Kementrian Lembaga: DPD

  • Pemprov Sumsel kawal usulan pemekaran dua daerah

    Pemprov Sumsel kawal usulan pemekaran dua daerah

    Usulan pemekaran wilayah da pembentukan daerah otonom baru itu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

    Palembang (ANTARA) – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengawal usulan pemekaran dua daerah di provinsi tersebut, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Kabupaten Lahat.

    Gubernur Sumsel Herman Deru di Palembang, Senin, mengatakan OKI akan dimekarkan menjadi dua kabupaten, yakni Kabupaten OKI dan Pantai Timur. Lahat dipecah menjadi, yaitu Kabupaten Lahat dan Kikim Area.

    “Usulan pemekaran wilayah da pembentukan daerah otonom baru itu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” katanya.

    Proses pemekaran tersebut merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pelayanan publik, terutama di daerah yang letaknya jauh dari pusat pemerintahan kabupaten.

    “Kami akan terus memperjuangkannya karena ini menyangkut kepentingan daerah. Kita tahu betul bahwa banyak daerah mengalami kesulitan pelayanan karena letaknya jauh dari pusat layanan,” katanya.

    Namun demikian, tindak lanjut pemekaran masih bergantung pada keputusan pemerintah pusat, khususnya terkait moratorium pemekaran daerah yang masih berlaku, kata Deru

    Anggota DPD RI asal Sumsel Abcandra Muhammad Akbar Supratman, mengatakan pihaknya telah meminta penjelasan tertulis dari Pemprov Sumsel untuk selanjutnya dibawa ke rapat koordinasi bersama kementerian terkait.

    “Kita juga sudah menanyakan hal-hal terkait pemekaran dan menunggu jawaban tertulis dari Pemprov Sumsel. Nantinya, catatan tersebut akan kita bawa ke rapat bersama kementerian,” katanya.

    Pewarta: Ahmad Rafli Baiduri
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggota DPRD Bogor Diduga Belasan Kali Bolos Sidang Paripurna, Tetap Terima Gaji
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        15 September 2025

    Anggota DPRD Bogor Diduga Belasan Kali Bolos Sidang Paripurna, Tetap Terima Gaji Bandung 15 September 2025

    Anggota DPRD Bogor Diduga Belasan Kali Bolos Sidang Paripurna, Tetap Terima Gaji
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Anggota DPRD Kota Bogor dari Partai Golkar, Desy Yanthi Utami, tercatat belasan kali tidak hadir dalam rapat paripurna. Meski demikian, ia tetap menerima gaji dan tunjangan bulanan sebagai legislator periode 2024–2029.
    Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Bogor, Safrudin Bima, menyebut ketidakhadiran Desy bervariasi dalam catatan internal, antara delapan hingga lebih dari sebelas kali.
    “Kalau di dokumen kita itu kan ada 11 kali, maksudnya bolos kerja itu tidak hadir paripurna ya,” kata Safrudin Bima saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (15/9/2025).
    Menurut Safrudin, BK DPRD sudah memanggil Ketua Fraksi Golkar dan Ketua DPD Golkar Kota Bogor untuk meminta klarifikasi. Dari penjelasan yang diterima, Desy dikabarkan sakit dan menyerahkan surat keterangan belakangan.
    Safrudin mengakui komunikasi dengan Desy sulit dilakukan secara langsung karena yang bersangkutan disebut sedang dalam masa pemulihan. BK hanya menerima informasi melalui fraksi Golkar dan partai.
    “Yang bersangkutan itu ternyata dikabarkan dalam keadaan sakit dan menyodorkan surat keterangan sakit. Jadi kami meminta keterangan dari fraksi dan partainya,” ujarnya.
    Safrudin juga menanggapi isu yang berkembang di masyarakat terkait kabar Desy sedang berlibur. “Saya tidak tahu soal kabar liar bahwa beliau liburan. Yang ada di kami, Bu Desy ini sakit, ada surat keterangan sakitnya,” tuturnya.
    Ia menegaskan, ketidakhadiran anggota DPRD dalam rapat paripurna tanpa keterangan berpotensi melanggar tata tertib dan kode etik. Aturan itu tercantum dalam Undang-Undang MD3 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018.
    “Dia bolos sidang paripurna tanpa kehadiran, melanggar peraturan tata tertib serta kode etik anggota DPRD Kota Bogor,” ucapnya.
    Adapun terkait nominal gaji dan tunjangan yang diterima Desy, Safrudin menyarankan hal itu ditanyakan ke Sekretariat DPRD Kota Bogor.
    Untuk diketahui, Desy Yanthi Utami merupakan anggota DPRD Kota Bogor dari Dapil I (Bogor Timur–Tengah) dengan perolehan suara 3.863 pada Pemilu 2024.
    Berkait berita ini, Kompas.com mencoba menghubungi Desy. Namun, belum mendapatkan respons. Selain itu, Pimpinan Fraksi dan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bogor, Rusli Prihatevy, juga belum dapat menanggapi karena sedang mengikuti kegiatan bimbingan teknis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ini 25 Pati Polri dengan Pangkat Komjen

    Ini 25 Pati Polri dengan Pangkat Komjen

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menaikkan dua pangkat perwira tinggi atau Pati Polri menjadi Komisaris Jenderal (Komjen) Polri.

