Kementrian Lembaga: DPD

  • Ketua Senat Kamboja Hun Sen Temui Prabowo, Bahas Judi Online?

    Ketua Senat Kamboja Hun Sen Temui Prabowo, Bahas Judi Online?

    Ketua Senat Kamboja Hun Sen Temui Prabowo, Bahas Judi Online?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Senat sekaligus mantan Perdana Menteri Kamboja, Samdech Akka Moha Sena Padei Techo
    Hun Sen
    akan berada di Indonesia hingga 7 Mei 2025. 
    Hun Sen sendiri telah bertemu Presiden
    Prabowo
    Subianto di Istana, Jakarta, Senin (5/5/2025). Kemenlu RI menyebut, salah satu pembahasan dalam pertemuan itu adalah terkait kejahatan transnasional penipuan online.
    “Khususnya terkait jaringan online scamming (penipuan online/
    judi online
    ) dan penyalahgunaan obat, kedua negara sepakat untuk mempererat kerja sama antara instansi penegak hukum untuk mengatasi kejahatan transnasional baik dalam kerangka bilateral dan regional, ASEAN,” tulis Kemenlu RI.
    Selain Prabowo, Hun Sen juga berencana bertemu dengan Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin, serta Sekjen ASEAN.
    Di samping melakukan beberapa pertemuan, kunjungan Hun Sen ke RI juga dilakukan untuk memenuhi undangan Sekretariat ASEAN dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA).
    “Guna menjadi pembicara tamu dalam forum diskus mengenai resolusi konflik di kawasan,” ujarnya.
    Kemenlu RI mengatakan, hubungan diplomatik Indonesia dan Kamboja resmi terjalin sejak 13 Februari 1959, ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Persahabatan di Jakarta.
    Indonesia telah memberikan komitmen untuk mendukung pembangunan kapasitas militer Kamboja melalui pelatihan dan pertukaran kunjungan personil militer serta telah memberikan bantuan hibah senjata dan amunisi senilai US$ 500.000 pada tahun 2024.
    Selain itu, Indonesia dan Kamboja melakukan kerja sama ekonomi secara simultan dalam 5 tahun terakhir dan kesepakatan untuk mendorong perluasan akses produk farmasi, makanan dan minuman serta otomotif.
    “Kedua negara sepakat untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperkuat rantai pasok makanan dengan mendorong investasi di bidang infrastruktur pertanian seperti penggilingan padi dan pergudangan,” tulis Kemenlu RI.
    Sebagai informasi, Hun Sen merupakan tokoh penting dan berpengaruh di Kamboja, dengan pengalaman lebih dari 34 tahun menjabat sebagai Perdana Menteri.
    Hun Sen juga memimpin Cambodian People’s Party (CPP), yang menguasai 55 dari 62 kursi di Senat. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Senat, Hun Sen juga berperan sebagai Acting Head of State ketika Raja Kamboja berada di luar negeri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons Munculnya GRIB Jaya, Wagub Bali Tegaskan Sudah Ada Pecalang, Wacanakan Pemberian Insentif – Halaman all

    Respons Munculnya GRIB Jaya, Wagub Bali Tegaskan Sudah Ada Pecalang, Wacanakan Pemberian Insentif – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kemunculan organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali, menjadi sorotan publik.

    Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur Bali Nyoman Giri Prasta menegaskan, Bali sudah memiliki aparatur negara baik itu TNI maupun Polri.

    Giri memaparkan, desa adat di Bali juga memiliki Pecalang, yang akan diupayakan agar menerima insentif dari Pemerintah Provinsi Bali.

    “Dari 1400 lebih desa adat Itu sudah memiliki Pecalang desa adat.”

    “Nah Pecalang desa adat ini mempunyai peran untuk menjaga estetika dresta wilayah adat itu sendiri,” katanya di Kantor Gubernur Bali, Senin (5/5/2025), dilansir Tribun-Bali.com.

    Giri menambahkan, ketika periode pertama sudah dituangkan dalam Keputusan Pemerintah Provinsi Bali terkait dibentuknya Bantuan Keamanan Desa Adat (Bankamda).

    Sehingga, lanjutnya, kolaborasi antara TNI Polri serta aparat penegak hukum lainnya bersama tokoh dan masyarakat adat utamanya dari Pecalang, yang akan menjaga Bali.

    “Inilah yang harus menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat Bali itu sendiri di luar daripada itu peran penting juga masyarakat Bali harus peduli terhadap wilayahnya.”

    “Di mana Bumi kita pijak di situ langit kita junjung itu yang pertama prinsipnya, kalau dengan ormas luar di Bali ini mempunyai prinsip untuk menjaga keamanan dan kenyamanan, saya kira tidak perlu karena sudah ada,” papar Giri.

    Sementara itu, beredar foto dan video di media sosial terkait pelantikan DPD GRIB Jaya Bali.

    Dalam foto maupun video tersebut, terpampang bendera Partai Gerindra.

    Sekretaris DPD Partai Gerindra Bali, Kadek ‘Rambo’ Budi Prasetya, telah menanggapi beredarnya foto pelantikan GRIB Jaya Bali tersebut.

    Rambo menegaskan, partainya tidak memiliki hubungan afiliasi dengan ormas tersebut.

    “Terkait dengan masalah foto dan segala macam, kami tidak mengetahui itu posisi tempat di mana. Yang jelas Partai Gerindra tidak pernah berafiliasi dengan Ormas GRIB,” katanya, Minggu (4/5/2025), dikutip dari Tribun-Bali.com.

    Menurutnya, Gerindra Bali bersikap terbuka dalam menjalin pertemanan dengan seluruh ormas di Bali selama menjunjung ideologi Pancasila.

    “Namun pada prinsipnya apabila berkawan, Partai Gerindra di Bali berkawan dengan semua ormas yang ada di Bali.”

    “Karena kami meyakini secara pertemanan, semua ormas ini punya ideologi yang baik, pasti berlandaskan Pancasila kalau seandainya berkawan.”

