Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • Bos Pajak Ancang-ancang Pecat 13 Pegawainya!

    Bos Pajak Ancang-ancang Pecat 13 Pegawainya!

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali memproses pegawainya yang terindikasi melanggar integritas. Menurut Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Bimo Wijayanto, jumlah pegawai pajak yang diproses mencapai 13 orang.

    Upaya bersih-bersih ini dilakukan setelah sebelumnya DPJ memecat 26 pegawai karena menerima uang di luar wewenangnya. Menurut Bimo, jumlah pegawai pajak yang diperiksa masih berpotensi bertambah.

    “Masih ada 13 lagi yang kami proses. Nanti akan berkembang ya, jadi nggak cuma segitu. Mudah-mudahan sih stop, kalau orangnya udah baik-baik semua kan,” ujar Bimo di kantornya di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Ia juga membenarkan 26 pegawai yang sebelumnya dipecat ada yang berkaitan dengan kasus 200 pengemplang pajak. Para penunggak pajak itu memiliki kewajiban ke negara mencapai Rp 60 triliun.

    “Ada tentu, jadi di dalam setiap kita mengurai sebuah masalah, tentu ada memang kita temukan anggota-anggota yang melakukan kecurangan. Kalau sudah terbukti, ya kami berhentikan. Dan kerugian negaranya dikembalikan,” ungkapnya.

    Bimo diketahui telah memecat 26 pegawai DJP selama kepemimpinannya sejak Mei 2025. Menurut Bimo, langkah bersih-bersih ini menjadi bagian dari prioritas menjaga kepercayaan wajib pajak demi menjadikan DJP sebagai institusi yang lebih profesional dan humanis.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap penyebab sejumlah pegawai DJP Kementerian Keuangan dipecat. Tindakan itu dinilai sudah termasuk pelanggaran berat sehingga tidak bisa diampuni lagi dan hukumannya dipecat secara tidak hormat.

    “Ya dipecat. Jadi mungkin dia (Dirjen Pajak) menemukan orang-orang yang menerima uang, yang nggak bisa diampuni lagi, ya dipecat, ya biar aja,” kata Purbaya di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    (ily/rrd)

  • Bos Pajak Ancang-ancang Pecat 13 Pegawainya!

    Pajak Pedagang Online Ditunda sampai 2026

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa pajak e-commerce terhadap pedagang di toko online ditunda hingga Februari 2026. Hal ini disampaikan langsung oleh Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto.

    “(Penundaan pajak e-commerce) Februari (2026),” singkat Bimo saat ditemui di kantornya di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menunda kebijakan pungutan pajak e-commerce terhadap pedagang di toko online. Sampai saat ini belum ada marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang.

    Purbaya mengatakan penundaan kebijakan tersebut dilakukan mempertimbangkan kondisi ekonomi. Apalagi sempat banyak penolakan ketika skema itu diumumkan pada Juni 2025 lalu.

    “Saya lihat begini, ini kan baru ribut-ribut kemarin nih. Kita tunggu dulu deh,” kata Purbaya dalam media briefing di kantornya, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

    Purbaya mengingatkan bahwa pemerintah sudah menempatkan dana Rp 200 triliun ke sistem perbankan. Jika kebijakan itu sudah berdampak ke perekonomian lebih baik, baru kebijakan pajak e-commerce akan dilaksanakan.

    “Paling tidak sampai kebijakan Rp 200 triliun untuk mendorong perekonomian mulai kelihatan dampaknya, baru kita akan pikirkan nanti. Jadi kita nggak ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi masuk ke sistem perbankan,” ucapnya.

    (ily/rrd)

  • Purbaya Mau Tempatkan Dana ke BPD, OJK Respons Begini

    Purbaya Mau Tempatkan Dana ke BPD, OJK Respons Begini

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons wacana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menempatkan dana di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Langkah ini dinilai sebagai tindakan positif yang dalam jangka menengah dapat dioptimalkan untuk mendorong perekonomian daerah.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan menempatkan dana di BPD dapat meningkatkan likuiditas perbankan. Namin demikian, data Agustus 2025 mencatatkan kondisi likuiditas BPD secara agregat sangat memadai.