    Dua Komjen itu yakni Komjen Pol Karyoto yang menjabat sebagai Kabaharkam Polri dan Komjen Pol Suyudi Ario Seto sebagai Kepala BNN.

    Peningkatan pangkat itu sekaligus menambah daftar jenderal bintang tiga di lingkungan kepolisian. Tercatat, setidaknya ada 25 pati polri berpangkat Komjen hingga saat ini.

    Ini daftar Pati Polri berpangkat Komjen dalam penugasan internal maupun eksternal: 

    Internal Polri 

    1. Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Dedi Prasetyo.

    2. Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Komjen Wahyu Widada.

    3. Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam), Komjen Karyoto.

    4. Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), Komjen Syahar Diantono.

    5. Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam), Komjen Akhmad Wiyagus.

    6. Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Kalemdiklat), Komjen Chryshnanda Dwilaksana.

    7. Komandan Korps Brimob Polri, Komjen Imam Widodo.

    8. Asisten Utama Bidang Operasi (Astamaops), Kapolri, Komjen Mohammad Fadil Imran.

    9. Asisten Utama Bidang Perencanaan dan Anggaran Kapolri, Komjen Wahyu Hadiningrat.

    Penugasan Eksternal 

    1. Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Komjen Mohammad Iqbal.

    2. Inspektur Jenderal Kementerian UMKM, Komjen Raden Prabowo Argo Yuwono.

    3. Sekretaris Utama Lemhannas, Komjen Ridwan Zulkarnain Panca Putra Simanjuntak

    4. Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komjen Tomsi Tohir Balaw

    5. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Suyudi Ario Seto

    6. Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho

    7. Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum (Kemenkum), Komjen Nico Afinta

    8. Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Komjen Makhruzi Rahman

    9. Inspektur Jenderal Kementerian Hukum (Kemenkum), Komjen Reynhard Saut Poltak Silitonga

    10. Inspektur Jenderal Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Komjen I Ketut Suardana

    11. Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag), Komjen Putu Jayan Danu Putra

    12. Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Albertus Rachmad Wibowo

    13. Inspektur Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemen Imipas), Komjen Yan Sultra Indrajaya.

    14. Inspektur Utama Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH), Komjen Winarto.

    15. Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI, Komjen Tornagogo Sihombing.

    16. Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan, Komjen Djoko Poerwanto.

    Isu Pergantian Kapolri

    Adapun, belakangan isu pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sempat mencuat ke publik pasca aksi demonstrasi yang berujung ricuh di beberapa titik di Indonesia.

    Isu itu beredar lantaran informasi terkait surat presiden (surpres) mengenai pergantian Kapolri telah beredar di publik. Namun, kabar tersebut langsung dibantah oleh pejabat di lingkungan Istana Presiden.

    Dalam hal ini, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa belum ada surpres yang dikirimkan ke DPR mengenai isu tersebut.

    “Berkenaan dengan Surpres, pergantian Kapolri ke DPR bahwa itu tidak benar. Jadi, belum ada Surpres yang dikirimkan ke DPR mengenai pergantian Kapolri,” ujar Prasetyo saat dikonfirmasi melalui pesan teks, Sabtu (13/9/2025).

    Dia juga mengemukakan bahwa informasi tersebut telah selaras dengan pernyataan pimpinan DPR yang sebelumnya telah menyatakan bahwa tidak ada surpres yang masuk terkait pergantian Kapolri.

    Pimpinan DPR itu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad misalnya. Dia menyatakan bahwa pimpinan DPR RI belum menerima surat apapun terkait hal tersebut hingga Jumat (12/9/2025) malam.

    “Pimpinan DPR sampai hari ini belum terima surat Presiden mengenai pergantian Kapolri,” katanya kepada wartawan, Sabtu (13/9/2025).

  • Siapa di Balik Kejahatan Rekening Bansos Fiktif?

    Siapa di Balik Kejahatan Rekening Bansos Fiktif?

    OLEH: AA LANYALLA MAHMUD MATTALITTI*

    BELUM lama ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan 10 juta rekening dormant yang menerima bantuan sosial (bansos). Kemudian PPATK kembali mengumumkan 571.410 data penerima bansos terindikasi terlibat pinjol, judol, bisnis narkotika, dan terorisme. 

    Ini tentu mengagetkan kita semua. Terutama terkait dengan penerima bansos fiktif. Karena rekening penerima bansos diduga kuat tidak memiliki pemilik yang sebenarnya (fiktif) atau dormant. Tetapi lebih aneh lagi: rekening tersebut banyak yang aktif. Terjadi penarikan setelah dana bansos masuk. 

    Menurut PPATK, rekening-rekening tersebut hanya digunakan untuk menampung dana bansos. kemudian ditarik oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Artinya, ada pihak tertentu yang mengendalikan rekening-rekening tersebut.