    “Kalau berafiliasi secara langsung, kami dari Gerindra menegaskan tidak pernah berafiliasi langsung dengan ormas GRIB,” tegas dia.

    Pecalang Bali tegas menolak kehadiran GRIB Jaya Bali.

    Reaksi Pecalang atas hadirnya GRIB Jaya di Bali diunggah akun Facebook Senator RI, Niluh Djelantik, Minggu (4/5/2025).

    Video tersebut dibuka dengan sosok bernama Rahmat yang mengenalkan diri sebagai Panglima Satgas GRIB DPD Bali.

    Perwakilan Pecalang Bali pun menjawab perkenalan tersebut dengan menolak kehadiran ormas manapun.

    “Saya pecalang, kami bukan penjaga biasa.”

    “Kami adalah bagian dari sistem adat yang sudah diwariskan, turun temurun untuk menjaga Bali.”

    “Kami tidak butuh ormas dari luar, kami tidak butuh pihak asing yang datang membawa agenda,” ungkapnya.

    GRIB JAYA DI BALI – Ketua DPP GRIB Jaya, Hercules Rosario de Marshall, saat melantik Ketua DPW GRIB Jaya Bali, Yosef Nahak, pada 1 Mei 2025. (Instagram/denpasarcerita)

    Selain itu, kehadiran GRIB ditakutkan akan merusak tatanan hidup masyarakat Bali yang sudah memiliki sistem keamanan sendiri sejak dulu.

    “Dan merusak tatanan hidup di Bali. Kami sudah punya sistem sendiri, dan sistem itu terbukti berjalan, kuat, dan dihormati rakyat,” tegasnya.

    Sebelumnya, publik dihebohkan dengan beredarnya sebuah foto di media sosial yang memperlihatkan acara pelantikan Ketua DPD GRIB Bali, Yosef Nahak.

    Dalam foto tersebut, terlihat kehadiran Ketua DPP GRIB Jaya, Hercules Rosario de Marshall; serta sejumlah atribut organisasi dan salah satu bendera partai politik.

    Di sisi lain, munculnya ormas-ormas baru di Bali mendapatkan respons dari berbagai kalangan.

    Kehadiran ormas baru, khususnya dari luar Bali, dikhawatirkan mengancam keamanan di Bali.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Wagub Giri Prasta Sebut Tak Perlu Ormas Luar Daerah Jaga Bali, Pecalang Akan Dapat Insentif

    (Tribunnews.com/Nuryanti/Siti Nurjannah Wulandari) (Tribun-Bali.com/Ni Luh Putu Wahyuni Sari/Eka Mita Suputra)

  • Dedi Mulyadi Berencana Sasar Target Baru untuk Program Pendidikan Militer, Orang Dewasa Bisa Kena

    Dedi Mulyadi Berencana Sasar Target Baru untuk Program Pendidikan Militer, Orang Dewasa Bisa Kena

    TRIBUNJAKARTA.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, berencana untuk memperluas cakupan pendidikan militer di barak TNI sebagai bentuk pembinaan bagi masyarakat yang bermasalah.

    Sebagaimana diketahui, Dedi saat ini telah memberlakukan kebijakan mengirim siswa bermasalah ke barak TNI untuk dibina dan diberikan pelatihan karakter.

    Dalam mekanismenya, siswa katagori SMP dan SMA/SMK yang terlibat aksi pergaulan negatif seperti ikut geng motor, tawuran, atau tindakan kriminal lainnya, langsung dikirim ke barak TNI untuk memperoleh pendidikan tersebut.

    Jika hasilnya berdampak positif, Gubernur Jawa Barat itu menyebut ada kemungkinan program ini bakal diperluas dan menjangkau orang dewasa.

    “Saya berencana setelah (pelajar) SMP dan SMA ini berhasil, saya lihat nanti sebulan kedepan ya, jika ini berhasil maka nanti yang dewasa,” kata Dedi Mulyadi dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (5/5/2025).

    Adapun pada katagori dewasa yang dimaksud Dedi ini, yakni masyarakat bermasalah yang suka nongkrong di jalan sambil mabuk-mabukan atau tawuran.

    “Jadi bukan kenakalan remaja aja yang saya tangani, saya akan menangani juga kenakalan dewasa,” kata Dedi.

    Selain itu dalam salah satu pernyataannya, Dedi juga mengatakan ada kemungkinan program pendidikan militer menyasar pada siswa ‘gemulai’.

    Usulan ini pertama kali disampaikan oleh warganet melalui jejaring media sosial.

    Merespon usulan ini, Dedi pun tak menutup kemungkinan bisa saja siswa ‘gemulai’ bakal ikut diberikan pembinaan melalui pendidikan karakter di barak TNI.

    “Komentar di media sosial, Pak Gub, anak-anak yang gemulai suruh pendidikan militer biar tegap, ya bisa saja,” kata Dedi.

    “yang penting ini fokus dulu deh yang bikin resah,” pungkasnya.

    Sempat tuai kritikan

    Sebelumnya, pendidikan militer ala Dedi Mulyadi terhadap para siswa di Jawa Barat yang bermasalah juga menuai banyak kritikan. 

    Salah satu kritikan, datang dari Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono.

    Ono melihat Dedi Mulyadi semestinya memaksimalkan lebih dulu instrumen pemerintah sebelum melibatkan TNI/Polri. 

    Ia melanjutkan kebijakan itu seharusnya disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini di Provinsi Jawa barat. 

    “Di mana setiap kebijakan harusnya dikomunikasikan, dibahas secara komprehensif. Jangan seperti pemangkasan anggaran, pencoretan anggaran kepada pondok pesantren dan masjid yang akhirnya viral, lalu seketika gubernur mengembalikan lagi anggaran itu,” ujar Ono seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang pada Rabu (30/4/2025). 

    Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat tersebut juga menilai, Dedi harus melibatkan sejumlah pihak sebelum menerapkan kebijakan tersebut. 

