Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Profil Valyano Boni, Bintara di SPN Polda Jabar yang Dipecat Jelang Pelantikan, Disebut Idap NPD – Halaman all

    Profil Valyano Boni, Bintara di SPN Polda Jabar yang Dipecat Jelang Pelantikan, Disebut Idap NPD – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut profil Valyano Boni atau Valyano Boni Raphael, siswa bintara di SPN Polda Jabar yang dipecat jelang pelantikan anggota Polri dan disebut mengidap Narcissistic Personality Disorder atau NPD.

    Valyano Boni Raphael saat ini sedang ramai menjadi perbincangan.

    Hal ini lantaran berita tentang Valyano Boni Raphael sedang gegerkan masyarakat.

    Pasalnya Valyano Boni Raphael yang merupakan bintara di SPN Polda Jabar ini dipecat menjelang pelantikan anggota polri.

    Menurut keterangan Kepala SPN Polda Jabar Kombes Dede Yudi Ferdiansyah, ada dua alasan Valyano Boni Raphael dikeluarkan.

    Alasan pertama yaitu Valyano Boni Raphael tidak ikut dalam jam pelajaran lebih dari ketentuan SPN Polda Jabar.

    Sementara alasan kedua, ternyata Valyano Boni Raphael pernah mengikuti pendidikan Kodiklat TNI AL tahun 2023 lalu.

    Namun Valyano Boni Raphael dikeluarkan karena terindikasi mengidap sakit.

    Valyano Boni Raphael dinilai sudah berbohong lantaran dia tidak mengaku pernah mengikuti pendidikan militer saat penelusuran mental kepribadian (PMK).

    NPD

    Valyano Boni Raphael disebut-sebut mengalami gangguan jiwa.

    Hal tersebut disampaikan oleh seorang Polwan bernama Ipda Ferren Azzahra Putri.

    Dilansir Tribunnews Bogor, Ipda Ferren Azzahra Putri mengaku telah ditugaskan memeriksa Valyano.

    Ipda Ferren Azzahra Putri juga menjelaskan alasan menyatakan Valyano Boni Raphael mengalami NPD.

    Satu di antara kriterianya karena Valyano Boni Raphael berteriak berbeda dengan siswa lain ketika berlari.

    Ferren menerangkan Valyano siswa SPN Polda Jabar memenuhi 3 dari 9 kriteria NPD.

    Pertama kata Ferren, Valyano Boni Raphael meminta fasilitas yang tak sesuai dengan aturan SPN Polda Jabar.

    Menurut Ferren, Valyano juga sengaja menyuruh teman memukul punggungnya agar supaya seolah telah dipukul pengasuh di SPN Polda Jabar.

    Ia juga menyebut Valyano memiliki sikap arogan dan angkuh.

    Namun pernyataan Ipda Ferren Azzahra Putri ditimpali oleh Ahmad Sahroni.

    Ahmad Sahroni bahkan sampai menunjuk-nunjuk Ipda Ferren Azzahra Putri.

    Ahmad Sahroni memberikan penegasan bahwa analisis yang dilakukan Polwan terhadap siswa SPN tersebut dicampuri dengan rasa kebencian.

    Ahmad Sahroni berpandapat bahwa penilaian tersebut hanyalah sebuah asumsi lantaran Kabidokkes menyampaikan hasilnya berbeda dengan pernyataan Ipda Ferren Azzahra Putri.

    Sebelumnya, Kabid Dokkes Polda Jabar Kombes Dr. Nariyana menyatakan Valyano tidak mengalami gangguan jiwa.

    Sampai kemudian Kabid Dokkes meminta rekomendasi dari sub spesialis Dr Adi Kurnia bersama timnya.

    Ia menjelaskan kesimpulannya pada terperiksa Valyano saat ini tidak ditemukan adanya tanda atau gejala gangguan jiwa yang cukup bermakna yang dapat menggangu aktifitas sehari-hari. 

    Bahkan berdasar hasil pemeriksaan, Valyano Boni Raphael memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

    Memang Valyano Boni Raphael memiliki kemampuan menyampaikan ide pikiran, namun cara berpikirnya kurang matang.

    Selain Valyano Boni Raphael memiliki kebutuhan besar dalam menonjolkan diri serta validasi dari orang lain.

    Profil 

    Valyano Boni Raphael merupakan anak dari AKBP Bonifansius dan Veronica Putri Amalia.

    Valyano Boni Raphael adalah siswa Bintara di SPN Polda Jabar yang saat ini namanya sedang disorot.

    Valyano Boni Raphael dikeuarkan dari SPN sejak tanggal 3 Desember 2024.

    Dilansir Bangkapos, surat pemberhentian Valyano Boni Raphael dikeluarkan H-6 atau seminggu sebelum dilantik.

    Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Ibu Valyano Boni Raphael, Veronica Putri Amalia mengungkap bahwa anaknya sempat dinyatakan mengalami gangguan jiwa.