    Artinya, ada uang triliunan rupiah yang dikumpulkan dari jutaan rekening fiktif tersebut selama periode bansos dikucurkan. Terutama dari temuan PPATK yang menunjukkan adanya anomali data penerima bansos dari tahun ke tahun. 

    Pertanyaannya siapa yang mampu mengorganisir dan melakukan kejahatan dengan modus operandi sistem penerima bansos fiktif itu? 

    Mulai dari penyiapan rekening, input data penerima, penarikan atau pemindahan uang masuk, dan seterusnya? Tentu bukan perorangan. Pasti melibatkan sindikasi yang terstruktur dan sistematis. Dan yang pasti punya akses ke perbankan dan sistem input data di Kementerian.    

    Jika kita lihat angka yang digelontorkan APBN untuk semua jenis bantuan sosial atau perlindungan sosial, sejak tahun 2014 hingga 2024, lintas kementerian sangatlah besar. Sebagai contoh, APBN tahun 2024. Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dalam RAPBN 2024 sebesar Rp.493,5 triliun. Angka ini meningkat 12,4 persen dari tahun sebelumnya.

    Secara total selama 10 tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejak tahun 2014 hingga 2024, belanja perlindungan sosial oleh pemerintah telah mencapai angka  yang hampir menyentuh Rp4.000 triliun. Bayangkan jika sejak saat itu telah terjadi modus penyimpangan yang disengaja oleh sindikat bansos fiktif, berapa nilai kerugian negara?

    Misalkan saja, mereka berhasil membajak 10 persen dari Rp.4000 triliun. Artinya uang yang dicuri mencapai Rp.400 triliun dalam 10 tahun. Per tahun Rp.40 triliun. Jika uang Rp.40 triliun setahun itu digunakan untuk memberi tambahan gaji guru honorer setiap bulan Rp.2 juta = satu tahun Rp.24 juta. Maka akan dapat membiayai 1,6 juta guru honorer dalam satu tahun.

    Jadi, sekali lagi, siapa sebenarnya mereka yang mampu mengorganisir secara sistematis dan terstruktur kejahatan yang sangat jahat ini? 

    Apakah oknum Pejabat atau Pegawai Pemerintah, yang memiliki akses ke sistem data bansos? Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Karena mereka dapat memasukkan data fiktif, termasuk nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat palsu, ke dalam sistem.

    Karena tanpa akses internal, sangatlah sulit untuk menambahkan puluhan juta data penerima fiktif tanpa terdeteksi. Oknum ini juga bisa memanfaatkan celah dalam sistem verifikasi untuk meloloskan data palsu.

    Lalu apakah juga ada oknum Perbankan? Karena sindikat ini pasti memerlukan bantuan dari oknum di bank untuk membuka rekening fiktif tanpa pemilik yang sah atau dengan identitas palsu. Pembukaan rekening dalam jumlah besar dan secara tidak wajar akan menarik perhatian. Kecuali ada orang dalam di bank yang memfasilitasinya. Termasuk menyediakan akses untuk penarikan dana setelahnya.

    Apakah juga melibatkan pihak lapangan yang bertugas sebagai perekrut KTP dan penarik dana? Kelompok ini bertugas di lapangan untuk menarik dana yang telah masuk ke rekening fiktif. Mereka bisa menggunakan berbagai cara. Seperti kartu ATM yang sudah disiapkan atau kerja sama dengan agen perbankan untuk pencairan. Kelompok ini bisa disebut sebagai eksekutor di ujung rantai.

    Maka wajar bila ada dugaan para pelaku kejahatan penerima bansos fiktif ini adalah sindikat. Karena penerima fiktif itu dalam skala besar. Bukan puluhan atau ratusan orang, yang bisa kita sebut sebagai human error petugas input data. Tetapi ini jutaan, dan dana itu dikelola. Masuk dan kemudian ditarik. Dimana prosesnya dimulai dari birokrasi pemerintahan (data), dilanjutkan ke sektor perbankan (rekening), dan diakhiri dengan pencairan di lapangan. Keterlibatan lintas sektor ini adalah ciri khas sindikat kejahatan terorganisir.

    Lazimnya pasti ada “otak” di balik operasi ini. Yang mengatur strategi. Sementara anggota lainnya menjalankan peran masing-masing. Seperti pembuat data fiktif. Pembuka rekening, dan penarik dana. 

    Oleh karena itu saya mendukung penuh permintaan Presiden Prabowo kepada Kepala PPATK untuk membongkar habis dan tuntas skandal penerima bansos fiktif ini. Segera setelah itu, PPATK harus menyerahkan kepada KPK RI untuk ditindaklanjuti. Karena ini kejahatan luar biasa. Selain merugikan negara, juga merugikan rakyat yang seharusnya berhak menerima.  