    Hal itu bertujuan agar ada tolak ukurnya dalam melihat keberhasilan dari program tersebut. 

    “Saya berharap sebelum itu dilakukan paling tidak ada ahli pendidikan yang diundang, KPAI yang diundang, DPRD diajak bicara, faktor yang bisa dikatakan berhasil atau tidak kan harus ada aturannya. Pada saat masuk ke barak militer dianggap berhasil kan harus ada ukurannya. Ukuran itu harus disepakati,” jelasnya. 

    Ono pun secara blak-blakan menyebut penerapan pendidikan militer di barak bertepatan pada 2 Mei dalam menyambut Hari Pendidikan dinilai gegabah. 

    “Menurut saya, tidak bisa dalam waktu yang sangat singkat misalnya 2 Mei menyambut Hari Pendidikan ya, tiba-tiba dicari anak-anak nakal, tentaranya masuk ke sekolah-sekolah yang enggak bisa gitu juga. Jangan gegabah, masih ada jalan yang baik.”

    “Saran saya, harus dibicarakan secara komprehensif, aspek hukumnya harus jelas dan aspek-aspeknya harus jelas termasuk pembiayaan,” pungkasnya. 

    Didukung sejumlah emak-emak

    Di tengah ramainya pemberitaan kebijakan Dedi Mulyadi yang mengirim siswa bermasalah ke Barak TNI, sejumlah emak-emak juga beri dukungan.

    Emak-emak yang mendukung gebrakan ini justru menilai, pendidikan militer yang dicanangkan Dedi Mulyadi adalah kebijakan yang tepat. 

    Pasalnya, hal ini dianggap mampu membuat anak-anak yang ‘sulit diatur’ agar dapat dibina dengan baik. 

    “Yang menyebut KDM melanggar HAM karena mengirimkan anak-anak ke barak TNI gini, sampeyan paham ora? Itu anak-anak yang tawuran, sampai ngebacok kawannya pakai golok, mabok game online, narkoba sampai ngebangkang dengan orang tuanya.”

    “Mereka semua masih anak-anak di bawah umur dan secara hukum masih tanggung jawab orang tua,” ujar emak-emak tersebut dikutip dari Instagram @satu_kosongdelapan pada Senin (5/5/2025). 

    Emak-emak ini mengatakan bahwa orang tua dari anak yang nakal itu bahkan menyerahkan anak mereka ke barak militer tanpa paksaan. 

    Mereka pun dinilai menyambut baik dengan adanya program tersebut. 

    “Orang tuanya menyerahkan dengan sukacita, paham ora sampeyan? (nanti ada pertanyaan) ‘enggak tepat itu di Barak TNI nanti dengan kekerasan’. Lah bocah seperti itu, dinas sosial yakin dengan kelembutan selesai?” ujarnya. 

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Penolakan GRIB Jaya di Bali: Pecalang Tegas Tak Butuh, Gerindra Terseret Buntut Bendera – Halaman all

    Penolakan GRIB Jaya di Bali: Pecalang Tegas Tak Butuh, Gerindra Terseret Buntut Bendera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Ekspansi Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali mendapat penolakan dari pecalang.

    Sebagai informasi, pecalang adalah petugas keamanan tradisional di desa adat atau banjar di Bali.

    Penolakan GRIB Jaya oleh pecalang ini terlihat dalam video milik anggota DPR RI, Ni Luh Djelantik, yang diunggah di Facebook pada Minggu (4/5/2025).

    Dalam video itu, pecalang menegaskan tidak membutuhkan ormas dari luar Bali.

    Sebab, Bali sudah memiliki pecalang yang menjadi bagian dari sistem adat yang sudah diwariskan secara turun-temurun.

    “Kami adalah bagian dari sistem adat yang sudah diwariskan, turun-temurun untuk menjaga Bali,” kata pecalang tersebut.

    “Kami tidak butuh ormas dari luar, kami tidak butuh pihak asing yang membawa agenda,” tegasnya.

    Penolakan oleh pecalang itu buntut dari adanya kekhawatiran, GRIB Jaya ditakutkan bakal merusak tatanan hidup masyarakat di Bali.

    “Kami sudah punya sistem sendiri, dan sistem itu terbukti berjalan, kuat, dan dihormati rakyat,” imbuh pecalang.

    Sekali lagi, pecalang itu menegaskan, Bali tidak membutuhkan pihak luar untuk menjaga keamanan setempat.

    Mereka memastikan Bali akan tetap terjaga selama pecalang masih ada.

    “Bali tidak butuh pengaruh luar untuk aman. Bali cukup dengan rakyatnya sendiri. Dan selama Pecalang masih berdiri, Bali tetap terjaga,” pungkasnya.

    Partai Gerindra terseret dalam polemik ekspansi GRIB Jaya di Bali.

    Dalam foto dan video pelantikan Ketua DPD GRIB Jaya Bali, Yosef Nahak, yang beredar, terlihat ada bendera dari Gerindra.

    Terkait hal itu, Sekretaris DPD Gerindra Bali, Kadek Budi Prasetyo, menegaskan partainya sama sekali tak terafiliasi dengan GRIB Jaya.

    Ia memastikan GRIB Jaya mencatut atribut Gerindra.

    “Terkait masalah foto dan segala macam, kami tidak mengetahui itu posisi di tempat mana.”

    “Yang jelas, Gerindra tidak pernah berafiliasi dengan ormas GRIB,” tegas pria yang akrab disapa Rambo ini, Minggu, dilansir Tribun-Bali.com.

    Ia menjelaskan, Gerindra Bali bersikap terbuka dalam menjalin pertemanan dengan seluruh ormas di Bali selama menjunjung ideologi Pancasila. 

    Namun, secara organisasi, tidak ada hubungan resmi ataupun afiliasi khusus dengan GRIB.

    “Namun, pada prinsipnya apabila berkawan, Gerindra di Bali berkawan dengan semua ormas yang ada di Bali. Karena kami meyakini secara pertemanan, semua ormas ini punya ideologi yang baik, pasti berlandaskan Pancasila kalau seandainya berkawan.”