    Saat pemaparan ketika diberhentikan tanggal 11 Desember 2024, bagian psikologi Polda Jabar menyatakan bahwa Valyano Boni Raphael mengalami Narcissistic Personality Disorder (NPD).

    (TRIBUNNEWS/Ika Wahyuningsih, Sanjaya Ardhi, Fitri Wahyuni)

    Berita ini telah tayang di Tribunnews Bogor dan Bangkapos dengan judul Perjalanan Valyano Sebelum Dipecat SPN, Tak Lolos Polisi karena Buta Warna, Depresi Saat di TNI AL, Valyano Siswa SPN Disebut NPD karena Teriak Brimob Saat Lari, Sahroni Emosi Tunjuk-Tunjuk Polwan, dan Sosok Valyano Siswa SPN Polda Jabar Disebut NPD oleh Polwan, Ternyata Pernah Dikeluarkan dari TNI

     

     

  • Pengakuan Staf Pribadi Hasto Soal Terima Tas Hitam dari Harun Masiku

    Pengakuan Staf Pribadi Hasto Soal Terima Tas Hitam dari Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Staf pribadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Kusnadi mengaku pernah menerima tas hitam dari tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, Harun Masiku. 

    Hal itu diungkap oleh Kusnadi yang dihadirkan sebagai saksi pada sidang praperadilan Hasto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025). 

    Pada persidangan tersebut, Plt. Kepala Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto bertanya kepada Kusnadi soal uang yang diduga berasal dari Harun untuk meloloskan dirinya sebagai anggota DPR 2019-2024. 

    Kusnadi menyebut, pernah menerima tas hitam dari Harun di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Namun, dia tidak mengetahui bahwa tas itu berisi uang yang ditujukan untuk anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. 

    “[Dari, red] Harun Masiku tapi saya enggak tahu itu uang. Saya dititipannya itu barang,” katanya di persidangan, dikutip Sabtu (8/2/2025). 

    Kusnadi, yang juga pernah diperiksa penyidik KPK pada kasus tersebut, lalu menceritakan awal mula penerimaan tas hitam itu dari Harun. Dia mengaku menerima tas itu di resepsionis kantor DPP PDIP. 

    Pihak kuasa hukum Hasto sempat mengajukan keberatan ke hakim terkait dengan pertanyaan Biro Hukum mengenai tas hitam tersebut. Ronny Talapessy, kuasa hukum Hasto sekaligus Ketua DPP PDIP, menyampaikan bahwa Kusnadi sudah berkali-kali menekankan bahwa tas itu tidak berisi uang. 

    “Saudara Saksi ini sudah berkali-kali mengatakan itu tas, bukan uang. Jadi dimohon dengan hormat jangan diulangi pertanyaannya seolah-olah dia tahu itu uang,” ujar Ronny. 

    Kusnadi lalu mengungkap bahwa kerap bertemu Harun pada saat itu di DPP PDIP karena mengurus proses pencalonan sebagai anggota legislatif untuk Pileg 2019. Dia menyebut, saat itu, Harun ingin bertemu dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. 

    “Di situ kan saya memang bekerja di situ [DPP PDIP, red], Pak. Dia mau ketemu Donny, tapi Donny-nya belum ada, Pak. Akhirnya ketemu saya di resepsionis ‘Nanti ada titipan dari saya Harun Masiku buat Donny dan Saeful’ gitu Pak,” ujarnya. 

    Adapun, Kusnadi menyebut dua kali dititipkan barang untuk diberikan ke Saeful Bahri. Namun, dia mengaku tidak mengetahui isinya karena berbentuk tas. Sementara itu, dia menyebut tidak pernah menerima titipan dari Hasto. 

    Sebelumnya, pihak KPK mengungkap bahwa Kusnadi pada 16 Desember 2019 diduga menghadap Donny Tri Istiqomah di ruang rapat DPP PDIP. Dia menitipkan uang dibungkus dengan amplop cokelat dan dimasukkan ke dalam tas ransel berwarna hitam kepada Donny. 

    “Kusnadi menitipkan uang yang dibungkus amplop warna cokelat yang dimasukkan di dalam tas ransel berwarna hitam dan mengatakan, ‘Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan uang operasional Rp400 juta ke Pak Saeful [kader PDIP Saeful Bahri], yang Rp600 juta Harun’ katanya,” ujar tim Biro Hukum KPK di sidang praperadilan Hasto, Kamis (6/2/2025).

    Untuk diketahui, KPK sebelumnya menetapkan Hasto dan Donny Tri sebagai tersangka baru pada kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Hasto juga dijerat dengan pasal perintangan penyidikan. 

    Kasus tersebut sudah berjalan 5 tahun lamanya. Pada awal mula penyidikan, KPK menetapkan Harun Masiku dan Saeful Bahri sebagai tersangka pemberi suap, sedangkan Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina sebagai penerima suap. 

    Adapun, saat ini hanya Harun dari empat tersangka pertama yang belum dibawa ke proses hukum lantaran masih berstatus buron.

