Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Sampah di Jabar Kembali Menggunung, Bagaimana Solusinya?

    Sampah di Jabar Kembali Menggunung, Bagaimana Solusinya?

    Liputan6.com, Bandung – Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama stakeholder terkait saat ini tengah meramu solusi untuk mengatasi permasalahan sampah. Terlebih saat ini Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat dinilai sudah tidak layak untuk terus menerus menampung sampah.

    “Saya katakan belum optimal, buktinya ini (sampah) masih terus, masalah lagi, masalah lagi,” kata Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan, di Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat (14/11/2025).

    Erwan mendorong kepada seluruh kepala daerah untuk segera melakukan kordinasi guna merumuskan masalah sampah. Erwan pun tidak ingin sampah menjadi pembahasan berulang di wilayah aglomerasi Bandung Raya.

    “Para kepala daerah Bandung Raya ini memang harus segera berkumpul segera merumuskan apa yang paling tepat untuk permasalahan sampah ini. Jangan sampai setiap tahun permasalahannya itu lagi, itu lagi. Jangan sampai kita masalah itu terus hanya masalah sampah sampah,” jelas dia.

    Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono mengatakan, pihaknya mendukung berbagai rencana untuk mengatasi permasalahan sampah. Termasuk dengan usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tentang TPA Sarimukti untuk dijadikan lokasi pelaksanaan program Waste To Energy (WTE) dengan Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL).

    “Sampah kan memang dari dulu ya persoalan Bandung Raya ini belum terselesaikan. Ada beberapa opsi teknologi pengolahan sampah yang saat ini juga belum beres. Ya, problem dari mungkin 10 tahun yang lalu saya jadi anggota Komisi 4 di DPR RI,” kata Ono di tempat yang sama.

    Dia mengatakan, sejumlah rencana untuk mengatasi sampah hingga kini belum juga terealisasi. Ono menilai, pihak terkait seharusnya segera mencari penyebab rencana-rencana tersebut belum bisa berjalan sehingga sampah kembali menumpuk.

    “Kita semua tahu kan listrik Indonesia didominasi oleh PLN. Padahal kita mempunyai sumber energi ya selain batu bara dan yang lainnya seperti misalnya surya, air, sampah, geotermal, dan lain-lain,” ucap Ono.

     

  • Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan Dihapus, Begini Prosedurnya

    Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan Dihapus, Begini Prosedurnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan terbaru dari BPJS Kesehatan membuka babak baru dalam pelayanan kesehatan di Indonesia, pasien kini tidak lagi harus mengikuti sistem rujukan berjenjang yang panjang, melainkan bisa langsung dirujuk ke rumah sakit tipe A jika kondisi medis membutuhkannya.

    Langkah ini didorong untuk mewujudkan sistem rujukan berbasis kompetensi, mempercepat akses layanan, serta menekan birokrasi yang selama ini menjadi penghambat penanganan pasien secara tepat waktu.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, mengatakan sistem rujukan menjadi berbasis kompetensi, bukan sekadar urutan administratif. Pasien akan mendapatkan proses rujukan yang lebih sederhana dan cepat, rumah sakit tipe A dapat menerima kasus sesuai kebutuhan tanpa harus menunggu urutan administratif.

    “Kita akan ubah rujukannya berbasis kompetensi supaya menghemat BPJS juga. Dari BPJS lebih murah, dari masyarakat lebih senang, enggak usah dirujuk tiga kali, keburu wafat nanti dia,” kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR dan BPJS Kesehatan di gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Bagaimana Sistem Rujukan Sebelumnya?

    Sistem rujukan layanan kesehatan dalam program BPJS Kesehatan selama ini menggunakan mekanisme rujukan berjenjang yang mengharuskan peserta memulai pemeriksaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas atau klinik dokter.

    Jika membutuhkan penanganan lebih lanjut, peserta baru dapat dirujuk ke rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lebih tinggi mulai dari RS tipe D, kemudian C, lalu B, dan pada akhirnya RS tipe A yang memiliki fasilitas paling lengkap.

    Mekanisme tersebut awalnya dirancang untuk memastikan kasus ringan ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rumah sakit besar dapat fokus pada kasus yang lebih kompleks.

    Namun dalam praktiknya, sistem berjenjang sering menimbulkan berbagai hambatan seperti proses administrasi yang panjang, keterlambatan penanganan akibat harus melewati beberapa fasilitas terlebih dahulu, serta ketimpangan kompetensi antar fasilitas kesehatan yang membuat banyak kasus kembali dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.

