Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Menkes Budi Gunadi Minta Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun Ini, Ini Alasannya – Halaman all

    Menkes Budi Gunadi Minta Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun Ini, Ini Alasannya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan iuran BPJS Kesehatan sudah seharusnya naik tahun ini karena inflasi biaya kesehatan mencapai 15 persen setiap tahun.

    Karenanya, besaran iuran BPJS kesehatan juga perlu disesuaikan agar terjaga keberlangsungan BPJS Kesehatan.

    “Setiap tahun naiknya 15 persen, kan tidak mungkin uang yang ada sekarang itu bisa menanggung kenaikan yang 15 persen itu,” kata Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, pada Selasa (11/2/2025).

    Budi menambahkan, iuran BPJS Kesehatan terakhir kali naik di tahun 2020 atau 5 tahun lalu. 

    Jika iuran BPJS kesehatan tidak disesuaikan, maka kondisi keuangan BPJS Kesehatan akan kritis dan tidak akan lagi mampu bertahan.

    “Sama aja kita ada inflasi 5 persen, kita bilang gaji pegawai negeri, menteri nggak boleh naik selama 5 tahun, itu kan agak menyedihkan juga, kalau kita bilang ke karyawan kita, supir kita gaji nggak naik selama 5 tahun, pada inflasi 15 persen, kan nggak mungkin,” ucapnya.

    Namun, Budi menyebut kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut harus dijalankan dengan adil tanpa menyasar masyarakat miskin. 

    Menurutnya, masyarakat miskin tetap mendapat bantuan pemerintah jika kenaikan iuran benar dilakukan.

    “Nah kalau naik sekarang kita mesti adil, gimana caranya yang miskin jangan kena, itu tugasnya kita kan. Itu sebabnya yang miskin tetap akan di cover 100 persen, PBI (Penerima Bantuan Iuran). Yang akan naik artinya bebannya pemerintah, dan pemerintah nggak apa-apa secara konstitusi kan tugas kita,” ujarnya.

    Budi mengatakan kenaikan iuran BPJS kesehatan bukanlah kebijakan populer, namun perlu segera diputuskan.

    Sebab, jika dibiarkan tanpa ada kenaikan, dikhawatirkan kondisi ini justru berbahaya bagi BPJS Kesehatan dan masyarakat.

    “Jadi memang ini bukan sesuatu yang populer, tapi somebody harus ngomong gitu kan, kalau enggak kita nanti di ujung-ujung meledak, malah bahaya,” ujarnya.

    “Lebih baik kita bilang secara jujur, bahwa dengan kenaikan inflasi kesehatan 10-15 persen per tahun, sedangkan tarif BPJS yang nggak naik 5 tahun, itu kan nggak mungkin, jadi harus naik,” tandasnya.

    Di sisi lain, Kemenkes akan mengubah sistem pembayaran klaim BPJS kesehatan ke rumah sakit. 

    Budi menjelaskan saat ini Indonesia menerapkan sistem INA-CBG’s dalam pembayaran klaim BPJS ke rumah sakit. 

    INA-CBG’S itu merupakan sistem pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

    Budi mengatakan model INA-CBG’s yang diimpor dari Malaysia tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi di Indonesia, baik dari segi paket tarif maupun kecocokan dengan jenis layanan rumah sakit di tanah air.

    “Kita mau ubah menjadi Indonesia DRG Group. Kenapa? Karena kita ambil INA-CBG’S kita ambil itu modelnya model Malaysia, kita import saja. Jadi, banyak yang belum cocok dengan kondisi di Indonesia dan juga paket-paketnya juga enggak cocok,” kata Budi.

  • Bocoran Rencana Asuransi Swasta Biayai Peserta BPJS Kesehatan

    Bocoran Rencana Asuransi Swasta Biayai Peserta BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan keterlibatan asuransi swasta untuk peserta BPJS Kesehatan kelompok kaya. Menurut Budi skema ini bakal menguntungkan semua pihak saat Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) diterapkan.

    Budi menjelaskan beban yang harus ditanggung oleh BPJS kesehatan untuk menanggung biaya pengobatan kelompok kaya dan miskin cukup berat.

    Di sisi lain, pemerintah juga ingin memperbesar porsi asuransi swasta di Indonesia.

