Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD 45 karena Pisahkan Pemilu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
Nasdem
menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (
MK
) terkait
pemisahan pemilu
adalah melanggar konstitusi serta mencuri kedaulatan rakyat. Begini pernyataan lengkap
NasDem
.
Pernyataan sikap partai ini disampaikan di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025) malam.
Pernyataan sikap ini disampaikan oleh Anggota Majelis Tinggi
Partai Nasdem
Lestari Moerdijat, yang disaksikan oleh sejumlah kader Nasdem.
Adapun kader-kader yang hadir meliputi Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
Ada pula Ketua Komisi II DPR RI yang merupakan kader Nasdem, Rifqinizamy Karyasuda.
DPP Partai Nasdem menilai putusan tersebut
inkonstitusional
sehingga mencuri kedaulatan masyarakat.
Nasdem pun beranggapan bahwa
putusan MK
seolah mengambil tanah legislasi.
“Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyangkut pemisahan skema pemilihan umum, Dewan Pimpinan Pusat
Partai NasDem
menyampaikan bahwa terdapat problematik ketatanegaraan yang dapat menimbulkan ketidakpastian bernegara,” kata Lestari memulai pernyataan sikap.
Berikut adalah 10 poin yang disampaikan Lestari Moerdijat mewakili DPP Partai NasDem:
1. Kewenangan MK dalam UUD NRI 1945 Pasal 24C Ayat (1) menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
2. Pelaksanaan putusan MK dapat mengakibatkan krisis konstitusional bahkan deadlock konstitutional. Sebab, apabila putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi. Pasal 22E UUD NRI 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali [ayat (1)]. Kemudian, pemilu (sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut) diselenggarakan untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD [ayat (2)]. Dengan demikian, ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional.
3. MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah). MK telah menjadi negative legislator sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.
4. MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten. Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum; ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum.
5. Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional. Hal ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali. Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan Kepala Daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22E UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam Putusan MK 95/2022, sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda.
6. MK, dalam kapasitas sebagai guardian of constitution, tidak diberikan kewenangan untuk mengubah norma dalam UUD, sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional dan bertentangan dengan Pasal 22B UUD NRI 1945.
7. Bahwa perpanjangan masa jabatan anggota DPRD setelah selesai periode 5 tahun, akan menempatkan para anggota DPRD tersebut bertugas dan menjabat tanpa landasan demokratis, padahal jabatan anggota DPRD adalah jabatan politis yang hanya dapat dijalankan berdasarkan hasil pemilu sebagaimana Pasal 22E UUD NRI 1945. Artinya, berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional.
8. Perubahan sistem pemilu berdasarkan putusan MK yang mengambil posisi positive legislator ini harus dirunut sejak putusan MK yang memerintahkan pilpres dan pileg serentak, yang pertimbangannya bukan didasarkan tafsir konstitusional yang berdasarkan risalah pembahasan terkait pelaksanaan pemilu dengan 5 kotak, termasuk kotak DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun, dalam putusan MK kali ini, MK menegasikan pertimbangan pemilu 5 kotak yang didasarkan pada tafsir konstitusionalitas MK sendiri, dengan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah. Oleh karena itu, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi, di mana konstitusi memerintahkan pemilu (pileg dan pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, tanpa ada perintah sistem pemilu seperti apa yang harus dijalankan, sehingga pilihan sistem penyelenggaraan pemilu harus kembali menjadi open legal policy sesuai yang dimaksudkan oleh konstitusi itu sendiri.
9. MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan mengubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini, MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat.
10. Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: DPD RI
-
/data/photo/2025/06/30/6862974d6cacf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu
-

Politisi PKS setuju putusan MK soal Pemilu 2029
Sumber foto: Pranoto/elshinta.com.
Politisi PKS setuju putusan MK soal Pemilu 2029
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Senin, 30 Juni 2025 – 17:32 WIBElshinta.com – Politisi PKS yang juga Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah I Muh Haris setuju putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pelaksanaan Pemilu 2029 digelar dua tahap, yakni Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.
Muh Haris menyebut, keputusan MK terkait pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal merupakan upaya untuk memperkuat demokrasi.
