Ternyata Ini Alasan Yayasan Tak Bayar Mitra MBG di Kalibata Hampir Rp 1 Miliar, padahal Uang Sudah di Tangan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anggota Komisi IX DPR Fraksi Nasdem, Irma Suryani Chaniago, mengatakan dirinya sudah berkomunikasi dengan Kepala
Badan Gizi Nasional
(BGN), Dadan Hindayana, terkait alasan mitra
Makan Bergizi Gratis
(MBG) di Kalibata, Jakarta, tidak dibayar hampir Rp 1 miliar, sehingga dapurnya berhenti beroperasi.
Irma menjelaskan, berdasarkan pengakuan Dadan, sebenarnya BGN melakukan pembayaran ke masing-masing yayasan secara lancar.
Bahkan, kebutuhan untuk seminggu ke depannya pun sudah dimodali oleh BGN kepada yayasan.
“Program ini kan memang sensitif dan harus ekstra kontrol ketat, karena soal makanan. Saya sudah
check
ke Pak Dadan. Kalau soal pembayaran BGN ke yayasan lancar, bahkan BGN memodali pembelanjaan seminggu ke depan tiap bulan,” ujar Irma kepada Kompas.com, Kamis (17/4/2025).
Irma memaparkan, setelah dicek ulang ke pihak yayasan, mereka beralasan kuitansi pembelian bahan makanan dari mitra tidak lengkap.
Walhasil, kata Irma, pihak yayasan melakukan verifikasi ulang terhadap mitra yang menjalankan MBG.
Namun, Irma berpandangan, alasan itu tidak bisa dijadikan dasar untuk tidak membayar mitra yang sudah menjalankan program MBG.
Apalagi, uangnya sebenarnya sudah ditransfer oleh BGN kepada yayasan.
“Tapi kan enggak bisa juga alasan seperti itu digunakan untuk tidak membayar pihak katering, karena anggaran yang belum dibayar ke katering tetapi sudah dibayar BGN, sudah selesai,” jelasnya.
Irma pun mengatakan Komisi IX DPR akan meminta klarifikasi kepada BGN buntut kejadian ini.
Dia mendesak BGN segera melakukan perbaikan tata kelola distribusi dan pembayaran yang baik, agar peristiwa seperti ini tidak merugikan anak-anak ke depannya.
“Satu lagi, syarat penggunaan kemitraan yayasan bukan PT atau CV dicurigai hanya bagian untuk cari cuan (agar pengusaha bikin yayasan agar bisa berpartisipasi) dan ada hengki pengki dengan notaris-notaris dalam pembuatan yayasan. Hal seperti ini harus diminimalisir agar tidak ada yang berpikir negatif terhadap program ini,” imbuh Irma.
Sebelumnya diberitakan, dana Makan Bergizi Gratis (MBG) diduga senilai hampir Rp 1 miliar digelapkan oleh sebuah yayasan di Jakarta Selatan.
Kasus ini terkuak dari laporan mitra dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Ira Mesra.
Dilansir dari Tribun Jakarta, Ira Mesra melaporkan yayasan Media Berkat Nusantara (MBN) ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Laporan dugaan penggelapan itu teregistrasi dengan nomor LP/B/1160/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya tertanggal Kamis (10/4/2025).
Kuasa hukum Ira, Danna Harly, mengatakan pada Selasa (15/4/2025), laporan ditujukan ke yayasan dan juga kepada perorangan yang masih terkait dengan yayasan tersebut.
“Untuk laporan polisi sudah kita serahkan ke Polres Jakarta Selatan. Laporan ditujukan ke yayasan, dan ada perorangan. Masalahnya dari yayasan ini,” kata Harly.
Yayasan ini diduga tidak menyalurkan dana MBG yang semestinya digunakan untuk pembiayaan operasional dapur.
Harly menjelaskan bahwa kliennya sudah memasak lebih dari 65.000 porsi, tetapi tidak menerima pembayaran sepeser pun.
Yayasan MBN telah menerima transfer dana sebesar Rp 386.500.000 dari Badan Gizi Nasional (BGN), lembaga pemerintah yang menaungi program MBG.
Namun, dana tersebut diduga tidak disalurkan kepada mitra yang seharusnya menjalankan kegiatan memasak dan distribusi makanan.
Menurut Harly, seluruh biaya operasional ditanggung sendiri oleh kliennya tanpa ada bantuan dari pihak yayasan, mulai dari pembelian bahan makanan, sewa tempat, biaya listrik, pengadaan peralatan dapur, kendaraan distribusi, hingga pembayaran juru masak.