    Menurutnya, seluruh indikator likuiditas berada di atas ambang batas. Selain itu, rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) secara agregat juga tercatat sebesar di 78,70%, berada di bawah rata-rata industri.

    “Hal ini mencerminkan ruang ekspansi kredit BPD posisi Agustus lebih tinggi dibandingkan industri perbankan secara umum,” kata Dian dalam Konferensi Pers RDK Bulanan (RDKB) September 2025, Kamis (9/10/2025).

    Untuk menjaga agar wacana kebijakan pemerintah tersebut dapat berjalan efektif, menurut Dian, BPD harus menguatkan infrastruktur baik dari sisi SDM, kebijakan, dan juga manajemen resiko. Dengan demikian, penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) itu dapat efektif dan optimal.

    Sementara dari sisi pemerintah, Dian menilai, perlu mempertimbangkan aspek pricing. Misalnya dari sisi tingkat suku bunga, yang diharapkan bisa ikut menurunkan biaya dana, sehingga pada akhirnya bisa menekan biaya kredit.

    “Kemudian jangka waktu, kalau dilihat jangka waktu mungkin tentu saja ini sebaiknya tidak pendek karena proyek itu bervariasi. Ada yang mungkin 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, mungkin juga 10 tahun. Sehingga, memang ini yang kalau kita ingin menjamin bisa lebih bisa menjangkau berbagai proyek, ini mesti lebih panjang,” ujarnya.

    Di samping itu, Dian menambahkan, juga perlu ada upaya secara berkelanjutan untuk mendorong kemampuan BPD untuk bisa ekspansi kredit tanpa menimbulkan banyak persoalan. Hal ini khususnya seperti kredit macet.

    Sebagai informasi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya mengungkapkan dana pemerintah yang ‘nganggur’ di Bank Indonesia (BI) masih mencapai Rp 275 triliun. Dana itu rencananya ditempatkan dengan jumlah tertentu ke Bank Jakarta dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur.

    “Saya sekarang punya Rp 275 triliun cash nganggur. Jadi, kita lagi diskusi dengan mereka, mereka bisa terima berapa sih,” kata Purbaya usai menghadiri Prasasti Luncheon Talk di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).

    Purbaya mengaku tidak akan memaksa bank daerah tersebut untuk menerima penempatan dana dari pemerintah. Oleh karena itu, saat ini sedang didiskusikan berapa jumlah yang tepat agar bank tersebut bisa menyalurkan lagi dalam bentuk kredit.

    Setidaknya hingga saat ini, ada tiga nama BPD yang disebut-sebut tertarik untuk mendapatkan suntikan dana nganggur ini. Bank tersebut antara lain BPD Jawa Timur, Bank Jakarta, dan Bank Jabar Banten.

    “Bank Jatim kemarin sudah ngomong ke Pak Menteri (Purbaya), Bank Jakarta juga. Bahkan kalau nggak salah, saya dengar ini Bank BJB juga tertarik. Nanti kita lihat,” kata Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu. di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).

    (kil/kil)

  • Pemerintah Siapkan Stimulus Ekonomi Tambahan, 2 Pekan Lagi Dieksekusi – Page 3

    Pemerintah Siapkan Stimulus Ekonomi Tambahan, 2 Pekan Lagi Dieksekusi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyampaikan, pemerintah tengah mematangkan stimulus ekonomi tambahan yang bakal disalurkan dalam waktu dekat.

    Febrio mengatakan, pemberian stimulus ekonomi ini jadi tindak lanjut dari ucapan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto usai rapat koordinasi pemerintah beberapa waktu lalu.

    “Itu sedang kita finalisasi, udah dapat arahan dari Pak Presiden. Akan ada insentif, khususnya bantuan untuk masyarakat miskin dan rentan untuk memperbaiki daya beli akan cukup besar,” ujar dia di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Diharapkan, program lanjutan itu bakal turut mendorong pertumbuhan ekonomi di penghujung 2025 ini. “Sehingga nanti kita harapkan di kuartal ke-4, ini dampaknya akan cukup terasa,” ungkapnya.