    “Memang untuk beban kesehatan yang total, termasuk orang kaya yang miskin di jumlah, kita tahu, itu sangat berat, impossible untuk ditangguh BPJS sendiri. Itu dasarnya,” ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Budi sempat menjelaskan bagaimana skema combine benefit akan berjalan ke depannya. Menurut Budi, orang yang tergolong mampu cenderung memilih kelas rumah sakit yang tinggi.

    Misalnya untuk biaya rumah sakit Rp 10 juta, BPJS memberikan pembayaran sebesar Rp 2 juta. Kemudian dari jumlah Rp 2 juta itu BPJS akan membayar sebesar 70%, sementara sisanya oleh asuransi swasta.

    “Mekanisme yang kita bikin adalah orang itu dibayar oleh BPJS, klaimnya, ke rumah sakitnya, 70% dari Rp 2 juta. Bagus dong buat BPJS? Kalau orang ini sebenarnya mengklaim yang ambil ke BPJS, dia bayarnya beban BPJS Rp 2 juta kan,” tuturnya.

    “Sekarang, yang namanya combine benefit, jadi benefitnya orang itu yang harus bayar Rp 10 juta, dibayarin BPJS, Rp 1,4 juta. Buat BPJS untung, daripada dia bayar klaim BPJS Rp 2 juta, dia bayar Rp 1,4 juta. Sisanya dibayarkan asuransi swasta. Asuransi swastanya nggak usah bayar Rp 10 juta, bayarnya Rp 10 juta kurang Rp 1,4 juta. Untung asuransi swastanya,” tambah dia.

    BPJS Kesehatan untung karena membayar lebih sedikit, sementara pasien untung karena mendapatkan kelas yang lebih mahal tapi bayarnya hanya sekali.

    Menurutnya yang saat ini terjadi banyak orang kaya mengklaim obat-obat mahal ke BPJS Kesehatan sehingga menambah jumlah beban. Padahal ia menilai pihak swasta bisa berperan di situ.

    Pada kesempatan itu Budi juga menegaskan tidak ada paksaan untuk menambah asuransi swasta meski sudah memiliki BPJS Kesehatan. Meskipun budi memberikan catatan adanya potensi pembatasan limit klaim pada kelompok orang kaya.

    “Dia nggak boleh naik dengan seenaknya. Kalau sekarang kan dia naik seenaknya, di charge BPJS-nya mahal. Itu dia nggak boleh naik. Karena saya mau atur, saya nggak boleh naik aja. Itu sebabnya kenapa saya suka dengan satu kelas. Karena ini kan asuransi sosial namanya,” sebutnya.

    “Asuransi sosial, berisi gotong royong, yang kaya harus bayar lebih. Daripada yang miskin, dan dapetin yang sama. Kalau sekarang kan konsep sosial gotong royongnya banci. Karena yang kaya bayar lebih, dia harus dapat lebih bagus. Nah itu bukan asuransi sosial dong,” tutupnya.

    (ily/hns)

  • Bertemu Dedi Mulyadi, Legislator PKB Jabar Titipkan Dasa Aratula untuk Jawa Barat

    Bertemu Dedi Mulyadi, Legislator PKB Jabar Titipkan Dasa Aratula untuk Jawa Barat

    JABAR EKSPRES – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah menyampaikan sepuluh harapan strategis kepada Gubernur Jabar terpilih, Dedi Mulyadi.

    Sepuluh harapan strategis atau Dasa Aratula tersebut, disampaikan kepada Gubernur Jabar terpilih dalam pertemuan bersama anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat di Lembur Pakuan, Subang, Selasa, 11 Februari 2025.

    Maulana menilai, Dasa Aratula ini merupakan sepuluh harapan atau cita-cita hasil dari pengamatan terhadap permasalahan yang ia temui selama menjabat sebagai DPRD Provinsi Jabar.

    “Saya menitipkan sepuluh harapan agar mampu dijalankan atas kekuasaan, kewenangan, dan kebaikan Gubernur terpilih, Kang Dedi Mulyadi, untuk mengurangi permasalahan yang ada di Jawa Barat,” katanya kepada Jabar Ekspres melalui seluler, Selasa (11/2).

    BACA JUGA: Komisi III DPRD Kota Banjar Akan Minta Penjelasan Soal DAU Disdik dalam Rapat Kerja

    Maulana juga menegaskan, sebagai wakil rakyat, dirinya memiliki tanggung jawab untuk memastikan aspirasi masyarakat, terutama kelompok yang terpinggirkan benar-benar diperjuangkan dalam kebijakan dan program pembangunan daerah.

