Kementrian Lembaga: DPR RI

  • 8 Pasal RUU Polri yang Dinilai Berbahaya dan Kontroversial, Begini Dampaknya

    8 Pasal RUU Polri yang Dinilai Berbahaya dan Kontroversial, Begini Dampaknya

    PIKIRAN RAKYAT – Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) tak kalah memicu polemik besar di kalangan masyarakat.

    Belum kering ‘luka’ pengesahan UU TNI dibuktikan dengan masih banyaknya aksi unjuk rasa, kini muncul polemik RUU TNI. Apa saja pasal yang dinilai berbahaya?

    Pada Selasa, 28 Mei 2024, rapat paripurna DPR RI resmi menetapkan RUU ini sebagai usul inisiatif DPR. Sebagaimana pola pengesahan UU TNI, proses pembentukan RUU Polri juga dinilai terburu-buru. Bahkan aturan ini tidak termasuk dalam Prolegnas 2020-2024.

    Koalisi Masyarakat Sipil menilai revisi RUU ini justru akan melanggengkan impunitas dan menjauhkan Polri dari prinsip demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.

    RUU ini menimbulkan kekhawatiran akan konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di tangan Polri, serta kurangnya pengawasan yang memadai untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.

    Kritik terhadap RUU ini semakin memperlihatkan adanya kebutuhan untuk desain yang lebih adil dan transparan dalam pengaturan institusi Polri.

    Intinya, keputusan tersebut menuai kritik sebab substansi RUU dianggap akan menjadikan Polri sebagai lembaga “superbody” dengan kewenangan yang berlebihan.

    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, yang dipublikasikan oleh PSHK, mengungkapkan bahwa RUU ini gagal merancang perbaikan fundamental di institusi Polri dan justru memperluas kekuasaan Polri secara tidak proporsional.

    Berikut adalah rincian pasal-pasal dalam RUU yang menjadi kontroversi:

    1. Pengawasan Ruang Siber

    Sorotan: Pasal 14 Ayat 1 Huruf b dan Pasal 16 Ayat 1 Huruf q

    RUU ini memberikan kewenangan kepada Polri untuk mengawasi dan mengamankan ruang siber, termasuk penindakan, pemblokiran, atau perlambatan akses.

    Hal ini berpotensi mengancam kebebasan berekspresi dan privasi warga di dunia digital.

    “Kewenangan atas Ruang Siber tersebut disertai dengan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan memperlambat akses Ruang Siber untuk tujuan keamanan dalam negeri,” demikian bunyi laporan PSHK, dikutip Jumat, 28 Maret 2025.

    2. Penggalangan Intelijen oleh Polri

    Sorotan: Pasal 16A dan 16B

    Polri diberi kewenangan untuk melakukan penggalangan intelijen, yang berpotensi disalahgunakan karena tidak ada definisi jelas mengenai “kepentingan nasional”.

    Selain itu, Polri juga dapat memeriksa aliran dana dan meminta bahan keterangan dari kementerian dan lembaga lain, yang bisa tumpang tindih dengan lembaga seperti BIN dan PPATK.

    3. Kewenangan Penyadapan Tanpa Izin

    Sorotan: Pasal 14 Ayat 1 Huruf o

    Pasal ini memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyadapan tanpa mekanisme perizinan yang jelas, berbeda dengan KPK yang wajib meminta izin dari Dewan Pengawas. Hal ini dikhawatirkan bisa membuka celah pelanggaran hak asasi manusia.

    4. Intervensi terhadap Penyidikan Lembaga Lain

    Sorotan: Pasal 14 Ayat 1 Huruf g dan Pasal 16 Ayat 1 Huruf n, o, dan p.

    Polri diberi kewenangan untuk membina teknis PPNS dan penyidik lembaga lain, termasuk KPK, serta memberikan petunjuk dan rekomendasi dalam penyidikan. Ini berpotensi melemahkan independensi lembaga seperti KPK.

    5. Penguatan Pam Swakarsa

    Sorotan: Pasal 14 Ayat 1 Huruf g

    RUU ini mengatur pembinaan pengamanan swakarsa oleh Polri, yang dikhawatirkan bisa membuka ruang bagi komersialisasi keamanan dan represifitas sipil, mengingat sejarah kelam Pam Swakarsa di masa lalu.