    Hanya saja, ia belum bisa memastikan apakah stimulus ekonomi itu bakal diberikan dalam bentuk program bantuan sosial (bansos) atau bantuan langsung tunai (BLT).

    “Nanti kita finalkan dulu aja segera, kemarin udah dapet arahan dari Pak Presiden juga kita segera finalkan. Kita harapkan ini mungkin mulai seminggu, dua minggu lagi, itu sudah eksekusi,” kata Febrio.

     

  • Rebutan Dana Pemerintah, Bank Jakarta hingga BJB Siap Susul Himbara – Page 3

    Rebutan Dana Pemerintah, Bank Jakarta hingga BJB Siap Susul Himbara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kepada lima bank BUMN (Himbara) membuat bank-bank di daerah juga tertarik untuk mendapatkannya.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, sejumlah bank pembangunan daerah (BPD) seperti Bank Jakarta, Bank Jatim hingga Bank Jabar Banten juga tengah antre agar bisa mendapat guyuran dana dari Menkeu Purbaya.

    “Bank Jatim kemarin udah ngomong ke Pak Menteri, Bank DKI juga. Bahkan kalau nggak salah saya dengerin juga Bank BJB juga tertarik,” kata Febrio di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Menerima permintaan tersebut, Febrio bilang bahwa Menkeu Purbaya senang lantaran penempatan uang negara tak terpakai itu bakal turut menggenjot penyaluran kredit.

    “Pak Menteri sih responnya (bilang), berarti laku ini barangnya. Kelihatan bahwa ini bagus untuk menambah pertumbuhan kredit sampai akhir tahun,” ungkap dia.

    “Kita lihat Bank Jakarta, Bank Jatim, bank yang lain gitu misalnya. Kalau dia langsung bisa promise, oh kami akan taruh sektor ini, sektor ini, sektor ini. Itu kan bagi Kementerian Keuangan memang itu yang kita mau,” tuturnya.

     

  • Penyaluran Dana Pemerintah Rp 200 Triliun: Bank Mandiri Paling Getol – Page 3

    Penyaluran Dana Pemerintah Rp 200 Triliun: Bank Mandiri Paling Getol – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, penempatan dana milik pemerintah sebesar Rp 200 triliun kepada 5 bank milik negara (Himbara) telah terealisasi ke berbagai sektor produktif.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, realisasi penyaluran Rp 200 triliun per 9 Oktober 2025 cukup menggembirakan. Lantaran pihak perbankan tidak hanya mendapat tambahan likuiditas dengan bunga lebih kompetitif.

    “Jadi kita berikan bunganya adalah sama dengan remunerasi kita yang ada di Bank Indonesia, itu adalah 80 persen dari suku bunga kebijakan. Kalau dengan suku bunga kebijakan terakhir itu jadinya sekitar 3,8 pereen, itu tentunya lebih murah dibandingkan cost of fund perbankan yang kita tempatkan cash kita,” ujarnya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Hasilnya, empat bank Himbara yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BSI sudah menyalurkan 50 persen atau lebih dari porsi yang diterimanya. Hanya BTN yang proses penyalurannya belum terlalu besar.

    “Rata-rata sudah cukup tinggi. Bank Mandiri sudah menggunakan 74 persen, BRI sudah 62 persen, BNI 50 persen, BTN 19 persen, BSI 55 persen,” jelas Febrio.

    “Jadi ini kita harapkan akan terus berlanjut. Karena bukan hanya kita pindahkan cash-nya, tetapi bunganya lebih murah. Sehingga mereka tentu akan memprioritaskan menggunakan uang ini untuk disalurkan ke sektor riil,” dia menekankan.

     

  • Aturan Pemeriksaan Data Konkret Bisa Tingkatkan Kepatuhan Pajak?

    Aturan Pemeriksaan Data Konkret Bisa Tingkatkan Kepatuhan Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan karena mempercepat proses penegakan hukum di bidang perpajakan.

    Menurut Prianto, aturan tersebut merupakan bentuk naskah dinas internal Kementerian Keuangan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.01/2021.