    “Kalau berafiliasi secara langsung, kami dari Gerindra menegaskan tidak pernah berafiliasi langsung dengan ormas GRIB,” tandas dia.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Ada Bendera Gerindra di Pelantikan DPD Grib Bali, Gerindra Sebut Tak Berafiliasi dengan Ormas GRIB

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Siti Nurjannah, Tribun-Bali.com/Putu Supartika)

  • PSI Buka Pendaftaran Calon Ketum pada 13 Mei, Bagaimana Kaesang?

    PSI Buka Pendaftaran Calon Ketum pada 13 Mei, Bagaimana Kaesang?

    PSI Buka Pendaftaran Calon Ketum pada 13 Mei, Bagaimana Kaesang?
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Partai Solidaritas Indonesia
    (PSI) akan membuka pendaftaran untuk calon ketua umum pada 13 Mei mendatang di Kantor DPP PSI, Jakarta.
    Pendaftaran tersebut merupakan salah satu tahapan jelang Pemilu Raya yang menjadi forum PSI untuk memilih ketua umum.
    Dalam video yang diunggah di akun X @psi_id dan sudah dikonfirmasi, pendaftaran calon ketua umum PSI dimulai pada 13 hingga 31 Mei 2025.
    Setelah itu, pada 18 Juni 2025 sakan diumumkan siapa kandidat calon ketua umum PSI. Pada tanggal yang sama juga diumumkan daftar pemilih tetap (DPT) yang akan memiliki hak suara untuk memilih calon ketua umum PSI.
    Selanjutnya pada 19 Juni hingga 11 Juli 2025, para calon ketua umum PSI akan memasuki periode kampanye. Kemudian pada 12 Juli hingga 19 Juli 2025, dimulai masa pencoblosan oleh kader PSI secara daring.
    Terakhir, pengumuman ketua umum PSI terpilih dilaksanakan pada 19 Juli 2025 dan rencananya diumumkan di Solo, Jawa Tengah.
    PSI juga memberikan syarat umum dan khusus bagi siapapun yang ingin mendaftar sebagai calon ketua umum PSI.
    Adapun syarat umumnya adalah sebagai berikut:
    Sedangkan syarat khusus untuk calon ketum PSI adalah sebagai berikut:
    PSI akan menggelar Pemilu Raya yang merupakan forum untuk memilih ketua umum partai pada Juli mendatang di Solo, Jawa Tengah.
    Pemilu Raya disebut sebagai forum terbuka untuk memilih ketua umum dan juga menunjukkan bahwa PSI bukanlah partai politik yang dimiliki keluarga atau elite tertentu.
    “Pemilu Raya akan menjadi awal bagi PSI untuk menjadi ‘Partai Super Terbuka’, yaitu sebuah partai yang dimiliki oleh semua anggota, bukan partai milik keluarga atau elite tertentu,” kata Wakil Ketua Umum PSI, Andy Budiman lewat keterangannya, Selasa (29/4/2025).
    Pemilihan ketua umum PSI akan menggunakan konsep “one man, one vote” atau satu anggota untuk satu suara.
    Andy mengatakan, Pemilu Raya merupakan bagian dari transformasi politik PSI yang ingin terus menyesuaikan keinginan masyarakat, terutama anak muda.
    PSI ingin anak muda ikut berpartisipasi dalam secara langsung dalam menentukan arah politik ke depan.
    “Momentum ini akan menjadi sejarah penting bagi kami untuk membangun sebuah tradisi politik baru,” kata Andi.
    Ketua Umum PSI saat ini adalah
    Kaesang Pangarep
    yang ditetapkan pada Senin (25/9/2023).
    Saat itu, putra bungsu Joko Widodo (Jokowi) dipilih menjadi ketua umum untuk menggantikan Giring Ganesha dalam acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI.
    Namun, PSI akan menggelar pemilihan ketua umum kembali pada Juli 2025. Artinya, pemilihan dilakukan usai Kaesang baru menjabat kurang dari dua tahun.
    Jika berkaca kepada partai politik lain, biasanya satu periode kepemimpinan ketua umum akan berlangsung selama lima tahun.
    Setelah lima tahun, baru partai politik akan menggelar forum tertinggi untuk memilih atau menunjuk ketua umum. Misal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang memilih ketua umum lewat kongres.
    PSI sendiri memilih Kaesang sebagai ketua umum karena ia merupakan sosok pemuda yang berhasil. Meskipun Kaesang belum menjadi kader PSI.
    Saat itu, PSI juga membantah bahwa terpilihnya Kaesang sebagai ketua umum adalah karena statusnya yang merupakan putra bungsu Jokowi.
    Pada waktu terpisah, Kaesang pernah mengatakan bahwa DPD PSI Solo terus mempersiapkan pelaksanaan pemilihan ketua umum yang rencananya digelar Juli 2025.
    Solo akan menjadi tuan rumah pelaksanaan pemilihan ketua umum PSI.
    “Insya Allah, nanti kan kami tinggal ngikut teman-teman dari teman-teman Solo. Kemarin rencana mungkin Mei tapi kayaknya akan mundurkan ke bulan Juli,” ujar Kaesang saat ditemui di Loji Gandrung Solo, Jumat (11/4/2025).
    Kaesang mengatakan, semua boleh mencalonkan diri sebagai calon ketua umum PSI, selama memenuhi syarat.
    “Lancar semua. Semuanya sehat. Semua boleh (mencalonkan diri), semuanya boleh. Ada syaratnya, ada syaratnya. Nanti akan dikeluarkan oleh tim SC,” kata Kaesang.
    Sebagai informasi, Kaesang dipilih menjadi ketua umum PSI untuk menggantikan Giring Ganesha dalam acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI yang digelar pada Senin (25/9/2023).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Ketika Ormas Segel Pabrik di Kalteng dan Tuntut Rp 1,4 Miliar, Apa Kata Pemerintah?
                        Regional