    Dasa Aratula untuk Jawa Barat

    Sepuluh poin Dasa Aratula yang disampaikan Maulana Yusuf Erwinsyah kepada Gubernur terpilih Dedi Mulyadi, meliputi:

    1. Peningkatan kesejahteraan guru, termasuk guru ngaji.
    2. Pengangkatan guru dan tenaga pendidikan minimal melalui skema PPPK.
    3. Kepedulian terhadap anak-anak miskin dan yatim piatu sebagai bagian dari keberkahan kepemimpinan.
    4. Penyediaan minimal satu guru BK di setiap sekolah untuk mengatasi masalah kekerasan dan kesehatan mental.
    5. Penyelesaian kisruh ijazah tanpa merugikan sekolah swasta maupun siswa.
    6. Gerakan bersama untuk mengurangi tingginya angka kecelakaan pelajar di Jawa Barat.
    7. Penambahan kuota pelatihan vokasi untuk menekan angka pengangguran.
    8. Integrasi data pendidikan dan kebijakan untuk mengatasi dominasi lulusan SMK dalam angka pengangguran.
    9. Pengurangan pengangguran pemuda dan peningkatan PAD pada 2027 melalui optimalisasi aset Pemprov Jabar.
    10. Peningkatan modal alih profesi bagi pekerja seks komersial (PSK).

    BACA JUGA: Komisi IV DPRD Jabar Galang Dukungan DPR RI Dongkrak BIJB Kertajati

    Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berharap, program-program tersebut dapat menjadi perhatian utama dalam pemerintahan baru di Jawa Barat.

  • Lapor Pajak Pakai Coretax dan e-Faktur, Pengusaha Khawatirkan Administrasi Tak Sinkron

    Lapor Pajak Pakai Coretax dan e-Faktur, Pengusaha Khawatirkan Administrasi Tak Sinkron

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha berharap keputusan Direktorat Jenderal Pajak untuk menggunakan dua sistem administrasi perpajakan tidak membuat wajib pajak repot dengan melapor dua kali.

    Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama meminta agar Direktorat Jenderal Pajak bisa memastikan bahwa data dalam Coretax (sistem baru) dan DJP Online (sistem lama) tersinkronisasi.

    “Sehingga nanti yang dikerjakan melalui DJP Online juga bisa terekam di Coretax, sehingga ke depan tidak perlu dikerjakan berulang,” jelas Siddhi kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025).

    Di samping itu, dia mengapresiasi keputusan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengaktifkan kembali sistem administrasi perpajakan yang lama. Menurut Apindo, sambungnya, pengaktifan kembali sistem administrasi perpajakan lama merupakan solusi yang bijak

    “Walaupun sudah ada peningkatan layanan Coretax, tapi berbagai kendala memang masih sering terjadi sehingga penggunaan Coretax belum maksimal,” ujar Siddhi.

    Sebagai informasi, sebelumnya Komisi XI DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo untuk membahas permasalahan implementasi Coretax.

    Pada rapat tersebut, Komisi XI DPR khawatir penerimaan negara terganggunya akibat permasalahan implementasi Coretax yang masih kerap ditemukan usai diluncurkan pada 1 Januari 2025.

    Oleh sebab itu, Komisi XI meminta Ditjen Pajak untuk memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi agar setoran pajak tidak terganggu.

    Bahkan, Dewan sempat meminta agar pengimplementasian Coretax ditunda. Kendati demikian, terjadi perdebatan.

    Pada akhirnya disepakati jalan tengah yaitu Coretax tetap berjalan namun Direktorat Jenderal Pajak menerapkan sistem perpajakan yang lama seperti DJP Online hingga e-Faktur Desktop.

  • Respons PDIP Soal Wacana Retreat Kepala Daerah di Tengah Efisiensi Besar-besaran

    Respons PDIP Soal Wacana Retreat Kepala Daerah di Tengah Efisiensi Besar-besaran

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menuturkan retreat kepala daerah diperlukan agar para kepala daerah itu bisa mendapatkan arahan dan tujuan dari pemerintah pusat secara langsung.

    Akan tetapi, dia enggan berkomentar banyak mengenai pendapatnya soal pelaksanaan retreat kepala daerah yang dilakukan di tengah-tengah efisiensi anggaran 2025.