Ketika Ira menagih haknya, pihak yayasan justru mengeklaim bahwa Ira memiliki kekurangan pembayaran sekitar Rp 45 juta, dengan alasan terdapat invoice pembelian barang yang belum dipertanggungjawabkan.
“Ketika Ibu Ira hendak menagih haknya kepada pihak yayasan, pihak yayasan malah berkata Ibu Ira kekurangan bayar sebesar Rp 45.314.249, dengan dalih adanya invoice-invoice saat di lapangan yang dibeli oleh pihak SPPG atau yayasan,” ungkap Harly.
Namun, menurut Harly, dalih tersebut tidak berdasar.
Sebab, faktanya, tidak ada satu pun biaya yang dikeluarkan yayasan.
Semua dikelola dan dibayar oleh mitra dapur.
Total kerugian yang ditanggung oleh Ira dalam dua tahap pelaksanaan program MBG ini ditaksir mencapai Rp 975.375.000.
“Sejauh ini total kerugian dari Ibu Ira itu adalah Rp 975.375.000, baru dua tahap. Makanya kita sekarang coba ngomong ke masyarakat supaya pemerintah aware. Baru dua tahap saja sudah seperti ini, berarti sudah harus ada pembenahan dalam pelaksanaan MBG supaya ke depan tidak lagi seperti ini,” kata Harly.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPR RI
-
/data/photo/2025/04/17/68003e8cee614.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ternyata Ini Alasan Yayasan Tak Bayar Mitra MBG di Kalibata Hampir Rp 1 Miliar, padahal Uang Sudah di Tangan Nasional 17 April 2025
-

Ganjar dan Djarot Hadiri Sidang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo hingga Djarot Saiful Hidayat hadir di sidang kasus Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).
Dalam kehadirannya itu, Ganjar menyatakan bahwa dirinya ingin memberikan dukungan kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada sidang lanjutan perkara suap dan perintangan penyidikan.
“Kita selalu dukung, semangat untuk Mas Hasto bisa menghadapi ini dengan lancar dan tegar,” kata Ganjar di ruang sidang.
Di samping itu, Ganjar juga ditemani oleh Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat. Mereka duduk berdampingan saat sidang Hasto itu berjalan.
Sebelumya, dalam sidang ini menghadirkan eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman.
Selain Arief, Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina juga turut dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara yang menyeret Hasto.
Sebelumnya, Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024. Perkara ini juga menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatannya itu, di Kantor DPP PDIP, Jakarta. Hasto diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pada penanganan perkara tersebut.
Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024.
-

Ganjar Pranowo Pakai Baju Hitam Hadiri Sidang Kasus Sekjen PDIP di Pengadilan: Semangat Mas Hasto – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hadir langsung menyaksikan sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Sidang beragendakan pembuktian jaksa KPK itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).
Ganjar hadir mengenakan kemeja hitam.
Dia duduk pada bangku pengunjung yang berada di baris paling depan.
Ganjar menegaskan dukungannya kepada Sekjen PDI Perjuangan itu.
“(Mendukung Hasto) iya tentu,” ucap Ganjar.
Dia menyampaikan agar Hasto tetap semangat untuk menghadapi persoalan yang dihadapinya.
“Semangat Mas Hasto. Bisa menghadapi tantangan,” ucapnya sambil mengangkat tangan kanan yang terkepal.
Tak hanya Ganjar Pranowo, beberapa kawan sesama kader PDI Perjuangan juga tampak hadir.
Mereka diantaranya Deddy Sitorus, Guntur Romli, dan Ono Surono.
Istri Hasto, Maria Stefani Ekowati, turut hadir mendampingi sang suami menjalani sidang lanjutan.
Maria tampak duduk disamping Hasto sebelum persidangan dimulai.
Agenda Sidang
Sidang hari ini beragenda pembuktian dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pantauan Tribunnews.com sekira pukul 08.50 WIB, menjelang sidang lanjutan untuk perkara nomor 36/Pid Sus.TPK/2025/PN Jkt.Pst itu, puluhan pasukan Satgas Cakra Buana telah hadir di Pengadilan Tipikor.
Mereka tampak mengenakan seragam warna hitam berlogo Satgas Cakra Buana dan baret warna merah.
Beberapa diantara personel Satgas Cakra Buana ada juga yang mengenakan kaus yang di punggungnya bertuliskan “#BebaskanHasto”.
Di sisi lain, pihak kepolisian tampak memperketat pengamanan jelang sidang tersebut.
Lebih dari sepuluh barrier berukuran besar dipasang di jalan raya yang berada di depan Gedung Pengadilan Tipikor.
