Komisi II Nilai Putusan MK Jadi Momen Penyesuaian Pemilu dan Pilkada
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 menjadi pembentuk undang-undang untuk menyesuaikan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (
pilkada
).
Penyesuaian tersebut dilakukan agar pelaksanaan pemilu dan pilkada sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Putusan MK ini secara substansi menegaskan struktur politik kita terdiri atas dua entitas, yaitu politik nasional dan politik daerah yang pengelolaannya perlu penyesuaian,” kata Zulfikar lewat keterangannya, dilansir dari ANTARA.
Komisi II, kata Zulfikar, tentu menghormati putusan MK yang memisahkan jadwal pelaksanaan
pemilu nasional
dengan daerah.
Putusan MK tersebut pun final dan mengikat, sehingga DPR disebutnya siap melakukan penyelarasan.
“Kami menghormati putusan MK tersebut. MK adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan apakah sebuah undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Karena putusan MK bersifat final dan mengikat, sebagai pembentuk UU, kami siap menyelaraskan dengan putusan MK tersebut,” ujar Zulfikar.
Menurutnya, putusan MK itu membuat pemilih lebih mudah menggunakan hak pilihnya. Sedangkan untuk penyelenggara pemilu, pelaksanaan setiap tahapannya dinilai akan lebih efektif.
Di samping itu, Zulfikar menilai putusan MK itu juga mengokohkan kedudukan penyelenggara pemilu sebagai institusi yang tetap, bukan sebagai penyelenggara pemilu lembaga ad hoc.
“Terakhir, putusan MK ini memperkuat prinsip bahwa kita merupakan negara kesatuan yang didesentralisasikan. Harapannya, bisa memunculkan budaya politik baru yang memperkuat dan meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Diketahui, MK memutuskan memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan
Pileg DPRD
provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan
Pilkada
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPD
-
/data/photo/2024/02/13/65cb3824dc456.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisi II Nilai Putusan MK Jadi Momen Penyesuaian Pemilu dan Pilkada Nasional 28 Juni 2025
-
/data/photo/2019/04/27/2326799481.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kemendagri Akan Komunikasi dengan DPR soal Jeda Pemilu Nasional-Daerah Nasional 28 Juni 2025
Kemendagri Akan Komunikasi dengan DPR soal Jeda Pemilu Nasional-Daerah
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri
) Bahtiar mengatakan, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilihan umum (pemilu) nasional dengan daerah.
Khususnya yang berkaitan dengan jadwal dan jeda waktu antara
pemilu nasional
dan daerah yang diputuskan tak lagi serentak.
Kemendagri juga akan meminta masukan para ahli dan pakar terkait putusan itu, termasuk soal skema pembiayaan
pemilu nasional dan daerah
.
“Kami di Kemendagri terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh,” ujar Bahtiar, dilansir dari ANTARA, Sabtu (28/6/2025).
Kemendagri juga akan mengkaji dampak Nomor 135/PUU-XXII/2024 terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Pilkada
, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Bahtiar mengatakan, dipisahkannya waktu penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah juga akan mempengaruhi regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya.
Oleh karena itu, pihaknya bersama DPR dan kementerian.lembaga terkait akan berkomunikasi terkait putusan MK itu.
“Komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” ujar Bahtiar.
Di samping itu, akan disusun pula skema penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah yang efektif, agar tujuan dari pemisahan waktu pelaksanaan tersebut tercapai. Skema tersebut akan disusun dengan tetap mengacu pada efisiensi, termasuk dalam hal pembiayaan.
Diketahui, MK memutuskan memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan
Pileg DPRD
provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam pertimbangannya menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
Namun, MK mengusulkan
pilkada
dan
pileg DPRD
dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Saldi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2837308/original/024471100_1561462449-20190625-Jelang-Sidang-Pembacaan-Putusan_-Penjagaan-Gedung-MK-Diperketat9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PKB Kritik Putusan MK yang Dinilai Batasi Pilihan Model Keserentakan Pemilu – Page 3
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.
Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025), dikutip dari Antara.
Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”
Pada diktum lainnya, MK menyatakan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
“Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota.”
