Urgensi Perda Masyarakat Hukum Adat
Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
HUKUM
nasional dan hukum adat seringkali dianggap sebagai dua sistem hukum yang berbeda, bahkan bertentangan. Padahal, hukum adat merupakan bagian dari sistem hukum Indonesia yang diakui oleh konstitusi.
Harmonisasi hukum nasional dan hukum adat menjadi penting untuk menciptakan sistem hukum yang komprehensif dan berkeadilan.
Peraturan daerah (Perda) MHA dapat menjadi jembatan untuk mengharmonisasikan kedua sistem hukum tersebut.
Perda dapat memuat ketentuan mengenai pengakuan terhadap hukum adat sebagai sumber hukum yang sah di samping hukum nasional.
Perda dapat mengatur mengenai penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa adat, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasional dan hak asasi manusia.
Perda juga dapat mengatur mengenai mekanisme koordinasi antara lembaga adat dengan lembaga pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di wilayah adat.
Harmonisasi hukum nasional dan hukum adat bukan berarti menghilangkan atau mengganti hukum adat dengan hukum nasional.
Harmonisasi berarti mencari titik temu dan keselarasan antara kedua sistem hukum tersebut, sehingga tercipta sistem hukum yang lebih adil, responsif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam proses harmonisasi, penting untuk menghormati kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam hukum adat.
Dengan mengharmonisasikan hukum nasional dan hukum adat, kita dapat menciptakan sistem hukum yang lebih inklusif dan partisipatif.
MHA dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembentukan dan penegakan hukum, sehingga hukum yang berlaku benar-benar mencerminkan aspirasi dan kepentingan mereka.
Harmonisasi hukum juga dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, karena hukum yang diakui dan dihormati oleh masyarakat akan lebih mudah untuk ditegakkan.
Sejalan dengan gambaran tersebut, anggota DPD RI dapil DKI Jakarta, Fahira Idris, baru-baru ini mengimbau agar semua daerah di Indonesia memiliki peraturan daerah (perda) tentang masyarakat hukum adat.
Pernyataan ini tentu menarik untuk dikaji lebih dalam dari sudut pandang hukum, mengingat masyarakat hukum adat merupakan entitas yang diakui secara konstitusional dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Dalam implementasinya, pengakuan tersebut sering kali terbentur oleh regulasi yang belum seragam di tingkat daerah.
Secara yuridis, keberadaan masyarakat hukum adat diakui dan dihormati sepanjang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, masalah yang sering muncul adalah ketiadaan instrumen hukum daerah yang dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap hak-hak mereka, terutama terkait tanah ulayat, kearifan lokal, serta kelembagaan adat.
Sejumlah daerah memang telah memiliki perda yang mengatur masyarakat hukum adat, seperti di Sumatera Barat dengan Perda tentang Nagari dan di Kalimantan dengan pengakuan hak-hak masyarakat Dayak.
Namun, tidak semua daerah memiliki regulasi serupa. Imbauan Fahira Idris agar setiap daerah menerbitkan perda terkait masyarakat hukum adat patut diapresiasi, tetapi perlu dikaji lebih lanjut mengenai implementasi dan tantangan yang akan dihadapi.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 telah memberikan dampak signifikan terhadap pengakuan hak-hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) atas
hutan adat
.
Putusan MK tersebut menyatakan bahwa hutan adat bukan merupakan hutan negara, melainkan hutan yang berada di wilayah adat dan dikelola oleh MHA sesuai dengan hukum adat mereka.
Putusan MK ini membuka jalan bagi pengakuan dan perlindungan hak-hak MHA atas hutan adat, tapi implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan.
Perda MHA dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengimplementasikan Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012.
Perda dapat memuat ketentuan mengenai mekanisme pengakuan dan penetapan hutan adat, termasuk proses inventarisasi, verifikasi, dan pemetaan partisipatif yang melibatkan MHA secara aktif.
