Kementrian Lembaga: DPR RI

  • Kemandirian Pangan Bagian Upaya Wujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    Kemandirian Pangan Bagian Upaya Wujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    Jakarta: Mewujudkan kemandirian pangan masyarakat merupakan bagian dari upaya menjalankan amanah Sila ke-5 Pancasila, mewujudkan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.

    “Krisis cuaca yang kita alami saat ini membutuhkan kemampuan adaptasi masyarakat dalam menghadapinya. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat wujudkan kemandirian pangan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI  di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat 19 Desember 2025.

    Hadir pada acara tersebut adalah masyarakat Jepara, para alumnus pelatihan pertanian di IBEKA (Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan) Subang, Jawa Barat. 

    Pelatihan pertanian yang dilaksanakan secara periodik itu diinisiasi oleh Lestari Moerdijat dalam kapasitasnya sebagai legislator dari Dapil II Jawa Tengah. 

    Menurut Lestari, upaya meningkatkan daya adaptasi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mengolah bumi dengan baik dan benar, harus dikedepankan dalam mengantisipasi berbagai ketidakpastian saat ini. 
     

    Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, berbagai keterampilan bertani yang telah didapat dari pelatihan, harus segera diimplementasikan. 

    Karena, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, ancaman terbesar di masa depan bukan lagi semata perang fisik, tetapi adalah kekurangan pangan yang dipicu krisis iklim. 

    Sehingga, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, implementasi keterampilan pertanian yang telah dimiliki dapat segera berdampak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. 

    Rerie mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bersama-sama membangun sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayahnya masing-masing, sebagai bagian upaya menuju keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

    Jakarta: Mewujudkan kemandirian pangan masyarakat merupakan bagian dari upaya menjalankan amanah Sila ke-5 Pancasila, mewujudkan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.
     
    “Krisis cuaca yang kita alami saat ini membutuhkan kemampuan adaptasi masyarakat dalam menghadapinya. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat wujudkan kemandirian pangan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI  di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat 19 Desember 2025.
     
    Hadir pada acara tersebut adalah masyarakat Jepara, para alumnus pelatihan pertanian di IBEKA (Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan) Subang, Jawa Barat. 

    Pelatihan pertanian yang dilaksanakan secara periodik itu diinisiasi oleh Lestari Moerdijat dalam kapasitasnya sebagai legislator dari Dapil II Jawa Tengah. 
     
    Menurut Lestari, upaya meningkatkan daya adaptasi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mengolah bumi dengan baik dan benar, harus dikedepankan dalam mengantisipasi berbagai ketidakpastian saat ini. 
     

     
    Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, berbagai keterampilan bertani yang telah didapat dari pelatihan, harus segera diimplementasikan. 
     
    Karena, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, ancaman terbesar di masa depan bukan lagi semata perang fisik, tetapi adalah kekurangan pangan yang dipicu krisis iklim. 
     
    Sehingga, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, implementasi keterampilan pertanian yang telah dimiliki dapat segera berdampak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. 
     
    Rerie mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bersama-sama membangun sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayahnya masing-masing, sebagai bagian upaya menuju keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • PBHI Minta Prabowo Bubarkan Komisi Reformasi Polri: Kembali ke Jalur Legislasi

    PBHI Minta Prabowo Bubarkan Komisi Reformasi Polri: Kembali ke Jalur Legislasi

    Jakarta

    Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) meminta agar Presiden Prabowo Subianto membubarkan Komisi Reformasi Polri. PBHI mempertanyakan kontribusi Komisi Reformasi Polri terhadap perbaikan sistemik dan struktural Polri.

    “Sejak awal, PBHI telah menegaskan adanya potensi politisasi, gimmick belaka, bahkan hanya menciptakan keributan lewat konten viral di media sosial. Bagaimana perdebatan soal nama (delegasi) anggota Komisi Reformasi Polri justru lebih ramai dan mendahului gagasan dan fungsi komisi,” kata Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI, Julius Ibrani, dalam keterangan yang diterima, Jumat (19/12/2025).

    “Sehingga PBHI menegaskan agar forum reformasi Polri yang begitu fundamental tetap berada pada jalur konstitusional, yakni proses legislasi antara Presiden dan DPR RI, tentu berkonsultasi dengan MPR RI selaku pembentuk UUD Negara RI Tahun 1945 yang memandatkan fungsi dan tugas Kemanan dan Ketertiban pada institusi Polri melalui Pasal 30,” imbuhnya.

    Julius mengatakan Komisi Reformasi Polri diharapkan dapat menjawab persoalan sistemik dan struktural di tubuh Polri, tentu dengan basis dan linimasa yang jelas dan on target, mengingat Polri menjalankan fungsi yang berkelindan dengan kebutuhan harian masyarakat.