“Karena Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal waktunya dipisahkan maka untuk pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR RI dan DPD RI tetap dilaksanakan di tahun 2029, selanjutnya Pemilu Lokal dilaksankaan dua tahun sesudahnya untuk memilih Gubernur, Bupati, Wali Kota dan DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, sedangkan untuk jabatan Gubernur, Bupati, Wali Kota yang kosong itu seraya menunggu pelaksanaan Pemilu Lokal maka sebaiknya diisi atau dijabat seorang PJ dan jabatan DPRD ditambah dua tahun lagi masa jabatannya,” jelasnya di Salatiga, Sabtu (28/5/2025).
Dengan ada jeda waktu yang tidak bersamaan pelaksanaan pemilu itu lanjut Haris, maka kualitas pemilu akan lebih baik.
“Pemilihan Anggota DPR RI dan DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang tidak bersamaan akan berdampak baik, yakni isu nasional tidak akan berimplikasi ke isu daerah, masing-masing politisi yang maju anggota DPR akan bisa memainkan isu daerah masing-masing,” pungkasnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Pranoto, Senin (30/6).
Sumber : Radio Elshinta
-
/data/photo/2024/12/16/675f7baca9a9f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemilu Pusat dan Daerah Tak Lagi Serentak: Mengurai Beban, Mencari Napas
Pemilu Pusat dan Daerah Tak Lagi Serentak: Mengurai Beban, Mencari Napas
Dikdik Sadikin adalah seorang auditor berpengalaman yang saat ini bertugas di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berperan sebagai quality assurer dalam pengawasan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Memiliki minat mendalam terhadap kebijakan publik, Dikdik fokus pada isu-isu transparansi, integritas, serta reformasi pendidikan dan tata kelola pemerintahan. Dikdik telah menulis sejak masa SMP (1977), dengan karya pertama yang dimuat di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan opini karyanya telah dipublikasikan di media massa, termasuk di tabloid Kontan dan Kompas. Dua artikel yang mencolok antara lain “Soekarno, Mahathir dan Megawati” (3 November 2003) serta “Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan” (9 Oktober 2024). Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan pemimpin umum majalah Warta Pengawasan selama periode 1999 hingga 2002, serta merupakan anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik dari Universitas Gadjah Mada (lulus 2006).
“
Terlalu banyak pilihan membunuh pilihan.
” — Alvin Toffler
MAHKAMAH
Konstitusi (MK) mengetuk palu dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024: mulai Pemilu 2029, pemilu nasional dan daerah dipisah.
Putusan itu bukan sekadar urusan teknis atau penghematan logistik, melainkan tanda bahwa kita tengah meninjau ulang cara kita berdemokrasi.
Apakah ia cukup manusiawi? Apakah ia sungguh-sungguh mewakili kehendak rakyat?
Padahal, ketika sistem pemilu serentak diberlakukan, ia dilandasi oleh gagasan mulia: sinkronisasi.
Dalam sistem otonomi daerah, dibayangkan bahwa jika kepala daerah dan pemimpin nasional dipilih bersamaan, maka awal masa jabatan mereka akan serempak, sehingga perencanaan pembangunan pusat dan daerah dapat diharmoniskan sejak awal.
Presiden dan kepala daerah, ibarat dirigen dan para pemusik, memulai partitur pembangunan pada waktu yang sama, menyanyikan lagu yang sama dalam irama yang utuh.
Namun, sejarah demokrasi seringkali bergerak zig-zag. Realitas di lapangan tak seindah rancangan kebijakan di atas kertas.
Alih-alih tercipta sinergi, justru muncul kelelahan, kekacauan teknis, dan penurunan kualitas pemilu. Apa yang semula terlihat rasional, perlahan-lahan berubah menjadi beban kolektif.
Sejak 2019, rakyat Indonesia diminta memilih presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dalam satu hari yang padat.
Demokrasi menjadi ujian nasional lima mata pelajaran, dengan soal-soal panjang dan waktu terbatas. Kertas suara membentang seperti kalender dinding, nama-nama calon membingungkan, logo partai mirip-mirip, dan waktu mencoblos terlalu cepat.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyebut gejala kejenuhan pemilih sebagai ancaman serius. Fokus pemilih terpecah pada calon yang terlalu banyak, sementara waktu mencoblos sangat terbatas.
