Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • Coretax Telan Biaya Fantastis, Negara Lain Lebih Efisien?

    Coretax Telan Biaya Fantastis, Negara Lain Lebih Efisien?

    Jakarta, Beritasatu.com – Sebuah video unggahan dari akun Instagram @fuaditrockz ramai diperbincangkan publik setelah menyoroti besarnya biaya proyek core tax administration system atau Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

    Dalam video tersebut, pemilik akun, Fuadit Muhammad, mengungkapkan keheranannya terhadap nilai proyek yang mencapai Rp 110 miliar hanya untuk tahap quality assurance (QA) atau pengujian sistem.

    Fuadit menilai biaya tersebut terlalu tinggi jika dibandingkan dengan hasil dan performa aplikasi Coretax saat ini yang dinilainya belum optimal. Ia menyebut meski proyek ini melibatkan perusahaan besar, hasil akhirnya masih menunjukkan banyak bug dan eror.

    “Nilai Rp 110 miliar itu cuma untuk QA-nya doang , buat testing aplikasinya, tetapi hasilnya eror dan bug-nya masih banyak banget,” ujar Fuadit, dikutip Beritasatu.com, Rabu (29/10/2025).

    Lebih lanjut, ia menegaskan persoalannya bukan terletak pada kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, melainkan pada sistem kerja dan mekanisme proyek yang melibatkan konsultan besar.

    “Bahkan orang awam pun tahu, tampilannya masih banyak eror, responsnya lambat, dan sistemnya belum optimal,” tambahnya.

    Siapa Perusahaan di Balik Coretax?

    Berdasarkan informasi dari situs resmi DJP, konsorsium LG CNS-Qualysoft terpilih sebagai pemenang tender pengadaan Coretax dengan nilai kontrak mencapai Rp 1,228 triliun, termasuk pajak.

    Pengumuman ini dilakukan oleh PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia (PwC) sebagai agen pengadaan dan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.03/2020 tertanggal 1 Desember 2020 tentang Penetapan Pemenang Tender Dua Tahap dengan Prakualifikasi Pengadaan Sistem Integrator Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

    Nilai proyek yang mencapai Rp 110 miliar hanya untuk tahap quality assurance (QA) Coretax. – (Pajak.go.id/Tangkapan Layar)

    Proyek ini merupakan bagian dari langkah strategis reformasi sistem administrasi perpajakan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.

    Konsorsium LG CNS-Qualysoft bertugas menyediakan solusi commercial off the shelf (COTS) dan mengimplementasikan teknologi tersebut untuk menggantikan sistem lama DJP yang sudah digunakan sejak 2002.

    Selain itu, PT Deloitte Consulting, bagian dari jaringan Deloitte global yang berbasis di Inggris, juga ditunjuk sebagai pemenang tender layanan konsultasi owner’s agent-project management and quality assurance (QA). Nilai kontraknya mencapai Rp 110,3 miliar termasuk pajak. Tugasnya memastikan keberhasilan proyek melalui pengelolaan manajemen proyek, vendor, kontrak, serta penjaminan kualitas.

    Banyak negara di dunia telah lebih dahulu mengimplementasikan sistem administrasi pajak digital seperti Coretax atau dikenal sebagai core tax administration system (CTAS).

    Sistem ini dirancang untuk memodernisasi layanan pajak, meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak. Berikut perbandingan beberapa negara yang telah menerapkannya.

    Sistem Pajak Digital di Berbagai Negara

    1. Singapura (IRAS)

    Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) telah lama menerapkan sistem pajak digital terintegrasi yang bertujuan meningkatkan efisiensi serta transparansi layanan publik.

    Meski demikian, biaya spesifik pembangunan sistem IRAS tidak pernah dipublikasikan secara terbuka. Alasannya, sistem tersebut sudah beroperasi sejak 1992 dan terus diperbarui secara bertahap, sehingga menjadi proyek jangka panjang dan bukan proyek tunggal dengan biaya tertentu.