    “Faktanya, Komisi Reformasi Polri justru bergerak sangat lambat, minus kontribusi, bahkan justru memproduksi komentar sesat soal Putusan MK No. 114 terkait penempatan Anggota Polri pada institusi di luar Kepolisian. Perlu dipahami secara benar, bahwa Putusan MK No. 114 menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ pada Bagian Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU No. 2/2002 tentang Polri dinyatakan inkonstitusional. Lebih lanjut, pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi juga merujuk pada Pasal 13 dan Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN terkait jabatan. Apa makna dan dampak Putusan MK No. 114?” kata dia.

    PBHI meminta agar Presiden Prabowo memerintahkan Komisi Reformasi Polri berpegang teguh pada UUD Negara RI Tahun 1945, khususnya Pasal 30 ayat (2), (4), dan (5), di mana ada kebutuhan pengaturan lebih konkret dan detil mengenai fungsi Keamanan dan Ketertiban yang diemban Polri itu ada sangkut pautnya dengan institusi negara apa saja (Kementerian/Lembaga/Badan/Komisi Negara). Tentu, kata dia, dengan pertimbangan kapasitas dan kompetensi Anggota Polri dalam menjalankan mandat fungsional tersebut.

    “Putusan MK No. 114 memang tidak menafsirkan secara konstitusional institusi dan jabatan apa yang ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri, melainkan hanya merujuk pada lingkup jabatan di Pasal 13 dan Pasal 18 UU ASN, dan basis serta mekanisme teknisnya yang telah diatur oleh Pasal 19 ayat (3) UU ASN, dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (PP 11/2017),” ucapnya.

    “Pasal 19 Ayat (2) UU ASN menyatakan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari TNI dan Polri, dengan ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan dan tata cara pengisian akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Lalu, Pasal 19 Ayat (3) mengatur pengisian jabatan ASN tertentu oleh prajurit TNI dan anggota Polri pada instansi pusat sesuai dengan ketentuan undang-undang masing-masing,” kata dia.

    Julius kemudian menyinggung Pasal 147 PP nomor 11 tahun 2017 yang menyatakan bahwa Jabatan ASN tertentu di lingkungan Instansi Pusat dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi, tugas pokok, dan fungsi, serta persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Kemudian, Pasal 148 mengatakan bahwa Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari Prajurit TNI dan Anggota Polri yang berada pada Instansi Pusat dan sesuai dengan undang-undang mengenai TNI dan undang-undang mengenai Polri. Dan terakhir, menurutnya, Pasal 149 menjelaskan Pangkat Prajurit TNI dan pangkat Anggota Polri untuk menduduki Jabatan ASN pada Instansi Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Menteri, yang dimaksudkan adalah persetujuan tentang Penetapan pangkat dari Menteri PANRB.

    “Singkatnya, Anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, yakni pada institusi yang ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri tanpa perlu mengundurkan diri atau pensiun dari Polri, dengan persetujuan dari Menteri PANRB terkait kepangkatan. Tanpa ada tafsir dan penyebutan konkret serta detil mengenai institusi apa saja yang dimaksud sebagai ‘di luar Kepolisian’,” tutur dia.

    Julius kemudian menyinggung pertanyaan pimpinan Komisi Reformasi Kepolisian yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie dan Mahfud Md. Kedunya memberikan komentar terkait putusan MK soal jabatan anggota Polri di luar institusi.

    “Pernyataan Prof Jimly dan Prof Mahfud Md yang menyatakan bahwa Putusan MK No. 114 melarang total penempatan jabatan sipil di luar kepolisian oleh Anggota Polri dan harus ada penarikan mundur 4 ribuan Anggota Polri yang berada di institusi selain Polri secara mutatis mutandis, jelas adalah sebuah penyesatan publik. Komisi Reformasi Polri yang seharusnya mencari solusi dan memperbaiki sistem serta struktur Polri yang dianggap sebagai akar masalah, justru menimbulkan masalah sendiri dalam komentarnya, bahkan menjadi sumber masalah dalam agenda reformasi Polri itu sendiri,” katanya.

    “Perlunya ada tafsir dan definisi konkret serta detil mengenai institusi di luar Kepolisian yang ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri, adalah PR terbesar dan sangat fundamental untuk diselesaikan. Hegemoni dwifungsi ABRI yang lahir kembali dan menjadi momok dalam perluasan jabatan Anggota TNI di ranah sipil via UU No. 3/2025 tentang Revisi UU TNI, tentu tidak dapat dijadikan rujukan sebagaimana komentar prof. Mahfud MD. Begitu juga ketiadaan konsiderans berupa “Putusan MK No. 114″ pada Peraturan Kepolisian (Perpol) No. 10/2025 tidak dapat dijadikan dalil oleh Prof Jimly pada situasi ini,” tuturnya.

    Julius menilai Komisi Reformasi Polri lamban dalam bekerja. Dia juga menyoroti komentar dari Komisi Reformasi Polri.

    “Lambannya Komisi Reformasi Polri dalam bekerja, ditambah komentar sesat dan menyesatkan publik, tidak mendorong langkah konstitusional Presiden Prabowo untuk memperbaiki institusi Polri. Lahirnya Putusan MK No. 114 tanpa tafsir dan penyebutan institusi apa yang dimaksud di luar Kepolisian, harusnya menjadi momentum baik dan besar bagi Komisi Reformasi Polri untuk meminta Presiden Prabowo mengambil langkah konstitusional, mengikuti alur logika berfikir Pasal 30 UUD Negara RI Tahun 1945,” sebut dia.

