Tanggapan Bupati Lumajang soal Putusan MK Pisahkan Pemilu
Tim Redaksi
LUMAJANG, KOMPAS.com
– Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai tahun 2029.
Pemilu nasional
akan difokuskan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara itu, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) minimal dua tahun setelah
pemilu nasional
.
Dengan keputusan ini,
pemilu daerah
diperkirakan akan berlangsung pada tahun 2031, yang berarti masa jabatan kepala daerah akan diperpanjang satu tahun.
Sebelumnya, masa jabatan kepala daerah dijadwalkan berakhir pada tahun 2030, namun kini akan berakhir pada tahun 2031.
Menanggapi keputusan tersebut, Bupati Lumajang,
Indah Amperawati
, menyatakan bahwa pilihan untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah sangat bijak.
Ia menjelaskan bahwa perpanjangan masa jabatan akan memastikan bahwa program-program daerah untuk masyarakat dapat terus berjalan tanpa terputus.
“Sepertinya akan diperpanjang, ini juga baik karena program daerah juga akan terus berjalan,” kata Indah di Lumajang, Senin (30/6/2025).
Namun, Indah juga mengakui bahwa perubahan jadwal pemilu ini akan menambah beban bagi partai politik.
Dengan adanya dua kali agenda pemilu dalam kurun waktu lima tahun, partai akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam hal akomodasi dan sumber daya manusia.
“Pusingnya bertambah, beban partai pasti bertambah baik akomodasi maupun tenaga yang dikeluarkan,” imbuh Indah.
Sebagai informasi tambahan, putusan MK mengenai pemisahan pemilu nasional dan daerah ini juga berpotensi menambah masa jabatan anggota DPRD selama dua tahun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPD
-
/data/photo/2025/06/30/68622f1fcee68.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tanggapan Bupati Lumajang soal Putusan MK Pisahkan Pemilu Surabaya 30 Juni 2025
-

Repons PKS usai MK Putuskan Pemilu dan Pilkada Terpisah
Bisnis.com, Jakarta — PKS akan mendorong revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada menyusul adanya putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Jazuli Juwaini meminta semua pihak untuk menghormati putusan MK yang sudah final dan mengikat terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah.
Menurut Jazuli, proses revisi tersebut harus dilakukan secara hati-hati, cermat, dan partisipatif, karena menyangkut desain besar demokrasi bangsa, termasuk aspek teknis penyelenggaraan dan pengisian masa jabatan kepala daerah serta anggota DPRD pada masa transisi.
“Putusan ini membawa implikasi yang perlu ditindaklanjuti dengan perubahan regulasi, tidak hanya soal waktu pelaksanaan, tetapi juga menyangkut kesiapan dari regulasi, kelembagaan penyelenggara, hingga kepastian hukum bagi jabatan-jabatan publik di daerah selama masa jeda 2029–2031,” tuturnya di Jakarta, Senin (30/6).
Dia mengemukakan revisi UU nantinya tidak hanya sebatas penyesuaian teknis, tetapi juga momentum untuk memperkuat kualitas demokrasi, partisipasi rakyat, dan efektivitas tata kelola pemilu agar lebih efisien, transparan, dan akuntabel.
“DPR dan pemerintah serta penyelenggara pemilu akan bekerja sama memastikan transisi ini berjalan mulus, konstitusional, dan tetap menjamin hak pilih rakyat serta stabilitas pemerintahan di pusat dan daerah,” katanya.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mengubah skema waktu pelaksanaan Pemilu menjadi dua tahap: Pertama, Pemilu Serentak Nasional yaitu Presiden, DPR, dan DPD tetap dilaksanakan pada tahun 2029.
Kedua, Pemilu Daerah Pilkada dan Pemilihan Anggota DPRD digeser dua tahun kemudian pada tahun 2031, dan disatukan pelaksanaannya.
-

Politisi PKS setuju putusan MK soal Pemilu 2029
Sumber foto: Pranoto/elshinta.com.