    Kebijakan Baru Sistem BPJS kesehatan

    Pemerintah melalui BPJS Kesehatan, di bawah arahan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, berencana mengubah sistem rujukan agar peserta tidak lagi harus berpindah fasilitas berkali-kali sebelum mendapat perawatan yang sesuai.

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Azhar Jaya, menjelaskan bahwa penerapan rujukan berbasis kompetensi membuat pasien langsung diarahkan ke rumah sakit yang paling mampu menangani kondisi medisnya, tanpa harus melewati jenjang kelas rumah sakit terlebih dahulu.

    “Di sini pasien akan dirujuk sesuai dengan kebutuhannya. Jadi, tidak harus berjenjang. Jadi, sesuai dengan kebutuhannya,” jelas Azhar.

    Selama ini, mekanisme rujukan berlapis yang mengharuskan pasien melewati fasilitas kesehatan tingkat pertama lalu rumah sakit tipe C, tipe B hingga akhirnya tipe A sering menyebabkan penanganan terlambat.

    Kondisi ini sangat berisiko bagi pasien dengan penyakit gawat seperti serangan jantung yang sebenarnya membutuhkan penanganan segera di rumah sakit dengan kemampuan tertinggi.

    Menurut Azhar, model rujukan ini juga akan membuat layanan lebih efisien sekaligus menghemat pengeluaran karena pasien ditangani hingga selesai di satu rumah sakit saja.

    Prosedur Rujukan Langsung ke RS Tipe A

    Rujukan dalam kebijakan baru akan dilakukan berdasarkan kapasitas dan kompetensi fasilitas kesehatan, bukan lagi mengikuti urutan administratif seperti sebelumnya.

    Dengan pendekatan ini, pasien dapat langsung dikirim ke rumah sakit yang memiliki kemampuan paling sesuai untuk menangani kondisinya sejak awal.

    Pemerintah juga menyiapkan penyederhanaan pada sisi tarif dan administrasi BPJS Kesehatan agar proses layanan menjadi lebih jelas dan efisien.

    Beberapa kode tarif yang dinilai membingungkan fasilitas kesehatan akan digabungkan, sementara layanan rawat jalan kini dikembangkan menjadi 159 kategori sehingga sistem pembayaran lebih akurat dan selaras dengan kebutuhan medis pasien.

    Menkes Budi juga menegaskan, alur tetap dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Namun dokter FKTP akan menentukan langsung level layanan yang dibutuhkan pasien.

    “Dokter tingkat pertama akan menentukan arahnya ke mana. Misalnya pasien strok, kalau cukup ditangani layanan tingkat C, dia langsung ke RS dengan layanan strok tingkat C. Kalau kasusnya lebih berat, langsung ke tingkat B,” ujar Budi.

    Pasien tidak perlu lagi mengalami perpindahan kamar atau berganti-ganti rumah sakit sebelum mendapatkan layanan yang tepat. Meskipun begitu, mekanisme baru ini masih dalam tahap finalisasi dan sedang dipercepat proses penerapannya.

    Menurut Azhar, sistem rujukan yang baru akan mempertimbangkan tingkat keparahan dan kebutuhan medis setiap pasien. Ia menegaskan bahwa rujukan ke rumah sakit nantinya tidak didasarkan pada tingkatan kelas rumah sakit, tetapi pada kemampuan layanan yang paling sesuai untuk menangani kondisi pasien.

    “Rujukan bisa langsung ke rumah sakit madya, utama, atau paripurna tergantung kebutuhan medis pasien. Tujuannya agar perawatan lebih cepat, tepat, dan efisien,” kata Azhar.

    Bagaimana Dampaknya bagi BPJS Kesehatan?

    Budi menjelaskan bahwa penerapan sistem rujukan berbasis kompetensi akan membuat pengeluaran BPJS Kesehatan menjadi lebih efisien.

    Pada mekanisme lama, BPJS harus menanggung biaya di beberapa rumah sakit karena pasien dipindahkan secara bertahap.

    Dengan model baru, seluruh penanganan dilakukan langsung di rumah sakit yang paling mampu sehingga hanya ada satu kali pembayaran.