    6. Perpanjangan Usia Pensiun

    Sorotan: Pasal 30 Ayat 2 dan 3

    Pasal ini menetapkan usia pensiun anggota Polri hingga 60 tahun, dan 62 tahun bagi yang memiliki keahlian khusus, bahkan bisa mencapai 65 tahun untuk pejabat fungsional.

    Hal ini dinilai memperlambat regenerasi di internal Polri dan tidak menyelesaikan masalah penumpukan perwira tinggi.

    7. Kewenangan Hukum Nasional dan Smart City

    Sorotan: Pasal 14 Ayat 1 Huruf e dan Ayat 2 Huruf c

    Polri diberi tugas untuk turut serta dalam pembinaan hukum nasional, yang berpotensi tumpang tindih dengan tugas BPHN.

    Selain itu, Polri juga diberi kewenangan untuk menyelenggarakan smart city bersama pemerintah pusat dan daerah, yang dinilai lebih mengutamakan pendekatan keamanan.

    8. Minimnya Mekanisme Pengawasan

    Sorotan: Pasal 35 hingga Pasal 39

    RUU ini tidak secara tegas memperkuat mekanisme pengawasan eksternal terhadap Polri.

    Dalam Pasal 35 hingga Pasal 39, peran Komisi Kode Etik dan Kompolnas disebut namun tetap diatur lewat Peraturan Presiden atau Peraturan Kepolisian.

    Kedua dasar hukum itu dianggap tidak efektif dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ada PP Baru, Menkomdigi Sebut Platform Medsos Cs Dilarang Profiling Data Anak

    Ada PP Baru, Menkomdigi Sebut Platform Medsos Cs Dilarang Profiling Data Anak

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak akan mengatur sejumlah hal. PP itu baru diresmikan sore ini oleh Presiden Prabowo Subianto, Jumat (28/3/2025). 

    Meutya awalnya menjelaskan bahwa PP ini disusun oleh tim yang meliputi lintas kementerian/lembaga termasuk KPAI hingga Unicef. Peraturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan yang pertama mengatur tata kelola penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk melindungi anak. 

    Dia mengatakan, PP tersebut akan mewajibkan PSE seperti media sosial hingga game online untuk mengutamakan perlindungan anak dibanding komersialisasi. 

    “Kita juga memastikan bahwa anak-anak tidak terpapar pada konten-konten yang berbahaya, eksploitasi komersial ataupun ancaman terhadap data pribadi. Jadi juga ada larangan mengenai profiling data anak,” jelas Meutya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/3/2025). 

    Tidak hanya itu, PP tersebut juga akan mengatur pembatasan usia dan pengawasan dalam pembuatan akun digital. Pemerintah akan menerapkan penundaan sesuai dengan tumbuh kembang anak sebelum mereka bisa mengakses media sosial.

    Namun, timpal Meutya, bukan berarti anak yang mengakses akun media sosial orang tuanya serta turut didampingi juga tidak diperbolehkan. 

    Mantan Ketua Komisi I DPR itu turut mengingatkan agar platform tidak menjadikan anak-anak sebagai komoditas. Dia menyebut perusahaan platform digital yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam PP tersebut bisa mendapatkan sanksi.

    “Penerapan sanksi yang tegas bagi platform yang melanggar,” ujarnya. 

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meresmikan PP tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, Jumat (28/3/2025). 

    “Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada hari ini Jumat tanggal 28 Maret 2025, saya Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mensahkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, PP Tuntas,” ujarnya. 

    Prabowo menyampaikan bahwa saran dan masukan untuk menerbitkan aturan itu disampaikan oleh Menkomdigi beberapa waktu lalu. 

    “Perkembangan negatif yang sangat cepat bisa dikakukan melalui media digital sangat-sangat berbahaya jika kita tifak lakukan langkah-langkah pengelolaan,” ucapnya. 

  • Demo Tolak Revisi UU TNI Kian Meluas, Massa Memanas, Aparat Makin Beringas

    Demo Tolak Revisi UU TNI Kian Meluas, Massa Memanas, Aparat Makin Beringas

    PIKIRAN RAKYAT – Mahasiswa di berbagai kota bangkit menolak Revisi UU TNI yang telah disahkan DPR pada 20 Maret lalu. Aksi unjuk rasa tak hanya berlangsung di kota-kota besar semacam Jakarta, Semarang, Bandung, dan Surabaya, tetapi juga diadakan di Tasikmalaya, Sukabumi, Jember, Majalengka, Lumajang, Kupang, Ende, dan Blitar.