Politisi PKS setuju putusan MK soal Pemilu 2029
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Senin, 30 Juni 2025 – 17:32 WIBElshinta.com – Politisi PKS yang juga Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah I Muh Haris setuju putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pelaksanaan Pemilu 2029 digelar dua tahap, yakni Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.
Muh Haris menyebut, keputusan MK terkait pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal merupakan upaya untuk memperkuat demokrasi.
“Karena Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal waktunya dipisahkan maka untuk pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR RI dan DPD RI tetap dilaksanakan di tahun 2029, selanjutnya Pemilu Lokal dilaksankaan dua tahun sesudahnya untuk memilih Gubernur, Bupati, Wali Kota dan DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, sedangkan untuk jabatan Gubernur, Bupati, Wali Kota yang kosong itu seraya menunggu pelaksanaan Pemilu Lokal maka sebaiknya diisi atau dijabat seorang PJ dan jabatan DPRD ditambah dua tahun lagi masa jabatannya,” jelasnya di Salatiga, Sabtu (28/5/2025).
Dengan ada jeda waktu yang tidak bersamaan pelaksanaan pemilu itu lanjut Haris, maka kualitas pemilu akan lebih baik.
“Pemilihan Anggota DPR RI dan DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang tidak bersamaan akan berdampak baik, yakni isu nasional tidak akan berimplikasi ke isu daerah, masing-masing politisi yang maju anggota DPR akan bisa memainkan isu daerah masing-masing,” pungkasnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Pranoto, Senin (30/6).
Sumber : Radio Elshinta
-

Jalan mulus Appi Menuju Ketua Golkar Sulsel, Erwin Aksa Faktor Penentu
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Munafri Arifuddin alias Appi, figur yang terus dibicarakan memiliki peluang besar menjadi Ketua Golkar Sulsel.
Apalagi, Appi, tokoh yang bisa melanjukan tradisi Pahon Beringin di Sulsel, yaitu mengangkat kepala daerah menjadi pemimpin.
Appi berhasil menorehkan sejarah dengan terpilih sebagai Wali Kota Makassar periode 2025-2030.
Kemenangan ini merupakan buah dari kegigihan Appi, setelah sebelumnya dua kali gagal dalam kontestasi Pilkada Makassar. 2018 kalah dengan “kotak kosong”. 2020, Appi harus akui keunggulan petahana Danny Pomanto.
Kini menjadi orang nomor satu di Ibu Kota Sulsel, Appi kini dilirik dan didukung mayoritas Ketua DPD II untuk melanjutkan kepemimpinan Taufan Pawe (TP).
Dukungan DPD II tersebut bukan tanpa sebab. Ketua DPD Golkar Makassar itu dianggap punya ‘orang dalam’ yang memiliki pengaruh besar di DPP.
Erwin Aksa, petinggi DPP Golkar. Tak lain ipar dari Appi. Appi merupakan anak mantu pengusaha terkemuka Sulsel Aksa Mahmud, yang juga tokoh senior Partai Golkar.
Erwin Aska, merupakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar di era kepemimpinan Ketua Umum Airlangga Hartarto dan saat ini, dan merupakan anggota DPR RI Komisi VIII.
Relasi dan pengaruh keluarga Aksa Mahmud dan Erwin Aksa sangat mempengaruhi, dan memuluskan perjalanan karir politik Munafri Arifuddin di Golkar.
Kans ini membuat Appi diprediksi menjadi kiblat baru Golkar Sulsel. Sehingga, mayoritas pemilik suara lebih dulu perlihatkan loyalitasnya.
Terbaru, Appi kembali mengumpulkan Ketua DPD II Golkar jelang Musda Golkar Sulsel, di Hotel Novotel Makassar, Sabtu, 28 Juni 2025.
-

Kuasai Dukungan DPD II, Munafri Arifuddin Tunggu Restu DPP Menuju Musda Golkar Sulsel
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Kekuatan figur jelang Musda DPD I Golkar Sulawesi Selatan mulai nampak. Dari sekian nama yang digadang-gadang bakal maju bertarung, terselip nama Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.