    Sama seperti Coretax di Indonesia, sistem IRAS berfungsi mengurangi beban administratif dan meminimalkan kesalahan manusia. Kesuksesan digitalisasi pajak Singapura ini juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak negaranya.

    2. Malaysia (MyTax)

    Malaysia mengembangkan platform pajak digital bernama MyTax, yang fokus pada peningkatan kepatuhan, transparansi, serta kemudahan administrasi perpajakan. Namun, tidak ada data publik mengenai biaya pengembangannya.

    MyTax memudahkan wajib pajak dalam melaporkan serta membayar pajak secara daring, sekaligus mempercepat proses administrasi yang sebelumnya dilakukan secara manual.

    Walau perincian biaya spesifik tidak tersedia, kemungkinan besar proyek ini didanai melalui anggaran transformasi digital nasional yang lebih luas milik Lembaga Hasil Dalam Negeri (LHDN), sejalan dengan fokus Pemerintah Malaysia terhadap agenda digitalisasi sektor publik.

    3. Finlandia (Valmis)

    Valmis (dalam bahasa Finlandia berarti siap atau ready) menjadi proyek modernisasi pajak terbesar dalam sejarah Finlandia. Negara ini mengganti lebih dari 70 sistem lama dengan sistem baru berbasis commercial-off-the-shelf (COTS).

    Reformasi ini juga disertai pembaruan undang-undang perpajakan serta penyederhanaan proses internal.

    Proyek yang dimulai pada 2012 ini memakan waktu 8 tahun dan melibatkan sekitar 5.000 orang, termasuk 960 pegawai otoritas pajak dan 400 konsultan.

    Implementasi Valmis dibagi menjadi lima tahap, dari pengelolaan data pelanggan hingga sistem pajak properti, dengan peluncuran terakhir pada 2019.

    Total anggaran program Valmis diperkirakan mencapai 170 juta euro atau sekitar Rp 3,29 triliun. Proyek ini berhasil dijalankan tanpa mengganggu proses pemungutan pajak nasional selama masa transisi.

    4. Selandia Baru (Start)

    Pada 2015, Selandia Baru memulai reformasi besar pada sistem perpajakannya yang telah digunakan sejak 1980-an. Pemerintah meluncurkan sistem baru bernama Simplified Tax and Revenue Technology (Start) yang bertujuan menciptakan administrasi pajak digital dan memungkinkan wajib pajak mengelola kewajibannya secara mandiri.

    Berdasarkan laporan audit, estimasi biaya proyek Start berkisar antara NZ$ 1,3 miliar (sekitar Rp 12,56 triliun) hingga NZ$ 1,9 miliar (Rp 18,35 triliun) dalam periode sekitar 10 tahun.

    Transformasi dilakukan secara bertahap dalam empat fase (2016-2022). Setiap fase memigrasikan layanan pajak secara sistematis, mulai dari GST, withholding tax, hingga pajak penghasilan dan bea masuk.

    Pada 30 Juni 2022, sistem Start telah diimplementasikan sepenuhnya dan menjadi tulang punggung digitalisasi perpajakan di negara tersebut.

    5. Arab Saudi (FATOORA)

    The Saudi Zakat, Tax, and Customs Authority (ZATCA) di Arab Saudi meluncurkan program nasional fully automated tax operations and online reporting application (FATOORA) yang menggantikan sistem faktur manual menjadi faktur digital.

    Kata fatoora (فَاتُورَة) berasal dari bahasa Arab yang berarti invoice atau faktur. Nama program ini digunakan oleh ZATCA untuk menamai program nasional e-invoicing (faktur elektronik) yang resmi diluncurkan pada 4 Desember 2021.

    Program FATOORA dilaksanakan dalam dua tahap utama. Tidak ada angka resmi yang diumumkan sebagai biaya tunggal proyek FATOORA, meskipun diakui bahwa biaya kepatuhan dan integrasi sistem dapat bervariasi tergantung pada skala bisnis.

    Tahap pertama, yang dimulai pada 2021, mewajibkan seluruh wajib pajak untuk berhenti menggunakan faktur manual dan beralih ke perangkat lunak faktur yang memenuhi standar ZATCA.