    “Harusnya dengan demikian, BPJS enggak usah keluar uang tiga kali. Dia keluar sekali saja, tok, langsung dinaikin ke rumah sakit yang paling atas,” tegas Budi

    Tidak hanya dari sisi biaya, perubahan ini juga diprediksi dapat mempercepat layanan medis dan meningkatkan pengalaman peserta BPJS saat mendapatkan perawatan.

    Pemerintah sudah menyiapkan langkah konkret untuk memperbarui sistem rujukan. Ia menegaskan bahwa nantinya rujukan tidak lagi mengikuti urutan kelas rumah sakit, tetapi menyesuaikan dengan kompetensi fasilitas dan kebutuhan pasien.

    “Ke depan, kami akan memperbaiki sistem rujukan. Kalau saat ini rujukannya berjenjang, yaitu dari rumah sakit kelas D, kemudian kelas C, kemudian kelas B, sampai kelas A, maka ke depan kami akan melakukan perubahan perbaikan rujukan, menjadi rujukan berbasis kompetensi,” ujar Azhar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

  • Kejar Tayang Pengesahan RUU KUHAP

    Kejar Tayang Pengesahan RUU KUHAP

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi III DPR dan pemerintah sudah rampung membahas Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Dalam rapat, Kamis (13/11/2025), disepakati RUU tersebut dibawa untuk disahkan dalam sidang paripurna pada pekan depan. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mengingatkan RUU ini masih memuat sejumlah pasal bermasalah. Presiden Prabowo Subianto diminta segera menarik kembali drafnya.

    Pembahasan RUU KUHAP sudah dimulai sejak Maret 2025 dan terus dikebut. Targetnya bisa disahkan sebelum akhir tahun agar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku efektif pada awal 2026, bisa dijalankan. 

    “Ini memang semaksimal mungkin bisa diselesaikan pada 2025, karena KUHAP itu akan berlaku pada 2 Januari 2026,” kata Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej dalam rapat panitia kerja (panja) RUU KUHAP Bersama Baleg DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Menurutnya, mulai awal 2026, KUHP lama sudah tidak berlaku lagi. Jika RUU KUHAP tidak disahkan, maka aparat penegak hukum akan kehilangan legitimasi untuk melakukan upaya paksa.

    Pemerintah dan Komisi III DPR melanjutkan rapat panja revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Kamis, 13 November 2025. – (Beritasatu.com/Ilham Oktafian)

    Akhirnya, dalam rapat itu, seluruh peserta termasuk delapan fraksi di DPR setuju RUU KUHAP untuk dibawa ke paripurna untuk disahkan.

    “Pengesahan minggu depan, (dalam rapat paripurna) terdekat,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.

    Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan ada 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR. 

    Pertama, penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional. 

    Kedua, penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.

    Ketiga, penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan.

    Keempat, perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana. 

    Kelima, penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, peradilan yang adil, dan perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan.

    Keenam, penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, termasuk kewajiban pendampingan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh negara.

    Ketujuh, pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. 

    Kedelapan, perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, disertai kewajiban aparat untuk melakukan asesmen dan menyediakan sarana pemeriksaan yang ramah. 

    Kesembilan, penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.  

    Kesepuluh, perbaikan pengaturan tentang upaya paksa dengan memperkuat perlindungan HAM dan asas due process of law, termasuk pembatasan waktu dan kontrol yudisial oleh pengadilan. 

    Kesebelas, pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku korporasi.

    Kedua belas, pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.

    Ketiga belas, pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai hak korban dan pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur penegakan hukum. 

    Keempat belas, modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai proses pembahasan RUU KUHAP dan substansi yang diputuskan dalam rapat tersebut bermasalah.

    “Proses pembahasan tampak terburu-buru untuk mengejar pengesahan KUHAP agar dapat berlaku bersamaan dengan KUHP baru pada Januari 2026,” kata Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP Muhammad Isnur, Jumat (14/11/2025).

    Menurutnya, Panja RUU KUHAP tidak mengakomodasi masukan-masukan yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil sehingga RUU KUHAP yang disetuju dibawa ke paripurna tersebut masih memuat pasal-pasal bermasalah, pasal karet, dan pasal yang menyuburkan praktik penyalahgunaan wewenang.