  • DPR Filipina Tolak Pembelaan Sara Duterte terkait Tudingan akan Bunuh Presiden Bongbong Marcos – Halaman all

    DPR Filipina Tolak Pembelaan Sara Duterte terkait Tudingan akan Bunuh Presiden Bongbong Marcos – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Filipina menolak upaya pembelaan diri yang diajukan oleh Wakil Presiden Sara Duterte dalam kasus pemakzulannya pada Sabtu (8/2/2025).

    Seperti yang diketahui sebelumnya, Sara Duterte dimakzulkan atas tudingan upaya pembunuhan terhadap Presiden Filipina saat ini, Ferdinand Marcos Jr.

    Pembelaan dari putri dari mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte tersebut mendapatkan penolakan dari anggota DPR terutama oleh Robert Ace Barbers yang mewakili wilayah Surigao del Norte

    Sosok Barbers yang juga merupakan ketua komite kuadran DPR tersebutmengatakan bahwa ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Sara Duterte secara terang-terangan mengakui adanya “rencana pembunuhan” terhadap sosok Presiden Filipina yang akrab disapa Bongbong Marcos tersebut.

    Tak tanggung-tanggung, Barbers menuding Sara Duterte tak hanya mengancam bunuh Ferdinand Marcos Jr. saja.

    Dikutip dari ABS-CBN, Barbers mengklaim Sara Duterte juga berencana membunuh Ibu Negara Liza Marcos dan Ketua DPR Martin Romualdez.

    Pernyataan ini muncul setelah Duterte pada hari Jumat membantah telah mengancam nyawa Marcos Jr., yang menjadi landasan pasal pertama dalam upaya pemakzulan yang ditandatangani oleh lebih dari 215 anggota DPR Filipina.

    Duterte mengatakan bahwa pernyataannya pada akhir 2024 lalu mengenai rencana pembunuhan Bongbong Marcos tersebut telah dipahami di luar konteks. 

    Para pendukungnya juga berargumen bahwa Sara Duterte memang mengucapkan ancaman, tapi maknanya hanyalah ancaman secara “kiasan bersyarat” yang tidak dapat ditindaklanjuti.

    Namun demikian, alasan dan pembelaan yang dinyatakan pihak Sara Duterte ditolak mentah-mentah oleh Barbers pada akhir pekan ini.

    “Pasal pertama dalam pemakzulan telah mencakup bukti, video, dan pernyataan dari Wakil Presiden kami, itulah sebabnya hal itu dimasukkan dalam pengaduan dan ada prosesnya,” kata Barbers dalam sebuah pernyataan.

    UCAPAN YANG BUAT DUTERTE DIMAKZULKAN

    Adapun pernyataan Duterte yang menjadi bahan untuk pemakzulannya adalah ucapannya dalam sebuah konferensi pers tengah malam pada bulan November 2024 lalu.

    Sara Duterte membuat pernyataan kontroversial ketika sebuah panel DPR memutuskan untuk memindahkan kepala stafnya, Zuleika Lopez, ke fasilitas pemasyarakatan di Mandaluyong.

    Lopez saat itu sedang ditahan di DPR karena dituding melakukan penghinaan terhadap parlemen.

    “Saya sudah berbicara dengan seseorang. Saya katakan padanya bahwa jika saya sampai dibunuh, maka dia juga harus membunuh Bongbong [FerdinandMarcos Jr.], Liza Araneta, dan Martin Romualdez. Saya Tidak bercanda. Saya sudah meninggalkan petunjuk,” kata Duterte.

    “Jika saya dibunuh, saya katakan, jangan berhenti sampai mereka dibunuh, dan dia bilang ‘ya’,” katanya.

    Istana menganggap pernyataan Duterte tersebut sebagai “ancaman aktif” meskipun pihaknya mengklaim bahwa ucapan tersebut hanyalah kiasan.

    Sara Duterte juga kukug mengatakan bahwa ucapannya itu adalah tindakan pembelaan diri yang bersyarat atas ancaman pembunuhan yang juga terjadi kepadanya.

    Barbers mengatakan bahwa pasal-pasal pemakzulan yang disampaikan oleh DPR memiliki dasar yang jelas.

    “Mereka memiliki bukti yang dilampirkan,” katanya.

    Barbers, yang merupakan sekutu Duterte selama masa kepresidenan ayahnya, Rodrigo Duterte, mengatakan bahwa Duterte tidak bisa hanya diminta untuk mengundurkan diri.

    “Itu bukan cara yang seharusnya dilakukan. Biarkan dia menjalani proses hukum dulu dan berikan proses hukum yang layak karena itu adalah haknya sebagai wakil presiden dan kita semua memiliki hak untuk membela diri dalam situasi seperti ini,” tambahnya.