    Selanjutnya, pada tahap kedua tahun 2023, sistem faktur digital diintegrasikan langsung dengan portal ZATCA, sehingga memungkinkan pertukaran data elektronik secara aman dan efisien antara penjual dan pembeli.

    Transformasi ini menunjukkan komitmen kuat Arab Saudi dalam membangun ekonomi digital yang transparan, modern, dan sesuai standar internasional.

    Mengapa Tidak Ada Angka Proyek Tunggal?

    Banyak negara tidak memublikasikan angka biaya proyek digitalisasi pajak secara spesifik karena sifatnya merupakan program jangka panjang dan bertahap. Anggaran untuk modernisasi sistem biasanya berasal dari alokasi tahunan organisasi atau kementerian, mencakup belanja modal (capex), biaya operasional (opex), kontrak vendor, konsultan, serta lisensi perangkat lunak.

    Hanya beberapa negara, seperti Selandia Baru, yang membuat business case publik berisi angka proyek secara terperinci, sementara negara lainnya memandangnya sebagai inisiatif berkelanjutan dalam reformasi pajak nasional.

    Kontroversi biaya proyek Coretax sebesar Rp 110 miliar untuk tahap QA membuka diskusi penting tentang efektivitas dan akuntabilitas proyek digital pemerintah. Meskipun bertujuan memodernisasi sistem perpajakan, transparansi dan hasil implementasi tetap menjadi indikator utama keberhasilan.

  • 8 Kelompok Wajib Pajak yang Bisa Hapus NPWP Berdasarkan Aturan DJP

    8 Kelompok Wajib Pajak yang Bisa Hapus NPWP Berdasarkan Aturan DJP

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menetapkan aturan baru terkait penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

    Kini, wajib pajak dapat mengajukan penghapusan NPWP apabila sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.

    Ketentuan ini resmi tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang menggantikan regulasi sebelumnya PER-04/PJ/2020.

    Aturan baru ini merupakan bagian dari penyederhanaan sistem administrasi perpajakan digital. Jumlah kelompok wajib pajak yang dapat mengajukan penghapusan NPWP kini disederhanakan dari 13 menjadi delapan kelompok utama.

    Kelompok Wajib Pajak yang Dapat Menghapus NPWP

    Berdasarkan Pasal 44 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, berikut delapan kelompok wajib pajak yang dapat mengajukan penghapusan NPWP secara resmi melalui sistem DJP:

    1. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia

    Apabila seorang wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, maka NPWP dapat dihapus karena seluruh kewajiban perpajakan dianggap telah selesai.

    2. Orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selamanya

    Wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan Indonesia secara permanen dan tidak lagi memiliki sumber penghasilan di dalam negeri berhak menghapus NPWP-nya. Hal ini berlaku untuk penduduk maupun bukan penduduk yang tidak lagi memiliki kewajiban pajak di Indonesia.

    3. Wajib pajak warisan belum terbagi

    Setelah seluruh proses pembagian warisan selesai, NPWP atas nama warisan belum terbagi dapat dihapus. Entitas tersebut tidak lagi memiliki objek perpajakan setelah harta warisan diserahkan kepada ahli waris.

    4. Wajib pajak badan yang telah dilikuidasi atau dibubarkan

    Badan usaha yang sudah menghentikan kegiatan operasionalnya, baik karena pembubaran, penggabungan, atau likuidasi, dapat menghapus NPWP setelah seluruh kewajiban perpajakan dipenuhi dan diverifikasi oleh DJP.

    5. Bentuk usaha tetap (BUT) yang telah menghentikan kegiatan di Indonesia

    Perusahaan asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui BUT dan telah menutup operasinya di Indonesia juga dapat mengajukan penghapusan NPWP.

    6. Badan berbentuk kerja sama operasi (KSO) yang tidak lagi memenuhi kriteria

    Jika kerja sama operasi (joint operation) tidak lagi memenuhi kriteria sebagai entitas wajib pajak, maka NPWP-nya dapat dihapus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    7. Instansi pemerintah yang tidak lagi menjadi pemotong atau pemungut pajak

    Instansi pemerintah yang dibubarkan, digabung, atau tidak lagi memiliki fungsi sebagai pemotong/pemungut pajak dapat menghapus NPWP. Hal ini mencakup instansi yang tidak lagi beroperasi atau kehilangan kewenangan perpajakannya.