Masing-masing barrier tersebut berukuran sekira 2×2 meter dan dipasang sekitar 50 meter panjangnya.
Ratusan personel kepolisian juga tampak menggelar apel di halaman Pengadilan Tipikor.
Usai menggelar apel, kepolisian menambah piranti pengamanan, dengan memasang pagar besi di sisi depan Gedung Pengadilan Tipikor.
Selain itu, pada pukul 09.08 WIB, pihak kepolisian menutup ruas Jalan Bungur Besar Raya yang mengarah ke Gunung Sahari menggunakan pagar besi.
Pagar besi tersebut dipasang melintang agar tidak ada kendaraan yang melintas.
Sedangkan, polisi masih membuka arus lalu lintas di Jalan Bungur Besar Raya yang mengarah ke Stasiun Pasar Senen. Situasi padat merayap kendaraan terjadi di ruas jalan tersebut.
Kasus Hasto
Seperti diketahui Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
“Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.
Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.
Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.
Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.
Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.
“Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.
Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.
Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.
Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.
“Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.
Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.
Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.
Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
-

Inginkan RUU KUHAP Komprehensif, Habiburokhman Minta Masukan Masyarakat
loading…
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meminta masukan masyarakat terkait penyusunan RUU KUHAP. Draft RUU KUHAP bisa diunduh di situs DPR atau dimintakan ke Sekretariat Komisi III DPR. Foto/Dok. SindoNews
JAKARTA – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meminta masukan masyarakat terkait penyusunan RUU KUHAP . Masukan ini penting agar KUHAP baru nantinya bisa menjadi produk hukum yang bisa memfasilitasi proses penegakan hukum yang berkeadilan.
“Kami minta masukan dari masyarakat. Draft RUU KUHAP bisa diunduh di situs DPR atau dimintakan ke Sekretariat Komisi III DPR. Segala bentuk masukan bisa disampaikan langsung melalui Sekretariat Komisi III DPR RI,” katanya dalam keterangannya, Kamis (17/4/2025).
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, ada urgensi untuk mengganti KUHAP yang berlaku saat ini. Bukan hanya karena Indonesia harus menyesuaikan KUHAP sebagai hukum formil yang sudah berlaku lebih 44 tahun dengan KUHP baru yang akan berlaku Januari 2026, tetapi memang karena banyak hal yang perlu diperbaiki dalam KUHAP.
Keluhan terbesar dari KUHAP yang berlaku saat ini adalah soal minimnya perlindungan hak tersangka dan minimnya peran advokat. ”Akibatnya banyak terjadi penahanan sewenang-wenang bahkan penyiksaan dalam penahanan,” paparnya.
Habiburokhman menilai ada beberapa poin pengaturan baru dalam RUU KUHAP sebagai perbaikan terhadap KUHAP. Pertama, memperkuat dan mengakomodir perlindungan terhadap hak tersangka khususnya dalam BAB VI tentang Tersangka dan Terdakwa (Pasal 50-68). Salah satu bentuk perlindungan hak tersebut tertuang dalam Pasal 52 tentang hak tersangka dalam memberikan keterangan dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan dan pengadilan secara bebas.
“Karena meskipun telah diatur, dalam beberapa kasus seringkali tersangka mendapat intimidasi dan perlakuan yang tidak sesuai oleh oknum-oknum tertentu. akibatnya mereka memberikan keterangan dengan tidak bebas atau dengan paksaan,” ujarnya.
Selama ini pengaturan yang cenderung sangat umum dan luas seringkali menjadi hambatan pelaksanaan perlindungan hak terhadap tersangka. RUU KUHAP hadir melengkapi kekurangan yang sebelumnya menjadi gejolak di masyarakat berkaitan dengan perlindungan hak tersangka.
”Bahkan ketentuan perlindungan hak-hak tersangka diatur ke dalam BAB VI khususnya pada Bagian Kesatu tentang Hak Tersangka dan Terdakwa. Jika saat ini hak-hak tersangka sangat minim diakomodir dalam KUHAP, maka RUU KUHAP melalui Pasal 134 mengatur lebih terperinci menjadi 17 jenis hak,” jelasnya.
Dia menuturkan dengan diaturnya hak-hak bagi tersangka secara lebih komprehensif dan mendetail menjadikan ketentuan ini lebih implementatif. Beberapa bentuk hak-hak baru seperti mendapat pendampingan advokat sejak awal pemeriksaan (termasuk rekaman pemeriksaan untuk transparansi), hak mengakses berkas pemeriksaan, dan hak mengajukan mekanisme keadilan restoratif.