    Saya sudah pernah mengingatkan soal ini pada tahun 2022 silam. Saat saya menjabat Ketua DPD RI. Saat itu KPK menemukan 16,7 juta orang tanpa NIK yang tercatat dalam DTKS Kemensos sebagai penerima bansos. Di luar itu juga ada NIK Ganda sebanyak 1,06 juta orang. Ditambah 234 ribu orang yang meninggal, tapi masih ada di DTKS. 

    Sengkarut data juga saya sampaikan terkait data jumlah desa penerima dana desa. Karena ada perbedaan data antara Kemenkeu dan Kemendes. Dimana Kemenkeu menyebut ada 15 desa fiktif yang menerima dana desa. Kekacauan ini sejatinya sudah sejak dulu. Dan ini adalah celah bagi sindikat yang ingin mencuri uang APBN.

    Karena itu, saya berharap program Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSEN) yang diluncurkan Presiden Prabowo dapat segera tuntas. Untuk merapikan serta menghapus celah sindikat pencuri uang bantuan sosial ini. 

    Dengan data yang terpadu dan berasal dari satu basis, akan dapat digunakan oleh semua kementerian dan lembaga dalam menyalurkan program-program perlindungan sosial. Sebab, jika basis datanya saja sudah salah, maka program yang dijalankan pasti tidak akan tepat sasaran. 

    DTSEN juga bisa digunakan untuk menentukan kebijakan pendirian Sekolah Rakyat. Prioritas pembangunan dapur Makan Bergizi Gratis. Juga untuk penajaman konsentrasi dan jenis usaha Koperasi Merah Putih, yang tentu berbeda satu daerah dengan daerah lainnya. Tentu verifikasi lapangan secara berkala tetap harus dilakukan. 

    Dan yang lebih penting, ayo kita bersih-bersih. Saatnya kebocoran APBN yang disengaja kita akhiri. Menurunnya tingkat korupsi, ekuivalen dengan angka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bukan mustahil kita bisa menuju Indonesia yang lebih sejahtera, dengan membangun semangat kebersamaan (Prabowonomics) dan mengakhiri sifat keserakahan (Serakahnomics). 

    (*Penulis adalah Anggota MPR RI/DPD RI, Ketua DPD RI ke-5 )

  • Gagasan Hatta, Negara Pengurus Bukan Negara Kekuasaan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 September 2025

    Gagasan Hatta, Negara Pengurus Bukan Negara Kekuasaan Nasional 15 September 2025

    Gagasan Hatta, Negara Pengurus Bukan Negara Kekuasaan
    Jurnalis, Mahasiswa S3 Ilmu Politik
    MUAZIN
    muda Sukidi Mulyadi, lulusan Harvard University, memilih jalan sunyi. Bukan menjadi pengusaha, bukan membangun start-up, bukan pula menjadi elite ormas.
    Ia memilih menulis, berceramah, dan mengingatkan bangsa melalui refleksi moral. Esai-esainya—
    Pinokio Jawa, Machiavelli Jawa, Hitler Jawa
    —menyentil nurani publik. Dan, viral.
    Dalam tulisannya di Harian
    Kompas
    (11 September 2025), ia menulis: “Ketika saluran perubahan formal tidak berfungsi lagi dan aspirasi bersama tidak didengarkan sama sekali, akhirnya rakyat turun ke jalan-jalan sebagai bentuk perlawanan politik.”
    Kegelisahan Sukidi adalah kegelisahan kita semua. Ia mewakili suara batin yang jarang terdengar di tengah hiruk-pikuk politik dan prahara Agustus 2025.
    Dalam esainya di
    Kompas
    , Sukidi menulis, “Simaklah wahai para pengurus negara, fenomena perlawanan politik dengan pikiran yang jernih dan hati yang lapang. Rakyat tidak percaya dengan yang pemerintah katakan dengan efisiensi karena melihat langsung pemerintahan yang besar yang tidak efisien dan efektif.”
    Sukidi menyebut, “pengurus negara”. Gagasan itu diambil dari Pidato Mohammad Hatta, 15 Juli 1945. Yang digagas Hatta dan para pendiri bangsa adalah negara pengurus, bukan negara kekuasaan.
    Pengertian pengurus negara adalah orang yang mengurusi negara dengan segala kebutuhan warga negara yang telah membayar pajak.
    Terminologi pengurus amat beda dengan pemimpin atau penguasa. Pemimpin seakan menempatkan ada yang memimpin dan rakyat yang dipimpim. Apalagi termonologi penguasa, di mana penguasa menguasasi rakyat yang dikuasasi. Tidak demikian adanya.
    Dalam perspektif Gramsci, Sukidi adalah intelektual sejati bukan sekadar akademisi, melainkan mereka yang mengartikulasikan aspirasi dan kegelisahan rakyat.
    Sukidi memilih “jalan sunyi” sebagai penulis dan penceramah moral. Ia tidak masuk dalam struktur formal (partai, ormas, birokrasi), tetapi justru menjadi intelektual organik yang menyuarakan keresahan rakyat.
    Esainya mengkritik disfungsi saluran formal demokrasi, dan membuka ruang kesadaran bahwa perlawanan politik bisa sah sebagai ekspresi rakyat. Ini adalah upaya membentuk
    counter-hegemony
    terhadap narasi resmi negara.
    Prahara Agustus 2025 membuka mata betapa lumpuhnya pranata demokrasi kita. Partai politik, DPR, DPD, bahkan ormas besar seolah menghilang.
    Padahal, negara sudah mengalokasikan anggaran yang besar berdasarkan RAPBN 2026: DPR Rp 9,9 triliun, DPD Rp 1,8 triliun, MPR Rp 1,05 triliun. Besarnya anggaran ternyata tidak berbanding lurus dengan keberanian untuk menemui rakyat.
    Wajar jika rakyat marah dan melampiaskan kemarahan dengan caranya sendiri, turun ke jalan.
    DPR atau DPRD memilih diam ketika pajak rakyat dinaikkan oleh pengurus negara, baik di pusat maupun di daerah.
     