    8. Wajib pajak dengan lebih dari satu NPWP

    Jika seseorang atau badan memiliki lebih dari satu NPWP, DJP akan menghapus salah satu di antaranya untuk menghindari duplikasi data. Sebelum penghapusan dilakukan, DJP akan memverifikasi identitas dan aktivitas perpajakan wajib pajak tersebut.

    Cara Menghapus NPWP Secara Online Lewat Sistem Coretax

    Dengan hadirnya sistem Inti Perpajakan Coretax, proses penghapusan NPWP kini dapat dilakukan sepenuhnya secara digital tanpa perlu datang langsung ke kantor pajak. Berikut langkah-langkah pengajuannya:

    1. Login ke sistem Coretax

    Kunjungi laman resmi Coretax DJP. Jika belum memiliki akun, pilih daftar di sini untuk registrasi baru.

    2. Akses menu deregistration

    Setelah login, masuk ke menu portal dan pilih submenu deregistration & revocation.

    3. Pilih jenis penghapusan

    Pada bagian case management, pilih TIN deregistration (penghapusan NPWP) pada kolom type of deregistration.

    4. Isi data kuasa atau wakil (jika ada)

    Jika pengajuan dilakukan oleh kuasa wajib pajak, centang kotak representative dan isi data sesuai surat kuasa resmi.

    5. Verifikasi identitas wajib pajak

    Sistem akan menampilkan data identitas wajib pajak secara otomatis berdasarkan catatan DJP.

    6. Lengkapi alasan penghapusan NPWP

    Isi kolom alasan sesuai kondisi, seperti meninggal dunia, perusahaan bubar, atau NPWP ganda.

    7. Pernyataan dan pengiriman

    Centang bagian taxpayer statement, lalu klik submit. Permohonan akan dikirim ke petugas pajak untuk diproses.

    8. Unduh bukti pengajuan

    Setelah pengajuan berhasil, unduh proof of receipt sebagai bukti resmi bahwa permohonan telah diterima oleh DJP.

    Proses Verifikasi dan Waktu Penghapusan NPWP

    Setelah permohonan dikirim, DJP akan melakukan verifikasi terhadap seluruh data wajib pajak. Pemeriksaan mencakup status kegiatan usaha, laporan SPT terakhir, serta penyelesaian kewajiban pajak.

    Bila seluruh dokumen dinyatakan lengkap dan valid, NPWP akan dihapus secara resmi dari sistem administrasi nasional.

    Umumnya, proses verifikasi hingga penghapusan NPWP memerlukan waktu beberapa minggu hingga satu bulan, tergantung kelengkapan dokumen dan validasi data.

  • Sah! Pajak Penghasilan Pekerja Pariwisata Resmi Ditanggung Pemerintah

    Sah! Pajak Penghasilan Pekerja Pariwisata Resmi Ditanggung Pemerintah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi memberikan insentif bagi para pekerja di sektor pariwisata. Insentif itu berupa pajak penghasilan pasal 21 ditanggung pemerintah (PPh DTP).

    Ketbijakan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang mengubah PMK Nomor 10 Tahun 2025. Adapun Ketentuan ini berlaku sejak 28 Oktober 2025.

    “Bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat, diperlukan dukungan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi 2025 untuk program akselerasi 2025, antara lain berupa perluasan pemberian fasilitas fiskal Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk sektor pariwisata,” dikutip dari bagian menimbang PMK 72/2025, Selasa (28/10/2025).

    Pasal 3 PMK 72/2025 menyebutkan, bahwa kebijakan pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP bagi pekerja di sektor pariwista ini menjadi bagian dari perluasan insentif PPh Pasal 21 DTP yang sebelumnya diberikan kepada pekerja di sektor usaha alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit, serta pariwisata.