    1 Ketika Ormas Segel Pabrik di Kalteng dan Tuntut Rp 1,4 Miliar, Apa Kata Pemerintah? Regional

    Ketika Ormas Segel Pabrik di Kalteng dan Tuntut Rp 1,4 Miliar, Apa Kata Pemerintah?
    Editor
    KOMPAS.com –
    Beberapa hari terakhir, media sosial dihebohkan dengan kabar organisasi masyarakat (
    ormas
    ) menyegel pabrik di Kalimantan Tengah (
    Kalteng
    ).
    Pabrik yang disegel ormas itu merupakan milik PT Bumi Asri Pasaman (BAP) yang berlokasi di Kabupaten Barito Selatan, Kalteng.
    Sementara ormas yang segel pabrik tersebut adalah DPD
    GRIB Jaya
    Kalteng yang bertindak sebagai penerima kuasa penuh dari seorang warga bernama Sukarto bin Parsan sejak 14 April 2024.
    Berdasarkan surat kuasa itu juga, PT BAP diminta segera melaksanakan kewajibannya kepada pemberi kuasa, yakni membayar secara tunai dan sekaligus uang lebi dari Rp 1,4 miliar.
    Dalam keterangannya, Erko menyebut bahwa PT BAP telah melakukan wanprestasi atau cedera janji karena tidak membayar keseluruhan harga karet yang telah disepakati, senilai Rp 778 juta.
    “PBS tersebut telah melanggar cedera janji atau wanprestasi terhadap Sukarto karena tidak membayar keseluruhan harga karet yang telah disepakati sebesar Rp 778 juta,” kata Erko dalam keterangan tertulis pada Minggu (4/5/2025).
    Adanya wanprestasi itu, lanjut Erko, tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Buntok Nomor 20/Pdt.G/2016/PN.Bnt tertanggal 3 April 2017, jo Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya Nomor 28/Pdt/2017/PT.Plk tertanggal 4 Oktober 2017, jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 945 K/Pdt /2018 tertanggal 5 Juni 2018, jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601 PK/Pdt/2019 tertanggal 9 September 2019.
    “PT BAP juga dihukum untuk membayar ganti rugi materil, yaitu keuntungan yang tidak dapat dinikmati atau diperoleh oleh Sukarto bin Parsan, dikarenakan tidak dapat mengelola uang harga karet senilai Rp 778.732.739, yang sampai sekarang belum dibayar oleh perusahaan sebesar 6 persen per tahun dari nilai tersebut, terhitung sejak 2 Februari 2011 sampai dengan dipenuhinya putusan dalam perkara ini,” ujar dia.
    Erko menegaskan, setiap perkara harus ada akhirnya, oleh karena itu, DPD GRIB Jaya Kalteng juga telah mengarahkan pemberi kuasa agar segera mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat karena perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
    “Jika tidak diindahkan, DPD GRIB Jaya Kalteng akan melakukan langkah hukum dan upaya-upaya lainnya demi mendorong agar putusan dalam perkara ini dilaksanakan secara sukarela oleh perusahaan, termasuk dengan cara menghentikan operasional perusahaan tersebut karena selama ini tidak menaati putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegas Erko.
    Aksi sepihak ini langsung mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan aparat penegak hukum.
    Gubernur Kalteng Agustiar Sabran
    menyatakan bahwa tidak ada ormas yang boleh bertindak seolah lebih tinggi dari negara, terlebih jika menyangkut investasi di daerah.
    “Jadi enggak ada yang namanya ormas di atas negara, tentunya seperti itu,” tegas Agustiar saat dimintai tanggapan.
    Ia menambahkan, pihaknya akan melakukan penertiban melalui aparat penegak hukum (APH) dan menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan konstitusi, bukan dikendalikan oleh ormas mana pun.
    “Ya itu akan kami tertibkan, kan kita kan ada aparat hukum, ya kan ada APH, ini bukan negara ormas ya, negara itu ada konstitusi,” katanya lagi.

    Sementara itu,
    Kapolda Kalteng
    Irjen Pol Iwan Kurniawan mengonfirmasi telah memerintahkan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) untuk membentuk tim penyelidik terkait kasus ini.
    “Saya sudah perintahkan pembentukan tim itu untuk membackup Polres Barito Selatan. Pada prinsipnya kami akan melakukan penegakan hukum secara tegas dan tetap menjunjung keadilan,” ujar Iwan.
    Kapolda juga menegaskan bahwa negara ini menganut prinsip supremasi hukum, dan setiap permasalahan masyarakat harus diselesaikan melalui jalur hukum, bukan dengan tindakan sepihak.
    “Terkait dengan kasus ini, saya sudah memberi perintah untuk menerbitkan Laporan Polisi (LP) Model A dan lakukan penyelidikan, karena kemungkinan pihak perusahaan merasa tertekan dan takut,” tambahnya.
    Gubernur Agustiar juga menyampaikan bahwa pihaknya terus memantau perkembangan penyelidikan dan menunggu laporan konkret dari kepolisian. Ia mengimbau semua ormas untuk tetap mematuhi aturan dan tidak bertindak di luar hukum.