    “Naskah dinas adalah informasi tertulis yang berfungsi sebagai alat komunikasi kedinasan, norma hukum, atau dokumen teknis yang dibuat pejabat berwenang di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (7/10/2025).

    Perdirjen 18/2025 itu menurutnya tidak terlepas dari PMK Nomor 15/2025 tentang Pemeriksaan Pajak, yang menjadi dasar teknis pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Salah satu aspek pemeriksaan adalah data konkret, yakni tiga jenis data yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Pertama, faktur pajak yang telah disetujui sistem DJP tetapi belum dilaporkan pada surat pemberitahuan pajak pertambahan nilai (SPT PPN).

    Kedua, bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang tidak dilaporkan pada SPT Masa pajak penghasilan (PPh). Ketiga, bukti transaksi atau data perpajakan lain yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban pajak.

    Prianto menjelaskan bahwa pemeriksaan atas data konkret dilakukan melalui pengujian secara sederhana, atau metode yang berbasis pada data matching antara laporan wajib pajak dan data yang dimiliki DJP.

    “Kata kunci dari pemeriksaan pajak itu adalah data matching [pencocok data]. Pemeriksa akan membandingkan dan mencocokkan satu data dengan data lainnya. Karena itu, penyebutannya adalah dengan pengujian secara sederhana,” jelasnya.

    Dia melihat bahwa mekanisme pemeriksaan ini tidak berkaitan dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang penagihan wajib pajak dalam perkara pajak yang telah inkrah.

    “Kasus hukum pajak telah inkrah dan ada utang pajak, proses pemeriksaannya sudah selesai dan tidak ada lagi sengketa pajak. Langkah selanjutnya adalah proses penagihan pajak oleh juru sita pajak di setiap KPP [kantor pelayanan pajak],” tegasnya.

    Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini menambahkan bahwa pemeriksaan berbasis data konkret relatif lebih mudah diterima wajib pajak karena prosesnya jelas dan terukur. Dengan cara itu, lanjutnya, diharapkan wajib pajak tidak melakukan upaya hukum lanjutan dan bisa langsung melunasi utang pajak setelah ada penetapan dari KPP.

    Menurut dia, aturan itu juga berpotensi mempercepat realisasi penerimaan pajak agar mendekati target APBN 2025, karena penyelesaian sengketa dapat dipangkas melalui kesepahaman berbasis data yang transparan.

    Adapun PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret ini terbit pada 24 September 2025. Data kontret adalah data yang diperoleh atau dimiliki otoritas pajak, yang mencakup faktur pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, bukti potong atau bukti pungut PPh yang tidak dilaporkan, hingga bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung wajib pajak.

    Bukti transaksi atau data perpajakan yang masuk kategori data konkret sebagai berikut:

    Pertama, kelebihan kompensasi pada SPT Masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada SPT PPN. Kedua, penghitungan kembali pajak masukan sebagai pengurang pajak keluaran oleh WP yang tidak berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang dan penyerahan yang tidak terutang pajak.

    Ketiga, PPN disetor di muka yang tidak atau kurang dibayar. Keempat, pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan. Kelima, pengkreditan pajak masukan yang tidak sesuai ketentuan. 

    Keenam, penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan berdasarkan data bukti potong yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dan/atau kekeliruan sehubungan dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto.

    Ketujuh, data atau keterangan yang bersumber dari ketetapan atau keputusan di bidang perpajakan termasuk putusan atas sengketa penerapan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan, yang bersifat inkrah, yang dapat langsung digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak atau kurang dilaporkan oleh WP dalam SPT.

    Kedelapan, data atau keterangan yang telah diterbitkan surat permintaan penjelasan atas data atau keterangan; dibuat berita acara permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat persetujuan Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan dan telah ditandatangani Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa, namun pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut belum atau tidak dipenuhi sampai dengan batas waktu yang telah disetujui oleh Wajib Pajak, yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 

  • Indodax setorkan pajak Rp265,4 miliar selama Januari-Agustus 2025

    Indodax setorkan pajak Rp265,4 miliar selama Januari-Agustus 2025

    bukan sekadar nominal, cerminan tingkat adopsi masyarakat semakin luas serta kepatuhan industri kripto terhadap regulasi

    Jakarta (ANTARA) – Perusahaan perdagangan aset kripto Indodax mencatatkan kontribusi pajak selama Januari-Agustus 2025 mencapai Rp265,4 miliar atau setara dengan sekitar 50,7 persen dari total penerimaan pajak kripto nasional pada periode yang sama.