    Selain itu, juga termasuk para pekerja yang kode klasifikasi lapangan usahanya masih menjadi bagian dari deretan sektor-sektor penerima insentif. Kode klasifikasi lapangan usaha atau KLU nya merupakan yang tercantum pada basis data yang terdapat dalam administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Insentif pajak yang diberikan bagi para pegawai yang gajinya sampai dengan Rp 10 juta itu diberikan dalam jangka waktu yang beragam. Misalnya, pekerja di sektor alas kaki, tekstil dan pakain jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit berlaku untuk masa pajak Januari 2025-Desember 2025.

    Sedangkan untuk para pekerja tertentu di bidang pariwisata jangka waktu insentif PPh Pasal 21 DTP nya diberikan untuk masa pajak Oktober 2025 sampai dengan Desember 2025.

    Dalam Pasal 5 PMK itu juga disebutkan, PPh Pasal 21 DTP merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai tertentu, termasuk dalam hal Pemberi Kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada Pegawai.

    Disebutkan pula bahwa Pembayaran tunai Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah itu nantinya tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Karena itu, pemberian insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah harus dibuatkan bukti pemotongan oleh Pemberi Kerja.

    Tata cara pembuatan bukti pemotongan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk Pegawai Tetap tertentu yang telah dipotong dan diberikan insentif dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) Tahun Pajak, kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah tidak dikembalikan kepada Pegawai Tetap bersangkutan

    Sementara itu, bila PPh Pasal 21 nya telah dipotong dan telah diberikan insentif dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) Tahun Pajak, kelebihan PPh Pasal 21 dapat dikembalikan oleh Pemberi Kerja kepada Pegawai Tetap bersangkutan hanya sebesar bagian kelebihan pemotongan pajak yang tidak ditanggung pemerintah.

    Sebagaimana diketahui, insentif PPh 21 DTP untuk sektor-sektor usaha tertentu ini merupakan menjadi bagian dari paket ekonomi yang telah diumumkan pemerintah pada September 2025 lalu.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, insentif ini diberikan bagi para pekerja bergaji sampai dengan 10 juta di sektor padat karya dan pariwisata guna memastikan kepastian berusahanya terus terjaga di tengah tekanan bisnis.

    “Akan dilanjutkan tahun depan, jadi ada kepastian sampai tahun depan,” kata Airlangga seusai rapat terbatas paket stimulus ekonomi dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Untuk para pekerja di sektor padat karya, seperti tekstil, alas kaki, pakaian jadi, kulit, barang dari kulit, dan furnitur yang bergaji sampai dengan Rp 10 juta, telah menerima insentif PPh DTP 100% sejak terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2025 pada 4 Februari 2025.

    Pada 2026, mereka akan mendapatkan kembali insentif pajak tersebut dengan target penerima mencapai 1,7 juta pekerja. Alokasi anggarannya pada tahun depan senilai Rp 800 miliar.

    “Yang gajinya sampai Rp10 juta itu ditanggung pemerintah, ini targetnya adalah 1,7 juta pekerja dan alokasi tahun ini sudah disediakan Rp800 miliar. Jadi ini pun akan dilanjutkan tahun depan,” tegas Airlangga.

    Sementara itu, bagi para pekerja di sektor terkait pariwisata, seperti hotel, restoran, dan alas kaki atau horeka mulai menerima insentif itu pada kuartal IV-2025. Targetnya terhadap 552 ribu pekerja dengan anggaran Rp 480 miliar pada 2026 dan 2025 senilai Rp 120 miliar karena 100% PPh 21 DTP nya selama 3 bulan.

    “Jadi ada kepastian sampai tahun depan PPh pekerja sektor horeka ini masih ditanggung pemerintah dengan estimasi anggarannya Rp 480 miliar dengan gaji di bawah Rp10 juta,” tutur Airlangga.

    Dengan begitu, pada tahun depan, setidaknya akan terdapat 2,22 juta pekerja di sektor padat karya dan yang terkait pariwisata akan mendapatkan insentif pajak dengan total anggaran mencapai Rp 1,28 triliun.