    Dia berharap Pemerintah, DPR hingga MK untuk menyusun tafsir terkait institusi yang ada keterkaitan dengan tugas Polri. Sehingga, kata dia, hal tersebut menjadi jelas.

    “Dengan mengundang DPR RI dan MPR RI serta MK untuk menyusun tafsir konstitusional terkait fungsi Polri dan institusi di luar Polri yang ada sangkut pautnya dengan fungsi tersebut. Tentu dengan mengkonfirmasi Menteri PANRB dalam menentukan kebutuhan kapasitas dan kompetensi apa dari Anggota Polri. Hingga kemudian dapat ditentukan institusi dan jabatan apa yang tepat untuk diatur lebih lanjut oleh UU Polri sebagaimana dimaksud oleh UU ASN dan PP 11/2017,” sebut dia.

    “Lambannya, Komisi Reformasi Polri dan Presiden Prabowo, serta minimnya inisiatif dari DPR RI meski telah membentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung, tentu menjadi satu celah besar dari segi linimasa yang harus direspons oleh Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo, yang menghadapi situasi di mana 4 ribuan anggotanya sedang bertugas di institusi non-Kepolisian,” ucap dia.

    Julius mengatakan alur legislasi dalam mentafsirkan mengenai institusi dan jabatan di luar kepolisian yang ada sangkut pautnya dengan Polri seharusnya direspon dengan cepat dan tepat oleh Komisi Reformasi Polri sejak pemeriksaan Perkara No. 114/PUU-XXIII/2025 berlangsung dan seketika sejak diputus MK.

    “Akan tetapi, gelagat untuk bergerak cepat dan tepat itu tidak terlihat, justru muncul wacana politisasi lewat usulan Prof Yusril terkait pembentukan Kementerian Keamanan sebagai institusi baru yang membawahi Polri dan beberapa institusi yang dianggap ada sangkut pautnya dengan fungsi Polri, sebagai replikasi dari Kementerian Pertahanan yang membawahi TNI. Tanpa menjawab pertanyaan utama: mendefinisikan fungsi dan institusi mana yang ada sangkut pautnya dengan Polri,” katanya.

    Julius menilai pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian hanya berujung pada gimik. Dia meminta agar komisi ini tidak dijadikan ajang show off. Oleh karena itu, dia meminta Prabowo membubarkan komisi tersebut.

    “PBHI menegaskan, pembentukan komisi reformasi, tim percepatan atau apapun itu, berdasarkan catatan PBHI hanya berujung pada gimmick dan sarat politisasi kepentingan lain. Publik menuntut agar agenda reformasi Polri sebagai kebutuhan konstitusional masyarakat jangan dijadikan komoditas politik dan show off lewat pemberitaan media,” katanya.

    “PBHI menuntut Pemerintah Presiden Prabowo dan DPR RI untuk dorong tafsir konstitusional mengenai fungsi Keamanan pada Pasal 30 ayat (2), (4), dan (5) UUD Negara RI Tahun 1945 dan tuangkan dalam produk legislasi yang cepat dan tepat: UU Polri. Meski tidak ada kata terlambat, namun penting juga untuk segara membubarkan Komisi Reformasi Polri yang terlalu bermasalah karena komentar-komentar sesat,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (lir/fjp)

  • Jaksa Ubah Tuntutan Kakek Masir Jadi 6 Bulan Penjara, Pakar Hukum: Harus Tetap Dinyatakan Bersalah
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        19 Desember 2025

    Jaksa Ubah Tuntutan Kakek Masir Jadi 6 Bulan Penjara, Pakar Hukum: Harus Tetap Dinyatakan Bersalah Surabaya 19 Desember 2025