-

Kemendagri pelajari putusan MK soal jeda pemilu nasional-daerah
Direktur Jenderal (Dirjen) Polpum Kemendagri Bahtiar (tengah). ANTARA/HO-Puspen Kemendagri
Kemendagri pelajari putusan MK soal jeda pemilu nasional-daerah
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Sabtu, 28 Juni 2025 – 09:30 WIBElshinta.com – Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan bahwa Kemendagri tengah mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal jeda penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah
Kemendagri juga akan segera meminta masukan dari para pakar dan ahli untuk memperoleh perspektif yang komprehensif terkait denga ndampak dari putusan ini. Kemendagri juga akan membahas di internal pemerintah dampak putusan tersebut, termasuk skema pembiayaan pemilu nasional dan lokal.
“Kami di Kemendagri terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh,” ujar Bahtiar di Jakarta yang disiarkan Sabtu pagi.
Selain itu, Kemendagri juga akan membahas dampak putusan tersebut terhadap berbagai regulasi yang ada, khususnya Undang-Undang tentang Pemilu, UU tentang Pilkada, dan UU tentang Pemerintahan Daerah.
Kemendagri juga akan menjalin komunikasi dengan penyelenggara pemilu. Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait juga akan berkomunikasi dengan DPR.
Perubahan jadwal penyelenggaraan pemilu, kata dia, tentu akan memengaruhi banyak aspek, termasuk regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya.
“Oleh karena itu, komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang efektif agar tujuan dari pemisahan waktu pelaksanaan tersebut tercapai. Skema tersebut akan disusun dengan tetap mengacu pada efisiensi, termasuk dalam hal pembiayaan.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”
Sumber : Antara
-
/data/photo/2024/12/20/67654f702b08d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Putusan MK Pisah Pemilu Nasional-Daerah Ringankan Beban KPU Nasional 28 Juni 2025
Putusan MK Pisah Pemilu Nasional-Daerah Ringankan Beban KPU
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com-
Ketua Komisi Pemilihan Umum (
KPU
) RI Mochammad Afifuddin mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penyelenggaraan pemilihan umum (
pemilu
) nasional dan daerah yang dipisah bakal meringankan beban KPU.
Afifuddin beralasan, desain
pemilu nasional dan daerah
yang sebelumnya beririsan bahkan bersamaan membuat KPU harus bekerja sangat keras.
“Memang tahapan yang beririsan bahkan bersamaan secara teknis lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra,” kata Afifuddin, Jumat (27/6/2025), dikutip dari
Antara
.
Oleh karena itu, KPU pun menghormati
putusan MK
yang menyatakan pemilu nasional dan daerah mesti dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun dan 6 bulan.
“Kami menghormati putusan MK dan akan pelajari secara detail putusan MK tersebut,” kata Afifuddin.
Diberitakan sebelumnya, MK memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden. Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Hal tersebut tertuang dalam
Putusan MK
Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk
Pemilu
dan Demokrasi (Perludem).
Di samping itu, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra, Kamis (26/6/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2020/02/26/5e5620fa7573a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kemendagri Akan Pelajari Putusan MK soal Pemilu Nasional-Lokal Nasional 27 Juni 2025
Kemendagri Akan Pelajari Putusan MK soal Pemilu Nasional-Lokal
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri
) akan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan
pemilu serentak
menjadi nasional dan lokal.
“Kami di Kemendagri akan terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, dalam siaran persnya, Jumat (27/6/2025).
Kemendagri juga akan membahas dampak putusan tersebut terhadap berbagai regulasi yang ada, khususnya Undang-Undang (UU) tentang Pemilu, UU tentang Pilkada, dan UU tentang Pemerintahan Daerah.
Kemendagri juga akan menjalin komunikasi dengan penyelenggara pemilu. Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait juga akan berkomunikasi dengan DPR.
“Perubahan jadwal penyelenggaraan pemilu tentu akan memengaruhi banyak aspek, termasuk regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya. Oleh karena itu, komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” kata Bahtiar.
Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang efektif agar tujuan dari pemisahan waktu pelaksanaan tersebut tercapai.
Skema tersebut akan disusun dengan tetap mengacu pada efisiensi, termasuk dalam hal pembiayaan.
Putusan MK itu adalah putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024. Keputusan tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal harus dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029.
Putusan yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025) tersebut menyatakan, keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
MK juga menyatakan bahwa pemilu lokal dilaksanakan dalam rentang waktu antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/24/685a608d2cd00.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tahapan Kontestasi Kaesang, Bro Ron, dan Mulyono Rebut Kursi Ketum PSI Nasional 27 Juni 2025
Tahapan Kontestasi Kaesang, Bro Ron, dan Mulyono Rebut Kursi Ketum PSI
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah menetapkan tiga nama untuk memperebutkan kursi ketua umum partai berlambang mawar merah itu.