Dengan adanya Perda, proses pengakuan hutan adat dapat dilakukan secara lebih cepat, transparan, dan akuntabel.
Selain itu, Perda juga dapat mengatur mengenai pengelolaan hutan adat oleh MHA. Perda dapat memberikan kewenangan kepada MHA untuk mengelola hutan adat sesuai dengan hukum adat mereka, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perda juga dapat mengatur mengenai mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan hutan adat, sehingga hutan adat dapat dikelola secara lestari dan berkelanjutan.
Implementasi Putusan MK terkait hutan adat bukan hanya memberikan manfaat bagi MHA, tetapi juga bagi negara dan masyarakat luas.
Hutan adat
memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, menyediakan sumber air bersih, dan mengurangi risiko bencana alam.
Dengan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak MHA atas hutan adat, kita turut berkontribusi pada pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan.
Urgensi Perda Masyarakat Hukum Adat (MHA) sangatlah jelas dan mendesak. Perda MHA bukan hanya sekadar pengakuan simbolis, tetapi merupakan instrumen hukum yang vital untuk melindungi hak-hak konstitusional MHA, mencegah konflik agraria dan kerusakan lingkungan, memberdayakan ekonomi dan sosial budaya MHA, menegaskan identitas dan kepastian hukum MHA, mengharmonisasikan hukum nasional dan hukum adat, serta mengimplementasikan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait hutan adat.
Dengan adanya Perda MHA, diharapkan keberadaan MHA dapat diakui, dihormati, dan dilindungi secara efektif, sehingga mereka dapat terus berkontribusi pada pembangunan bangsa yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan.
Setidaknya ada tiga tantangan utama yang harus diperhatikan dalam penyusunan perda ini. Pertama, identifikasi dan verifikasi masyarakat hukum adat.
Tidak semua kelompok yang mengklaim sebagai masyarakat hukum adat dapat langsung diakui dalam perda.
Diperlukan mekanisme verifikasi yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan status hukum adat untuk kepentingan tertentu.
Kedua, harmonisasi dengan peraturan nasional. Perda harus selaras dengan UU yang lebih tinggi, seperti UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan berbagai regulasi sektoral lainnya.
Tanpa harmonisasi yang jelas, perda berpotensi menimbulkan konflik hukum dengan kebijakan nasional.
Ketiga, kapasitas pemerintah daerah. Tidak semua pemerintah daerah memiliki kapasitas dan pemahaman yang cukup dalam merancang perda yang berpihak pada masyarakat hukum adat.
Diperlukan pendampingan dan sinergi antara akademisi, praktisi hukum, serta perwakilan
masyarakat adat
.
Sebagai langkah konkret, pemerintah pusat perlu menerbitkan pedoman umum penyusunan perda masyarakat hukum adat agar tidak terjadi disparitas antarwilayah.
Partisipasi aktif masyarakat adat dalam proses perumusan perda harus menjadi prinsip utama agar perda yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan mereka.
Dengan demikian, imbauan Fahira Idris tidak hanya menjadi wacana politik, tetapi dapat diimplementasikan secara nyata untuk memperkuat posisi masyarakat hukum adat dalam sistem hukum nasional.
Keberadaan perda yang mengakui hak-hak mereka bukan sekadar formalitas, tetapi sebagai instrumen perlindungan dan pemberdayaan yang nyata bagi komunitas adat di seluruh Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPD
-

DPP PAN perintahkan DPD dan DPW segera laksanakan Musda dan Muswil sambut Pemilu 2029
Sumber foto: Radio Elshinta/ADP
DPP PAN perintahkan DPD dan DPW segera laksanakan Musda dan Muswil sambut Pemilu 2029
Dalam Negeri
Editor: Valiant Izdiharudy Adas
Jumat, 07 Maret 2025 – 12:11 WIBElshinta.com – Seluruh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) untuk Musyawarah Daerah (Musda) dan Musyawarah Wilayah (Muswil) penting dilakukan sesegera mungkin, mengingat PAN juga harus mematangkan konsolidasi menghadapi Pemilu 2029.