    Tangkapan layar draf DIM RUU KUHAP. – (Beritasatu.com/Sukarjito)

    Dia menyoroti operasi operasi undercover buy (pembelian terselubung) dan controlled delivery (pengiriman di bawah pengawasan) yang sebelumnya hanya menjadi kewenangan penyidikan kasus narkotika, tetapi dalam RUU KUHAP berpotensi bisa digunakan untuk pidana lain tanpa batas dan pengawasan hakim (Pasal 16). Kewenangan yang sangat luas ini dinilai bisa membuka peluang terjadinya penjebakan (entrapment), karena aparat dapat merekayasa siapa pelaku dalam rangka menentukan ada atau tidaknya tindak pidana pada tahap penyelidikan.

    Kemudian pada Pasal 5 RUU KUHAP, menurutnya, semua bisa saja ditangkap dan ditahan pada tahap penyelidikan meski belum terkonfirmasi tindak pidana, karena aparat diberi kewenangan melakukan itu. Padahal, dalam KUHAP yang masih berlaku, aparat tidak boleh melakukan penahanan pada tahap penyelidikan.  

    Koalisi juga menyorot pasal yang mengatur upaya paksa penangkapan dan penahanan dalam RUU KUHAP yang dinilai bisa memberi ruang kesewenang-wenangan bagi aparat tanpa melalui mekanisme pengawasan pengadilan.

    RUU KUHAP juga dinilai memberikan kewenangan kepada penyidik untuk menyadap tanpa izin hakim, sehingga semua warga negara berpotensi terkena sadap, blokir, hingga penyitaan atas penilaian subjektivitas aparat.

  • Video Menkes Usul BPJS Fokus Kelas Bawah, Orang Kaya Pakai Asuransi Swasta

    Video Menkes Usul BPJS Fokus Kelas Bawah, Orang Kaya Pakai Asuransi Swasta

    Jakarta

    Menkes Budi Gunadi Sadikin mengusulkan BPJS Kesehatan fokus melayani masyarakat kelas bawah dan orang mampu atau orang kaya dapat menggunakan asuransi swasta.

    Budi berharap, biaya perawatan orang-orang kaya dicover oleh pihak swasta. Dengan begitu, Budi yakin semua masyarakat Indonesia bisa dicover oleh BPJS Kesehatan

    Rencananya kita akan lakukan kelas rawat inap standar. Ini maksudnya apa? Supaya ya udah BPJS itu fokusnya ke yang bawah aja walaupun ini debat terus BPJS tapi saya bilang BPJS nggak usah cover yang kaya-kaya deh, kenapa karena kaya kelas 1 itu biarin diambil swasta, ujar Menkes Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI.

    Nah, kalau detikers mau nonton berita video yang seru lainnya klik di sini ya.

    (/)

    menkes budi gunadi sadikin bpjs kesehatan masyarakat kelas bawah orang kaya asuransi swasta

  • Tunggu Pak Rosan Pulang dari Australia

    Tunggu Pak Rosan Pulang dari Australia

    Jakarta

    Wacana penggabungan dua aplikator raksasa transportasi online di Indonesia, Grab dan GOTO mengemuka. Badan Pengelola Investasi Danantara disebut-sebut juga akan terlibat dalam kesepakatan besar itu.

    Istana pun secara langsung memantau kesepakatan tersebut, sebab penggabungan kedua perusahaan disebut-sebut merupakan hasil pembicaraan langsung antara Presiden Prabowo Subianto dengan Grab dan GOTO yang merupakan dua aplikasi dengan pangsa pasar terbesar.

    Terkini, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan kelanjutan merger antara dua perusahaan besar itu masih menunggu Danantara. Dia bilang belum mendapatkan laporan terkini dari CEO Danantara Rosan Roeslani karena sempat mendampingi kunjungan negara presiden ke Australia.

    “Belum ada (perkembangan). Tunggu Pak Rosan pulang dari Australia lah,” ujar Prasetyo usai rapat bersama Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025) kemarin.

    Pada kesempatan berbeda, sebelumnya Prasetyo memang blak-blakan mengatakan Danantara kemungkinan akan terlibat dalam proyek penggabungan Grab dan Goto, namun dia enggan menjelaskan lebih lanjut apa yang akan dilakukan Danantara dalam prosesnya.

    “Dalam hal ini macam-macam karena kemudian ada juga Danantara juga ikut terlibat di situ karena ada proses korporasinya juga yang menjadi bagian dari yang dibicarakan gitu. Makanya minta tolong sabar dulu,” ungkap Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025) yang lalu.