Suara rakyat kehilangan ketajaman. Pilihan politik tak lagi ditentukan oleh ide dan gagasan, melainkan oleh kelelahan dan ketidaktahuan.
Tragedi pun hadir. Data Pemilu 2019 mencatat lebih dari 894 petugas KPPS meninggal karena kelelahan, dengan lebih dari 5.000 lainnya jatuh sakit. Demokrasi tak seharusnya menuntut harga semahal itu.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut masa kerja KPU menjadi tidak efisien. Dalam lima tahun masa jabatan, KPU hanya bekerja maksimal selama dua tahun. Selebihnya tenggelam dalam rutinitas administratif.
Negara menyusun pesta politik yang terlalu besar untuk ditelan dalam satu hari. Sistem yang awalnya dianggap efisien ternyata tidak efektif.
Namun, keputusan memisahkan pemilu nasional dan daerah juga bukan tanpa residu masalah. Pertanyaan mendasar kembali menggema: bagaimana kelak pemerintah pusat mengorkestrasi pembangunan daerah jika kepala daerah tidak lagi dilantik bersamaan dengan presiden?
Risiko fragmentasi agenda pembangunan menjadi nyata. Pemerintah pusat bisa saja meluncurkan prioritas nasional saat sebagian kepala daerah baru menjabat, sementara sebagian lainnya mendekati akhir masa tugas.
Sinkronisasi perencanaan bisa menjadi rumit—seperti memainkan lagu yang sama dengan para pemain musik yang masuk ke panggung pada waktu berbeda.
Namun, di sinilah tantangan baru itu seharusnya dijawab dengan inovasi tata kelola. Harmonisasi tak harus diseragamkan waktunya, tetapi disamakan arah dan visi strategisnya.
Lewat perencanaan jangka menengah, pembagian peran yang lebih presisi, dan sistem insentif-fiskal yang terukur, pusat dan daerah tetap dapat menyatu dalam satu irama, meski berbeda tempo.
Negara-negara federal seperti Jerman dan Kanada telah membuktikan bahwa sinkronisasi tak bergantung pada jadwal Pilkada. Yang lebih penting adalah forum dialog antar-pemerintah yang rutin, data bersama yang dapat diakses lintas sektor, dan akuntabilitas program lintas level.
Dalam konteks Indonesia, penguatan RPJMN dan RPJMD yang terintegrasi dan disupervisi dapat menjadi solusi.
Menurut International IDEA (2023), hanya 16 dari 200 negara yang melaksanakan pemilu nasional dan lokal secara serentak penuh.
Di Amerika Serikat, pemilu presiden dan
midterm elections
dipisah agar rakyat bisa fokus pada isu berbeda.
Di Jerman, pemilu Bundestag dan Landtag dilakukan terpisah demi efektivitas partisipasi. Di sana, kualitas lebih penting daripada kecepatan.
Kita bukan satu-satunya yang merasakan beban serentak. Kita hanya perlu lebih jujur membaca napas demokrasi kita sendiri.
Putusan MK ini adalah bentuk jeda dalam demokrasi kita yang terengah-engah. Dengan memisahkan pemilu nasional dan daerah, kita memberi kesempatan kepada rakyat untuk kembali memaknai suara mereka.
Bukan hanya mencoblos, tapi memahami, menimbang, dan mempercayai.
Tentu, tantangan anggaran akan muncul. Namun, demokrasi yang sehat memang tak pernah murah. Yang murah biasanya adalah populisme murahan, atau otoritarianisme yang menyamar sebagai efisiensi.
Mungkin dari lima kotak suara yang membingungkan itu, kita sedang membuka jalan menuju satu hal yang lebih penting: kesadaran rakyat yang tidak kelelahan, tapi tercerahkan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Ketua DPD RI Minta Penyelenggara Pemilu Perhatikan Data Pemilih Usai Putusan MK
Jakarta –
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah. Sultan mengingatkan penyelenggara pemilu dan pemerintah agar mengantisipasi dinamika perubahan data pemilih.