    Rakyat marah menyaksikan drama permainan hukum. Aktivis ditangkap karena menyalurkan aspirasi, sementara elite politik atau jenderal polisi berbintang tiga berstatus tersangka, tapi perkaranya tak jelasnya prosesnya.
    Seorang terpidana yang seharusnya dieksekusi malah dihadiahi jabatan komisaris BUMN. Itu kesalahan pengurus negara.
    Fenomena ini dapat dibaca melalui teori cartel party Katz & Mair: partai politik yang seharusnya menjadi penghubung rakyat justru membentuk kartel kekuasaan, hidup dari sumber daya negara, dan semakin jauh dari basis sosialnya.
    Lalu,
    state capture
    memperlihatkan bahwa institusi demokrasi sudah disandera oleh elite—fungsi representasi hanyalah formalitas.
    Dalam
    delegative democracy
    ala Guillermo O’Donnell, rakyat seolah memberi mandat total kepada presiden, sementara DPR dan DPD tereduksi jadi pelengkap prosedural.
    Semua teori itu bertemu dalam kenyataan: rakyat kehilangan saluran aspirasi, dan jalan terakhir adalah turun ke jalan.
    Di sinilah relevansi Bung Hatta kembali hidup. Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), (15 Juli 1945), ia berkata: “Hendaknya kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin jangan menjadi negara kekuasaan. Kita menghendaki negara pengurus.”
    Pesan Hatta adalah kompas moral. Negara pengurus artinya negara yang hadir untuk mengurus rakyatnya, bukan mengurus keluarga, kelompok, atau oligarki.
    Dengan memegang prinsip kesetaraan, selayaknya istilah “pengurus negara” lebih tepat dibandingkan pemimpin negara.
    Pemimpin mengasumsikan bahwa rakyat dipimpin oleh pemimpin dengan kelas yang lebih tinggi. Istilah “pengurus negara” adalah mandat yang diberikan rakyat (pembayar pajak) untuk mengurusi segala kebutuhan negara dan masyarakat.
    Dalam MemoBDM saya menawarkan tiga hal:
    Pertama, repolitisasi masyarakat sipil. Suara kegelisahan moral dari intelektual, tokoh agama, akademisi harus dirajut menjadi kekuatan politik alternatif.
    Pada era Gus Dur, pernah ada lembaga bernama Forum Demokrasi atau Liga Demokrasi. Kekuatan masyarakat sipil memang harus dikonsolidasikan menjadi kekuatan politik alternatif di tengah disfungsi pranata demokrasi.
    Kedua, reformasi partai politik. Kartelisasi hanya bisa diputus dengan pembatasan rangkap jabatan, transparansi dana politik, dan mekanisme kontrol publik yang nyata.
    Dalam reformasi partai politik dan DPR perlu dipikirkan RUU Pemerintahan Nasional atau RUU Kepresidenan. Menjadi kenyataan, satu-satunya lembaga negara yang tidak punya undang-undang adalah Lembaga Kepresidenan.
    Jika pemerintah daerah punya UU Pemerintahan Daerah, mengapa tidak ada UU Pemerintahan Nasional?
    Ketiga, restorasi amanah rakyat. Elite harus sadar bahwa mandat pemilu bukanlah cek kosong, melainkan janji untuk mengurus rakyat, bukan kerabat atau kroni.
    Rakyat pun masih belum lupa tema yang diusung pemerintahan Prabowo-Gibran adalah keberlanjutan. Sementara Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai simbol perubahan.
    Adapun Gandjar Pranowo-Mahfud MD mengusung keberlanjutan dan koreksi. Kini setelah pemerintahan Prabowo berjalan sepuluh bulan, apa makna kampanye “keberlanjutan” yang digaungkan pada masa kampanye? Lalu, apa artinya janji kampanye?
    Prahara Agustus adalah alarm keras. Prahara Agustus adalah
    wake up call
    , kata Anggota Forum Warga Negara, Chandra Hamzah dan Sudirman Said dan diserukan kembali oleh Mulya Lubis.
    Jika elite tetap tak mendengar, maka rakyat akan mencari jalannya sendiri. Jalan kembali ke negara pengurus bukan sekadar romantisme sejarah, melainkan keharusan sejarah.
    Bung Hatta sudah meletakkan fondasinya; kini kita menunggu, adakah pengurus negara yang berani menapakinya kembali?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Kehadiran Megawati di Samping Prabowo Dinilai Patahkan Isu PDI-P Terkait Kerusuhan Demo Agustus
                        Nasional