    Ormas
    ini kan banyak juga yang bagus, tapi ada beberapa oknum personelnya yang kurang bagus. Semua ormas ini kan tujuannya bagus untuk membantu kemaslahatan masyarakat,” pungkasnya.
    Sementara itu, penyelidikan masih berjalan.
    Jika ditemukan unsur pidana dalam penyegelan tersebut maka akan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dan dilanjutkan dengan pengumpulan alat bukti oleh kepolisian.
    “Sekali lagi, negara kita adalah negara hukum, permasalahan apa pun yang dihadapi oleh masyarakat, saya minta untuk diproses secara hukum,” tutup Kapolda Kalteng.
    (Penulis: Akhmad Dhani I Editor: Krisiandi)  
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eri Cahyadi Tanggapi Pencopotan Awi dari Ketua DPC PDI-P Surabaya
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        4 Mei 2025

    Eri Cahyadi Tanggapi Pencopotan Awi dari Ketua DPC PDI-P Surabaya Surabaya 4 Mei 2025

    Eri Cahyadi Tanggapi Pencopotan Awi dari Ketua DPC PDI-P Surabaya
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Wali Kota Surabaya sekaligus kader
    PDI Perjuangan
    (
    PDI-P
    ),
    Eri Cahyadi
    , merespons terkait dicopotnya
    Adi Sutarwijono
    alias Awi dari jabatannya sebagai Ketua DPC.
    Eri mengaku tidak mengetahui alasan DPP PDI-P terkait
    pencopotan Awi
    tersebut.
    Namun, dia menduga Ketua DPRD Surabaya itu dibebastugaskan karena ada
    evaluasi kinerja
    .
    “Saya tidak bisa berkomentar karena ini adalah evaluasi kinerja. Apakah itu
    onok
    (ada) penyegaran apa, itu hak dari DPP,” kata Eri di Surabaya, Minggu (4/5/2025).
    Selain itu, Eri menilai seluruh kader setuju untuk mengikuti keputusan dalam pergantian Awi.
    Dengan demikian, menurut dia, tidak akan ada gejolak di internal partai berlambang banteng tersebut.
    “Terkait dengan pergantian ini, seluruh kader PDI Perjuangan itu pasti akan tegak lurus dengan hasil keputusan DPP dan keputusan Ibu Ketua Umum (Megawati Soekarnoputri),” ucapnya.
    “Jadi, ini tidak akan pernah ada gejolak, tetap akan berjalan seperti biasanya saja. Karena kan (pergantian) seperti mutasi, mutasi
    nang
    (di) Surabaya kan ya biasa,” imbuhnya.
    Diketahui, DPP PDI-P menunjuk Yordan M Batara Goa sebagai Plt Ketua DPC Surabaya dalam tiga bulan ke depan.
    Terkait itu, Eri menyebut tidak berminat untuk mencalonkan diri sebagai pengganti.
    “Saya akan jadi Wali Kota Surabaya saja. Jadi Wali Kota Surabaya itu
    abot
    (berat),
    lah lek
    (kalau) aku merangkap jadi DPC (PDI-P Surabaya)
    ngono
    (begitu) tambah
    abot
    ,” ucapnya.
    “DPC masih banyak yang lebih kompetenlah
    nang
    (di) bidang itu. Tapi saya akan
    support
    terus, yang penting saya
    support
    , saya akan konsentrasi ke pembangunan Kota Surabaya,” tuturnya.
    Diberitakan sebelumnya, keputusan pencopotan Awi diumumkan setelah DPD PDI-P Jatim menggelar rapat tertutup di Kantor DPD Jalan Raya Kendangsari Surabaya, Jumat (2/5/2025).
    Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDI-P Jatim Budi Sulistyono Kanang.
    Awi merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya yang telah menjabat sejak 2019.
    Saat ini, Awi juga duduk sebagai Ketua DPRD Surabaya.
    “Ini menjadi evaluasi partai. Kami bebastugaskan Ketua DPC dan Wakil Sekretaris,” kata Kanang di Kantor DPD PDI-P Jatim.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Nama Ditetapkan sebagai Formatur Calon Ketua DPW PAN Sulsel 2025–2030

    4 Nama Ditetapkan sebagai Formatur Calon Ketua DPW PAN Sulsel 2025–2030

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Partai Amanat Nasional (PAN) Sulsel resmi menetapkan empat figur sebagai formatur calon Ketua DPW untuk periode 2025–2030 dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) yang digelar di Hotel Claro, Makassar, Minggu (4/5/2024)

    Nama-nama yang ditunjuk antara lain Ashabul Kahfi, Chaidir Syam, Husniah Talenrang, dan Viva Yoga Mauladi.

    Kegiatan Muswil ini berfokus pada evaluasi kinerja kepengurusan sebelumnya serta penetapan formatur calon pemimpin baru di tingkat wilayah.

    Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan, membuka acara secara virtual, sementara Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, hadir langsung dan memimpin sidang pleno penetapan formatur.

    Dalam sesi sidang, Viva menyampaikan langsung empat nama yang telah ditetapkan.

    “Kami menetapkan formatur yang pertama Ashabul Kahfi, Husniah Talenrang, Viva Yoga dan Chaidir Syam,” ujar Viva saat memimpin sidang.

    Sekadar diketahui, Ashabul Kahfi merupakan Ketua DPW PAN Sulsel saat ini dan juga anggota DPR RI. Ia menjabat sebagai Ketua Bappilu DPP PAN untuk wilayah Sulawesi.

    Sementara Chaidir Syam, yang juga masuk dalam formatur, menjabat sebagai Bupati Maros dan memimpin DPD PAN Maros.

    Adapun Husniah Talenrang merupakan Bupati Gowa dan menjabat sebagai Ketua DPD PAN Gowa.

    Bergeser ke Viva Yoga Mauladi, selain sebagai Waketum DPP PAN, turut aktif dalam proses penguatan organisasi di berbagai daerah.

    Penunjukan keempat tokoh tersebut bisa disebut dimulainya proses seleksi internal untuk menentukan pemimpin PAN Sulsel lima tahun mendatang.