    Jaksa Ubah Tuntutan Kakek Masir Jadi 6 Bulan Penjara, Pakar Hukum: Harus Tetap Dinyatakan Bersalah
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Nur Basuki Minarno angkat bicara soal perubahan tuntutan Kakek Masir, pencuri 5 ekor burung Cendet, di kawasan Taman Nasional Baluran Situbondo.
    Warga Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo itu semula dituntut 2 tahun penjara. Namun jaksa penuntut umum (JPU) mengubah tuntutan menjadi 6 bulan penjara.
    Perubahan materi tuntutan dibacakan JPU Kejari Situbondo Huda Hazamal pada Kamis (18/12/2025), dalam sidang dengan agenda pembacaan replik JPU.
    “Saya sepaham dengan jaksa, penuntutan harus dengan pertimbangan asas futuristik,” katanya dikonfirmasi Jumat (19/12/2025).
    Namun dia berharap, dalam proses pengadilan terdakwa harus diputus bersalah.
    “Untuk edukasi, terdakwa harus tetap diputus bersalah,” ujar Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unair ini. 
    Menurut dia, yurisprodensi pada kasus tersebut sudah banyak, di antaranya kasus pencurian sendal jepit dan pencurian tanaman Kakau di daerah lain.
    “Prinsipnya yang dilakukan terdakwa pencurian ringan. Nilai ekonominya tak seberapa,” ujarnya.
    Dia menjelaskan paradigma hukuman pidana saat ini tidak bertumpu pada hukuman badan, tapi lebih pada pembinaan.
    Prinsip itu juga sesuai dengan KUHP Nasional Undang Undang No. 1 Tahun 2023 yang akan berlaku 02 Januari 2026 dan Undang – Undang Penyesuaian Pidana yang telah disahkan DPR tanggal 8 Desember 2025.
    Seperti diketahui, kakek 71 tahun warga Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo itu dituntut 2 tahun penjara karena dianggap melanggar Pasal 40 B Ayat 2 huruf B UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem.
    Video
    Kakek Masir
    sempat viral saat menangis di persidangan usai mendengar tuntutan JPU yang menuntutnya 2 tahun penjara.
    Masir yang mengenakan kemeja putih lengan panjang sempat terjatuh dari tempat duduknya di ruang sidang. 
    Tak lama kemudian, ia dibawa keluar dan mengenakan rompi tahanan merah. Tangannya terborgol di depan. 
    Masir menangis histeris saat bertemu laki-laki berbaju hitam. Bahkan Masir sampai terjatuh ke lantai sambil menangis.
    “Demi anak pak, Ya Allah Ya karim,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Satu Pemicu Aura Kasih Terseret Cerainya Ridwan Kamil dan Atalia Praratya, Peristiwa 2024 Diungkit

    Satu Pemicu Aura Kasih Terseret Cerainya Ridwan Kamil dan Atalia Praratya, Peristiwa 2024 Diungkit

    GELORA.CO – Penyanyi Aura Kasih kini terseret perceraian politisi Ridwan Kamil dan Atalia Praratya. 

    Bahkan, Aura Kasih sampai menutup kolom komentar pada Instagram.

    Diketahui, Ridwan Kamil telah digugat cerai oleh istrinya Atalia Praratya. 

    Keadaan  ini telah didikonfirmasi oleh Panitera Pengadilan Agama (PA) Bandung, Dede Supriadi.

    “Informasinya benar, perkara tersebut sudah masuk dan akan mulai disidangkan minggu ini,” ujar Dede Supriadi, dilansir dari Kompas.com.

    Adapun, sidang perdana gugatan cerai ini telah berlangsung, pada Rabu (17/18/2025). 

    Dalam persidangan itu, kedua pihak tak hadir secara langsung dan diwakili oleh kuasa hukum masing-masing.

    Atalia Praratya diwakili oleh tim kuasa hukum yang dipimpin oleh Debi Agusfriansa, sementara Ridwan Kamil diwakili Wenda Aluwi. 

    Saat itu, Debi mengelaskan ketidakhadiran Atalia disebabkan oleh agenda kedinasan yang tak bisa ditinggalkan.

    “Beliau (Atalia) sangat menghormati proses persidangan ini, tetapi karena acara kedinasan, beliau berhalangan hadir, sehingga mewakili kepada kami selaku kuasa hukum,” ucap Debi.

    Di sisi lain, Wenda Aluwi juga menyampaikan alasan mengapa Ridwan Kamil tak hadir dalam sidang perdana perceraian itu. 

    Dia mengatakan bahwa kliennya itu masih berada di luar kota untuk menjalankan suatu agenda.

    Sementara itu, nama Aura Kasih diketahui ikut terseret kasus perceraian Ridwan Kamil dengan Atalia Praratya. 

    Penyanyi sekaligus aktris satu ini dituding memiliki hubungan spesial dengan sosok yang akrab disapa RK.

    Dalam kronologi Aura Kasih terseret perceraian Ridwan Kamil dan Atalia ini, unggahan terakhir sang aktris menunjukkan beberapa potretnya disertai keterangan tentang ujian di tahun 2025.

    Adapun, spekulasi kedekatan Aura dengan Ridwan Kamil ini muncul karena dia pernah maju jadi calon legislatif DPR RI tahun 2024 dari Partai Golkar.

    Bahkan Aura Kasih sudah bergabung di partai itu atas rekomendasi dari Ridwan Kamil yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur Jabar. 

    Namun, artis satu ini menegaskan bahwa langkahnya maju jadi caleg itu bukan karena dukungan Ridwan Kamil.

    “Aku direkomendasikan dari Kosgoro Jawa Barat, enggak ditunjuk RK (Ridwan Kamil),” kata Aura Kasih.

    Melansir dari TribunnewsBogor, kabar itu ternyata muncul setelah Aura Kasih terdaftar menjadi caleg bersama Atalia Praratya. Meski begitu, ternyata pencalonannya tersebut gagal.

    Ridwan Kamil sendiri ternyata cukup sering menyebutkan nama penyanyi satu ini. Dia bahkan pernah berpantun di sebuah acara sambil menyebut nama Aura Kasih.