“Pembaharuan data pemilih akan sangat cepat dan menjadi tantangan tersendiri, sehingga membutuhkan upaya yang ekstra bagi penyelenggara. Karena jarak waktu 2 tahun (jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan daerah) adalah waktu yang signifikan mempengaruhi jumlah penduduk dan daftar pemilih tetap,” ujar Sultan kepada wartawan, Sabtu (28/6/2025).
Sultan berharap pemisahan jadwal penyelenggaraan pemilu ini dapat meningkatkan partisipasi politik warga. Selain itu juga diharapkan dapat memperkuat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Harapannya pemisahan pemilu nasional dan lokal semakin meningkatkan partisipasi politik masyarakat dan memperkuat hubungan antara pusat dan daerah. Namun pembuat UU perlu melihat secara hati-hati dan komprehensif dalam menerjemahkan keputusan MK ini ke dalam material UU pemilu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sultan mengatakan penyederhanaan, inovasi Pemilu melalui rekayasa konstitusional perlu disesuaikan dengan struktur lembaga politik dan tuntutan kepentingan pembangunan nasional dan daerah. Perlu juga dilakukan penyesuaian dan sinkronisasi pada beberapa UU yang terkait dengan Pemilu seperti UU MD3.
“Keputusan MK ini cukup baik dan penting, tidak hanya dalam mengurai persoalan beban kerja para penyelenggara pemilu, tapi juga merupakan momentum untuk menata kembali struktur kekuasaan legislatif kita dalam UU MD3. Karena DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah telah dimasukkan dalam kelompok Pemilu lokal,” terangnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.
“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai,” ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan Amar Putusan, Kamis (26/6).
(fca/fca)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Anggota DPD RI minta hasil investigasi soal BBM diungkap ke publik
Denpasar (ANTARA) –
Anggota DPD RI Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik meminta agar hasil investigasi Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara soal keluhan bahan bakar minyak (BBM) di Bali diungkapkan ke publik.
“Pertemuan diadakan untuk mendapatkan solusi atas keluhan masyarakat yang disampaikan melalui kanal Lapor Niluh di media sosial,” kata senator Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik di Denpasar, Selasa.
Senator asal Bali itu menjelaskan upaya itu sebagai bagian dari transparansi atas investigasi terkait masalah itu baik dari segi bahan bakar, kualitas tangki di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan hasil investigasi terkait lainnya.
Ni Luh mengadakan dialog di Kantor DPD RI Perwakilan Provinsi Bali di Denpasar dengan BUMN bidang minyak dan gas bumi tersebut, setelah muncul keluhan masyarakat salah satunya melalui kanal pelaporan di media sosialnya.
Sementara itu, Executive General Manager PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) Aji Anom Purwasakti menjelaskan tindak lanjut penanganan keluhan masyarakat dengan melakukan investigasi dan uji lab yang saat ini sedang berjalan di Lemigas, Jakarta.
Kemudian, menyediakan meja layanan bantuan (helpdesk) di SPBU dan melakukan kerja sama dengan beberapa bengkel untuk menangani perbaikan kendaraan-kendaraan yang terdampak.
“Kami ganti biaya perbaikan atau penggantian filter bahan bakar dan pembersihan tangki kendaraan yang terdampak,” ucapnya.
Sementara itu, sejak Senin (23/6) pihaknya telah menyediakan 23 titik lokasi meja layanan bantuan di wilayah Bali dan tujuh bengkel rekanan.
Pihaknya masih akan menambah layanan tersebut untuk mempermudah masyarakat menyampaikan keluhan, saran dan kritik untuk perbaikan layanan distribusi energi.
Selain agenda pertemuan tersebut, pihaknya juga akan melakukan koordinasi lanjutan dengan beberapa pemangku kepentingan di daerah agar isu terkait keluhan masyarakat dapat tertangani optimal.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/06/04/683fd5695bf47.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Pimpinan DPR Segera Rapat Pembahasan Surat Pemakzulan Gibran: Mungkin Besok, atau Pekan Depan Nasional
Pimpinan DPR Segera Rapat Pembahasan Surat Pemakzulan Gibran: Mungkin Besok, atau Pekan Depan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua
DPR RI
Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, surat usulan
pemakzulan
Wakil Presiden RI
Gibran Rakabuming Raka
akan dibahas lewat rapat pimpinan dan badan musyawarah (Bamus) DPR RI.