Bahkan Munafri yang lebih populer dengan sapaan Appi, dinilai paling punya potensi dan layak membesarkan partai berlambang beringin rindang di Sulawesi Selatan.
Selain menjabat Wali Kota Makassar, Munafri juga dinilai sosok loyal dan punya komitmen kuat membesarkan partai.
Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan menambah kursi di DPRD, dan juga sukses menempatkan partai Golkar Makassar di papan klasemen peraih suara terbanyak pada pileg 2024.
Sambil menunggu restu DPP untuk maju bertarung di Musda, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar Makassar ini telah melakukan konsolidasi dengan beberapa petinggi Golkar di daerah.
Hasilnya, Appi mendapat restu dan dukungan maju bertarung memperebutan kursi ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD II) Sulawesi Selatan.
Bahkan restu dan dukungan terus mengalir ke Munafri Arifuddin. Di mana hitungan jumlah ke Appi telah memenuhi persyaratan untuk maju mencalonkan diri di Musda.
Minggu 29 Juni 2024, beberapa petinggi Golkar kembali bertemu dengan Munafri di Novotel. Tentunya pertemuan silaturahim bisa jadi salah satu bentuk konsolidasi jelang Musda.
Para ketua DPD II Golkar dari berbagai daerah hadir dan bertemu Munafri Arifuddin di ajang silaturahmi tersebut.
Mereka adalah Andi Kaswadi Razak Golkar Soppeng, Ambas Syam Gowa, Bantaeng Liestiaty Fachrudi, Victor Datuan Batara Tana Toraja, Iksan Iskandar Jenepoto, dan beberapa daerah lainnya.
-

Ondoafi dan Ondofolo di Papua ramai-ramai masuk anggota BMP kawal Presiden Prabowo
Sumber foto: Aman Hasibuan/elshinta.com.
Ondoafi dan Ondofolo di Papua ramai-ramai masuk anggota BMP kawal Presiden Prabowo
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Senin, 30 Juni 2025 – 15:13 WIBElshinta.com – Puluhan ondoafi, ondofolo dan tokoh masyarakat rame-rame masuk anggota Barisan Merah Putih (BMP) di wilayah Kabupaten Jayapura.
Sebanyak 38 anggota DPC BMP Kabupaten Jayapura, Sabtu (28/6/2025) secara resmi dilantik dan dikukuhkan Ketua DPD Barisan Merah Putih (BMP) Papua, Yeri Hamadi yang dihadiri Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani, Orgened Kawai serta beberapa pejabat dan masyarakat bertempat di Obhe Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur.
Ketua DPD BMP Papua, Yeri Hamadi mengatakan anggota DPC Barisan Merah Putih Kabupaten Jayapura yang hari ini telah resmi dilantik bisa melaksanakan tugas-tugasnya dalam mendukung program-program strategis pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
“Kami harap anggota BMP Kabupaten Jayapura bisa mengawal semua program Presiden RI Prabowo Subianto di daerah Papua khususnya daerah ini salah satunya program makan bergizi gratis (MBG). Dan juga mengawal pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur Papua pada 6 Agustus 2025 mendatang,” kata Yeri Hamadi.
Menurut dia, pihaknya dari BMP Papua, kabupaten akan bersinergi dengan Pemrov Papua dan KPU dalam mendapatkan sosialisasi agar pelaksanaan PSU itu bisa berjalan baik dan benar. BMP kedepan dapat terus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mejalankan program-programnya maupun progran pemerintah, dan TNI, Polri, serta menjaga kamtibmas di wilayah masing-masing.
“BMP yang baru dilantik bisa bersama-sama masyarakat menjaga keamanan dan membantu pemerintah dalam mendukung perkembangan pembangunan di daerah,” ungkap Yewi seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Aman Hasibuan, Senin (30/6).