    “Aura Kasih naik dokar ke Surabaya, perginya belanja baju kebaya. Terimakasih Golkar atas penerimaannya, mari bersama mensejahterakan Indonesia,” kata Ridwan Kamil.

    Tak hanya sekali, pantun dengan nama Aura Kasih itu beberapa kali disampaikan oleh pejabat tersebut. Ridwan Kamil juga pernah membuat cuitan dengan menyebut nama selebriti tersebut.

    Kemudian saat Aura Kasih menikah dengan mantan suaminya, Ridwan Kamil juga memberikan ucapan selamat secara khusus. 

    Tidak diketahui pasti apa hubungan keduanya, namun yang diketahui pasti hubungan keduanya adalah sama-sama bergabung di Partai Golkar. 

  • Prabowo Lantik Tujuh Anggota Komisi Yudisial Periode 2025-2030, Ini Daftarnya

    Prabowo Lantik Tujuh Anggota Komisi Yudisial Periode 2025-2030, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto resmi mengangkat tujuh anggota Komisi Yudisial (KY) untuk masa jabatan 2025–2030 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

    Pengangkatan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 132P Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Komisi Yudisial.

    Pelantikan ini menandai dimulainya masa tugas anggota Komisi Yudisial yang baru dalam menjalankan mandat konstitusional, khususnya dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 

    Komisi Yudisial memiliki peran strategis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama dalam pengawasan etika hakim dan proses seleksi calon hakim agung. Dengan pengangkatan ini, diharapkan Komisi Yudisial periode 2025–2030 dapat memperkuat integritas lembaga peradilan serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional.

    Dalam pelantikan itu para anggota Komisi Yudisial juga mengucapkan sumpah jabatan dihadapan  Presiden Prabowo. 

    “Demi tuhan saya bersumpah, dengan sunggu-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga. Tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga. Saya bersumpah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian,” ucap ketujuh anggota Komisi Yudisial tersebut.

    Sebelumnya DPR telah melaksanakan uji kelayakan dan kpatutuan anggota Komisi Yudisial pada Senin (17/12/2025), setelah mendapat usulan dari presiden.

    Sehingga 7 nama itu sudah melewati berbagai tahapan mulai dari uji kelayakan seperti pendaftaran, seleksi administrasi, seleksi kualitas, uji kelayakan rekam jejak, profile assessment, seleksi kompetensi, tes wawancara, dan kesehatan.

    Berikut tujuh anggota Komisi Yudisial yang diangkat Presiden Prabowo adalah:

    Abdul Chair Ramadhan
    Abhan
    Andi Muhammad Asrun
    Anita Kadir
    Desmihardi
    F. Willem Saija
    Setyawan Hartono

  • Defisit APBN Dijaga Pakai ‘Tabungan’ SAL, Indef Wanti-Wanti Risiko Ilusi Fiskal

    Defisit APBN Dijaga Pakai ‘Tabungan’ SAL, Indef Wanti-Wanti Risiko Ilusi Fiskal

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti pemerintah agar penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup celah defisit tidak menjadi kebiasaan yang menggerus disiplin fiskal.

    Adapun, Kementerian Keuangan menggunakan SAL sebesar Rp85,6 triliun sebagai bantalan pembiayaan APBN 2025. Langkah ini diambil untuk menjaga defisit anggaran tetap sesuai outlook di level 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman menjelaskan langkah tersebut merupakan langkah sah pragmatis untuk menahan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baru di tengah ketidakpastian global. Hanya saja, dia mengingatkan adanya risiko “ilusi ruang fiskal” apabila strategi ini terus dijadikan sandaran.

    “Defisit yang tampak terkendali secara angka bisa menyembunyikan masalah struktural jika ditopang oleh pengurasan cadangan,” kata Rizal kepada Bisnis, Jumat (19/12/2025).

    Rizal mengingatkan bahwa penggunaan SAL dalam jumlah signifikan mencerminkan tekanan nyata pada sisi penerimaan negara, sementara belanja pemerintah bersifat kaku (rigid).

    Jika ‘tabungan’ negara itu terlalu sering dipakai untuk menutup celah pembiayaan rutin maka fungsi utama SAL sebagai peredam kejut (shock absorber) akan hilang. Akibatnya, ruang gerak pemerintah akan menyempit ketika terjadi guncangan ekonomi eksternal yang lebih besar.

    “Risiko lainnya adalah munculnya preseden fiskal yang keliru, di mana stabilitas defisit dijaga lebih melalui optimalisasi kas daripada melalui penguatan kualitas APBN itu sendiri,” lanjutnya.

    Menurut Rizal, ketergantungan pada SAL berpotensi melemahkan disiplin fiskal jangka menengah karena pemerintah bisa saja menunda reformasi fundamental, seperti perbaikan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) dan efisiensi belanja.

    Oleh karena itu, Indef mendesak pemerintah untuk menetapkan ‘aturan main’ yang jelas terkait penggunaan sisa anggaran tersebut. Idealnya, menurut Rizal, SAL hanya boleh ditarik untuk menutup guncangan penerimaan yang bersifat sementara (temporary shock), bukan untuk membiayai belanja rutin.