    Sementara itu, para Pemimpin Majelis Asisten DPR seperti Pammy Zamora dari Distrik Kedua Taguig City, Zia Adiong dari Distrik pertama Lanao del Sur dan Jefferson Khonghun dari distrik pertama Zambales juga turut buka suara.

    Di pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh anggota kelompok “Young Guns” tersebut, mereka menyatakan bahwa usaha pembelaan diri dari Duterte adalah upaya untuk “menghapus” pernyataan ceroboh dirinya sendiri dari ingatan publik.

    Zamora mengatakan bahwa klaim Duterte yang ingin membunuh Presiden Ferdinand Marcos Jr., Ibu Negara Liza Araneta-Marcos, dan Ketua DPR Martin Romualdez tidak bisa disangkal lagi.

    “Ia secara terang-terangan melakukan pengakuan langsung tentang konspirasi kriminal, dan sekarang dia ingin berpura-pura tidak pernah mengatakannya?” ungkap Zamora.

    “Kalau kita melihat seorang Wakil Presiden yang secara terbuka mengatakan sebuah rencana pembunuhan ke publik, apakah rakyat Filipina nantinya tidak khawatir dengan kelayakannya untuk menjabat? Haruskah lembaga penegak hukum turun tangan menyelidiki kemungkinan keterkaitannya dalam tindakan kriminal yang dapat merusak keamanan nasional?” sindir Adiong.

    Biro Investigasi Nasional (NBI) sendiri juga telah mengumumkan penyelidikan terhadap dugaan rencana pembunuhan yang diungkapkan Sara Dutertet tersebut.

    Sementara itu, Khonghun meminta agar NBI mempercepat penyelidikan terhadap dugaan ancaman Duterte, dengan menekankan pentingnya keselamatan Marcos Jr.

    “Pernyataannya tidak hanya ceroboh, ucapan Sara Duterte itu juga berbahaya, dan dia harus bertanggung jawab,” tutup Khonghun.

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Penegakan Hukum Kasus Pagar Laut Tangerang Diharapkan Berbasis Fakta

    Penegakan Hukum Kasus Pagar Laut Tangerang Diharapkan Berbasis Fakta

    loading…

    Pengamat Hukum dan Politik Pieter C Zulkifli berharap penegakan hukum kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten berbasis fakta, bukan asumsi ceroboh dari segelintir pihak. Foto/Dispenal

    JAKARTA – Pengamat Hukum dan Politik Pieter C Zulkifli berharap penegakan hukum kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten berbasis fakta, bukan asumsi ceroboh dari segelintir pihak. Menurut dia, kasus pagar laut bukan sekadar persoalan administrasi pertanahan.

    Dalam analisisnya, dia menilai penanganan kasus tersebut bisa menjadi cerminan bagaimana hukum dapat dijalankan secara serampangan jika tidak berbasis pada fakta yang kuat. “Ketika lembaga penegak hukum bertindak atas dasar asumsi tanpa melakukan penyelidikan yang mendalam, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan semakin terkikis,” ujar Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Sabtu (8/2/2025).

    Dirinya mengingatkan tentang legalitas sertifikat tanah di wilayah perairan yang seharusnya ditangani dengan pendekatan regulasi yang jelas, bukan sekadar opini atau tekanan politik sesaat. Dia berpendapat, jika hukum terus dipermainkan sesuai dengan kepentingan tertentu, maka bukan hanya keadilan yang terancam, tetapi juga stabilitas investasi dan kepastian hukum di Indonesia.

    Lebih lanjut Pieter mengatakan bahwa kebenaran mungkin bisa ditenggelamkan, tapi bakal selalu mencari celah untuk muncul ke permukaan. Akan tetapi, ujar dia, dalam sistem yang dipenuhi kepentingan dan prasangka, tidak semua kebenaran dapat diterima begitu saja, terutama oleh mereka yang menolak menerima kenyataan.

    “Kasus pagar laut di Tangerang menjadi contoh nyata betapa penegakan hukum yang sembrono dapat menciptakan kegaduhan yang merugikan banyak pihak,” kata Mantan Ketua Komisi III DPR ini.

    Dia pun berharap, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak tergesa-gesa berasumsi adanya tindak korupsi dalam kasus ini tanpa melakukan penyelidikan yang mendalam. Pasalnya, jika dugaan ini tidak berdasar, konsekuensinya bukan hanya hanya mencederai kredibilitas institusi hukum, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum yang berdampak luas.

    “Masyarakat pun mempertanyakan, bagaimana mungkin wilayah perairan bisa memiliki sertifikat tanah? Apakah ada pelanggaran regulasi atau justru pemerintah sendiri yang tidak konsisten dalam menafsirkan hukum? Pertanyaan ini harus dijawab dengan pendekatan hukum yang jelas, bukan sekadar opini dan asumsi belaka,” tuturnya.

  • Pengamat: Revisi Tatib, Bukti DPR Ambisius Agar Terlihat Super Power – Halaman all

    Pengamat: Revisi Tatib, Bukti DPR Ambisius Agar Terlihat Super Power – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Revisi Tata Tertib (tatib) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkan betapa ambisiusnya mereka untuk dapat terlihat adidaya. 