RUU KUHAP mengatur pelindungan hak tersangka secara lebih detail dan progresif. Menjamin akses advokat sejak dini, transparansi dalam proses pemeriksaan, serta mengutamakan penyelesaian perkara dengan mekanisme keadilan restoratif.
-

KPK Perpanjang Masa Pencegahan Keluar Negeri Tersangka e-KTP Miryam Haryani – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa pencegahan keluar negeri terhadap mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Miryam S. Haryani.
Miryam S Haryani merupakan satu di antara tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Perkara itu merugikan negara sebanyak Rp 2,3 triliun.
“Aktif per tanggal 9 Februari 2025, berlaku sampai 9 Agustus 2025,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi, Kamis (17/4/2025).
Ini adalah upaya pencegahan keluar negeri kedua terhadap Miryam.
KPK pertama kali melarang Miryam bepergian keluar negeri pada 30 Juli 2024.
Penyidik KPK sempat memeriksa Miryam pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Namun, setelah pemeriksaan, KPK belum menahan Miryam.Tessa pada waktu itu menyatakan bahwa tim penyidik mendalami pengetahuan Miryam terkait pengadaan e-KTP.
Selain itu, Tessa juga membeberkan alasan mengapa KPK belum menahan Miryam.
“Bahwa penahanan ada syarat-syarat dan ketentuan, misalnya yang bersangkutan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, itu ada di penyidik kewenangannya. Kalau keluar [dari gedung KPK], tentunya penyidik atau atasan masih belum memutuskan yang bersangkutan perlu ditahan hari ini,” kata Tessa, Selasa (13/8/2024).
Anggota DPR periode 2009–2014 Miryam S. Haryani sebelumnya telah divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 2017 karena terbukti memberikan keterangan palsu di persidangan terkait kasus proyek e-KTP. Ia telah menjalani hukuman itu.
Pada 13 Agustus 2019, KPK kembali menetapkan Miryam sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi paket pengadaan e-KTP tahun 2011–2013, dikenal dengan kode “uang jajan”.
Miryam diduga meminta 100 ribu dolar Amerika Serikat (AS) kepada pejabat Kemendagri saat itu yakni Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. Duit tersebut kemudian diserahkan ke perwakilan Miryam.
Miryam disinyalir menerima beberapa kali uang dari Irman dan Sugiharto (pejabat di Kemendagri) sepanjang 2011–2012 sejumlah sekira 1,2 juta dolar AS.
MIRYAM S HARYANI – Mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (5/6/2018). Politisi Partai Hanura itu diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik dengan tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Selain Miryam, KPK juga memproses hukum Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Perum Percetakan Negara/Ketua Konsorsium PNRI), Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, PNS BPPT), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos.
Paulus Tannos sempat dinyatakan buron. Ia berhasil tertangkap di Singapura dan saat ini sedang menjalani proses ekstradisi agar bisa diadili di Indonesia.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
-

KPK Hadirkan Eks Ketua KPU hingga Wahyu Setiawan di Sidang Hasto Hari Ini
Bisnis.com, JAKARTA — Bekas Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman bakal menjadi saksi dalam perkara suap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Selain Arief, Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina juga turut dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara yang menyeret Hasto.
Adapun, informasi ketiga saksi itu telah dikonfirmasi oleh Tim Kuasa Hukum Hasto, Ronny Talapessy. “Betul hari ini 3 saksi dari KPK,” ujar Ronny saat dihubungi, Kamis (17/4/2025).
Nantinya, Arief Budiman hingga Wahyu Setiawan itu bakal dikonfirmasi atas keterkaitan Hasto Kristiyanto dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024.
Sebelumnya, Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024. Perkara ini juga menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatannya itu, di Kantor DPP PDIP, Jakarta. Hasto diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pada penanganan perkara tersebut.
Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024.
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto diduga memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku.
Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku.
-

Eks Ketua KPU Arief Budiman Bakal Hadir Sebagai Saksi Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman bakal hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Arief dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Jaksa KPK, M Takdir Suhan mengatakan selain Arief, pihaknya juga menghadirkan mantan komisioner KPU yang juga terpidana dalam kasus ini yaitu Wahyu Setiawan serta eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
“(Saksi yang hadir) Arief Budiman mantan Ketua KPU, Agustiani Tio Fridelina dan Wahyu Setiawan,” kata Takdir saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (17/4/2025).
Takdir menjelaskan ketiga saksi itu telah menyatakan diri bakal hadir dalam sidang tersebut.
“Sudah konfirmasi hadir mereka,” katanya.
Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
“Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.
Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.
Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.
Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.
Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.
“Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.
Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.
Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.
Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.
“Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.
Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.
Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.
Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.