Hal itu disampaikan Waketum DPP PAN, Viva Yoga Mauladi saat keterangan pers di Kantor DPP PAN, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis, (6/3/2025).
“Harapannya di tahun ini seluruh proses muswil, musda, muscab itu sudah selesai dan konsolidasi organisasi sudah selesai. Perencanaan pemenangan pemilu untuk 2029 akan kita selesaikan di tahun ini. Sehingga ke depan PAN sudah siap untuk Pemilu 2029,” kata Wakil Menteri Transmigrasi Indonesia ini.
Sementara itu, Sekjen DPP PAN, Eko Patrio menambahkan agar DPW dan DPD untuk segera membentuk panitia penyelenggara Musda dan Muswil PAN.
“DPP PAN mengamanatkan akan mengajak wilayah ya tingkat 1 dan tingkat 2, dalam hal ini DPW dan DPD, untuk secepatnya membentuk panitia penyelenggaraan musda dan muswil,” kata Eko.
“Karena ini sudah diamanatkan pada saat Kongres bulan Agustus 2024 yang lalu,” sambungnya. (ADP)
Sumber : Radio Elshinta
-

BK DPD minta masyarakat Bali bangga punya Ni Luh Djelantik
Denpasar (ANTARA) – Badan Kehormatan (BK) DPD RI telah melakukan verifikasi faktual atas somasi seseorang kepada Ni Luh Djelantik dan justru meminta masyarakat Bali semestinya bangga memiliki senator perempuan tersebut.
“Ya memang Ibu Ni Luh ini memperjuangkan masyarakatnya, Ibu Ni Luh itu berjuang, masyarakat Bali mestinya bangga punya anggota DPD Bali seperti beliau ini,” kata Pimpinan BK DPD RI Ismeth Abdullah di Denpasar, Jumat.
Pada waktu yang sama, sebanyak 16 anggota BK DPD RI mendatangi Kantor DPD RI Bali untuk menggelar verifikasi faktual terhadap somasi yang dilayangkan seseorang bernama Togar Situmorang kepada Ni Lih Djelantik.
Ismeth mengatakan mereka hadir justru untuk melindungi anggotanya yang dilaporkan dengan mendengar penjelasan Ni Luh Djelantik untuk selanjutnya diproses di pusat.
Meski keputusan badan kehormatan baru keluar paling lambat 13 Maret 2025 ini, pimpinan rombongan menyatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena urusan etik kali ini untuk melindungi Ni Luh.
Diketahui kasus Ni Luh Djelantik berawal dari dirinya yang mendukung agar pengemudi online di Bali wajib ber-KTP Bali sesuai ketentuan aplikator di wilayah lain.
Togar Situmorang yang berprofesi sebagai pengacara menilai jika pengemudi online di Bali diharuskan ber-KTP Bali adalah hal yang melanggar konstitusi, sehingga satu-satunya senator perempuan dari Bali ini tidak setuju apalagi akhirnya aplikator sepakat dengan Ni Luh.
Dalam tanggapannya, Ni Luh menyelipkan kata dalam bahasa Bali ‘lebian bunyi’ atau banyak bicara yang digunakan masyarakat sehari-hari, namun kata tersebut dipermasalahkan karena dinilai kasar hingga dilaporkan ke BK DPD RI.
Anggota DPD RI Ni Luh Djelantik mengatakan kronologis persoalan telah disampaikan ke rombongan badan kehormatan untuk diverifikasi.
Ia sendiri mengaku bingung sebab aduan pelapor telah keluar dari substansi awal yaitu urusan pengemudi online ber-KTP luar Bali yang sejatinya telah direspons positif aplikator dan tujuannya untuk membela masyarakat Bali.