    “Nilai sendiri saja apa itu efisiensi apa nggak. Presiden butuh [retreat] untuk supaya kepala daerah mendapatkan langsung first hand apa yang ada dalam pikiran presiden,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).

    Menurut legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini, sebenarnya banyak program pemerintah pusat yang berimplikasi langsung terhadap daerah. Program-program ini pun dianggapnya berpengaruh terhadap anggaran daerah.

    “Seperti pemotongan anggaran, lalu gotong royong untuk dana makan bergizi gratis, ya kan semua perlu, supaya nanti tentu implikasinya juga terhadap belanja daerah,” urainya.

    Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengklaim bahwa kegiatan pembekalan atau Retreat bagi Kepala Daerah merupakan bentuk efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).  

    Menurut Bima, program ini justru menghemat anggaran dibandingkan dengan metode pembekalan sebelumnya. Karena jadi tak perlu mengadakan secara berulang kali. 

    “Sebetulnya justru ini efisiensi. Tadinya pembekalan kepala daerah dilakukan beberapa kali dan dalam durasi lebih lama. Contohnya, pembekalan di Lemhannas bisa memakan waktu hingga dua bulan, sementara di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri juga ada program serupa. Nah, sekarang ini disatukan dalam satu minggu saja, jadi jauh lebih hemat,” tuturnya kepada wartawan melalui pesan teks, Selasa (11/2/2025).

  • Wamen Polkam Usul Bentuk Sea And Coast Guard untuk Amankan Laut

    Wamen Polkam Usul Bentuk Sea And Coast Guard untuk Amankan Laut

    Wamen Polkam Usul Bentuk Sea And Coast Guard untuk Amankan Laut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamenko Polkam)
    Lodewijk F Paulus
    mengusulkan pembentukan
    Sea and Coast Guard
    Indonesia.
    Lembaga tersebut nantinya harus menjadi
    leading sector
    yang bertanggung jawab dalam koordinasi
    penegakan hukum
    , serta menjaga keamanan dan keselamatan di laut.
    “Perlu dibentuk
    sea and coast guard
    , jadi jangan Bakamla lagi.
    Sea and coast guard
    Indonesia sebagai
    leading sector
    yang memiliki tugas dan wewenang mengkoordinasikan penegakan hukum di laut, menjaga keamanan dan keselamatan sesuai tataran kemampuan yang diberikan,” ujar Lodewijk dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
    Menurut Lodewijk, lembaga baru tersebut harus diberikan kewenangan penuh dalam penegakan hukum di laut, agar sistem
    keamanan maritim
    Indonesia lebih efektif dan terintegrasi.
    “Jangan seakan-akan hanya koordinasi, nanti bukan
    coast guard
    yang keluar, tapi Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut). Padahal sudah dievaluasi Bakorkamla tidak bisa atau tidak berfungsi dengan baik,” kata Lodewijk.
    “Diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk penegakan hukum di laut. Diberi kewenangan yang sekarang saya katakan itu mereka tidak punya,” sambungnya.
    Mantan Komandan Jenderal Kopassus itu berpandangan bahwa Bakamla tidak memiliki landasan hukum untuk menindak pelanggaran hukum di laut.
    Dia pun menyinggung Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut yang tidak selaras dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
    Menurut Lodewijk, di dalam UU tersebut dijelaskan bahwa kewenangan penegakan hukum di laut diberikan kepada instansi tertentu seperti TNI AL, Polairud, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    “Artinya, kalau Perpres ini dibawa ke katakan JR (judicial review) pasti langsung gugur karena bertentangan dengan undang-undang di atasnya atau Undang-Undang Dasar 1945, itu yang jadi dilema untuk kita,” ucap Lodewijk.
    Atas dasar itu, Lodewijk berharap pembentukan
    sea and coast guard
    dibarengi dengan penyusunan regulasi yang jelas, terutama soal pemberian kewenangan penuh dalam hal koordinasi dan penegakan hukum.
    “Diperlukan satu regulasi khusus yang bersifat tunggal dan integratif untuk mengatur tata kelola di laut. Pertama, perlu dirumuskan rancangan undang-undang tentang keamanan laut,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yusril: Reynhard Sinaga Tak Prioritas, Ada 54 WNI Dipidana Mati di LN

    Yusril: Reynhard Sinaga Tak Prioritas, Ada 54 WNI Dipidana Mati di LN

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa rencana pemulangan Reynhard Sinaga hingga Hambali tak jadi prioritas pemerintah. Dirinya mengatakan ada kasus lain yang perlu ditangani, seperti penanganan 54 WNI yang akan dihukum mati.