    8 Kehadiran Megawati di Samping Prabowo Dinilai Patahkan Isu PDI-P Terkait Kerusuhan Demo Agustus Nasional

    Kehadiran Megawati di Samping Prabowo Dinilai Patahkan Isu PDI-P Terkait Kerusuhan Demo Agustus
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kehadiran Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri di samping Presiden Prabowo Subianto saat memberikan respons pascademonstrasi dan kerusuhan di akhir Agustus 2025, memiliki makna tersendiri.
    Penasihat Senior LAB 45 Andi Widjajanto menilai, kehadiran Megawati itu membantah hipotesa atau kemungkinan PDI-P terlibat dalam aksi demonstrasi yang berujung ricuh pada akhir Agustus tersebut.
    Hal itu disampaikan Andi dalam podcast Gaspol
    Kompas.com
    , saat ditanya soal pihak mana yang kemungkinan ingin mengganggu keamanan dalam negeri lewat kerusuhan di akhir bulan Agustus 2025.
    “Jadi, misalnya saya mendengar kemungkinan bahwa ini dilakukan oleh kelompok oposisi ya, misalnya kalau ditanya ke PDI Perjuangan. PDI Perjuangannya kan kita bukan oposisi,” kata Andi dalam siaran Gaspol di YouTube
    Kompas.com
    , dikutip Sabtu (14/9/2025).
    “Kalau kemudian partai oposisinya yang dianggap ke PDI Perjuangan, lah Ibu Mega hadir di Istana. Pada saat
    critical time,
    Ibu Mega hadir di samping Pak Prabowo,” ujarnya lagi.
    Menurut dia, kehadiran Megawati di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Minggu, 31 Agustus 2025, itu harus diinterpretasikan sebagai simbol politik.
    Andi berpandangan, jika Megawati hadir dan berdiri di sebelah Prabowo, tentu itu menepis soal hipotesa PDI-P terlibat dalam aksi demonstrasi dan kerusuhan bulan Agustus 2025.
    “Simbol-simbol politik, simbol-simbol politik Jawa yang harus kita interpretasikan ya untuk kemudian mengukur ini. Sebetulnya tadi hipotesa friksi itu berlaku enggak?” kata Andi.
    “Tapi, kalau Ibu Mega hadir ya mestinya hipotesa friksi antara Pak Prabowo dengan Ibu (Megawati) patah, hadir kok ya di situ,” ujarnya lagi.
    Dalam rangka menemukan motif dan pihak yang terkait kerusuhan, Andi menyarankan agar semua kemungkinan dikumpulkan baik itu soal friksi dengan negara lain hingga friksi politik.
    “Ya untuk sementara dideretkan saja semua hipotesa-hipotesa yang mungkin ya,” kata Andi.
    Setelahnya, semua hipotesa yang ada perlu diperiksa dengan kesesuaian fakta yang ada.
    “Ya kemudian ya sudah, patahkan hipotesanya satu per satu,” ujar Andi.

    Sebelumnya diberitakan, Prabowo memanggil sejumlah ketua umum partai politik (parpol) ke Istana Kepresidenan, Jakarta, 31 Agustus 2025, tepat sebelum memberikan pernyataan untuk merespons aksi demonstrasi yang berujung ricuh.
    Megawati Soekarnoputri pun hadir dan menjadi sorotan lantaran Presiden ke-5 RI itu berdiri di samping Presiden Prabowo.
    Selain Megawati, hadir pula Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, dan Ketua DPD RI Sultan Najamudin.
    Sejumlah ketua umum partai politik juga turut mendampingi, mulai dari Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia, Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, hingga Ketum Partai Nasdem Surya Paloh.
    Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat diwakili jajaran pengurus pusat.
    “Hari ini saya didampingi Presiden ke-5 Republik Indonesia Ibu Megawati Soekarnoputri dan para pimpinan lembaga negara serta partai politik. Kita tadi telah membahas perkembangan situasi negara. Izinkan saya membacakan pernyataan,” kata Prabowo membuka pidatonya, Minggu malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bursa Calon Ketua PDIP Jombang Semakin Ketat, Ini Nama-nama yang Muncul

    Bursa Calon Ketua PDIP Jombang Semakin Ketat, Ini Nama-nama yang Muncul

    Jombang (beritajatim.com) – Pemilihan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kabupaten Jombang semakin memasuki tahap penting. Sejumlah nama kader unggulan mulai muncul dalam mekanisme penjaringan calon ketua.

    Hingga saat ini, sudah ada enam calon yang memperebutkan posisi tersebut, di antaranya adalah mantan Wakil Bupati Jombang, Sumrambah, serta istri dari Sumrambah, Wiwin Sumrambah, yang juga merupakan anggota DPRD Jawa Timur.