    Vice President Indodax Antony Kusuma dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, menyatakan capaian tersebut membuktikan peran industri kripto dalam menopang fiskal negara.

    “Angka ini bukan sekadar nominal, melainkan cerminan dari tingkat adopsi masyarakat yang semakin luas serta komitmen industri kripto terhadap kepatuhan regulasi di Indonesia,” ujarnya.

    Dia mengungkapkan dari tahun ke tahun kontribusi Indodax terhadap penerimaan pajak yang disetorkan ke negara selalu mengalami kenaikan yang signifikan

    Pada 2022, tambahnya, nilai yang disetorkan ke negara berupa PPN Rp60,04 miliar dan PPh Rp54,58 miliar atau total Rp114,63 miliar.

    Kemudian pada 2023 mencapai Rp91,47 miliar terdiri dari PPN Rp47,91 miliar dan PPh Rp43,56 miliar sementara pada 2024 meningkat menjadi Rp283,95 miliar terbagi atas PPN Rp150,74 miliar dan PPh Rp133,20 miliar.

    Sedangkan pada tahun ini lanjutnya, dari Januari–Agustus berupa PPN Rp124,69 miliar dan PPh Rp140,71 miliar sehingga total Rp265,40 miliar.

    Sebelumnya Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari aset kripto mencapai Rp1,61 triliun hingga Agustus 2025.

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu merinci penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, Rp620,4 miliar pada 2024 dan Rp522,82 miliar selama delapan bulan pertama 2025.

    Adapun total penerimaan terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) 22 sebesar Rp770,42 miliar serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri sebesar Rp840,08 miliar.

    Antony menegaskan capaian ini menjadi bukti bahwa aset kripto telah berkembang dari sekadar alternatif investasi menjadi sektor yang berkontribusi nyata terhadap penerimaan negara.

    Dia menambahkan ketika regulasi pajak selaras dengan karakteristik aset digital, dampaknya bukan hanya pada meningkatnya kepercayaan investor, tetapi juga pada pertumbuhan volume transaksi yang lebih sehat dan transparan di bursa lokal.

    Menurut dia, penerimaan pajak kripto harus dilihat sebagai indikator legitimasi industri kripto, semakin tinggi kontribusinya ke kas negara, semakin jelas bahwa investasi kripto bukan lagi sekadar tren, melainkan bagian resmi dari sistem keuangan digital Indonesia.

    “Regulasi yang konsisten akan menjadikan Indonesia salah satu pusat perdagangan aset digital terbesar di kawasan,” katanya.

    Pewarta: Subagyo
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Bitcoin Sentuh Rp2 Miliar dan Penerimaan Pajak Kripto Indonesia Mencapai Rp1,61 Triliun

    Harga Bitcoin Sentuh Rp2 Miliar dan Penerimaan Pajak Kripto Indonesia Mencapai Rp1,61 Triliun

    JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari aset kripto mencapai Rp1,61 triliun hingga Agustus 2025. Angka ini menunjukkan tren kenaikan yang sangat baik sejak regulasi pajak kripto diberlakukan pada 2022.

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merinci penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, Rp620,4 miliar pada 2024, dan Rp522,82 miliar selama delapan bulan pertama 2025.

    Adapun total penerimaan terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) 22 sebesar Rp770,42 miliar serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri sebesar Rp840,08 miliar.

    Capaian ini menjadi bukti bahwa aset kripto telah berkembang dari sekadar alternatif investasi menjadi sektor yang berkontribusi nyata terhadap penerimaan negara.