    Demonstrasi ini diwarnai intimidasi, kekerasan, dan penangkapan oleh aparat keamanan—yang kali ini melibatkan tentara.

    Demonstrasi di Karawang

    Di Karawang, Jawa Barat, demonstrasi yang dipusatkan di Gedung DPRD dihelat oleh Komite Rakyat Sipil Karawang pada Selasa 25 Maret 2025. Mereka tidak hanya menolak UU TNI tetapi juga menuntut pembatalan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan TNI.

    “Perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) mencakup berbagai sektor strategis, mulai dari pembangunan infrastruktur, pengelolaan sumber daya alam, hingga ketahanan pangan dan mitigasi bencana,” katanya.

    Gelombang Demonstrasi di Berbagai Kota

    Di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ratusan mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat NTB menggelar demonstrasi di depan Gedung DPRD Provinsi NTB. Aksi ini berlangsung di bawah penjagaan ketat aparat kepolisian.

    Di Kediri, Jawa Timur, aksi demonstrasi dipusatkan di Taman Sekartaji dengan mengadakan mimbar rakyat. Di Balikpapan, Kalimantan Timur, mahasiswa memusatkan aksi demonstrasi mereka di Taman Bekapai. Aksi dimulai pada pukul 12.00.

    Di Sukabumi, Jawa Barat, seorang jurnalis mengalami intimidasi dari aparat keamanan saat meliput demonstrasi mahasiswa pada Senin 24 Maret 2025. Di Lumajang, Jawa Timur, aksi demonstrasi diwarnai pemukulan aparat terhadap seorang demonstran seperti yang terekam dalam video yang beredar di media sosial.

    Di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, sekitar 200 mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD. Mereka membakar kardus dan merangsek ke dalam gedung DPRD sekira pukul 13.00 WITA.

    Kericuhan terjadi akibat tidak adanya perwakilan anggota DPRD yang menemui massa aksi, mengakibatkan beberapa pintu kaca hancur dan meja lobi dirusak.

    “Saya dipukul pakai tempat sampah kemudian ditonjok,” kata mahasiswa bernama Melianus Maimau sembari menunjukkan pelipisnya yang lecet.

    Di Surabaya, Jawa Timur, ratusan mahasiswa berdemonstasi di depan Gedung Negara Grahadi, membawa berbagai poster, membakar ban di tengah jalan, dan berorasi menolak revisi UU TNI. Polisi membalas dengan semburan meriam air ke arah demonstran. Selama aksi ini, 25 demonstran ditahan serta dua jurnalis mengalami kekerasan dan intimidasi aparat keamanan.

    Kekerasan terhadap Jurnalis dan Tenaga Medis

    Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris, mengecam keras intimidasi dan kekerasan yang dilakukan polisi terhadap jurnalis.

    “Tindakan polisi tersebut membuktikan bahwa polisi tidak paham tugas jurnalis. Apa yang dilakukan polisi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Andre Yuris, Senin 24 Maret 2025.

    Di Malang, Jawa Timur, aksi mahasiswa pada Minggu 23 Maret 2025 berujung ricuh. Sebanyak enam mahasiswa sempat ditahan polisi dan 10 orang menjadi korban kekerasan aparat.

    Tim medis yang seharusnya memberikan pertolongan pertama juga mengalami pemukulan dan intimidasi aparat. Bahkan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Malang menyebutkan beberapa tenaga medis mengalami pelecehan seksual.

    Delta Nishfu dari Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang menjadi korban pemukulan aparat.

    “Dari teman-teman pers mahasiswa ada delapan anak yang kena pukul. Beberapa di antaranya sudah menunjukkan kartu pers. Ada juga yang sudah mau balik, tapi tetap dipukul,” ujarnya.

    Dia juga mengaku diseret, dipukuli, dan diinjak-injak oleh aparat yang bertameng dan berpentungan.