    Hal itu dikatakan Yusril dalam rapat bersama Komisi I DPR RI, di kompleks Parlemen Senayan, Selasa (11/2/2025). Yusril menjawab pertanyaan anggota Komisi I DPR, Sarifah Ainun Jariyah.

    “Terkait kasus RG. Saya harap nanti kasus RG ini. Saya sudah mendengar bahwa ini tidak menjadi prioritas dari pemerintah dan semoga itu benar. Reynhard Sinaga, jadi saya harap kasus ini tidak, saya harap kasus ini tidak usah menjadi prioritas pemerintah,” kata Sarifah.

    Yusril pun menjawab memang ada banyak kasus lain yang perlu ditangani, salah satunya WNI yang akan dipidana mati di Malaysia hingga Arab Saudi. Dirinya pun menyebut telah membahas hal tersebut dengan Arab Saudi.

    “Jadi lebih banyak kasus lain yang perlu ditangani seperti ada sekitar 54 WNI yang dipidana mati di Malaysia juga di Arab Saudi dan kami mulai membahas masalah ini dengan Arab Saudi,” kata Yusril.

    “Pembicaraan sudah dimulai dan juga terkait kementerian lain yang menangani pekerja migran juga Kemenlu yang concern terhadap perlindungan WNI,” tambahnya.

    Yusril menegaskan kasus keduanya tidak jadi prioritas karena masalahnya cukup rumit. Selain itu, dirinya mempertimbangkan pandangan masyarakat.

    “Kita mempertimbangkan pandangan masyarakat terhadap kedua orang ini, kami sampai pada kesimpulan, kami pelajari, kami concern soal itu, karena menjadi tanggung jawab negara,” tuturnya.

    Sebelumnya, Yusril mengatakan pemulangan pelaku bom Bali 2002, Hambali, dan kasus predator seksual, Reynhard Sinaga, bukan prioritas. Dia mengatakan pemerintah memprioritaskan membantu para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dijatuhi hukuman mati.

    Yusril mengatakan Reynhard baru bisa mengajukan keluar dari penjara setelah menjalani hukuman sekitar 40 tahun. Dia mengatakan hal itu membuat pemulangan Reynhard bukan prioritas.

    “Jadi tidak menjadi suatu prioritas yang perlu kita selesaikan. Seperti halnya kasus-kasus yang lain yang mungkin perlu kita selesaikan ya,” ujar Yusril.

    (ial/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menkes Targetkan Semua RS Terapkan Kelas Rawat Inap Standar pada Juni 2025 – Halaman all

    Menkes Targetkan Semua RS Terapkan Kelas Rawat Inap Standar pada Juni 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan, semua Rumah Sakit (RS) di Indonesia, mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai pengganti Kelas I, II dan III dalam BPJS Kesehatan pada Juni 2025.

    Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR pada Selasa (11/2/2025).

    “Juni ini kita harapkan semua rumah sakit sudah melaksanakan implementasi KRIS, dari 3.228 ada 115 rumah sakit yang kita tidak masuk kewajibannya untuk KRIS,” ujarnya.

    “Ada 3.113, nah ini setengah-setengah lah ya swasta lebih banyak sediki, kemudian ada rumah sakit pemerintah,” imbuhnya.

    Budi menegaskan, tujuan KRIS bukan untuk penghapusan kelas.

    Namun untuk menghadirkan agar ada standar minimal untuk layanan kesehatan yang dapat diakses masyarakat.

    “Jadi tujuan utamanya bukan dari sisi kelas tapi layanan kesehatannya minimal sama dan standarnya terpenuhi,” ucapnya.

    Budi menjelaskan, ada 12 standar kriteria implementasi KRIS.

    Menurut Budi, ada empat kriteria yang masih banyak belum terpenuhi.

    Yakni ukuran pintu kamar mandi yang tidak muat dimasuki kursi roda, kelengkapan Nurse Call dan stop kontak, outlet oksigen di setiap tempat tidur dan ketersediaan kamar mandi di dalam ruangan.