    Selain data nasional, INDODAX sebagai bursa aset kripto terbesar di Indonesia juga mencatat kontribusi signifikan dalam penerimaan pajak. Berdasarkan catatan internal INDODAX, pajak yang disetorkan ke negara adalah sebagai berikut:

    ● 2022: PPN Rp60,04 miliar, PPh Rp54,58 miliar (total Rp114,63 miliar)

    ● 2023: PPN Rp47,91 miliar, PPh Rp43,56 miliar (total Rp91,47 miliar)

    ● 2024: PPN Rp150,74 miliar, PPh Rp133,20 miliar (total Rp283,95 miliar)

    ● 2025 (Januari–Agustus): PPN Rp124,69 miliar, PPh Rp140,71 miliar (total Rp265,40 miliar)

    Dengan demikian, kontribusi pajak INDODAX pada Januari–Agustus 2025 mencapai Rp265,4 miliar, setara dengan sekitar 50,7 persen dari total penerimaan pajak kripto nasional pada periode yang sama.

    Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menilai capaian tersebut adalah bukti nyata peran industri kripto dalam menopang fiskal negara.

    “Kontribusi INDODAX yang mencapai lebih dari separuh total pajak kripto nasional menunjukkan betapa pentingnya peran bursa domestik dalam ekosistem ini. Angka ini bukan sekadar nominal, melainkan cerminan dari tingkat adopsi masyarakat yang semakin luas serta komitmen industri kripto terhadap kepatuhan regulasi di Indonesia,” ujar Antony, dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 4 Oktober.

    Antony menambahkan bahwa ketika regulasi pajak selaras dengan karakteristik aset digital, dampaknya bukan hanya pada meningkatnya kepercayaan investor, tetapi juga pada pertumbuhan volume transaksi yang lebih sehat dan transparan di bursa lokal.

    Lebih jauh, Antony menekankan bahwa penerimaan pajak kripto harus dilihat sebagai indikator legitimasi industri kripto.

    “Semakin tinggi kontribusinya ke kas negara, semakin jelas bahwa investasi kripto bukan lagi sekadar tren, melainkan bagian resmi dari sistem keuangan digital Indonesia. Regulasi yang konsisten akan menjadikan Indonesia salah satu pusat perdagangan aset digital terbesar di kawasan,” tegasnya.

    Antony juga menutup dengan menegaskan komitmen INDODAX dalam mendukung kebijakan pemerintah.

    “Bagi kami, pajak kripto adalah jembatan yang mempertemukan kepentingan negara dan industri. Selama sinergi ini terjaga, kontribusi kripto terhadap perekonomian Indonesia akan semakin besar,” pungkasnya.

    Dengan penerimaan pajak kripto yang menembus Rp1,61 triliun hingga Agustus 2025, industri aset digital Indonesia kini terbukti bukan hanya sebagai sarana investasi, tetapi juga sebagai penopang fiskal nasional.

    Tren Pasar Kripto: Bitcoin Sentuh Rp2 Miliar

    Seiring dengan meningkatnya kontribusi pajak kripto, pasar global juga menunjukkan dinamika positif. Harga Bitcoin (BTC) menembus 120 ribu dolar AS atau sekitar Rp2 miliar, menurut data CoinMarketCap dan TradingView.

    Lonjakan ini didorong oleh volume perdagangan ETF Bitcoin spot yang mencapai 5 miliar dolar AS dalam sehari serta arus masuk institusional senilai 676 juta dolar AS, dengan BlackRock iShares Bitcoin Trust (IBIT) menyerap 405 juta dolar AS dan Fidelity menambah 1.570 BTC senilai 179 juta dolar AS.

    Secara teknikal, Bitcoin kini memasuki fase “price discovery” dengan potensi kenaikan menuju 128.000–135.000 dolar AS (Rp2,1–Rp2,3 miliar). Meski demikian, analis mengingatkan adanya zona support penting di 110.000–112.000 dolar AS (Rp1,8 miliar).

    Kombinasi antara penerimaan pajak kripto nasional yang solid dan tren kenaikan harga Bitcoin global menegaskan bahwa industri kripto kini memainkan peran strategis, baik dalam menopang fiskal negara, memberikan potensi investasi yang baik, dan sebagai bagian dari ekosistem ekonomi digital dunia.