    Demonstrasi di Jakarta Berujung Bentrokan

    Di Jakarta, demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR pada Kamis 27 Maret 2025 berujung bentrokan. Polisi menggunakan mobil taktis untuk membubarkan massa. Satu sepeda motor milik anggota Polri dibakar oleh massa aksi.

    Di media sosial beredar video yang menunjukkan penggeledahan tas tim medis oleh aparat tanpa alasan jelas.

    “Ini tas medis, udah jelas-jelas tanda medis itu,” kata seorang perempuan dalam video tersebut.

    Ketua AJI Surabaya menegaskan bahwa tindakan polisi melanggar Undang-Undang Pers.

    Analisis: Mengapa Demonstrasi Menyebar?

    Redaktur Jurnal Prisma dan Senior Research Fellow LP3ES, Rahadi Wiratama menyebut bahwa aksi ini menyebar luas karena adanya kelompok kritis yang berkembang di berbagai kota.

    “Itu satu tanda bahwa kelompok atau kelas kritis itu relatif menyebar di Indonesia,” ucapnya.

    Rahadi Wiratama juga mengingatkan bahwa meskipun Reformasi telah berjalan 25 tahun, ada tanda-tanda kemunduran demokrasi.

    “Di tengah jalan kita menyaksikan kebalikannya. Alih-alih mengonsolidasi demokrasi, (kita malah seperti) menuju sistem politik yang gejalanya mirip dengan otoritarianisme Orba,” katanya.

    Rahadi Wiratama menilai bahwa kesadaran publik terhadap ancaman militerisme masih terbatas di kelompok-kelompok kritis.

    “Ada kekuatan-kekuatan yang mencoba untuk mewacanakan ‘kita sudah tidak butuh kebebasan sipil, supremasi sipil, tapi butuh sandang pangan’,” ujarnya

    Akan tetapi, Rahadi Wiratama optimistis bahwa situasi saat ini tidak akan kembali seperti masa Orde Baru karena efek komunikasi dan media sosial yang sulit dibendung.

    “Efek komunikasi dan efek media sosial di masyarakat susah dibendung. Jadi, semua informasi publik yang terkait dengan UU TNI muncul bersamaan hari itu juga di Indonesia di seluruh dunia. Enggak terhalang,” tuturnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.

    Aksi demonstrasi menolak revisi UU TNI tampaknya masih akan berlanjut, dengan semakin banyak kelompok masyarakat yang turut menyuarakan penolakannya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Wejangan Puan ke Pemudik: Selalu Jaga Kesehatan dan Hati-Hati di Jalan – Page 3

    Wejangan Puan ke Pemudik: Selalu Jaga Kesehatan dan Hati-Hati di Jalan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani mengingatkan kepada para pemudik yang pulang ke kampung halaman agar selalu menjaga kesehatan dan berhati-hati selama di perjalanan

    Selain itu, Ketua DPP PDI Perjuangan itu pun mengingatkan kepada para pemudik untuk tidak terburu-buru dan memastikan kondisi fisik dalam keadaan sehat sebelum berangkat.

    Tak hanya itu, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR tersebut juga mengimbau masyarakat agar waspada akan potensi cuaca ekstrem yang masih terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.

    Ia pun berharap masyarakat dapat menikmati silaturahmi dan berkumpul dengan keluarga di momen Idulfitri 1446 Hijriah dalam suasana gembira.

    “Semoga sampai di kampung halamannya dengan selamat dan kembali dari kampung halamannya juga selamat,” ujar Puan.

    (*)

  • Ke Mana Najwa Shihab? Warganet Pertanyakan Sikapnya Bungkam di Rezim Kali Ini

    Ke Mana Najwa Shihab? Warganet Pertanyakan Sikapnya Bungkam di Rezim Kali Ini

    GELORA.CO – Di tengah meningkatnya tensi politik akibat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI), sosok Najwa Shihab turut dipertanyakan.

    Mba Nana sapaan akrabnya yang dikenal sebagai jurnalis tajam dan vokal itu terlihat diam dalam isu-isu yang sedang memanas belakangan ini.

    Seperti diketahui, gelombang aksi penolakan terhadap pengesahan RUU TNI semakin meluas di berbagai daerah.

    Ribuan massa aksi turun ke jalan untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang telah disahkan oleh DPR RI.