    Hal itu disampaikan oleh Pengamat Politik dari Citra Institue, Efriza saat diwawancari ihwal pendapatnnya terkait langkah para wakil rakyat itu pada Sabtu (8/2/2025).

    Namun, ambisi itu dinilai tidak sejalan dengan kinerja DPR yang bahkan tidak mengerti fungsi tatib justru untuk mengatur kelembagaan di dalam bukan ke luar.

    ”Ini yang disebut DPR ambisius ingin terlihat superpower, tapi malah menghadirkan DPR yang berkinerja baik saja tidak bisa mengatur urusan internalnya,” ujar Efriza.

    “Dengan tatib saja tak becus, tapi maunya kewenangannya melampaui dan merecoki lembaga-lembaga negara lain,” sambungnya. 

    Tatib DPR ini bahkan disebut Efriza tak hanya sebagai ajang untuk tampak gagah saja di mata lembaga lain, namun lebih dari itu disinyalir punya niatan buruk.

    “DPR ingin menjadi lembaga legislatif heavy, sehingga lembaga-lembaga negara lainnya tidak dihargai sisi independensinya, banyak lembaga-lembaga negara seolah di bawah DPR Senayan,” tuturnya.

    Semestianya DPR dalam membuat tatib memuat semangat pembenahan internal, mengingat para legislator di dalamnya dinilai masih belum sepenuhnya punya kinerja yang baik.

    Bukan alih-alih sibuk dengan urusan politis untuk melangkahi lembaga negara lainnya. 

    “Semestinya DPR dalam membuat tata tertib semangat pembenahan internal. Mereka menyadari para legislatornya saja banyak bolos, tak banyak bicara di rapat, tak mengerti kondisi masyarakat yang harus disuarakan mereka, tetapi mereka malah sibuk urusan politis dengan mengangkangi lembaga-lembaga negara lainnya,” pungkas Efriza.  

    Sebagai informasi, DPR melakukan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.

    Tata tertib itu telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025).

    DPR kini memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.

    Dengan adanya revisi tata tertib ini, sejumlah pejabat yang telah ditetapkan DPR melalui rapat paripurna dapat dievaluasi kinerjanya secara berkala.

    Pejabat tersebut antara lain adalah Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA).

  • Megawati dan Paus Frasiskus Bertemu, Bahas Pancasila hingga Perubahan Iklim

    Megawati dan Paus Frasiskus Bertemu, Bahas Pancasila hingga Perubahan Iklim

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri berbicara soal Pancasila hingga pemanasan global dengan Paus Fransiskus dalam pertemuan yang digelar di Vatikan, Jumat (7/2/2025). 

    Megawati turut ditemani oleh putra tertuanya yakni Mohammad Rizky Pratama, putrinya yaitu Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah serta Bendahara PDIP sekaligus Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

    Kunjungan Megawati itu dalam rangka memenuhi undangan dari Paus Fransiskus untuk menjadi pembicara di World Leaders Summit on Children’s Rights. 

    Dalam keterangannya ke media, Megawati mengaku Paus tertarik dengan Pancasila dan spirit gotong royong. Keduanya juga berbicara soal pemanasan global. 

    “Saya memang mendapat undangan secara pribadi dari beliau, karena yang paling utama sebetulnya adalah beliau setelah bertemu dengan saya dan kita bicara soal masalah kebangsaan,” kata Megawati di kediaman Paus yang berlokasi di Casa Santa Marta, Vatikan, Jumat (7/2/2025).

    Megawati menyebut Pancasila sebenarnya dapat diikuti oleh negara-negara lain karena bisa diterapkan di dalam kehidupan manusia dari berbagai latar belakang negara. Hal itu turut disampaikannya saat menjadi pembicara di World Leaders Summit on Children’s Rights.

    “Sehingga dengan demikian bukan hanya milik dari bangsa Indonesia saja, dan sangat-sangat mudah karena itu sebetulnya 5 sila itu adalah masalah kehidupan terutama masalah Ketuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan” ujar putri dari Presiden ke-1 RI Soekarno itu.  

    Mengenai perikemanusiaan, lanjutnya, Paus pun disebut ikut setuju dengan topik itu. Apalagi, dia menyinggung adanya perubahan di dunia yang sangat mengkhawatirkan. Misalnya, perang yang terjadi di sejumlah negara. 

    Menurut Megawati, hal yang dikhawatirkan Paus adalah masalah pemanasan global. Topik yang merupakan dampak dari perubahan iklim itu diakui menjadi pembicaraan Megawati dan Paus, bahkan pada 2024 lalu ketika keduanya menghadiri Zayed Award. 

    Satu-satunya perempuan yang pernah menjabat Presiden RI itu pun mengungkap saran yang disampaikannya kepada Paus. Dia menyoroti soal ketidakpedulian manusia terhadap isu alam tersebut. 

