanja sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.

    Pos belanja alat tulis kantor (ATK) diminta untuk dihemat hingga 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; diklat dan bimtek 29 persen; serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen.

    Kemudian, percetakan dan suvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta belanja lainnya 59,1 persen.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tatib DPR Bisa Pecat Pejabat, Adian Napitupulu: Kalo Gak Setuju, Gugat ke MK!

    Tatib DPR Bisa Pecat Pejabat, Adian Napitupulu: Kalo Gak Setuju, Gugat ke MK!

    Tatib DPR Bisa Pecat Pejabat, Adian Napitupulu: Kalo Gak Setuju, Gugat ke MK!

    11 jam yang lalu

  • Ketua Baleg Klaim Revisi Tata Tertib DPR Bukan untuk Mencopot Pejabat Negara – Halaman all

    Ketua Baleg Klaim Revisi Tata Tertib DPR Bukan untuk Mencopot Pejabat Negara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan memberi penegasan bahwa revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, bukan untuk memberikan kewenangan mencopot pejabat negara.

    Bob mengatakan, tambahan pasal 228A pada Tatib DPR memberi kewenangan parlemen untuk melakukan evaluasi berkala, kepada setiap pejabat negara yang disetujui DPR melalui mekanisme fit and proper test.

    “Bukan mencopot. Pada akhirnya bahwa pejabat yang berwenang atas evaluasi berkala dari DPR itu akhirnya ada keputusan mencopot. (Tapi) bukan DPR RI yang mencopot,” kata Bob di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025).

    Legislator Partai Gerindra itu menjelaskan, evaluasi terhadap pejabat negara diatur pada bab tersendiri pada Tatib DPR.

    Nantinya, hasil evaluasi diteruskan kepada pimpinan DPR yang menghasilkan rekomendasi terhadap pejabat negara yang dievaluasi.

    “Kemudian dengan mekanisme yang berlaku itu dilanjutkanlah, berikan rekomendasi hasil evaluasi tersebut secara mufakat kepada instansi yang berwenang,” ucapnya.

    “Siapa instansi yang berwenang yang tertingginya? Ya misalkan presiden, kalau di MA misalkan Komisi Yudisial. Jadi itu tergantung kewenangan daripada pejabat pemegang kewenangan itu sendiri,” imbuhnya.

    Untuk diketahui, DPR RI telah mengesahkan revisi perubahan peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang tata tertib (Tatib) DPR.

    Pengesahan itu dilakukan dalam Rapat Paripurna ini digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

    DPR kini bisa mengevaluasi pejabat yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.

    Itu artinya, semua pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR bisa dievaluasi oleh DPR.

    Misalnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Kapolri, Panglima TNI, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hakim Mahkamah Agung (MA) dan sebagainya.

    Hasil revisi tersebut, dinilai membuka ruang bagi DPR untuk mengevaluasi secara berkala pejabat negara yang telah dipilih dengan rekomendasi pemberhentian.

    Mengutip Kompas.id, perubahan aturan tersebut dinilai sangat fatal dan merusak ketatanegaraan karena seharusnya Peraturan Tata Tertib DPR hanya bisa mengatur lingkup internal.

    Namun ternyata usulan merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) datang dari Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), Senin (3/2/2025).

    MKD mengusulkan untuk dilakukan penambahan satu pasal dalam revisi Tatib DPR yakni Pasal 228A.

    Dalam bunyinya pasal tersebut menjelaskan, dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.

    Hasil evaluasi itu bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

    Setelah merevisi kilat tatib tersebut, pimpinan DPR langsung menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menentukan pembahasan revisi Tatib DPR di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

    Kemudian dalam tahapannya, pembahasan revisi Tatib DPR di Baleg selesai dengan waktu kurang dari 3 jam.

    Perubahan tatib ini disetujui oleh seluruh fraksi partai politik dan telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025) siang.