    Namun, diamnya Najwa Shihab dalam isu ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan warganet.

    Kritik Warganet terhadap Najwa Shihab

    Sejumlah pengguna media sosial, khususnya di platform X (sebelumnya Twitter), mulai bersuara terkait sikap Najwa yang dinilai tidak seaktif biasanya dalam mengomentari isu-isu kritis.

    “INDONESIA GELAP! Najwa Shihab bungkam di saat nyali kritisnya mesti dipertontonkan! Kritikan disebut kebencian. Pendapat disebut hasutan. Ulasan berdasar data & metodologi ilmiah dianggap gonggongan anjing. Demo sebagai bentuk demokrasi malah dinarasikan anarkis. Otoriterisme Gaya Baru!,” tulis komentar warganet di X @Pen***.

    Tidak hanya itu, warganet juga menyoroti minimnya suara Najwa Shihab terkait aksi-aksi demonstrasi yang sedang berlangsung.

    “@NajwaShihab dan @narasitv aja gak berani bersuara soal demo ini. Bener-bener rezim kali ini gak ada yang bertindak sebagai oposisi selain rakyat sendiri, itupun masih dibenturkan ke sesama rakyat juga. Apes bener era Prabowo ini, bener-bener Dark Age,” ungkap pengguna X lainnya, @ur_e****.

    Disisi lain, warganet memperhatikan bagaimana aktivitas media sosial pribadi Najwa Shihab saat ini lebih banyak berisi kegiatan pribadi dibandingkan respons terhadap isu-isu sosial dan politik.

    “Sadar gak sih kalau di tengah hiruk-pikuk RUU TNI sampai saat ini, IG pribadi Najwa Shihab jarang memberikan suatu sikap? Story IG-nya lebih banyak tentang acara Ramadan, bukber, dll. Gak pernah gue lihat dia bikin story tentang gejolak yang ada di bawah. Atau mungkin pernah bikin, tapi gue yang miss?,” jelas akun X akun @whyt****.

    Keberadaan Najwa Shihab di Tengah Sorotan Publik

    Disaat gejolak warganet bertanya-tanya ke mana Najwa Shihab ketika publik mengharapkan suaranya, akun Instagram terlihat masih aktif.

    Seperti pantaun terbaru Poskota, Ia tampaknya tetap aktif dalam berbagai kegiatan, meskipun bukan dalam konteks kritik sosial seperti yang banyak diharapkan.

    Baru-baru ini, Najwa Shihab mengunggah foto di InstaStory pribadinya bersama teman-teman sesama mantan anchor TV, seperti Meutya Hafid, Fify Aleyda Yahya, dan Chaterine Keng.

    Selain itu, selama bulan Ramadan, Najwa lebih banyak mengisi acara keagamaan, seperti program Shihab dan Shihab bersama ayahnya, M. Quraish Shihab.

    Program ini berfokus pada diskusi keislaman yang mendalam, jauh dari pembahasan isu politik yang tengah memanas.

    Pengesahan RUU TNI

    Seperti diketahui, DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang.

    Rapat tersebut terselenggara di ruang paripurna, gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis, 20 Maret 2025.

    Rapat dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, yang didampingi oleh Wakil Ketua DPR lainnya, seperti Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

    Dengan disahkannya RUU TNI ini, banyak pihak menilai bahwa peran militer dalam kehidupan sipil akan semakin menguat, sehingga berpotensi mengancam demokrasi dan kebebasan sipil.

  • Penggeledahan Paksa Jurnalis Kompas.com di Aksi Tolak UU TNI, Komnas HAM: Bentuk Kesewenangan Aparat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Maret 2025

    Penggeledahan Paksa Jurnalis Kompas.com di Aksi Tolak UU TNI, Komnas HAM: Bentuk Kesewenangan Aparat Nasional 28 Maret 2025