    “Yang agak memerlukan effort tapi menurut kita sangat manusiawi adalah pasang kamar mandi di dalam. Jadi kamar mandinya enggak ush ke luar karena yang bersangkutan kan udah pasien sakit. Kalau bisa kamar mandinya di dalam ruangan tempat tidur mereka, seperti hotel lah,” pungkasnya.

     

  • Yusril Sebut Seharusnya Pemerintah Punya Badan Legislasi Nasional, Ini Tugasnya – Page 3

    Yusril Sebut Seharusnya Pemerintah Punya Badan Legislasi Nasional, Ini Tugasnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah seharusnya memiliki suatu badan yang berfungsi seperti Badan Legislasi (Baleg) di DPR RI. Menurut dia, badan tersebut bernama Badan Legislasi Nasional.

    “Pemerintah semestinya dengan amanat Undang-Undang 12 tahun 2011 itu juga mempunyai satu badan yang menggodok program legislasi internal pemerintah dan itu bisa diharapkan menjadi counterpart dari badan legislasi DPR,” kata Yusril saat rapat bersama Komisi I DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Yusril menjelaskan, sebelumnya tugas-tugas penggodokan program legislasi ada di bawah kewenangan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang dijalankan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Namun di era Presiden Prabowo, kementerian tersebut dipecah menjadi tiga serta ditambahkan satu menteri koordinator yang mengkoordinasi tiga lembaga tersebut.

    “Namun pembentukan Badan Legislasi Nasional juga belum dilakukan. Kami menyampaikan kepada pak presiden untuk melakukan rapat koordinasi dengan tiga menteri di bawah koordinasi kementerian koordinator untuk mengusulkan untuk pembentukan Badan Legislasi Nasional,” jelas Yusril.

    Yusril mengungkap, bisa saja Badan Legislasi Nasional menjadi transformasi dari BPHN yang dikepalai oleh menteri hukum atau kementerian koordinator yang mengambil alih kewenangannya.

    “Mungkin dibentuk badan baru mungkin juga mentransformasikan BPHN yang ada sekarang di-transform ke atas diusulkan apakah itu akan di bawah Kementerian Hukum sehingga menteri hukum merangkap juga sebagai kepala Badan Legislasi Nasional seperti Bappenas ataukah akan ditarik ke Kemenko itu diserahkan kepada pak presiden,” imbuh dia.

     

  • DPR Pertanyakan Ketidakhadiran Bahlil dan Mensesneg dalam Rapat Revisi UU Minerba  – Halaman all

    DPR Pertanyakan Ketidakhadiran Bahlil dan Mensesneg dalam Rapat Revisi UU Minerba  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi PDIP, I Nyoman Parta, mempersoalkan ketidakhadiran Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat pembahasan revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

    Rapat tersebut berlangsung di ruangan Baleg DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Hadir dalam rapat tersebut perwakilan pemerintah di antaranya Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung.

    Nyoman mengatakan, ketidakhadiran dua menteri tersebut tidak sesuai dengan kebiasaan dalam pembahasan revisi undang-undang.

    “Kalau bapak mengundang menteri, menterinya yang harus hadir. Harusnya menteri yang hadir. Itu kebiasaan saya dulu di Komisi VI. Kalau Menterinya enggak datang kita enggak jadi rapat,” kata Nyoman dalam rapat.

    Menanggapi hal tersebut, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan, dalam surat presiden (Surpres) dikatakan bahwa menteri tidak diharuskan hadir bersamaan untuk mewakili pemerintah.

    “Di dalam Supres; satu, bahwa menteri itu boleh sendiri-sendiri atau bersama-sama, itu pemerintah,” ujar Supratman.

    Selain itu, kata Supratman, DPR periode sebelumnya memutuskan bahwa rapat boleh diwakili oleh wakil menteri. 

    “Jadi sejak periode yang lalu, menteri tidak mutlak harus datang. Tetapi wakil menteri pun boleh mewakili menteri untuk hadir dalam rapat kerja,” tuturnya.

    Hal senada disampaikan anggota Baleg DPR Fraksi Demokrat, Benny Harman. Dia mengatakan, kehadiran salah satu perwakilan pemerintah sudah cukup untuk mewakili Presiden dalam rapat tersebut.

    “Jadi tidak wajib tiga-tiganya datang. Salah satu saja datang, itu sudah cukup itu mewakili presiden. Bahwa menteri ndak datang yang lain-lain itu ya mungkin beliau ndak menganggap penting ini, ndak masalah,” tegasnya.