Namun, Dasco belum mengungkap secara pasti kapan rapat pembahasan surat yang dilayangkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI itu akan dilakukan.
Sebab, surat itu sampai saat ini masih berada di Sekretariat Jenderal DPR RI.
“Suratnya secara resmi dari Setjen DPR RI belum dikirim ke pimpinan, dan kalau dikirim ke pimpinan akan dibahas di rapim (rapat pimpinan) dan bamus sesuai mekanisme, mungkin besok atau pekan depan,” ujar Dasco, usai rapat paripurna pembukaan masa sidang, Senin (24/6/2025).
Dasco menekankan bahwa tindak lanjut surat usulan
pemakzulan Gibran
itu harus dilakukan secara berhati-hati oleh
pimpinan DPR
RI.
Sebab, terdapat banyak surat masuk ke DPR RI yang berasal dari pihak-pihak yang mengatasnamakan diri sebagai purnawirawan TNI-Polri.
Untuk itu, DPR RI perlu mengkaji secara cermat dan hati-hati sebelum menentukan langkah ataupun tindak lanjut yang akan diambil.
“Jadi begini, kami juga mendapatkan surat, juga dari forum purnawirawan, juga beberapa surat yang mengatasnamakan purnawirawan kan banyak. Jadi, kita mesti sikapi hati-hati dan kita akan kaji dengan cermat sebelum ada hal yang diambil DPR,” pungkas dia.
Untuk diketahui, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mengirim surat berisi desakan pemakzulan Gibran kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD RI.
Lewat surat itu, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyorot bahwa Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan MK yang cacat hukum, yaitu Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Mereka menilai, putusan tersebut melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, yakni Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran.
“Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan,” demikian bunyi isi surat tersebut.
Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menilai Gibran tidak pantas menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan dan etika.
“Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” seperti dikutip dari surat tersebut.
Oleh karenanya, forum ini mendesak DPR segera memproses usulan pemakzulan Gibran sesuai ketentuan hukum dan konstitusi yang berlaku.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar menyatakan bahwa pihaknya sudah menerima surat tersebut dan telah meneruskannya ke pimpinan DPR RI.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Anggota DPD RI bantu pemulangan warga Aceh korban TPPO di Kamboja
Anggota DPD RI asal Provinsi Aceh Sudirman Haji Uma. ANTARA/Dokumentasi Pribadi
Anggota DPD RI bantu pemulangan warga Aceh korban TPPO di Kamboja
Dalam Negeri
Editor: Widodo
Senin, 23 Juni 2025 – 19:59 WIBElshinta.com – Anggota DPD RI asal Provinsi Aceh Sudirman Haji Uma memfasilitasi pemulangan salah seorang warga Kabupaten Aceh Utara bernama Eki Murdani (30) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja.
“Alhamdulillah, Eki sudah berhasil dipulangkan dan tiba di rumahnya pagi tadi pukul 07.00 WIB. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu, termasuk PPAM (perantau Aceh di Malaysia), Kementerian Luar Negeri, dan KBRI Phnom Penh,” kata Sudirman Haji Uma di Banda Aceh, Senin.
Diungkapkan pula bahwa Eki sudah 2,5 tahun berada di Kamboja. Korban dipaksa bekerja di sejumlah perusahaan operator judi online dan penipuan online.
Menurut dia, korban dipindah-pindahkan secara paksa dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya tanpa digaji, bahkan yang bersangkutan kerap mendapatkan penyiksaan jika tidak memenuhi target kerja.
Berdasarkan cerita korban, kata Haji Uma, yang bersangkutan mendapatkan penyiksaan berupa pemukulan, tendangan, hingga penyetruman listrik.
“Di sana, masih banyak WNI lainnya, termasuk warga Aceh yang hingga kini masih terjebak di lokasi-lokasi tersebut, dan menjadi korban kekerasan sistematis dari algojo perusahaan,” ujarnya.