    Berdasarkan data yang didapatkan dari mekanisme internal partai, beberapa nama calon telah memperoleh dukungan signifikan dalam proses penjaringan. Sumrambah memperoleh dukungan terbanyak dengan 21 suara, disusul oleh Wiwin Sumrambah dengan 20 suara, serta Donny Anggun yang memperoleh 18 suara. Selain itu, terdapat juga nama-nama lain seperti Totok, Samsul Huda, dan Adi yang masing-masing mendapatkan dukungan satu suara.

    Sekretaris DPC PDIP Jombang, Donny Anggun, menjelaskan bahwa mekanisme pemilihan calon ketua DPC kali ini dilakukan dengan cara masing-masing PAC mengusulkan tiga nama. Kemudian, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) akan memilih dua nama dari hasil usulan tersebut. Sementara itu, DPC tidak memiliki kewenangan untuk mengusulkan calon secara langsung.

    “Menurut aturan partai, DPP (Dewan Pimpinan Pusat) akan mengundang semua nama calon untuk menjalani serangkaian tes, termasuk psikotes. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa calon ketua memiliki kapasitas dan integritas yang memadai,” jelas Donny Anggun, Sabtu (13/9/2025).

    Lebih lanjut, Donny menegaskan bahwa dalam pemilihan ini, yang berhak menentukan siapa yang memimpin PDIP Jombang adalah DPP. Tentu saja, dari enam nama yang muncul tersebut akan diseleksi ketat. [suf]

  • Gerakan Rakyat Fokus Sosial, Partai Aksi Rakyat ke Politik

    Gerakan Rakyat Fokus Sosial, Partai Aksi Rakyat ke Politik

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Gerakan Rakyat (GR) Provinsi Sulawesi Selatan menggelar rapat konsolidasi di Ardan Masogi, Tamalanrea, Makassar, Sabtu (13/9/2025) sore.

    Kegiatan ini menjadi istimewa karena dihadiri langsung Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerakan Rakyat, Sahrin Hamid.

    Kehadiran Sahrin disambut hangat puluhan pengurus Gerakan Rakyat dari berbagai daerah di Sulsel.

    Tampak hadir jajaran Pengurus Harian dan Dewan Pakar DPW GR Sulsel, Ketua DPD GR Kota Makassar H. Paris, serta Ketua DPD GR Kabupaten Gowa Karim Alwie beserta rombongan.

    Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Gerakan Rakyat, sebelum dilanjutkan dengan sambutan Ketua DPW GR Sulsel, Asri Tadda.

    Dalam kesempatan itu, Asri memaparkan perkembangan organisasi di daerah serta memperkenalkan sejumlah tokoh Dewan Pakar.

    “Alhamdulillah, ini kebahagiaan tersendiri bagi kita di Sulsel karena Ketum berkenan hadir langsung bersama kita semua. Mohon arahan dan bimbingan agar Gerakan Rakyat semakin solid dan Partai Aksi Rakyat bisa lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu mendatang,” kata Asri.

    Sementara itu, dalam arahannya, Sahrin Hamid menegaskan peran berbeda antara ormas Gerakan Rakyat dan Partai Aksi Rakyat.

    Menurutnya, Gerakan Rakyat fokus pada kegiatan sosial kemasyarakatan, sedangkan Partai Aksi Rakyat dipersiapkan sebagai wadah perjuangan politik.

    “Gerakan Rakyat sudah terdaftar sebagai ormas, sementara Partai Aksi Rakyat kita sementara siapkan menjadi mesin politik untuk mendorong perubahan bangsa bersama Anies Baswedan,” jelasnya.

  • Ada Festival Dayung di KBT Duren Sawit

    Ada Festival Dayung di KBT Duren Sawit

    Jakarta (ANTARA) – Forum Alumni Siswa Pecinta Alam (Fasta) DKI Jakarta menggelar Festival Dayung di Kanal Banjir Timur (KBT) Duren Sawit, Jakarta Timur, yang diikuti oleh 280 Siswa Pencinta Alam (Sispala) dari 36 sekolah di lima wilayah Jakarta pada Sabtu.

    “Festival Dayung Sispala DKI Jakarta ini akan berlangsung hari ini hingga Minggu (14/9). Hari ini dilakukan acara pembukaan dan ‘coaching clinic’ dan besok untuk perlombaan,” kata Ketua Fasta Jakarta Adjie Rimbawan saat pembukaan kegiatan itu.

    Yerdapat lima kategori lomba dalam festival dayung ini. Yakni, Kayak Putra, Kayak Putri, Pitkano Putra, Pitkano Putri dan Dayung beregu. “Untuk lomba menempuh jarak 200 sampai 350 meter sesuai kategorinya,” ujarnya.

    Adjie berharap kegiatan ini dapat mendukung pembinaan untuk mencari bibit-bibit atlet di cabang olahraga dayung atau arung jeram.

    “Selain itu, kita juga ingin agar KBT ini menjadi ikon destinasi wisata dengan banyak aktivasi kegiatan positif,” tuturnya.