    Penggeledahan Paksa Jurnalis Kompas.com di Aksi Tolak UU TNI, Komnas HAM: Bentuk Kesewenangan Aparat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Nasional
    Hak Asasi Manusia
    (
    Komnas HAM
    ) menegaskan bahwa penggeledahan paksa barang-barang pribadi milik jurnalis Kompas.com oleh aparat berpakaian sipil adalah perbuatan yang melanggar hukum.
    Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, penggeledahan yang dilakukan aparat seharusnya memiliki prosedur yang jelas, bukan asal main geledah, terlebih saat jurnalis sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik.
    “Penggeledahan yang dilakukan tanpa melalui prosedur yang jelas itu juga tidak bisa dilakukan karena melanggar hukum, apalagi data-data pribadi juga tidak bisa kemudian diperiksa begitu saja tanpa ada mekanisme yang jelas melalui proses hukum yang ada di Indonesia,” kata Anis, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/3/2025).
    “Karena itu juga merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat,” ujarnya lagi.
    Atas kejadian itu, Komnas HAM mengecam dan menyesalkan sikap aparat yang brutal dan tidak menghormati kerja-kerja jurnalis.
    Dia menyebut, tindakan tidak profesional aparat tersebut adalah gangguan terhadap
    hak asasi manusia
    (HAM), yang seharusnya dilindungi oleh negara.
    “Kami mendorong dalam merespons aksi-aksi demonstrasi yang terjadi hari-hari ini karena penolakan UU TNI, aparat mesti menunjukkan sikap yang profesional, anti kekerasan, dan tidak melakukan intimidasi terhadap jurnalis dalam melakukan kerja-kerjanya dalam meliput aksi demonstrasi yang terjadi karena penolakan UU TNI,” kata dia.
    “Kami (juga) mendorong ke depan pemerintah lebih menjamin dan melindungi jurnalis,” tambah Anis.
    Sebelumnya, Rega Almutada (23), seorang jurnalis Kompas.com, mengalami intimidasi saat meliput demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, pada Kamis (27/3/2025).
    Insiden tersebut terjadi sekitar pukul 18.35 WIB, ketika aparat kepolisian tengah menyisir dan membubarkan massa menggunakan mobil water cannon.
    Rega mengaku ditarik secara tiba-tiba oleh dua orang berpakaian sipil yang diduga merupakan aparat.
    Mereka kemudian memeriksa isi ponselnya tanpa alasan yang jelas.
    Setelah ditarik, kedua orang tersebut meminta Rega untuk menunjukkan isi ponselnya.
    Meskipun Rega telah menunjukkan kartu pers dari Kompas.com, mereka tetap memeriksa isi galeri dan grup WhatsApp di ponselnya.
    “Saya punya dua ponsel, satu untuk kerja dan satu pribadi. Dua-duanya dicek. Bahkan grup WhatsApp kantor saya di-scroll, termasuk grup keluarga dan teman-teman,” kata Rega.
    Rega menambahkan bahwa aparat yang memeriksanya tidak mengenakan seragam dan tidak memperkenalkan diri sebagai polisi.
    Awalnya, ia mengira mereka adalah peserta aksi atau wartawan lain.
    “Saya baru sadar mereka aparat karena postur tubuhnya, dan mereka begitu saja menarik saya. Mereka tidak membawa senjata, tapi cara mereka mendekati saya cukup membuat saya terkejut,” ujar dia.
    Selain Rega, insiden serupa juga dialami oleh seorang jurnalis dari media asing.
    Dua wartawan dari media Russia Today diminta untuk mematikan kamera mereka saat meliput.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Formula E-Jakarta 2025 Bakal Diselenggarakan Bulan Juni

    Formula E-Jakarta 2025 Bakal Diselenggarakan Bulan Juni

    Jakarta

    Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) sekaligus anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan Formula E-Jakarta 2025 siap digelar di Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di Ancol, tanggal 21 Juni 2025. Ajang ini tidak hanya akan menandai kemampuan Indonesia sebagai tuan rumah salah satu perlombaan balap prestisius di dunia, tetapi juga menjadi debut mobil balap listrik generasi ketiga, Gen3 Evo.

    Kehadiran teknologi mutakhir yang ditawarkan oleh Gen3 Evo, Formula E-Jakarta menjanjikan pengalaman balap yang belum pernah ada pada Formula E tahun sebelumnya. Hal itu diungkapkan olehnya saat bertemu dengan Dirut Jakpro Iwan Takwin di Jakarta, hari ini. Turut hadir Project Director ePrix 2025 Deni R. Purwana dan VP Operasi ePrix 2025 Irawan Sucahyono.