Haji Uma menuturkan bahwa Eki sebenarnya sudah lama berhasil kabur dari pekerjaan tersebut. Akan tetapi, karena kesulitan ekonomi keluarga, dia tidak bisa kembali ke Tanah Air, hingga akhirnya pada tanggal 21 April 2025 disampaikan kepadanya.
Setelah itu, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan mengirimkan permohonan bantuan ke Kemenlu RI dan berkoordinasi dengan Duta Besar RI untuk Kamboja Santo Darmosumarto.
Pemulangan ini, menurut Haji Uma, tidak mudah karena keberadaan Eki jauh dari ibu kota Phnom Penh, dengan waktu tempuh sekitar 12 jam perjalanan darat.
Selain itu, pengurusan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) dan administrasi imigrasi juga sempat terkendala, terlebih korban harus bersembunyi dan menghindari kejaran mafia perusahaan yang selama ini memperjualbelikannya.
Selama proses itu, Haji Uma juga meminta dukungan dari Persatuan Pekerja Aceh di Malaysia (PPAM) untuk melakukan komunikasi intensif dengan Eki dan memantau rute pemulangannya karena harus transit di Malaysia sebelum akhirnya tiba di Indonesia.
Adapun biaya pemulangan Eki sebesar Rp12,3 juta, yang terdiri atas tiket penerbangan, konsumsi, dan pengurusan dokumen keimigrasian. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp4 juta ditanggung keluarga dan sisanya Rp8,3 juta dibantu Haji Uma.
Dalam kesempatan ini, dia mengingatkan kepada masyarakat Aceh tidak tergiur dengan janji manis agen tenaga kerja yang menawarkan pekerjaan di luar negeri.
“Kalau tidak memiliki kontrak kerja resmi yang dilegalisasi oleh dinas tenaga kerja dan BP3MI, sangat besar kemungkinan itu adalah penipuan. Jangan korbankan masa depan demi janji palsu,” demikian Hai Uma.
Sumber : Antara
-

Hercules Gandeng Tokoh Politik Laode Ida sebagai Dewan Pembina GRIB Jaya
GELORA.CO, Jakarta – Rosario de Marshall alias Hercules resmi menggandeng tokoh politik dan akademisi, Laode Ida, masuk jajaran petinggi ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya. Laode Ida didapuk sebagai Dewan Pembina di ormas tersebut.
Hal tersebut disampaikan langsung sekjen DPP GRIB Jaya, LP Zulfikar. Menurut Zulfikar, Laode adalah salah satu tokoh politik dan akademisi yang berpengaruh di Indonesia. Zulfikar menegaskan bahwa kapasitas, kapabilitas dan intergititas mantan Wakil Ketua DPD RI ini tak bisa diragukan.
“Kita sudah lama komunikasi dengan beliau. Beliau punya pengaruh dan punya pengalaman. Beliau akan mendidik dan membina kami di sini (GRIB). Dan beliau layak menjadi pembina kami,” ujar Zulfikar saat dihubungi, Minggu (22/6/2025).
Menurut Zulfikar, dalam waktu dekat ini Hercules akan bertemu langsung dengan Laode Ida. Dalam pertemuan itu nantinya akan diberikan langsung SK resmi kepada tokoh dari Sulawesi Tenggara (Sultra) tersebut.
“SK akan diberikan langsung oleh pak ketum kepada beliau,” katanya.
Lebih lanjut, Zulfikar menyampaikan bahwa masuknya Laode Ida pada jajaran petinggi GRIB Jaya akan menambah semangat dan energi potisif bagi kader GRIB di seluruh Indonesia.
“Kehadiran beliau menambah energi, semangat dan kepercayaan diri kami. Beliau orang berkompeten, kredibilitas, dan berintegritas. Pasti kami akan dibimbing sama beliau,” tegasnya.
Sementara itu, Laode Ida membenarkan dirinya bergabung dengan ormas besutan Hercules tersebut. Bagi dia, ormas GRIB merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan yang bisa dijadikan ladang pengabdian sosial dirinya.