    Ketua Dewan Pembina Fasta Jakarta, Komjen Pol (Purn) Boy Rafli Amar menekankan pentingnya kegiatan seperti ini dalam membangun karakter generasi muda.

    “Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Kita tidak bisa membiarkan generasi muda disorientasi terhadap alam dan lingkungannya. Melalui kegiatan ini, kita siapkan mereka menjadi pemimpin masa depan dengan karakter cinta tanah air dan cinta alam,” katanya.

    Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Dapil DKI Jakarta, Dailami Firdaus yang hadir sebagai Penasihat Sispala Jakarta juga menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dengan komunitas pemuda.

    Kegiatan seperti lomba dayung ini sangat positif. Selain promosi BKT sebagai destinasi juga menciptakan suasana kondusif di masyarakat.

    “Kami di DPD tentu siap mendukung dan berkolaborasi dengan pemkot, khususnya bersama Wali Kota Jakarta Timur,” katanya.

    Forum Alumni Siswa Pecinta Alam (Fasta) DKI Jakarta Adjie Rimbawan saat memberikan keterangan di sela-sela kegiatan Festival Dayung yang digelar di kawasan Kanal Banjir Timur (KBT) Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (13/9/2025). Festival dayung itu diikuti oleh 280 Siswa Pencinta Alam (Sispala) dari 36 sekolah di lima wilayah Jakarta. ANTARA/HO-Fasta DKI Jakarta

    Wali Kota Jakarta Timur Munjirin mendukung kegiatan festival dayung tersebut. Dia pun menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Fasta dan Sispala DKI Jakarta yang sudah mengadakan kegiatan positif di KBT.

    “Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bahwa BKT telah dipilih menjadi lokasi Festival Dayung ini. Saya mohon festival ini dibuat kalender rutin, tidak hanya tahun ini saja,” ujarnya.

    Ia juga berharap dengan peserta pelajar dari usia Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat dapat menanamkan sejak dini kecintaan terhadap lingkungan.

    “Kalau sejak usia muda sudah diterapkan cinta kepada alam, cinta kepada tanah air, saya yakin semuanya ke depan akan lebih baik dalam menata kepemudaan agar mereka tidak terjerumus dalam perilaku negatif, termasuk tawuran dan narkoba,” katanya.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Buka Bimtek Nasional, OSO Janji Kembalikan Kejayaan Hanura ke Senayan

    Buka Bimtek Nasional, OSO Janji Kembalikan Kejayaan Hanura ke Senayan

    Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Umum DPP Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) membuka Bimtek Nasional Hanura di Hotel Shangri-La Surabaya, Jumat (12/9/2025) malam. OSO menyampaikan gagasannya untuk mengembalikan kejayaan Hanura kembali ke Senayan.

    OSO meminta semua Anggota DPRD Hanura di seluruh Indonesia untuk memperkuat akar rumput dengan membantu DPC kabupaten/kota membentuk ranting di desa-desa/kelurahan. Dengan adanya pengurus ranting, maka suara Hanura bisa kembali meningkat.

    “Sangat penting membentuk ranting, kekuatan itu ada di bawah, bukan di atas. Jadi, kekuatan-kekuatan sebuah partai itu di bawah bukan di atas. Di atas itu hanya memerintahkan, tapi suara itu kan di bawah,” tegas OSO.

    OSO menargetkan tahun 2026 pengurus Ranting Hanura di seluruh desa/kelurahan Indonesia sudah terbentuk. Hal itu akan jadi modal kuat Hanura menyongsong Pemilu 2029.

    “Jadi, itu sebabnya saya yakin persiapan-persiapan seperti ini perlu dilakukan berkelanjutan dalam konteks antara DPD provinsi, DPC kabupaten/kota, PAC, ranting harus satu kesatuan,” tambahnya.

    OSO juga berharap Anggota DPRD Hanura bisa menyatukan pandangan-pandangan tentang filosofi politik Indonesia. Apalagi, banyak Anggota DPRD Hanura yang masih baru.

    “Harapannya begini, semakin hari mereka semakin menghayati apa yang diatur dalam Bimtek. Ini Bimtek programnya Kemendagri untuk menyatukan pandangan-pandangan tentang bagaimana filosofi politik bangsa Indonesia. Ini sangat penting, terutama bagi kader kita yang baru masuk DPRD itu membutuhkan masukan dari profesional menyangkut kepentingan negara,” jelasnya.

    “Jadi, Bimtek ini sangat perlu untuk mereka di daerah yang tergabung dalam kelompok ini. Bagaimana menyatukan pikiran-pikiran pemerintah di dalam melaksanakan UU tentang mekanisme kerja DPR, supaya tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaannya. DPR kita nggak boleh menyimpang, tagline kita berpihak ke daerah. Maka dari itu juga kita turun ke daerah agar tahu kondisi daerah,” tandasnya.

    Bimtek Nasional Hanura di Surabaya diikuti 189 anggota DPRD tingkat provinsi, kabupaten/kota dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. (tok/ian)