    Menurutnya, penggabungan Grab dan Goto perlu dilakukan agar semua perusahaan bisa berjalan dengan optimal tanpa ada persaingan yang tidak sehat. Pemerintah, kata Prasetyo, juga melihat Grab dan Goto menciptakan lapangan kerja besar bagi masyarakat.

    Sementara itu, Direktur Legal dan Group Corporate Secretary GOTO, R. A Koesoemohadiani menekankan belum keputusan merger dengan Grab sampai saat ini. Dia pun memastikan, setiap langkah GOTO dilakukan sesuai dengan perundang-undangan.

    Koesoemohadiani menjelaskan, pihaknya menyambut baik upaya pemerintah memperkuat ekosistem digital nasional. Perseroan juga berkomitmen mendukung dan mematuhi regulasi pemerintah untuk membangun industri yang efisien, adil, dan berkelanjutan.

    “Hingga saat ini belum ada suatu keputusan ataupun kesepakatan terkait hal tersebut. Setiap langkah yang diambil oleh GoTo akan senantiasa patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perusahaan publik, dengan tetap memprioritaskan penciptaan nilai jangka panjang bagi pemegang saham serta menjaga kepentingan terbaik bagi mitra pengemudi, mitra UMKM, pelanggan, serta seluruh pemangku kepentingan,” ungkap Koesoemohadiani dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/11/2025) yang lalu.

    Di lain pihak, Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara Pandu Sjahrir menyatakan proses merger menjadi keputusan Grab dan Goto. Menurutnya, aksi tersebut perlu memperhitungkan aspek business-to-business (B2B).

    “Kita serahkan balik ke perusahaan yang masing-masing. Kan pemerintah juga udah ngasih masukan, kita pasti ngikutin masukannya dari pemerintah, tapi yang paling penting unsur B2B-nya,” ungkap Pandu di Wisma Danantara, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025) yang lalu.

    Pandu tidak membenarkan maupun menepis spekulasi Danantara akan ikut ambil bagian dalam merger Grab dan Goto. Yang jelas, Pandu menyatakan Danantara akan terus mengikuti proses B2B kedua perusahaan tersebut dan akan mendukung prosesnya.

    Menurutnya, merger ini perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian lantaran GOTO dan Grab merupakan perusahaan terbuka yang tercatat di bursa saham.

    “Mereka harus ngikuti B2B, kita lihat prosesnya, nantinya kita pasti akan support, tapi kita lihat. Karena yang penting juga dari sisi commercial return harus ada, dan kita harus juga menjaga itu, tapi kita tentu mendengarkan masukan pemerintah, itu pasti sangat baik, inginnya,” jelas Pandu.

    “Tentu kita harus fokus B2B antara kedua perusahaan itu, dan jangan lupa mereka berdua perusahaan Tbk, jadi harus hati-hati kita ngomongnya,” pungkasnya.

    (hal/hns)

  • Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan pada pekan depan.
    Ketua Komisi III DPR
    Habiburokhman
    mengatakan, panjaini dibentuk untuk merespons tuntutan publik agar
    penegakan hukum
    berjalan semakin baik dan berkeadilan.
    “Komisi III
    DPR RI
    akan membentuk Panitia Kerja (Panja)
    Reformasi Polri
    , Kejaksaan, dan Pengadilan. Hal ini merupakan respons dari tuntutan masyarakat agar penegakan hukum semakin baik dan semakin berkeadilan,” ujar Habiburokhman, Jumat (14/11/2025).
    Habiburokhman menjelaskan, pembentukan panja akan dilakukan pada Selasa (18/11/2025), bersamaan dengan rapat kerja Komisi III bersama pimpinan lembaga yang menaungi kepolisian, kejaksaan, dan peradilan.
    “Pembentukan Panja akan dilaksanakan hari Selasa, 18 November 2025, dengan didahului rapat kerja dengan pimpinan tiga institusi,” kata Habiburokhman.
    Politikus Gerindra itu menambahkan, panja ini akan menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan dugaan pelanggaran di tiga institusi penegak hukum tersebut.
    Dia memastikan bahwa Komisi III akan membuka pintu bagi pengaduan publik yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran oleh Polri, Kejaksaan, maupun lembaga peradilan.
    “Kami akan secara khusus menerima aduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di tiga institusi tersebut,” kata dia.
    Rencana Komisi III membentuk panja ini muncul di tengah upaya pemerintah mempercepat reformasi di tubuh Polri.
    Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri yang beranggotakan 10 orang.
    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menjelaskan bahwa pihaknya sudah menerima mandat dari Presiden untuk menjalankan program kerja selama tiga bulan pertama.
    Tahap awal berfokus pada pengumpulan masukan dari berbagai pihak atau belanja masalah sebelum masuk ke proses penyusunan kebijakan.
    “Pokoknya bulan pertama kita belanja masalah dulu. Nanti bulan kedua kami akan merumuskan pilihan-pilihan kebijakan yang realistis dan mungkin, ideal tapi ya realistis,” kata Jimly seusai menerima audiensi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Kamis (13/11/2025).
    Jimly menyampaikan bahwa seluruh rangkaian kerja komisi akan menghasilkan laporan kebijakan yang akan diberikan kepada Presiden Prabowo Subianto pada bulan ketiga.
    Sementara itu, rekomendasi yang menyangkut hal-hal internal Polri akan disampaikan langsung kepada Kapolri.
    “Nah, jadi sekarang kita masih belanja masalah, jadi kalau ditanya masalah banyak banget,” ujar Jimly.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Istana soal Rp 1.000 Jadi Rp 1: Semua Masih dalam Kajian!