    “Formula E-Jakarta 2025 bukan hanya sekadar perhelatan balap listrik, tetapi sebuah milestone bagi Jakarta sebagai kota wisata yang berorientasi masa depan. Dengan teknologi Gen3 Evo yang revolusioner, dukungan terhadap keberlanjutan dan potensi ekonomi yang besar, Jakarta menunjukan komitmen untuk menjadi bagian dari transformasi global menuju mobilitas yang lebih bersih dan ramah lingkungan,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Jumat (28/3/25).

    Bamsoet menjelaskan Gen3 Evo adalah lompatan besar dalam teknologi balap listrik dengan kemampuan akselerasi dari 0-100 km/jam dalam waktu hanya 1,86 detik. Ditenagai dengan tenaga hingga 400 kW, mobil ini untuk pertama kalinya dalam sejarah Formula E menggunakan sistem penggerak semua roda. Fitur AWD ini meningkatkan traksi, stabilitas, dan kontrol kendaraan, terutama pada start dan saat aktivasi mode serangan.

    “Teknologi regenerasi energi pada Gen3 Evo memungkinkan pemulihan hingga 40% energi melalui pengereman, mengoptimalkan pemanfaatan baterai dan mengurangi ketergantungan pada sistem rem hidrolik. Hal ini merupakan langkah penting dalam menciptakan balapan yang tidak hanya cepat tetapi juga ramah lingkungan,” katanya.

    Bamsoet menambahkan Formula E-Jakarta 2025 sejalan dengan visi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai target net zero emissions. Formula E-Jakarta bisa menjadi momentum untuk sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang pentingnya keberlanjutan dan inovasi teknologi dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

    “Selain dampak positif terhadap aspek lingkungan, Formula E juga diharapkan memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Jakarta. Tidak hanya menyumbang devisa dari sektor pariwisata, Formula E-Jakarta juga akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pemasukan usaha lokal, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor pendukung, seperti perhotelan, katering, dan transportasi,” tutup Bamsoet.

    (prf/ega)

  • Selly DPR Singgung soal Kekerasan Anak Sepanjang 2025 Ini, Soroti Peran Polisi dalam Menegakkan Hukum – Page 3

    Selly DPR Singgung soal Kekerasan Anak Sepanjang 2025 Ini, Soroti Peran Polisi dalam Menegakkan Hukum – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XIII DPR Selly Andriany Gantina menyoroti sejumlah kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2025 ini, di mana pelakunya justru dari aparat kepolisian. 

    Dia mencontohkan, bagaimana yang terjadi oleh mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman Widyadharma Sumaatmaja, kemudian Kasus dugaan pembunuhan bayi oleh Brigadir Ade Kurniawan di Semarang, di mana hal ini seperti fenomena gunung es.

    “Fenomena ini ibarat gunung es, hanya terlihat pada atasnya, tapi saya yakin masih banyak di bawah yang belum terbuka satu per satu,” kata Selly dalam keterangannya, Jumat (28/3/2025).

    Politikus PDIP menuturkan, seharusnya para anggota Polri tersebut bisa menghindari perbuatan tercela tersebut, di mana sebagai sosol yang mengayomi masyarakat.

    Karenanya, Selly menyarankan menjaga mentalitas harus dimiliki setiap anggota, agar bisa tetap menjaga marwah institusi Polri. Selain itu, penegakan hukum dengan menjatuhkan hukuman seberat-berat demi efek jera harus dilakukan bagi siapapun yang melanggar khususnya kekerasan terhadap anak.

    “Dengan profesinya sebagai penegak hukum. Saya rasa hukuman seumur hidup saja belum cukup. Sederhananya, bagaimana bisa penegak hukum malah menjadi pelanggar, bahkan pelaku,” ungkap Selly.

    Karena itu, lanjut dia, untuk mencegah kekerasan anak ini terjadi lagi, supremasi hukum harus tercipta di institusi para penegak hukumnya.

    “Jadi saya pikir kita jangan pernah mimpi menciptakan generasi emas. Kalo supermasi hukum aja masih belum tercipta di institusi penegak hukumnya,” pungkasnya.