    “Pemerintah perlu memastikan penggunaan SAL bersifat selektif. Harus ada batas minimum SAL yang dijaga agar tidak menciptakan ilusi ruang fiskal yang semu,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan bahwa optimalisasi SAL sebesar Rp85,6 triliun menjadi salah satu strategi utama pembiayaan APBN 2025 guna menjaga defisit tetap terkendali tanpa tambah kewajiban utang.

    Adapun, Kementerian Keuangan telah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp614,9 triliun hingga 30 November 2025. Angka ini setara dengan 84,06% dari outlook Laporan Semester (Lapsem) I/2025 yang dipatok sebesar Rp731,5 triliun.

    Hingga akhir November, defisit APBN tercatat sebesar 2,35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini diproyeksikan bergerak menuju target akhir tahun sebesar 2,78% terhadap PDB.

    Suahasil menjelaskan penarikan utang ini masih berada dalam koridor pengelolaan fiskal yang hati-hati untuk menutup defisit anggaran.

    “Itu on track. Biasanya suka disebut ‘tekor’, [padahal] ini on track menuju desain dari APBN. Sesuai laporan semester di DPR kemarin, kita perkirakan defisitnya 2,78% dari PDB,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Jakarta, Kamis (18/12/2025).

  • Pimpinan Komisi X Desak Perbaikan Distribusi Guru dan Sarana Pendidikan di Papua

    Pimpinan Komisi X Desak Perbaikan Distribusi Guru dan Sarana Pendidikan di Papua

    Pimpinan Komisi X Desak Perbaikan Distribusi Guru dan Sarana Pendidikan di Papua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani mendesak adanya kebijakan afirmatif, perbaikan distribusi guru, hingga peningkatan sarana serta prasarana pendidikan di Papua.
    Desakan tersebut disampaikannya setelah Presiden
    Prabowo Subianto
    menaruh perhatian soal informasi mengenai 700.000 anak di
    Papua
    tidak bersekolah.

    Komisi X
    tentu mendesak pemerintah untuk menjadikan temuan ini sebagai momentum memperkuat kebijakan afirmatif, memperbaiki distribusi guru, sarana prasarana, serta memperkuat sinergi pusat-daerah agar hak
    pendidikan
    anak Papua benar-benar terpenuhi,” ujar Lalu kepada Kompas.com, Kamis (18/12/2025).
    Di samping itu, ia meminta pemerintah memverifikasi kebenaran informasi tersebut untuk menyusun kebijakan
    pendidikan di Papua
    .
    Verifikasi dapat melibatkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Badan Pusat Statistik (BPS), hingga pemerintah daerah.
    “Data tersebut memang perlu dicermati dan diverifikasi secara menyeluruh agar tidak terjadi kekeliruan dalam pengambilan kebijakan,” ujar Lalu.
    “Proses c
    ross-check
    ini penting dilakukan dengan melibatkan Kemendikdasmen, pemerintah daerah, serta BPS agar diperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” sambungnya.
    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius terhadap laporan yang menyebutkan sekitar 700.000 anak di Papua tidak bersekolah.
    Informasi tersebut disampaikan dalam rapat percepatan pembangunan Papua yang digelar di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
    Menteri Dalam Negeri (
    Mendagri
    )
    Tito Karnavian
    menjelaskan, data tersebut berasal dari laporan Bupati Manokwari Hermus Indou, yang disampaikan dalam rapat pengarahan Prabowo kepada kepala daerah se-Papua.
    “Mengenai masalah informasi 700.000 tadi, anak Papua yang katanya belum bersekolah atau tidak sekolah, itu informasi dari Bupati Manokwari ya, menurut salah satu kepala daerah, menurut salah satu sumber informasi,” ujar Tito usai rapat.
    Menanggapi laporan itu, Prabowo meminta agar data tersebut segera diverifikasi. Tito mengatakan, pemerintah akan memastikan keakuratan informasi tersebut.
    “Nah kita harus
    cross-check
    dulu. Tadi Pak Presiden menyampaikan ini, kita data ini harus kita
    cross-check
    dulu benar nggak,” ucapnya.
    Tito menegaskan, pemerintah berkomitmen memastikan seluruh anak Papua memperoleh akses pendidikan.
    Apabila ditemukan anak-anak yang belum bersekolah, pemerintah akan berupaya membuka kesempatan seluas-luasnya agar mereka dapat mengenyam pendidikan.
    “Tapi prinsip dasarnya adalah kalau ada yang tidak bersekolah akan diupayakan untuk bersekolah. Diberikan kesempatan akses sekolah seluas-luasnya. Tapi enggak tahu angkanya harus kita cross-check dulu,” ujar Tito.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Purbaya Kian Agresif Terbitkan Surat Utang Jangka Pendek, Ini Tujuannya

    Purbaya Kian Agresif Terbitkan Surat Utang Jangka Pendek, Ini Tujuannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan meningkatkan penerbitan surat utang jangka pendek yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebagai strategi pembiayaan APBN 2026. Bahkan, strategi itu sudah dilakukan sejak akhir 2025 ini.

    Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto mengatakan bahwa pada 2026, pihaknya akan menerbitkan surat berharga negara atau SBN maupun SPN sebagai strategi pembiayaan APBN.

    Pada tahun depan, sebagaimana UU APBN 2026 yang sudah disetujui DPR September 2025 lalu, pembiayaan anggaran ditetapkan sebesar Rp689,1 triliun. Hal itu sejalan dengan defisit yang ditargetkan dengan dengan nilai yang sama, atau setara 2,68% terhadap PDB. 

    Suminto mengatakan, unitnya telah meningkatkan penerbitan SPN atau surat utang jangka pendek sejak kuartal IV/2025. Strategi ini akan dilanjutkan mulai awal tahun depan. 

    “Sejak triwulan keempat 2025 kami meningkatkan penerbitan SPN tujuannya adalah untuk mengembangkan pasar uang, pendalaman pasar dan sekaligus membangun manajemen kas pemerintah yang lebih efisien, sehingga ke depan dalam hal ini tahun 2026 kami akan meningkatkan penerbitan SPN, SPNS dengan tenor di bawah satu tahun,” terangnya pada konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025, Kamis (18/12/2025). 

    Sejak periode Oktober-Desember 2025 ini, Suminto menyebut DJPPR Kemenkeu sudah melengkapi kebutuhan SPN dengan tenor beragam di pasar yakni 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan.

    Pejabat eselon I Kemenkeu itu menyampaikan, penerbitan SPN lebih banyak bertujuan untuk agar pemerintah memiliki fleksibilitas yang lebih baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan manajemen cash yang efisien. 

    “Dengan saldo kas yang efisien, pada saat yang bersamaan, market memiliki instrumen yang lengkap yang dibutuhkan oleh investor khususnya SPN dan SPNS juga untuk strategi treasury operation dari investor,” paparnya. 

    Ide Dari Purbaya 

    Pada pemberitaan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga pernah melontarkan ide untuk menerbitkan surat utang negara dalam jangka pendek lebih banyak. Salah satunya untuk kebutuhan transfer ke daerah (TKD) lebih cepat. 

    Saat itu, dia menyebut tujuan penerbitan SPN guna mencegah sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) menumpuk di rekening pemda setiap akhir tahun.  

    Purbaya menyebut setiap tahunnya pemda harus menyediakan Silpa sekitar Rp100 triliun untuk pendanaan pemerintahan awal tahun sembari menunggu penyaluran TKD dari pusat. Akan tetapi, dia memastikan sistem yang tengah digodok Kemenkeu itu tidak akan diterapkan pada awal tahun anggaran (TA) 2026.  

    Menurut Purbaya, pemerintah pusat masih bisa untuk mempercepat penyaluran TKD kendati pendapatan negara masih minim di awal tahun. Dia menyebut akan menerbitkan surat utang jangka pendek untuk membiayai kebutuhan TKD lebih cepat di awal tahun anggaran.  

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menyebut sistem pembiayaan dimaksud sedang dikembangkan. Sejalan dengan hal tersebut, otoritas fiskal juga tengah melatih agar pasar keuangan terbiasa dengan penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) oleh pemerintah.  

    “Kami bisa terbitkan surat utang jangka pendek, satu bulan, dua bulan tiga bulan, empat bulan. Jadi mesti kreatif sedikit dibanding menghambat perekonomian dengan menumpuk uang di perbankan. Lebih baik seperti itu, uangnya habis nanti di awal tahun saya pastikan pemdanya dapat uang cepat di minggu pertama atau tanggal 2 [Januari] sudah dapat uangnya,” kata Purbaya, Oktober 2025 lalu. 

  • Legislator Gerindra Minta Penyaluran KIP-PIP Diprioritaskan Bagi Pelajar Korban Bencana Sumatera

    Legislator Gerindra Minta Penyaluran KIP-PIP Diprioritaskan Bagi Pelajar Korban Bencana Sumatera

    JAKARTA – Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Gerindra, M. Husni meminta agar bantuan pendidikan, khususnya perluasan penyaluran Kartu Indonesia Pintar – Program Indonesia Pintar (KIP-PIP) diprioritaskan bagi pelajar dan mahasiswa korban bencana di Sumatera.

    Sebab menurutnya, banyak pelajar dan mahasiswa yang terdampak akibat bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

    Usulan itu disampaikan Husni usai meninjau langsung warga terdampak bencana alam di Aceh dan Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.

    “Dampak bencana tidak hanya merusak rumah dan infrastruktur, tetapi juga menghantam kondisi ekonomi keluarga, termasuk keberlanjutan pendidikan anak-anak mereka,” ujar Husni dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 Desember.

    Husni mengungkapkan, saat ini banyak siswa dan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di luar daerah, namun kesulitan membiayai pendidikan karena orang tua dan keluarganya ikut terdampak.

