Jakarta, Beritasatu.com – Maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia membuat Wakil Ketua Komisi III DPR, Sahroni, angkat bicara. Ia menegaskan, pelaku kekerasan seksual, terutama terhadap anak-anak, harus dihukum seberat-beratnya.
Bahkan, menurutnya, hukuman kebiri kimia wajib diterapkan demi memberi efek jera kepada predator seksual. “Hukuman maksimal, termasuk kebiri kimia, harus ditegakkan! Kalau korbannya anak, pelaku wajib dijerat sesuai undang-undang,” tegasnya, Minggu (13/4/2025).
Hukum kebiri telah diatur dalam Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Secara teknis, pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Kekerasan Seksual Mewabah, Semua Kalangan Terlibat
Sahroni mengingatkan, kondisi darurat ini semakin parah karena pelaku berasal dari berbagai kalangan, yaitu guru, dokter, polisi, bahkan anggota keluarga sendiri. Bahkan, penyandang disabilitas pun tercatat sebagai pelaku dalam beberapa kasus.
“Kejahatan ini tidak kenal profesi. Dari guru, dokter, polisi hingga yang disabilitas sekali pun, semua bisa jadi pelaku. Ini sinyal darurat yang tidak bisa dibiarkan!” jelas Sahroni.
Tak hanya hukuman berat, Sahroni juga mendesak agar aparat penegak hukum bekerja lebih serius dan profesional. Ia meminta penyidikan dipercepat dan identitas pelaku diekspos ke publik sebagai bentuk peringatan dan pencegahan kasus kekerasan seksual.
“Tidak boleh ada penolakan laporan kekerasan seksual. Penyidikan harus cepat dan transparan. Identitas pelaku juga wajib dipublikasikan,” ujarnya.
Beberapa waktu terakhir, Indonesia diguncang oleh sederet kasus kekerasan seksual yang mengerikan. Salah satunya, pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS Universitas Padjadjaran, Priguna Anugerah Pratama, terhadap keluarga pasien dan dua pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Kasus lainnya melibatkan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma, yang mencabuli tiga anak di bawah umur di Nusa Tenggara Timur (NTT). Parahnya lagi, di Cikarang Timur, seorang pria berinisial EH tega memerkosa dua anak kandungnya sendiri berulang kali.
Perlu Langkah Tegas dan Pencegahan Sistematis
Kasus-kasus ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan masyarakat untuk tidak tinggal diam. Perlindungan terhadap anak dan korban kekerasan seksual harus diperkuat melalui sosialisasi Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), pengawasan ketat, dan penerapan hukuman berat.
“Negara tidak boleh kalah dengan predator seksual. Hukuman maksimal, kebiri kimia, dan ekspos identitas pelaku adalah langkah konkret yang harus segera dilaksanakan!” tutup Sahroni terkait maraknya kekerasan seksual belakangan ini.





/data/photo/2025/04/13/67fb07cec1d2d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