  • 1
                    
                        Ketika Ormas Segel Pabrik di Kalteng dan Tuntut Rp 1,4 Miliar, Apa Kata Pemerintah?
                        Regional

    3 Pabrik Disegel Ormas di Kalteng, Gubernur dan Kapolda Bereaksi Keras Regional

    Pabrik Disegel Ormas di Kalteng, Gubernur dan Kapolda Bereaksi Keras
    Tim Redaksi
    PALANGKA RAYA, KOMPAS.com
    – Penyegelan terhadap pabrik PT Bumi Asri Pasaman (BAP) di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah (Kalteng) oleh organisasi masyarakat (ormas) DPD GRIB Jaya Kalteng viral di media sosial.
    Reaksi keras pun muncul dari
    Gubernur Kalteng
    Agustiar Sabran dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalteng Irjen Iwan Kurniawan.
    Gubernur Agustiar Sabran menegaskan bahwa ormas di daerah manapun tidak boleh berada di atas negara.
    “Ormas harus tunduk dan patuh terhadap keputusan negara, terutama menyangkut investasi daerah. Jadi enggak ada yang namanya ormas di atas negara,” ujar Agustiar saat memberikan tanggapan di rumah jabatannya, Sabtu (3/5/2025).
    Agustiar menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan penertiban melalui aparat penegak hukum (APH).
    “Ini bukan negara ormas ya, negara itu ada konstitusi,” tegasnya.
    Ia juga menyebutkan bahwa kepolisian telah membentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut dan saat ini masih menunggu laporan konkret dari pihak kepolisian.
    “Saya mengimbau agar ormas-ormas taat dan patuh atas peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Meski demikian, saya tetap mengapresiasi eksistensi ormas yang membantu masyarakat,” pungkas Agustiar.
    Kapolda Kalteng Irjen Pol Iwan Kurniawan juga menegaskan bahwa dirinya telah memerintahkan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalteng untuk membentuk tim penyelidikan terkait penyegelan tersebut.
    “Kami akan melakukan
    penegakan hukum
    secara tegas dan tetap menjunjung keadilan,” kata Iwan.

    Iwan menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang menganut supremasi hukum.
    “Kami akan melakukan proses penegakan hukum dengan tegas,” tambahnya.
    Ia menjelaskan bahwa tindakan ormas tersebut menyimpang dari aturan hukum, dan kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum akan diproses oleh kepolisian.
    Sementara itu, Sekretaris DPD GRIB Jaya Kalteng, Erko Mojra, menjelaskan bahwa aksi penyegelan dilakukan untuk membantu seorang warga Barito Timur menuntut Perusahaan Besar Swasta (PBS) yang telah dihukum karena wanprestasi.
    Menurut Erko, PBS tersebut belum melaksanakan kewajibannya untuk membayar Rp 1,4 miliar kepada Sukarto Bin Parsan, yang merupakan pemberi kuasa.
    “PBS tersebut telah melanggar cedera janji atau wanprestasi terhadap Sukarto, karena tidak membayar keseluruhan harga karet yang telah disepakati sebesar Rp 778 juta,” ujar Erko dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/5/2025).
    Erko menambahkan bahwa wanprestasi tersebut telah diatur dalam beberapa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
    Ia menegaskan bahwa DPD GRIB Jaya Kalteng akan mengambil langkah hukum lebih lanjut jika PBS tidak memenuhi kewajibannya.
    “Jika tidak diindahkan, DPD GRIB Jaya Kalteng akan melakukan langkah hukum dan upaya-upaya lainnya demi mendorong agar putusan dalam perkara ini dilaksanakan secara sukarela oleh perusahaan,” tegas Erko.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Gubernur Tanpa Ruang Dialog
                        Regional