“Memang ada penggunaan dua kata yaitu lebian munyi, penggunaan kata itu kemudian dipermasalahkan, kami berbicara di atas tanah kelahiran kami sendiri menggunakan bahasa sehari-hari kami pakai, kami tidak menggunakan bahasa yang menyerang personal seseorang,” ujar Ni Luh.
Merasa yang dilakukan sudah sesuai dengan tugas dewan, kini Ni Luh Djelantik menyerahkan segala keputusan ke BK DPD RI, dan setelah ini akan kembali fokus bekerja.
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025 -

Silaturahmi ke Bupati Morowali, Partai Perindo Siap Kawal dan Dukung Program Percepatan Kesejahteraan Masyarakat
loading…
Bendahara Umum DPP Partai Perindo, Michael Victor Sianipar bersilaturahmi dengan Bupati Morowali, Iksan Baharuddin Abdul Rauf pada Rabu, 5 Maret 2025. Foto/Dok.SindoNews
MOROWALI – Dalam safari politiknya di Sulawesi Tengah, Bendahara Umum DPP Partai Perindo, Michael Victor Sianipar bersilaturahmi dengan Bupati Morowali, Iksan Baharuddin Abdul Rauf pada Rabu, 5 Maret 2025.
Turut mendampingi pada pertemuan yang bertempat di Kantor Bupati Morowali itu, ialah Ketua DPD Partai Perindo Morowali yang juga Ketua Fraksi Partai Perindo di DPRD Kabupaten Morowali, Putra Bonewa, Sekretaris DPD Partai Perindo Morowali, Bahrun, serta dua Anggota DPRD Morowali dari Partai Perindo, Herlan dan Herman.
Michael Sianipar mengatakan pertemuan itu merupakan momen istimewa, terlebih karena Bupati Morowali Iksan Baharuddin Abdul Rauf merupakan kader terbaik Partai Perindo.
“DPP Partai Perindo berkomitmen mengawal seluruh kader yang terpilih menjadi Bupati. Kita juga memastikan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Morowali untuk kebermanfaatan masyarakat Morowali,” katanya.
Diuraikan lebih lanjut, pertemuan ini menghasilkan diskusi konstruktif mengenai pembangunan Morowali ke depan. Kedua pihak sepakat untuk menjalin komunikasi intensif dalam mengawal setiap kebijakan daerah, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, peningkatan ekonomi daerah, serta pengembangan infrastruktur.
Ketua Indonesian Youth Diplomacy ini juga optimistis Bupati Morowali dan jajaran Pemkab dapat menjalankan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat. “Partai Perindo juga berharap agar kebijakan yang diambil mampu menciptakan pemerataan ekonomi, memperbaiki infrastruktur, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Morowali,” ucapnya.
(shf)
-

Eks Menteri hingga Komnas Perempuan Kecam Ide Naturalisasi Ahmad Dhani
Jakarta, Beritasatu.com – Berbagai elemen masyarakat mulai dari mantan menteri, anggota DPD, hingga Komnas Perempuan mengecam ide naturalisasi Ahmad Dhani yang dianggap kebablasan. Ide ini dinilai melecehkan perempuan dan merendahkan nasionalisme.
Diketahui, dalam rapat dengar pendapat DPR Komisi X dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta PSSI pada Rabu (5/3/2025), Ahmad Dhani mengusulkan agar pemain sepak bola asing berusia di atas 40 tahun yang akan dinaturalisasi dijodohkan dengan warga negara Indonesia (WNI).
“Pemain bola di atas 40 tahun yang mau dinaturalisasi dan mungkin yang duda, kita carikan jodoh di Indonesia,” kata Dhani dalam rapat tersebut. Menurutnya, pernikahan ini dapat menghasilkan keturunan berbakat sepak bola yang nantinya bisa memperkuat tim nasional Indonesia.
Ide Naturalisasi Ahmad Dhani kemudian tersiar luas dan langsung menuai respons negatif karena dianggap tidak pantas. Bahkan, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ikut berkomentar.