    “Saya mengatakan kepada beliau, saya titip kepada, kami harus memanggilnya Holy Father, bahwa mengapa manusia itu tidak terlalu care dengan global warming, beliau langsung mengangkat jempolnya dua dua dan beliau hanya bilang, ‘Saya setuju sekali’ karena di Vatikan ini ternyata dibikin juga pusat penelitian masalah kutub, kutub utara dan kutub selatan yang beliau sangat khawatir karena mencairnya tidak meleleh lagi tetapi sudah terpotong-potong sampai bisa sebesar bukit, begitu,” jelas Megawati.

  • Kontroversi Kasus Agnez Mo, seperti Apa Aturan Royalti di Indonesia?

    Kontroversi Kasus Agnez Mo, seperti Apa Aturan Royalti di Indonesia?

    Jakarta, Beritasatu.com – Penyanyi Agnez Mo tersangkut kasus royalti. Agnez Mo dinyatakan melanggar hak cipta karena menyanyikan lagu “Bilang Saja” ciptaan Ari Bias tanpa izin dalam tiga konser.

    Hal itu sebagaimana putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Arie Sapta Hernawan alias Ari Bias pada 30 Januari 2025 dengan vonis denda terhadap Agnes Mo Rp 1,5 miliar.

    Sebelumnya Ari menggugat Agnez Mo setelah tiga kali konser membawakan lagu ciptaannya tanpa izin. Ketiga konser Agnez Mo tersebut masing-masing berlangsung di W Superclub, Surabaya pada 25 Mei 2023, The H Club, Jakarta pada 26 Mei 2023, dan W Superclub, Bandung pada 27 Mei 2023.

    Kronologi Kasus Agnez Mo vs Ari Bias
    Kasus tersebut bermula saat Ari Bias menuntut pembayaran royalti atas lagu ciptaannya yang dinyanyikan Agnez Mo dalam tiga konser pada Mei 2023.

    Ari melalui kuasa hukumnya Minola Sebayang mulanya melayangkan somasi tertutup kepada Agnez Mo dan HW Group. Karena dirasa tak ada respons, Ari lalu melakukan somasi terbuka kepada Agnez dan HW Group karena kedua pihak dinilai melanggar Pasal 9 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan dituntut bayar penalti sebesar Rp 1,5 miliar. 

    Ari melalui Minola kemudian melaporkan Agnez Mo ke Bareskrim Polri pada Juni 2024, dengan tuduhan melanggar Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta. Mereka juga menggugat Agnez Mo ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 11 September 2024.

    Sidang perdana digelar pada 19 September 2024 dan terus berlanjut hingga 30 Januari 2025, majelis hakim memutuskan mengabulkan gugatan Ari Bias. 

    “Menyatakan tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta karena telah menggunakan secara komersil lagu ciptaan penggugat “Bilang Saja” pada tiga konser tanpa seizin penggugat selaku pencipta,” bunyi putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat seperti dikutip dari laman direktori putusan Mahkamah Agung.

    Majelis yang dipimpin oleh Marper Pandiangan dengan hakim anggota Khusaini dan Faisal memutuskan menghukum Agez Mo membayar denda kerugian secara tunai sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias dengan rincian, konser pada 25 Mei 2023 di W Superclub Surabaya Rp 500 juta, konser di The H Club Jakarta pada 26 Mei 2023 sebesar Rp 500 juta, dan konser di W Superclub Bandung pada 27 Mei 2023 senilai Rp 500 juta.

    Tanggapan Para Musisi
    Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang mewajibkan Agnez Mo bayar denda Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias mengagetkan kalangan penyanyi dan musisi Tanah Air. Mereka menyatakan dukungan kepada Agnez.

    “Saya lagi heran, dengan cerita teman tentang kasus pencipta lagu yang tuntut penyanyi, karena penyanyi membawakan lagu dia. Perasaan saya sudah jadi pencipta lagu 29 tahun baru sekarang denger kejadian kayak gini,” kata Melly Goeslaw, musisi sekaligus anggota Komisi X DPR melalui akun Instagram @melly_goeslaw.

    Melly mempertanyakan putusan majelis hakim yang mewajibkan bayar denda kepada penyanyi. “Padahal setahu saya, saksi-saksi pun semuanya sudah bilang bahwa yang harus bayar bukan penyanyinya, tetapi penyelenggaranya. Kumaha atuh?” tanyanya.

    Penampilan Agnez Mo di festival musik Asian Sound Syndicate (ASS) Vol.2 hari pertama di West Parking JIExpo Kemayoran, Sabtu, 26 Agustus 2023. – ( Stellar Events )

    Penyanyi senior Hedi Yunus juga heran dengan putusan hakim yang mewajibkan Agnez Mo bayar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias imbas menyanyi lagu “Bilang Saja”.