    6 Gubernur Tanpa Ruang Dialog Regional

    Gubernur Tanpa Ruang Dialog
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DALAM
    sunyi yang riuh oleh konten, seorang gubernur berbicara. Ia bicara bukan kepada DPRD, bukan kepada pendidik, bukan kepada orangtua yang resah di bawah tenda sekolah.
    Ia bicara kepada kamera. Dan dari kamera, kepada layar. Lalu, dari layar, kepada kita yang menonton, tanpa bisa menjawab.
    Demokrasi, kadang bukan tentang siapa yang paling lantang berbicara, tapi tentang siapa yang sungguh mau mendengar. Dan di Jawa Barat hari ini, suara-suara itu tak lagi punya ruang.
    Dedi Mulyadi
    bukan gubernur biasa. Ia datang dari rahim politik yang penuh kontradiksi. Dua periode ia menjabat Bupati Purwakarta, lalu melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar.
    Ia pernah memimpin DPD Golkar Jawa Barat, sebelum akhirnya pindah ke Partai Gerindra dan mendukung Prabowo Subianto dalam kontestasi nasional.
    Namun yang membuatnya menonjol bukan hanya langkah politiknya, melainkan caranya membangun panggung dari kamera, mikrofon, dan jutaan penonton yang mengenalnya dari layar, bukan dari ruang kebijakan.
    Dari situ, tumbuh kekuasaan yang lebih suka disetujui daripada didengar.
    Kisahnya dimulai dari sekolah. Tempat anak-anak membentuk masa depan, tempat guru mencetak harapan. Namun, di tangan kekuasaan yang percaya pada simbol ketegasan, sekolah menjadi objek pendisiplinan.
    Dedi melarang wisuda sekolah. Alasannya: membebani orangtua. Logika sosial yang masuk akal, dalam dunia yang mengukur beban dari pengeluaran.
    Namun, ia tak menyisakan ruang bagi diskusi. Tak bertanya pada anak-anak, apa arti kelulusan. Tak berdialog dengan orangtua, apakah mereka benar-benar tertekan atau justru bersyukur. Di sinilah yang hilang: ruang dialog.
    Tak lama kemudian, datang kebijakan baru. Anak-anak yang “nakal”—kata yang tak pernah didefinisikan secara adil—akan dikirim ke barak militer. Untuk dibina. Untuk dijinakkan. Untuk didisiplinkan oleh tangan negara yang berseragam.
    Saya mencoba membayangkan anak-anak itu. Anak yang tumbuh dalam keluarga pecah, yang lari ke jalan karena sekolah gagal menjadi rumah.
    Anak yang mencoba menyuarakan diri dalam bentuk amarah. Dan negara membalasnya dengan pelatihan fisik, bukan pelukan. Dengan barak, bukan konseling.
    Barak adalah simbol ketertiban. Tapi tak semua kekacauan bisa diobati dengan seragam. Tak semua kenakalan lahir dari kemauan. Kadang, ia lahir dari kesedihan yang tak punya nama.
    Pendidikan, bagi Dedi Mulyadi, adalah soal kontrol. Ia bicara tentang moral, tentang karakter, tentang disiplin. Ia lupa: pendidikan bukan sekadar mengatur tubuh, tapi juga membentuk jiwa. Dan jiwa tak bisa dijinakkan oleh algoritma TikTok atau format baris-berbaris.
    Ia memang berhasil menurunkan anggaran iklan provinsi dari Rp 50 miliar menjadi Rp 3 miliar. Iklan itu kini digantikan oleh dirinya sendiri. Ia adalah spanduk bergerak, narator tunggal dalam republik yang semakin sempit ruang bantahnya. Ia bicara tentang efisiensi, tapi menghapus keberagaman suara.
    Apakah pendidikan sedang dipimpin oleh algoritma? Apakah masa depan siswa ditentukan oleh impresi,
    likes
    , dan
    share
    ?
    Dalam satu babak berikutnya, ia menghapus dana hibah untuk pesantren. Alokasi yang sebelumnya Rp 153 miliar, menyusut drastis menjadi Rp 9,25 miliar. Alasannya: ketidakteraturan dan keinginan merapikan distribusi.
    Secara administratif, mungkin bisa dibenarkan. Namun secara sosiologis, itu mencabut denyut nadi dari lembaga yang selama ini menjadi sandaran pendidikan masyarakat kecil.
    Pesantren adalah ruang spiritual, sekaligus ruang sosial. Ia bukan hanya soal kitab, tapi juga soal dapur, soal hidup.
    Dan kebijakan ini, seperti sebelumnya, diambil tanpa musyawarah. Seolah-olah, kepercayaan publik bisa diatur lewat
    caption
    . Seolah-olah, lembaga pendidikan tradisional hanya beban anggaran. Seolah-olah, suara kiai dan santri tak lebih penting dari suara di kolom komentar.
    Ada yang berubah dalam politik hari ini. Dulu, rakyat menonton debat di parlemen. Kini, mereka menonton konten di TikTok. Dulu, kritik muncul dalam forum. Kini, kritik datang dari remaja bernama Aura Cinta yang berani beradu pendapat dengan sang gubernur.
    Dalam masyarakat yang makin visual, kritik bisa di-frame ulang. Suara bisa diedit. Ketegangan bisa dijadikan konten. Dan kekuasaan makin lihai menyulap perlawanan menjadi konsumsi.
    Dedi Mulyadi adalah arsitek dari panggung semacam itu. Ia tak butuh media. Ia adalah medianya sendiri. Ia tak butuh pembelaan. Ia punya jutaan penonton yang siap mengklik dan membela. 
    Namun di balik sorot kamera, kita tahu, ada birokrasi yang membeku. Ada lembaga yang kehilangan fungsi deliberatifnya.
    Puncaknya datang ketika ia mengusulkan vasektomi sebagai syarat menerima bansos. Insentif Rp 500.000 ditawarkan kepada pria miskin yang bersedia disterilisasi.
    Ini bukan lagi soal efisiensi. Ini soal pengendalian. Soal tubuh rakyat kecil yang dijadikan titik tekan dari program sosial.
    Dalam kebijakan ini, negara tidak hanya mengatur apa yang boleh dimiliki rakyat, tapi juga siapa yang boleh dilahirkan.
    Tubuh pria miskin menjadi medan baru untuk kekuasaan. Dalam nalar semacam ini, kemiskinan bukan persoalan struktural, tapi moral. Dan moral itu, seperti biasa, diukur oleh negara, ditentukan oleh elite.
    Apa yang terjadi pada demokrasi ketika bantuan sosial dikaitkan dengan sterilitas? Apakah rakyat miskin hanya layak dibantu jika mereka tunduk? Jika mereka menyerahkan tubuhnya?
    Dalam semua kontroversi ini, satu hal paling mencolok: ketiadaan ruang dialog. Tak ada dengar pendapat dengan guru sebelum larangan wisuda. Tak ada konsultasi dengan psikolog pendidikan sebelum program barak.
    Tak ada musyawarah dengan ulama sebelum dana pesantren dipotong. Tak ada audiensi dengan organisasi masyarakat sipil sebelum vasektomi diumumkan.
    Gubernur berbicara, tapi tidak mendengar. Gubernur tampil, tapi tidak hadir. Gubernur merekam, tapi tidak menyimak.
    Dan karena itu, publik merasa ditinggalkan. DPRD kehilangan fungsi kontrol. LSM kehilangan mitra kerja. Lembaga keagamaan kehilangan akses. Dan rakyat kecil kehilangan suara.
    Goethe pernah menulis, “Kita hanya mendengar apa yang sudah kita pahami.” Tapi kekuasaan yang terlalu yakin pada dirinya tak mau memahami, apalagi mendengar.
    Dedi Mulyadi adalah wajah baru dari populisme konten: tampak hangat, tampak merakyat, tapi sering tak menyisakan ruang bagi bantahan.
    Ia tampak berbicara kepada rakyat, tapi sejatinya sedang berbicara kepada dirinya sendiri—dengan gaya, dengan framing, dengan narasi yang dibentuk sepihak.
    Gubernur seperti ini bukan tak punya niat baik, tapi niat baik tanpa ruang dialog hanya akan melahirkan kehendak yang membabi buta.
    Dan ketika kehendak itu mencengkeram anak-anak, pesantren, dan tubuh rakyat miskin, maka yang lahir adalah kekuasaan yang tak kenal malu untuk memaksa.
    Di sinilah kita hari ini: di provinsi besar yang dipimpin dari layar kecil, dengan suara kecil yang tak diberi ruang untuk tumbuh.
    Dan mungkin, yang paling dibutuhkan hari ini bukan program baru, bukan larangan baru, bukan hukuman baru. Tapi kesediaan sederhana untuk mengatakan: “Mari kita bicara.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.