    Istana soal Rp 1.000 Jadi Rp 1: Semua Masih dalam Kajian!

    Jakarta

    Istana menyatakan rencana redenominasi alias penyederhanaan nilai mata uang Rupiah masih dalam kajian. Rencana ini bisa saja mengubah nilai Rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan sejauh ini belum ada rencana eksekusi kebijakan redenominasi. Bahkan, dia bilang kebijakan itu belum matang dan perlu dikaji lebih dalam.

    “Belum (dilakukan). Kan semua masih dalam kajian,” ujar Prasetyo singkat usai rapat bersama Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025) kemarin.

    Sebelumnya, Prasetyo juga pernah menyatakan belum ada rencana apapun soal redenominasi. Bahkan, Prasetyo menyatakan penyederhanaan Rp 1.000 jadi Rp 1 masih sangat jauh untuk dilakukan.

    “Belum lah. Masih jauh,” kata Prasetyo singkat ketika ditanya soal bagaimana rencana pemerintah untuk melakukan redenominasi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025) yang lalu.

    Bank Indonesia (BI) akan menjadi regulator utama dalam rencana redenominasi. Sama seperti Prasetyo, Gubernur BI Perry Warjiyo juga mengatakan pelaksanaan penyederhanaan Rupiah belum jadi fokus utama saat ini. Wacana itu disebut membutuhkan persiapan yang cukup lama.

    Alih-alih mengeksekusi rencana redenominasi, Perry menegaskan saat ini pihaknya tengah fokus untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Yang berkaitan dengan redenominasi, tentu saja kami pada saat ini lebih fokus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi, itu fokusnya adalah seperti itu,” kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (12/11/2025) yang lalu.

    “Apalagi redenominasi memerlukan timing dan persiapan yang lebih lama,” tambahnya.

    Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah kembali muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029. Kerangka regulasi terkait redenominasi disiapkan dengan menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah yang ditargetkan selesai 2027.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tulis isi PMK tersebut.

    Lebih lanjut dijelaskan, urgensi pembentukan RUU Redenominasi ialah untuk efisiensi perekonomian, menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    Saat dikonfirmasi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan kebijakan redenominasi dilakukan sepenuhnya oleh BI. Kebijakan itu dipastikan tidak akan direalisasikan dalam waktu dekat, apalagi pada 2026.

    “Redenom itu kebijakan bank sentral dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya, tapi (penerapan) nggak sekarang, nggak tahun depan,” kata Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dikutip dari detikJatim.

    (hal/hns)

  • Danantara Ungkap Biang Kerok BUMN Sakit

    Danantara Ungkap Biang Kerok BUMN Sakit

    Jakarta

    Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mengungkap penyebab BUMN berada dalam kondisi sakit. Danantara menyatakan, penyebab BUMN sakit di antaranya karena memiliki banyak anak usaha dan melakukan diversifikasi yang tidak terarah.

    Hal ini diungkapkan oleh Managing Director Danantara Febriany Eddy dalam media briefing di Wisma Danantara, Jakarta, Jumat (14/11/2025).

    “Salah satu penyakit kita juga di BUMN ini terlalu banyak anak, diversifikasi sana-sini segala macam,” katanya.