    “Perasaan dari dahulu kalau penyanyi sudah membawakan lagu dari komposer di album rekaman, sewajarnya penyanyi tersebut punya hak untuk menyanyikannya di setiap show. Namun, akhir-akhir ini kalau mau menyanyikan lagu tersebut penyanyi harus menyisihkan sebagian persen dari nilai fee manggungnya kalau mau membawakan lagu yang ada di album rekamannya. Perasaan dahulu tahun 1990-an tidak ada yang begini-beginian ya,” tulis Hedi dalam kolom komentar unggahan Melly Goeslaw.  

    Penyanyi dangdut Kristina juga prihatin dengan konflik Agnez Mo vs Ari Bias.

    “Pekerja seni ini harus bersatu, kompak untuk menjadi satu kesatuan sehingga musik Indonesia dan para senimannya berjaya,” ujarnya.

    Pengacara sekaligus musisi Kadri Mohamad menilai ada kekeliruan dalam putusan hakim yang menghukum Agnez Mo bayar Rp 1,5 miliar. Seharusnya, kata dia, yang berkewajiban membayar royalti adalah penyelenggara acara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

    “Penyelenggara punya kewajiban hukum membayar royalti, bukan penyanyi atau musisi. Kemudian, skema pembayarannya juga melalui LMK, LMKN, dan bukan kepada komposer langsung,” katanya melalui akun Facebook KadriMohamad.

    Kadri menambahkan, dalam kasus Agnez Mo vs Ari Bias, jangan hanya dilihat hanya dari undang-undang saja, tetapi juga harus dilihat secara kesatuan semua aturan turunan dari surat keputusan (SK) menteri hukum soal tarif.

    “Tarif dihitung berdasarkan harga tiket, biaya produksi, dan faktor lainnya yang diketahui oleh penyelenggara. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan tarif merupakan tanggung jawab penuh penyelenggara. Perhatikan pula maksud dari Undang-Undang Hak Cipta dalam konteks ini,” ucap Kadri.

    Kadri menekankan pentingnya menerapkan norma yang telah lama berlaku dalam industri musik. Salah satunya adalah pembayaran royalti bukan merupakan kewajiban artis.

    “Keputusan ini akan membuat hiruk pikuk dan mengubah praktik yang sudah berlaku selama ini berdasarkan penerapan aturan hukum yang ada dan norma kebiasaan. Please note norma kebiasaan adalah sumber hukum menurut teori dasar,” ujarnya.

  • Nakhoda Melihat Siapa ABK yang Bersama Saya

    Nakhoda Melihat Siapa ABK yang Bersama Saya

    loading…

    Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Golkar di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu (8/2/2025). FOTO/RIYAN RIZKI ROSHALI

    JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyenggol Ketua Komisi XII DPR Bambang Patijaya terkait polemik kebijakan penjualan gas LPG 3 kilogram (kg). Bambang merupakan kader Golkar yang memimpin komisi energi dan sumber daya mineral.

    “Ketua Komisi XII ada? Bapak sebagai Ketua Komisi XII yang utamanya Partai Golkar ngomong juga seperti ini,” kata Bahlil saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Golkar di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu (8/2/2025).

    Bahlil yang merupakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu tak menjelaskan secara rinci maksud dari pernyataannya itu. Ia menyinggung bahwa polemik gas 3 kilogram ini diibaratkan nakhoda untuk menguji anak buah kapal (ABK).

    “Hati-hati ini ibaratkan sebuah kapal. Jangan teman-teman pikir kapal ini masuk karam, justru di sinilah nakhoda kapal melihat ABK dan penumpang kapal siapa yang bersama-sama saya, saya ingin mau tahu saja,” ujar Bahlil.

    “Cuma nakhoda yang satu ini kan sudah sering bermain di ombak-ombak itu. Jadi insyaAllah, no problem. Enggak ada masalah saya pikir,” sambung dia.

    Di sisi lain, ia menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi larangan terkait penjualan gas 3 kg oleh pengecer. Ia menyebut, pengaturan itu dilakukan untuk memastikan penjualan tersebut tepat sasaran.

    “Ini yang kemudian sekarang kita ubah bertahap kita lakukan penataan, agar tetap mereka bisa berjalan dan sekarang mereka sudah bisa berjalan,” katanya.

    (abd)

  • Pengamat: Revisi Tatib, Bukti DPR Ambisius Agar Terlihat Super Power – Halaman all

    Pengamat: Revisi Tatib Semakin Menambah Citra DPR yang Sudah Buruk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Revisi Tata Tertib (tatib) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin membuat citra lembaga wakil rakyat itu kian buruk. 

    “Kinerja anggota-anggota DPR dan juga penilaian atas lembaga DPR selalu dapat sentimen negatif dari publik bahwa DPR dianggap tidak mewakili masyarakat,” kata Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza saat dikonfirmasi, Sabtu (8/2/2025). 

    “Malah tatib ini membenamkan DPR bercitra buruk dengan haus kekuasan dan selalu berusaha melampaui kewenangannya,” sambungnya.