  • Komisi XI minta Purbaya tak berpolemik dengan Bahlil soal elpiji 3 kg

    Komisi XI minta Purbaya tak berpolemik dengan Bahlil soal elpiji 3 kg

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar fokus memperbaiki tata kelola pembayaran subsidi dan kompensasi dalam APBN.

    Menurut dia, semestinya kementerian yang kini dipimpin Menteri Purbaya Yudhi Sadewa itu tidak terjebak dalam polemik hal-hal teknis.

    “Realisasi pembayarannya kerap terlambat, membebani arus kas, bahkan berpotensi mengganggu pelayanan publik. Ini yang seharusnya segera diperbaiki Menteri Keuangan,” kata Misbakhun dalam keterangan diterima di Jakarta, Jumat (3/10) malam.

    Pernyataan Misbakhun itu sebagai respons untuk Menkeu Purbaya yang berpolemik dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia soal data subsidi dan harga elpiji (LPG) kemasan 3 kilogram.

    Legislator Partai Golkar itu menyatakan selama bertahun-tahun hingga kini ada masalah klasik yang selalu muncul, terutama pada subsidi energi, seperti elpiji 3 kilogram, bahan bakar minyak (BBM), dan listrik.

    Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu menyatakan tugas utama menteri keuangan sebagai bendahara umum negara ialah memastikan pembayaran subsidi berjalan tepat waktu, transparan, dan akuntabel.

    Adapun, soal aspek teknis seperti penetapan harga maupun distribusi subsidi, ucap dia, merupakan kewenangan kementerian teknis, yakni Kementerian ESDM dan Kementerian Sosial.

    “Peraturan perundang-undangan sudah jelas membagi kewenangan itu. Jadi, pernyataan Menkeu yang keluar dari ranahnya justru berpotensi menimbulkan gangguan koordinasi antarkementerian,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Misbakhun menyatakan hakikat subsidi ialah menjaga daya beli rakyat kecil dan memastikan kelompok rentan mendapat akses energi dengan harga terjangkau. Oleh karena itu, katanya, polemik antar kementerian tidak boleh menutupi tujuan utama kebijakan subsidi.

    “Jika distribusi subsidi elpiji 3 kilogram atau subsidi energi lain tidak tepat sasaran, yang paling dirugikan adalah masyarakat kelas bawah. Yang diperlukan sekarang adalah perbaikan basis data penerima manfaat, integrasi sistem digital, dan sinergi antar kementerian, bukan perdebatan terbuka di ruang publik,” ujarnya.

    Misbakhun juga menyatakan bahwa basis data penerima manfaat subsidi energi akan masuk ke dalam Data Terpadu Subsidi Energi Nasional (DTSEN) yang merupakan hasil kerja sama Kementerian ESDM dan Badan Pusat Statistik (BPS).

    Menurut dia, yang dibutuhkan saat ini adalah penguatan koordinasi dan pemutakhiran data secara konsisten.

    Ia menuturkan belanja subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2026 diproyeksikan meningkat seiring ketidakpastian harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah.

    Misbakhun pun mewanti-wanti soal pentingnya disiplin fiskal dan tata kelola lebih baik yang akan sangat menentukan kredibilitas APBN dan kepercayaan publik.

    “Komisi XI DPR RI mendukung kebijakan subsidi untuk rakyat, tetapi tetap mengawasi agar APBN dijalankan tertib, efisien, dan berpihak pada masyarakat. Menteri Keuangan harus menjawab tantangan ini dengan memastikan mekanisme pembayaran subsidi tepat waktu dan akuntabel,” ujar Misbakhun.

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Selasa (30/9) menyebut harga asli elpiji 3 kg senilai Rp42.750 per tabung. Menurut dia, pemerintah menanggung subsidi sebesar Rp30.000 per tabung sehingga masyarakat hanya perlu membayar Rp12.750 per tabung.

    Namun, Menteri ESDM Bahlil menilai Purbaya salah membaca data. Bahlil menganggap Purbaya sebagai Menteri Keuangan baru butuh penyesuaian.

    “Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Ya mungkin butuh penyesuaian,” ujar Bahlil di Gedung BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10).

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.