    Oleh karena itu, Febriany mengatakan ke depan Danantara akan memastikan adanya sinergi yang lebih kuat di dalam ekosistem BUMN. Dalam hal ini, Danantara Asset Management (DAM) akan melakukan streamlining terhadap portofolio perusahaan-perusahaan pelat merah. Tujuannya, agar BUMN kembali fokus pada bisnis inti yang benar-benar relevan dan menguntungkan.

    “Nanti kan ada tim khusus juga di DAM yang akan men-streamlining supaya fokus ke apa yang perlu difokuskan. Yang tidak menjadi bagian dari ekosistem yang dibutuhkan, mungkin kita harus bertanya, rugi nggak kalau rugi, udah nggak usah ada di situ, daripada menjadi beban. Tapi kalau dia untung, ya sharing gitu ya,” katanya.

    Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (23/7) Chief Operating Officer Danantara (COO) Dony Oskaria mengatakan konsolidasi dan streamlining dari berbagai bisnis di BUMN masuk dalam program prioritas DAM tahun ini.

    Dony menyampaikan program ini diantaranya yakni konsolidasi bisnis karya, konsolidasi bisnis pupuk dan streamlining bisnis pupuk, konsolidasi bisnis rumah sakit, konsolidasi bisnis hotel, konsolidasi bisnis gula, konsolidasi dan bisnis hilirisasi minyak, konsolidasi bisnis asuransi. konsolidasi bisnis manajemen aset, dan konsolidasi bisnis kawasan industri.

    “Dan juga termasuk beberapa pengembangan bisnis yang kita harapkan juga akan kita selesaikan dalam lima bulan ke depan,” katanya.

    Dony mengatakan dalam pengembangan bisnis tersebut diantaranya yakni pengembangan bisnis di bidang koperasi, pengembangan bisnis di bidang pangan, pengembangan bisnis di bidang industri baterai, pengembangan bisnis dan melakukan transformasi bisnis semen, pengembangan bisnis perbankan syariah, pengembangan bisnis telekomunikasi dan juga bisnis galangan kapal.

    Ia menjelaskan bahwa untuk mendukung rencana tersebut, Danantara juga akan merampungkan tata kelola dan kebijakan internal, terutama terkait k kapital-keuangan, manajemen risiko, hukum, serta sumber daya manusia (SDM).

    “Untuk mendukung 21 program tersebut, kami juga akan menyelesaikan tata kelola pendukung bisnis di organisasi Danantara Aset Manajemen melalui kebijakan prosedur human kapital yang kemarin kita sampaikan juga. Kemudian juga menyelesaikan prosedur di bidang keuangan, di bidang manajemen risiko dan legal untuk mendukung operasional Danantara aset manajemen,” katanya.

    (acd/acd)

  • Pengusaha Ban Sulit Ekspor Meski Ada Perjanjian Dagang, Mendag Respons Begini

    Pengusaha Ban Sulit Ekspor Meski Ada Perjanjian Dagang, Mendag Respons Begini

    Kabupaten Bogor

    Pengusaha ban mengeluh kesulitan ekspor ke sejumlah negara yang telah memiliki perjanjian dagang dengan Indonesia. Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) mencontohkan sulitnya ekspor ban ke Thailand dan India.

    Merespons hal tersebut, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan dalam perundingan perjanjian dagang antarnegara telah mempertimbangkan banyak hal, mulai dari kepentingan dalam negeri hingga melibatkan asosiasi. Jadi, dia meyakini perjanjian dagang dilakukan untuk memudahkan akses perdagangan kedua negara.

    “Sebenarnya kan perjanjian dagang itu untuk memudahkan akses kita ke negara lain. Pasti kan sebelum berunding gitu, kita harus mempertimbangkan posisi kita seperti apa. Posisi itu nanti juga dengan asosiasi kita,” kata dia ditemui di Nambo, Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/11/2025).

    Dalam perundingan juga dibicarakan bagaimana produk dalam negeri dapat masuk ke negara tujuan dan sebaliknya. Dia memastikan perjanjian dagang juga telah mempertimbangkan perlindungan industri dalam negeri.

    “Semua itu sudah dipertimbangkan ya. Jadi, artinya ketika akses barang itu baik masuk ke sini maupun keluar, itu juga bagaimana kita melindungi industri dalam negeri. Filosofinya itu seperti itu, bagaimana kita melindungi industri dalam negeri, tetapi bagaimana kita juga bisa menawarkan kemudahan akses pasar ke negara lain,” jelasnya.