    Karenanya, ia mendorong agar pelajar dan mahasiswa yang sudah terdaftar sebagai penerima KIP-PIP benar-benar dapat memanfaatkan program tersebut sebagai penopang utama pembiayaan pendidikan di tengah situasi darurat.

    “Kita ketahui, Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama ada yang namanya KIP-PIP yang tujuannya adalah memberikan beasiswa untuk anak-anak miskin,” ungkap Husni.

    Menurut legislator dari Dapil Sumatera Utara I itu, pemerintah perlu memberi kemudahan akses dan prioritas khusus bagi daerah yang tertimpa bencana. Ia pun menegaskan pentingnya keberpihakan negara agar bencana tidak berujung pada meningkatnya angka putus sekolah.

    Selain itu, Husni juga meminta seluruh kementerian terkait membuka ruang seluas-luasnya untuk bantuan pendidikan, termasuk beasiswa bagi keluarga kurang mampu di wilayah terdampak.

    “Jadi saya izin Bapak Menteri Agama, izin Bapak Menteri Pendidikan Tinggi, Kemendikbud dan lain sebagainya. Ayo mari kita bantu anak-anak kita jangan sampai putus sekolah. Berikan semua. KIP-PIP, beasiswa pendidikan kepada mereka semua,” katanya.

    Selain pembiayaan, Husni menilai, perbaikan infrastruktur pendidikan juga harus dilakukan secara bertahap dan menyeluruh, mulai dari bangunan yang rusak berat hingga yang mengalami kerusakan ringan. Ia menekankan, pemulihan sarana pendidikan menjadi kunci agar proses belajar mengajar bisa segera berjalan normal.

    Dengan demikian, sambung Husni, anak-anak di daerah terdampak tidak semakin tertinggal akibat musibah yang menimpa wilayah mereka.

    “Karena ini semua kita tujukan, kita utamakan khusus untuk daerah-daerah bencana. Karena mereka juga tidak ingin daerahnya tertimpa dari musibah ini,” pungkasnya.

  • 2 WNI Terinfeksi Kusta di Rumania, Komisi IX DPR Minta KP2MI Perketat Pemeriksaan Kesehatan PMI

    2 WNI Terinfeksi Kusta di Rumania, Komisi IX DPR Minta KP2MI Perketat Pemeriksaan Kesehatan PMI

    JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini, meminta Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) untuk memperketat pemeriksaan kesehatan pekerja migran Indonesia (PMI), menyusul ditemukannya dua warga negara Indonesia (WNI) yang terinfeksi kusta di Rumania.

    Yahya mengingatkan agar setiap PMI yang akan diberangkatkan ke luar negeri harus dipastikan sehat.

    “Saya minta kepada Kementerian P2MI untuk memperketat pemeriksaan kesehatan terhadap PMI yang akan dikirim ke luar negeri,” ujar Yahya Zaini kepada wartawan, Kamis, 18 Desember.

    “Harus dipastikan setiap PMI yang dikirim ke luar negeri tidak mengidap penyakit, apalagi penyakit menular,” sambungnya.

    Yahya menegaskan, standar pemeriksaan kesehatan PMI perlu dilakukan secara lebih komprehensif dan melibatkan dokter spesialis. Ia juga meminta KP2MI untuk meningkatkan kewaspadaan terkait pemeriksaan kesehatan calon pekerja migran.

    “Standar pemeriksaan harus dilakukan secara presisi. Tidak cukup hanya dokter umum saja yang memeriksa tapi juga diperlukan dokter spesialis. Tentu dengan resiko biaya pemeriksaannya akan membengkak,” tegas Yahya.

    “Saya minta Kementerian P2MI mempunyai SOP yang tinggi untuk pemeriksaan kesehatan ini. Jangan sampai terjadi kasus-kasus serupa terjadi di negara lain,” imbuhnya.

    Legislator Golkar dari Dapil Jawa Timur itu pun mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk segera berkoordinasi dengan otoritas kesehatan Rumania, termasuk memantau kondisi dua WNI yang terinfeksi penyakit tersebut.

    “Saya minta Kemenkes melakukan kordinasi dengan Kemenkes Rumania untuk memastikan kasus tersebut. Di rumah sakit mana keduanya dirawat,” kata Yahya.

    Sebagai informasi, Rumania mengungkap temuan kasus kusta atau dikenal sebagai penyakit Hansen terkonfirmasi pada Pekerja Migran Indonesia (PMI). Penyakit yang muncul terakhir kali di Rumania pada 44 tahun lalu itu diidap dua terapis pijat asal Indonesia.

    Dilansir Independent pada Selasa, 16 Desember, kedua WNI itu bekerja di sebuah spa di kota Cluj, barat laut Rumania. Keduanya warga negara Indonesia berusia 21 dan 25 tahun. Saat ini mereka sedang menjalani perawatan, sementara ada dua orang lain yang masih menjalani pemeriksaan medis.

    Meski begitu, belum ada informasi resmi soal asal negara dua orang yang masih menjalani pemeriksaan tersebut. Pihak berwenang telah menutup spa tersebut sambil menunggu penyelidikan.