     

  • Komisi VII DPR imbau industri domestik serap tembaga Freeport Gresik

    Komisi VII DPR imbau industri domestik serap tembaga Freeport Gresik

    Gresik, Jawa Timur (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengimbau industri domestik bisa menyerap katoda tembaga hasil produksi Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Gresik, Jawa Timur.

    “Dengan produksi yang ada itu sebenarnya tidak terserap domestik 100 persen, masih banyak. Ini diapakan?” katanya dalam kunjungan Komisi VII DPR RI ke Smelter PTFI di KEK Gresik, Jawa Timur, Kamis.

    Imbauan Evita tersebut setelah mendapat laporan dari pihak PTFI bahwa industri dalam negeri ternyata masih belum siap untuk menyerap seluruh hasil produksi dari Smelter PTFI.

    Padahal fasilitas PTFI ini diperkirakan mampu memurnikan hingga 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun dan dari jumlah itu diproyeksikan dihasilkan sekitar 1 juta ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak.

    Oleh sebab itu, selain mendorong industri domestik untuk menyerap, Komisi VII DPR RI turut mendorong pemerintah yang bertugas mengatur perindustrian untuk bisa membantu mencari jalan keluar bagi PTFI.

    Evita menegaskan Kementerian Perindustrian harus mulai memikirkan untuk membangun hilirisasi-hilirisasi lain yang memiliki hubungan dengan produk yang dihasilkan oleh Smelter PTFI.

    “Karena sayang kita sudah hilirisasi tapi tidak dilakukan penyerapan domestik, mau tidak mau kita ekspor lagi. Peningkatan hilirisasi ini jadi konsentrasi Komisi VII di departemen perindustrian,” ujarnya.

    Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ketua Baleg Bantah Kabar DPR Bisa Copot Hakim MK dan KPK

    Ketua Baleg Bantah Kabar DPR Bisa Copot Hakim MK dan KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Badan Legislasi alias Baleg DPR Bob Hasan meluruskan polemik soal Tata Tertib (Tatib) DPR yang bisa mengevaluasi secara berkala sejumlah pejabat lembaga yang pernah menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. 

    Bob Hasan menekankan hal itu karena muncul berbagai tafsiran di publik, salah satunya DPR bisa mencopot jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan pimpinan KPK.

    “Nah kemarin juga ada masalah tata tertib. Tata tertib itu diimplementasikan beritanya bahwa DPR besok bisa mencopot jabatan-jabatan tertentu. Jadi dari judulnya adalah peraturan tata tertib yang berlaku mengikat di dalam,” ujarnya, Kamis (6/2/2025).

    Adapun, dia juga menekankan bahwa DPR tak memiliki kewenangan untuk mencopot pejabat. Menurutnya, pencopotan ada di tangan pihak lain yang secara legal memiliki kewenangan untuk menindak atau mengadili pejabat yang telah dilakukan evaluasi.

    “Jadi bukan mencopot. Ya pada akhirnya bahwa pejabat yang berwenang atas evaluasi berkala dari DPR itu akhirnya ada keputusan mencopot. Bukan DPR RI yang mencopot,” ujarnya. 

    Kendati demikian, Bob Hasan berdalih bahwa DPR tetap bisa mengevaluasi pejabat atau siapapun yang menduduki jabatan melalui mekanisme fit and proper test. 

    “Tapi kita melakukan evaluasi karena kita punya kewenangan atas fit and proper test atau uji kelayakan kita bisa meloloskan calon itu. Maka kita juga bisa memberikan satu evaluasi dan itu babnya ada. Memang itu bab evaluasi,” tuturnya. 

    Sementara itu mengenai pejabat tersebut dapat dicopot atau tidak hal itu bergantung pada pihak yang memegang kekuasaan tertinggi. 

    “Siapa instansi yang berwenang yang tertingginya? Ya misalkan Presiden, kalau di MA misalkan Komisi Yudisial. Jadi itu tergantung kewenangan daripada pejabat pemegang kewenangan itu sendiri,” pungkasnya.