    Lebih lanjut, Efriza menegaskan tatib ini jadi bentuk perwujudan supremasi parlemen yang tidak sesuai dengan semangat reformasi dan amandemen konstitusi. 

    “DPR juga mengabaikan semangat supremasi konstitusi, hal mana mengedepankan kedaulatan rakyat dengan menghormati lembaga-lembaga lainnya,” tutur Efriza.

    Tatib DPR ini juga disebut membuat DPR menciptakan hubungan antar-lembaga negara dalam pusaran konflik sebab ranah kekuasaan DPR kni melampaui kewenangannya. 

    Sebagai informasi, DPR melakukan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.

    Tata tertib itu telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025).

    DPR kini memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.

    Dengan adanya revisi tata tertib ini, sejumlah pejabat yang telah ditetapkan DPR melalui rapat paripurna dapat dievaluasi kinerjanya secara berkala.

    Pejabat tersebut antara lain adalah Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA).

     

     

  • Praperadilan Hasto: Saksi Agustiani Sebut Ditawari Rp2 Miliar untuk Lakukan Hal Ini

    Praperadilan Hasto: Saksi Agustiani Sebut Ditawari Rp2 Miliar untuk Lakukan Hal Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang pernah menjadi terpidana kasus suap Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina dihadirkan sebagai saksi dalam sidang praperadilan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Jumat (7/2/2025). 

    Sebagaimana diketahui, Komisi Pemebrantasan Korupsi (KPK) menetapkan hasto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka pada pengembangan kasus tersebut. Hasto pun melawan status tersangkanya itu melalui gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

    Pada sidang pemeriksaan, Agustiani Tio dihadirkan sebagai salah satu saksi. Dia sebelumnya telah menyelesaikan hukuman pidananya pada kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, atau bebas murni sejak April 2023. 

    Perempuan yang juga mantan kader PDIP itu mengaku mendapatkan intimidasi dari penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti saat diperiksa dalam pengembangan kasus Harun Masiku tersebut. 

    “Ada lagi begini yang mengintimidasi bagi saya, ‘Bu Tio itu berapa lama sih hukumannya?’ Saya bilang vonis saya empat tahun. ‘Eh Bu Tio, Bu Tio itu menerima empat tahun itu cepat loh itu, ringan loh itu empat tahun’,” tutur Agustina kepada Hakim, dikutip Sabtu (8/2/2025). 

    Dia lalu menceritakan bahwa Rossa diduga mengancamnya dengan menjerat pasal 21 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau terkait dengan perintangan penyidikan. 

    “Terus dia bilang ‘Eh bukan berarti Bu Tio tak bisa lagi loh saya tambah hukumannya, Bu tio tahu kan pasal 21, bu Tio bisa saya kenakan pasal 21.’ Ya sudah lah saya bilang saat ini sudah Lillahi Ta’ala, kalau memang saya masuk lagi berarti Allah menakdirkan saya masuk lagi, kemudian dia keluar sambil mukul meja,” ujar Agustina. 

    DITAWARI RP2 MILIAR

    Selain dugaan intimidasi, Agustina mengaku diiming-imingi uang Rp2 miliar sebelum menjalani pemeriksaan di KPK sebagai saksi pada 6 Januari 2025. 

    Agustina tidak memerinci siapa orang dimaksud, namun dia mengaku diminta untuk memberikan keterangan sejujur-jujurnya kepada penyidik KPK terkait dengan kasus yang kini menjerat Hasto. Dia mengaku bahwa iming-iming uang itu ditujukan untuk memperbaiki ekonominya.

    “Tapi saya jawab saat itu, maaf, karena laki laki, saya panggilnya mas saat itu. ‘Maaf mas saya ini sudah menceritakan yang sejujurnya dan sesungguhnya. Saya tinggal nanti menunggu kalau KPK memanggil saya nanti ketemu, kalau saya tahu saya pasti akan jawab jujur kok. Saya pasti akan menjawab yang sesungguhnya’. Jadi saya bilang gitu sehingga transaksi itu tidak pernah terjadi,” kata Agustina kepada Hakim. 

    Untuk diketahui, Agustina pada 2020 lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Dia bersama anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan kader PDIP Harun Masiku dan Saeful Bahri selaku pemberi. 

    Namun, saat ini hanya Harun yang belum dibawa ke proses hukum lantaran masih berstatus buron sejak 2020. 

    Kini, KPK telah mengembangan penyidikan kasus itu dengan menetapkan Hasto dan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru. Atas penetapannya sebagai tersangka, Hasto lalu mengajukan praperadilan.

    Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menyampaikan bahwa kliennya memohon kepada Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan agar mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang diajukan. Salah satunya yakni menyatakan perbuatan Termohon yakni KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka adalah perbuatan sewenang-wenang. 

    “Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan harus dinyatakan batal,” ujar Maqdir membacakan petitum permohonan praperadilan di ruangan sidang PN Jakarta Selatan.