“Apa yang dikatakan seseorang mencerminkan apa isi kepalanya,” tulis Susi Pudjiastuti singkat melalui akun X miliknya.
Anggota DPD asal Bali, Niluh Djelantik, juga ikut mengkritik Ahmad Dhani. Senada dengan Susi Pudjiastuti, ia menyayangkan pernyataan Ahmad Dhani tersebut.
“Halo @ahmaddhaniofficial, mohon jangan diulangi lagi pernyataan yang merendahkan martabat perempuan. Urusan lahir, jodoh, dan mati di tangan Tuhan,” ujar Niluh.
Senator tersebut mengingatkan Ahmad Dhani untuk tidak ikut campur dalam masalah jodoh pemain naturalisasi, karena tugasnya di DPR RI adalah mewakili rakyat.
“Jalankan saja tugasmu sebagai wakil rakyat, perjuangkan hak mereka melalui UU dan kebijakan. Urusan jodoh biar mereka yang atur,” tuturnya.
Terbaru, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga mengecam pernyataan bernada seksis yang disampaikan oleh Ahmad Dhani. Pernyataan tersebut dinilai melecehkan perempuan, merendahkan martabat bangsa, serta mengandung unsur rasisme.
“Komnas Perempuan mengecam pernyataan anggota DPR Ahmad Dhani. Pernyataannya merendahkan perempuan dengan menempatkan mereka hanya sebagai alat reproduksi dan pelayan seksual bagi suami,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.
Menurut Andy, pernyataan seksis semacam ini bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan serta keadilan gender. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), serta selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 5 mengenai kesetaraan gender.
CEDAW menegaskan bahwa pejabat publik, termasuk pembuat kebijakan, memiliki tanggung jawab untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif terhadap perempuan serta mengambil langkah konkret guna menghapuskan segala bentuk diskriminasi.
Ide Naturalisasi Ahmad Dhani dinilai berpotensi melanggar hak asasi perempuan, mencoreng citra DPR, serta merusak kehormatan dan kredibilitas Komisi X yang juga membidangi sektor pendidikan. Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
-

PAN Instruksikan DPW dan DPD Segera Gelar Muswil dan Musda – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Partai Amanat Nasional (PAN) menginstruksikan seluruh pengurus di tingkat wilayah (DPW) dan daerah (DPD) untuk segera melakukan Musyawarah Wilayah (Muswil) dan Musyawarah Daerah (Musda).
Sekretaris Jenderal PAN, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio mengatakan, instruksi tersebut disampaikan berdasarkan amanat kongres pada Agustus 2024.
“Ini sudah diamanatkan pada saat kongres bulan Agustus 2024 yang lalu,” kata Eko dalam konferensi pers di Kantor DPP PAN, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, menyebut pihaknya telah mengirimkan surat instruksi resmi kepada seluruh DPW dan DPD terkait pelaksanaan Muswil dan Musda.
“Jadi kita sudah memberikan surat instruksi kepada seluruh DPW dan DPD dalam waktu dekat ini kita akan melaksanakan Muswil, setelah Muswil selesai kemudian Musda,” ujarnya.
Viva menargetkan seluruh proses konsolidasi, termasuk hingga tingkat cabang, bisa diselesaikan tahun ini.
“Harapannya di tahun ini seluruh proses Muswil, Musda, Muscab itu sudah selesai dan konsolidasi organisasi sudah selesai, perencanaan pemenangan Pemilu untuk 2029 akan kita selesaikan di tahun ini sehingga ke depan PAN suda siap untuk Pemilu 2029,” tegasnya.
Dia menjelaskan, pelaksanaan Muswil dan Musda juga menjadi cerminan prinsip demokrasi internal partai yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
“Intinya adalah PAN akan terus untuk mengawal proses demokrasi di Indonesia ini benar-benar cerminan dari prinsip kedaulatan rakyat dan itu tercermin di dalam rumah tangga PAN sendiri,” ucap Viva.
/data/photo/2025/02/27/67c054936ab13.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