     

  • Pungli Sekolah Marak, Puan Maharani Desak Pemerintah Perketat Pengawasan – Page 3

    Pungli Sekolah Marak, Puan Maharani Desak Pemerintah Perketat Pengawasan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Ketua DPR RI Puan Maharani turut menyoroti kasus dugaan pungli di SMA Negeri 4 Medan, siswa diminta iuran Rp 50 ribu untuk biaya pensiun lima guru.

    Dari video yang viral di media sosial, menunjukkan seorang murid diminta mengumpulkan iuran dari teman-temannya atas instruksi guru, di mana setiap guru yang akan pensiun mendapat Rp 10 juta dari hasil pungutan.

    Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan sistem pendidikan di Indonesia harus transparan dan bebas dari pungutan liar. Ia mengingatkan bahwa sekolah seharusnya berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran, bukan money oriented.

    “Anak-anak kita harus mendapatkan layanan pendidikan yang bebas dari beban yang tidak semestinya. Kita ingin membangun generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan tanpa harus terbebani oleh praktik-praktik yang merusak sistem pendidikan itu sendiri,” kata Puan, Kamis (27/3/2025).

    Puan menjelaskan bahwa pendidikan berkualitas terwujud jika pemerintah, sekolah, dan masyarakat menjaga integritas serta profesionalisme dalam pengelolaannya. Kasus iuran tidak resmi mencerminkan masih adanya persoalan tata kelola pendidikan yang perlu segera dibenahi.

    “Kita harus memastikan dunia pendidikan kita berintegritas. Praktik pengumpulan dana secara tidak resmi, meskipun diklaim sebagai tradisi, tidak bisa dibenarkan,” ujar Puan.

    Menurut Puan, pungli bukan sekadar masalah kecil tapi bisa berdampak luas pada kualitas pendidikan, kepercayaan publik, serta berpotensi menimbulkan diskriminasi dan normalisasi praktik pungli.

    “Pendidikan harus menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas. Jangan money oriented yang akhirnya merusak nilai-nilai luhur pendidikan,” imbuhnya.

  • Video Pidato Puan Maharani: Negara Harus Hadir dan Cepat Merespons Aspirasi Rakyat – Page 3

    Video Pidato Puan Maharani: Negara Harus Hadir dan Cepat Merespons Aspirasi Rakyat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Dalam rapat paripurna penutupan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, Ketua DPR RI menyampaikan sejumlah poin penting terkait kebijakan keuangan negara hingga peran DPR RI dalam mengawal kepentingan rakyat. Di awal pidatonya, Puan Marahani mengungkapkan rasa duka dan simpati mendalam kepada masyarakat yang terdampak bencana akibat cuaca ekstrem, seperti banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah Indonesia.

    Puan Maharani mengatakan, DPR RI bersama pemerintah telah melakukan pembahasan serta menyetujui rencana efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025. Langkah ini menjadi kesempatan untuk memperkuat keuangan demi kesejahteraan, kemudahan, serta ketenteraman rakyat.

    “Pemerintah sudah seharusnya melakukan upaya terbaik dalam membuka jalan bagi rakyat untuk hidup lebih sejahtera, mudah, dan tentram,” ungkapnya.

    Efisiensi APBN merupakan kewajiban pemerintah dalam menjalankan amanat undang-undang keuangan negara yang mengharuskan pengelolaan keuangan secara tertib, efisien, transparan, serta bertanggung jawab.

    “Kebijakan efisiensi APBN ini menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk memperkuat tata kelola keuangan negara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ujarnya.

    Ketua DPR RI menekankan bahwa negara harus hadir dalam melindungi rakyat, mencerdaskan hidup rakyat, dan mensejahterakan rakyat.

    “Bagi rakyat yang membutuhkan kehadiran negara dalam menyelesaikan urusan hidupnya, menunggu satu hari saja terasa lama. Namun bagi kita di DPR RI dan pemerintah, seringkali pembahasan solusi berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun,” ujarnya.

    Puan juga mengingatkan negara harus merespons permasalahan rakyat secara cepat dan tepat, baik dalam bidang lapangan pekerjaan, pendidikan, layanan kesehatan, hingga sektor pertanian dan perikanan.

    “Negara harus hadir tanpa menunggu rakyat memviralkan,” ujar Puan. Namun, tindakan cepat tetap harus mengedepankan tata kelola yang baik dan berintegritas.