Yeri menambahkan, pelaksanaan PSU di Papua kedepan bisa berjalan dengan lancar, baik keamanan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat maupun pemerintah dan aparat keamanan.
Ditempat yang sama Ketua DCP Kabupaten Jayapura, Yakob Fiobetauw (Ondoafi) menyampaikan sebagai anggota BMP yang baru berharap agar mereka dapat diberikan pembinaan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya kedepan.
“Kami DPC BMP Kabupaten Jayapura akan menjalankan tugas-tugas yang diberikan BMP Pusat dan DPD BMP Papua teurtama mendukung program pemerintah daerah,” katanya.
Untuk itu, semua program pemerintah pusat dan daerah harus bisa berjalan dengan baik di semua wilayah Papua, sehingga masyarakat sebagai penerima program tersebut dapat turun ke kampung-kampung dan dirasakan masyarakat.
Sumber : Radio Elshinta
-

Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Progresif dan Ramah HAM
PIKIRAN RAKYAT – Komnas HAM mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan Pemilu lokal dan nasional dalam Pemilihan Umum 2029.
Putusan tersebut sejalan dengan salah satu poin rekomendasi Komnas HAM kepada pemerintah dan DPR dalam Kertas Kebijakan terkait dengan perlindungan dan pemenuhan HAM bagi petugas Pemilu yang dirilis 15 Januari 2025.
“Komnas HAM menilai Putusan Mahkamah Konstitusi ini merupakan langkah progresif untuk mendorong terwujudnya Pemilu yang lebih ramah HAM.” Demikian kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam Keterangan Pers Komnas HAM Nomor: 38/HM.00/VI/2025, Minggu (29/6/2025). Terdapat sejumlah alasan yang membuat putusan MK dinilai progresif dalam urusan HAM.
Pertama, dari sisi penyelenggara Pemilu. Desain Pemilu nasional dan lokal akan membagi beban pekerjaan para petugas Pemilu, terutama pada proses pemungutan suara oleh petugas TPS. Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan lebih terarah dan terukur (manageable).
Pemilu 2019 dan 2024 dengan lima surat suara menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kecelakaan kerja petugas TPS baik yang meninggal maupun sakit. Proses pemungutan dan penghitungan lima surat suara pada umumnya berakhir di pagi hari berikutnya. Para petugas Pemilu memikul beban kerja yang melebihi batas kewajaran dan dengan waktu istirahat yang sangat terbatas.
Kondisi itu diperburuk dengan tingginya tekanan psikis dari pendukung Capres atau partai politik dan kekhawatiran terhadap kesalahan teknis yang mungkin terjadi dalam pemungutan dan perhitungan suara di TPS. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang secara sah memisahkan Pemilu nasional dengan 3 surat suara dan lokal dengan 4 surat suara dalam Pemilu 2029 juga sejalan dengan pemenuhan hak atas pekerjaan layak. Pemisahan secara signifikan akan mengurangi beban kerja petugas Pemilu, memotong waktu kerja menjadi lebih pendek, serta memungkinkan waktu beristirahat lebih panjang.
Kedua, dari sisi pemilih. Desain Pemilu nasional dan lokal bakal memberi kesempatan bagi pemilih mendapatkan hak atas informasi kepemiluan yang lebih baik.
Pemilu 2019 dan 2024 dengan lima surat suara sangat membingungkan bagi pemilih. Pasalnya, semua isu terfokus pada Pilpres. Isu Pileg senyap dan bahkan isu-isu lokal nyaris tidak mendapat tempat. Pemilih juga sering kali mengalami kebingungan, di antaranya adalah karena banyaknya surat suara DPD yang tidak sah karena tidak dicoblos sama sekali oleh pemilih. Dengan adanya pembagian, pemilih akan lebih fokus terhadap isu-isu pusat dalam Pemilu nasional dan isu-isu kedaerahan di Pemilu Lokal. Hal itu akhirnya akan berkontribusi pada pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis. Di mana salah satu prasyaratnya adalah pemilih yang terinformasi dengan baik (well-informed voters) sehingga mampu memilih secara rasional, bukan karena sentimen SARA atau terpapar hoaks.