    Sebelumnya, dikutip dari CNBC Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane mengaku kesulitan untuk mengekspor ban ke negara yang telah menjalin kesepakatan perdagangan dengan Indonesia, salah satunya dengan Thailand.

    Dia bilang Indonesia dan Thailand sebagai sesama negara ASEAN tergabung dalam sejumlah perjanjian kerja sama multilateral dan regional

    “Kita sudah menjalin perjanjian perdagangan dengan Thailand, tapi kok kami ke Thailand itu nggak bisa masuk? Ban Thailand bisa masuk sini, tapi kok ban Indonesia tidak bisa masuk ke Thailand?” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier bersama sejumlah asosiasi terkait, Rabu (12/11/2025).

    Tak hanya itu, ekspor ban ke negara lain seperti India, Turki, dan Afrika Utara juga sulit.

    “India juga sama. Ban Indonesia paling disukai konsumen, tapi ban kita nggak bisa masuk India. Loh kenapa? Lalu Turki, begitu perjanjian ditandatangani, seminggu kemudian tarif impornya naik. Jadi kelihatan kita dimain-mainkan, Jadi tolong diperhatikan itu, bu. Sama Afrika Utara,” lanjut Aziz.

    (ada/ara)

  • Mensesneg Beri Bocoran, Aturan Ojol Bakal Berbentuk Undang-undang?

    Mensesneg Beri Bocoran, Aturan Ojol Bakal Berbentuk Undang-undang?

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memastikan bahwa pengaturan terkait transportasi online atau ojek online (ojol) akan terlebih dahulu disusun melalui peraturan presiden (perpres) sebelum nantinya dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam undang-undang.

    Hal ini disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi usai rapat bersama Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025) malam.

    Saat ditanya mengenai format aturan yang akan digunakan dalam waktu dekat, Prasetyo menjelaskan bahwa pemerintah cenderung memilih jalur perpres untuk mempercepat penyelesaian persoalan di sektor transportasi online.

    “Ya. Kemungkinan gitu [undang-undang tentang ojol],” ujarnya saat ditanya apakah regulasi transportasi online akan berbentuk perpres.

    Ketika dimintai penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan penyusunan regulasi, Prasetyo menegaskan bahwa perpres menjadi pilihan paling cepat, sementara kemungkinan pengaturan dalam bentuk undang-undang akan dikaji kemudian.

    “Nggak. Untuk penyelesaian dalam waktu cepat, kemungkinan yang akan dipilih adalah kita menggunakan perpres dulu. Kalau diaturnya dengan nanti, bilamana kita kemudian perlu merasa mengatur dengan undang-undang, baik misalnya itu undang-undang yang baru, atau bagian dari undang-undang yang lain, atau undang-undang yang lama, itu bagian nanti yang dikaji juga,” katanya.

    Terkait masukan dari anggota Komisi III DPR Fraksi PKB Saiful Huda mengenai perlunya regulasi yang mencakup pekerja gig atau informal, termasuk pengemudi online dan pekerja kreatif, Prasetyo menyampaikan bahwa pemerintah masih berpegang pada konsep perpres sebagai dasar awal pengaturan.

    “Ya tadi, sementara memang konsepnya masih dalam bentuk perpres. Kalau kemudian ke depan kita merasa perlu untuk itu dibuat undang-undang, nanti kita akan coba, kita bicara,” ujarnya.

    Prasetyo menambahkan bahwa pemerintah saat ini terus menjaring masukan dari berbagai pihak terkait kerumitan status kerja di sektor transportasi online. Menurutnya, terdapat perbedaan karakteristik antara pekerja formal dan pelaku usaha atau kemitraan, sehingga perlu diatur dengan pendekatan yang tepat.

    “Karena sekarang kita mendengar dari semua masukan, karena memang kondisinya seperti itu. Ada hal hal yang secara formal itu bisa dikategorikan menjadi teman-teman pekerja formal, ada juga yang bisnis yang memang tidak bisa dikategorikan itu menjadi pekerja formal. Seperti teman-teman di Ojol ini kan sifatnya mitra, antara aplikator dengan teman-teman Ojolnya, kan mitra,” jelasnya.

    Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa pemerintah sedang mencari formulasi yang terbaik untuk menangani persoalan hubungan kemitraan antara aplikator dan pengemudi ojek online.

    “Itu sedang dicari penyelesaian terbaik lah,” ujar Prasetyo.