Calon ketua umum (caketum) nomor urut 1 adalah Ronald A. Sinaga atau
Bro Ron
yang mendaftar pada Rabu (18/6/2025). Ia mendapatkan dukungan dari enam Dewan Pimpinan Wilayah (DPW)
PSI
dan 36 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI.
Kaesang Pangarep
sebagai petahana mendaftar pada Sabtu (21/6/2025) dan mendapat nomor urut 2. Putra bungsu Joko Widodo (Jokowi) itu mendapatkan dukungan dari 10 DPW PSI dan 78 DPD PSI.
Nama
caketum PSI
terakhir adalah
Agus Mulyono
Herlambang yang mendapatkan nomor urut 3. Sebanyak enam DPW PSI dan 24 DPD PSI menyatakan dukungan terhadapnya.
Setelah penetapan pada Selasa (24/6/2025), ketiga caketum memiliki waktu untuk menyampaikan visi dan misinya selama masa kampanye pada 19 Juni hingga 11 Juli 2025.
Kemudian pada 12 Juli hingga 18 Juli 2025, dimulai masa pencoblosan oleh kader PSI dengan sistem e-vote atau daring.
Setelah pemungutan suara dilakukan, nama ketua umum terpilih akan diumumkan dan ditetapkan dalam Kongres PSI yang digelar pada 19 Juli 2025 di Solo, Jawa Tengah.
“Kami berikan kesempatan untuk melakukan kampanye ataupun sosialisasi penyampaian visi-visi dalam berbagai cara. Kami berikan kebebasan kepada ketiga kandidat untuk menggunakan berbagai platform, metode untuk penyampaian visi-visi kepada seluruh anggota partai PSI,” ujar Sekretaris Steering Committee Kongres PSI, Benediktus Papa.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai Kaesang akan kembali menduduki kursi ketua umum PSI
Pendaftaran Kaesang sebagai caketum PSI dinilainya telah menutup peluang nama lain untuk memimpin partai berlambang mawar merah itu.
“Artinya, setelah Kaesang mendaftar menjadi
ketum PSI
, ya pertarungan sudah selesai dan bisa dipastikan pemenangnya ya Kaesang, bukan yang lain,” ujar Adi saat dihubungi.
Beredarnya nama-nama lain di luar Kaesang dinilainya sebagai penghias dan gimmick jelang Kongres PSI.
Adi menilai, peluang Kaesang untuk menjadi ketum PSI semakin besar, setelah Jokowi disebut tak ikut dalam kontestasi tersebut.
Ia juga menilai wajar jika Jokowi tak mendaftar sebagai caketum PSI, karena tidak mungkin bapak dan anak bersaing untuk memperebutkan kursi ketua umum partai politik.
“Karena tidak mungkin anak sama bapak bersaing, itu kan pernyataan Kaesang secara eksplisit. Artinya Kaesang maju, Jokowi tidak maju,” ujar Adi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4971601/original/004787300_1729156501-WhatsApp_Image_2024-10-17_at_12.39.18.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
MK Putuskan Pemilu Lokal dan Nasional Dipisah, PAN: Biaya Akan Makin Besar – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah atau lokal. Dia menilai, adanya pemisahan itu, bakal membuat biaya politik makin tinggi.
“Bagaimana konsekuensi biaya dengan pelaksanaan terpisah itu juga merupakan satu hal yang sedang kita pertimbangkan,” kata Eddy, melalui keterangan tertulis, Jumat, (27/6/2025).
Eddy mengatakan, biasanya anggota DPR, DPRD provinsi, serta kabupaten/kota dapat bekerja secara tandem untuk sukses di pemilu serentak. Ke depannya diyakini tak bisa lagi dan bakal bekerja secara mandiri.
“Sekarang sudah tidak bisa diperpanjang lagi. Sehingga, biaya akan semakin besar untuk masing-masing anggota,” ujar Eddy.
Dia menyebut, di internal PAN, secara keseluruhan masih mempelajari pemisahan pemilu tersebut. Termasuk soal pemilu tingkat daerah baru bisa digelar 2031.
“Jabatan kepala daerah yang dilantik 2024 begitu jatuh tempo 2029 diperpanjang 2 tahun lagi menjadi 2031. Begitu juga anggota DPRD provinsi kabupaten/kota yang berakhir masa jabatan 2029 diperpanjang dua tahun otomatis,” imbuh Eddy.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.
Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025), dikutip dari Antara.