Ketiga, Putusan MK merupakan langkah progresif mewujudkan Pemilu yang ramah HAM. Putusan itu menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas Pemilu di masa yang akan datang. Dengan demikian, pengalaman kelam kematian ratusan Petugas Pemilu 2019 dan 2024 tidak terulang kembali.***
-

Komisi II rapat dengan pimpinan DPR bahas putusan MK terkait pemilu
Jakarta (ANTARA) – Komisi II DPR RI menggelar rapat bersama pimpinan DPR RI yang membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
“Komisi II ini adalah komisi yang memang mengurusi permasalahan-permasalahan KPU ya, termasuk juga pemilu. Tetapi karena keputusan MK ini bersifat final and binding, tadi kami sudah diundang rapat konsultasi dengan pimpinan DPR,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dede menuturkan rapat tersebut turut dihadiri pula oleh pimpinan Komisi III DPR RI, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, hingga Menteri Hukum (Menkum) RI Supratman Andi Agtas, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI Prasetyo Hadi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian, hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Dia menyebut rapat tersebut bahkan turut dihadiri oleh perwakilan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang mengajukan gugatan uji materi terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah ke MK.
Legislator itu menjelaskan bahwa rapat itu membahas putusan MK tersebut dari berbagai peninjauan, termasuk sumber-sumber gugatan yang diajukan oleh Perludem selaku koalisi masyarakat sipil.
Dia mengaku rapat tersebut di dalamnya berlangsung perdebatan yang cukup panjang, misalnya terkait konsekuensi pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah yang dipisah dengan pemilu nasional.
Hal tersebut, lanjut dia, akan berdampak pada harus dilakukannya perpanjangan masa jabatan hingga perombakan sejumlah undang-undang terkait, seperti Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Otonomi Khusus, hingga Undang-Undang Partai Politik.
“Kalau DPRD-nya dipisah berarti ada masa perpanjangan, baik kepala daerah maupun juga DPRD dalam jangka waktu dua tahun atau bahkan lebih 2,5 tahun. Nah, ini nanti korelasinya harus merubah berbagai undang-undang lainnya,” tuturnya.
Dia lantas berkata, “Tidak semudah itu. Artinya mungkin ada empat atau lima undang-undang lain yang akan terevisi dengan hal seperti ini. Ini pasti akan jadi satu concern yang amat besar terutama juga bagi para partai politik, bagi DPR, lembaga-lembaga lain, termasuk juga kementerian lainnya.”
Untuk itu, dia mengatakan rapat itu menghasilkan kesepakatan bahwa masing-masing komisi terkait di DPR RI akan melakukan kajian akademik terlebih dahulu guna menindaklanjuti putusan MK yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah untuk diteruskan pada rapat selanjutnya dengan berbagai lembaga dan komisi di DPR RI.
“Kami pada prinsipnya siap-siap saja ya (menindaklanjuti putusan MK), tetapi kita juga harus melihat dari berbagai undang-undang lain yang harus terevisi karena konteks keputusan yang terkait ini,” kata dia.
Terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengkonfirmasi bahwa rapat tersebut dilangsungkan secara mendadak pada Senin pagi, sesaat sebelum Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan sejumlah mitra kerja.
Rapat tersebut dilangsungkan antara Komisi II DPR RI dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini; Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh; Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik; hingga para kepala daerah yang mengikuti rapat secara daring.
“Kami tadi mendadak harus menghadiri rapat pimpinan DPR terkait dengan beberapa isu strategis yang menjadi tugas konstitusional Komisi II DPR RI,” kata Rifqi saat membuka jalannya rapat.
Sebelumnya, Kamis (26/6), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.
Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5268349/original/086136800_1751254768-23ef5e24-3f17-4494-9ade-836d8cd3d663.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)