“Saya diminta gabung GRIB sebagai pembina. Saya ini kan aktivis sehingga jiwa pengabdian sosial saya merasa terus terpanggil. Dan saya akan membantu melakukan perbaikan citra yang baik melalui pembinaan yang baik kepada GRIB,” tandasnya.
Menurut Laode, setelah dirinya bergabung dengan GRIB dirinya banyak bertemu dengan pengurus GRIB lainnya. Dijajaran pengurus GRIB banyak diisi kaum aktivis, pergerakan, akademisi, dan kaum profesional lainnya.
“Makanya saya bergabung dengan GRIB, saya sambut baik karena banyak banyak teman-teman di sana. Aktivis, profesional dan akademisi. GRIB tak bisa diragukan. Akhir-akhir ini orang memojokkan pak Hercules, biarlah nanti kedepannya sejarah yang berbicara. Yang terpenting kita melakukan yang terbaik untuk bangsa,” pungkas Laode Ida.
-

Pawai Peed Aya Dibuka, Menteri Kebudayaan Fadli Zon Puji Bali Sebagai Teladan Pelestarian Budaya
DENPASAR — Ribuan pasang mata menyaksikan langkah awal Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Sabtu, 21 Juni Menteri Kebudayaan Fadli Zon melepas Pawai Peed Aya, parade budaya yang menjadi pembuka resmi pesta seni tahunan kebanggaan Pulau Dewata itu.
Dengan mengenakan pakaian adat Bali, Fadli Zon memukul kulkul sebagai tanda dimulainya pawai. Di hadapannya, alunan gamelan Gong Gede dan Semar Pegulingan mengiringi pertunjukan bertajuk Mudra Citta Siwa Nataraja karya Institut Seni Indonesia (ISI) Bali. Sebuah tarian kosmik yang menyimbolkan keharmonisan semesta.
“Dengan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya nyatakan Pesta Kesenian Bali ke-47 resmi dibuka,” ucap Fadli, di tengah sorak masyarakat.
Didampingi Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa, Gubernur Bali I Wayan Koster, Wakil Gubernur I Nyoman Giri Prasta, dan Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya, Menteri Fadli menyampaikan apresiasinya atas konsistensi Bali menjaga akar budayanya.
“Selama 47 tahun, Pesta Kesenian Bali hadir tanpa jeda. Ini bukan sekadar seremoni, tetapi pernyataan kuat bahwa budaya hidup dan tumbuh di sini. Bali bisa menjadi panutan bagi daerah lain dalam menjaga warisan leluhur,” katanya.
Pawai Peed Aya tahun ini menghadirkan parade tematik dari sembilan kabupaten/kota di Bali. Masing-masing menampilkan karya seni yang mencerminkan kearifan lokal, dari kisah Subak, simbol keris, hingga harmoni budaya Ubud.
Karangasem menampilkan Jempana Masolah, Jembrana dengan Jimbarwana, Buleleng hadir lewat Agra Bhuwana Raksa, Bangli lewat teatrikal Posa Purwa Sancaya, Klungkung dengan Manunggaling Kaula Gusti, Tabanan menyuguhkan kisah Subak, Gianyar membawa semangat asimilasi budaya Ubud, Denpasar menampilkan Ngerebong, dan Badung menutup dengan simbol keris sebagai kekuatan spiritual.
Kekaguman Menbud tidak hanya tertuju pada visual artistik, tetapi juga pada dominasi generasi muda dalam parade. “Ekosistem kesenian di Bali terawat. Anak muda mengambil peran. Ini yang membuat Bali layak jadi teladan nasional,” ujarnya.
Fadli Zon juga menyampaikan salam dari Presiden Prabowo Subianto yang berhalangan hadir karena sedang dalam kunjungan kerja luar negeri. “Insyaallah, tahun depan beliau bisa hadir langsung di pembukaan PKB ke-48,” katanya.
Acara ini juga dihadiri sejumlah anggota DPR dan DPD RI, Wakapolda Bali Brigjen Pol I Komang Sandhi Arsana, para bupati dan wali kota se-Bali, budayawan, delegasi Inter-Island Tourism Policy Forum (ITOP Forum), serta perwakilan negara sahabat.