    “Dan benefitnya mereka bisa memanfaatkan angka Rp 60 ribu sampai Rp 400 ribu tambahan ke orang per orang, sehingga kita berharap bahwa ini daya beli bisa terjaga juga,” ungkap Airlangga.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Strategi Jitu Menkeu Purbaya untuk Tekan Utang Rp 9.138 Triliun

    Strategi Jitu Menkeu Purbaya untuk Tekan Utang Rp 9.138 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa dirinya telah menyiapkan strategi untuk menekan utang negara yang per Juni 2025 tercatat mencapai Rp 9.138,05 triliun.

    Purbaya menjelaskan bahwa strateginya adalah dengan belanja negara yang tepat sasaran, tepat waktu dan tidak adanya kebocoran anggaran yang menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, jika pertumbuhan ekonomi bergerak lebih cepat, penerimaan pajak akan meningkat dan defisit serta utang dapat ditekan.

    “Harapannya dengan seperti itu, maka pertumbuhan ekonominya lebih cepat, pajaknya juga akan lebih besar, income-nya, sehingga saya bisa menekan defisit dari situ,” ujar Purbaya di gedung Djuanda 1, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (27/10/2025).

    Selain itu, Purbaya juga saat ini tengah mendorong perbaikan pada sektor penerimaan negara melalui peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan perbaikan sistem perpajakan Coretax milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Dengan optimalisasi tersebut, ia optimistis rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) dapat naik secara bertahap.

    “Ke depan harusnya sih dengan perbaikan juga di sektor penerimaan, bea cukai dan pajak, sistem pajak Coretax dan lain-lain, harusnya sih kita bisa expect perbaikan di tax to GDP ratio,” jelasnya.

    Purbaya pun memperkirakan, jika strategi itu dapat berjalan konsisten, dalam beberapa bulan ke depan kenaikan rasio pajak dapat mencapai 0,5%-1%. Ia pun optimistis akan mendapatkan tambahan penerimaan pajak negara sekitar Rp 100 triliun dari setiap kali kenaikan 0,5% rasio pajak.

    “Kalau riil sektor ini jalan dengan bagus, seperti yang saya desain, tetapi enggak langsung sekarang ya, beberapa bulan ke depan, harusnya itu akan menaikkan tax ratio hampir 0,5%-1%,” ujarnya.

    Untuk mencapai target tersebut, Purbaya mengaku intens melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah kementerian dan lembaga yang penyerapan anggarannya masih rendah untuk mendorong percepatan belanja negara. Langkah itu ia sebut sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di sisa triwulan 2025.

    “Jadi saya kalau ke sana-sini (sidak) bukan enggak ada kerjaan. Karena saya bertaruh untuk triwulan ini (triwulan IV) paling enggak laju pertumbuhan ekonominya lebih cepat dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, kita targetkan dapat di atas 5%,” tegasnya.
     

  • Lapor SPT Tahun Depan Pakai Coretax, Data Gaji Karyawan Terisi Otomatis

    Lapor SPT Tahun Depan Pakai Coretax, Data Gaji Karyawan Terisi Otomatis

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengklaim pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi (OP) tahun depan akan semakin mudah karena menggunakan Coretax. Hal ini dikarenakan hadirnya fitur data pra-isi (prepopulated).

    Penyuluh Pajak Agung Meliananda mengatakan fitur prepopulated merupakan kemudahan paling signifikan karena menghilangkan kewajiban untuk mengisi detail penghasilan dan pajak yang telah dipotong. Dengan adanya Coretax, mengubah peran wajib pajak dari penginput data manual menjadi verifikator dan pelengkap informasi.

    “Bagi wajib pajak karyawan, sistem Coretax akan secara otomatis menarik data penghasilan dan bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang telah dilaporkan oleh perusahaan atau pemberi kerja,” ujar Agung dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (27/10/2025).

    Sementara untuk usahawan khususnya pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menyetor PPh final setiap bulan, data yang akan terisi otomatis adalah riwayat pembayaran pajak tersebut. Sistem akan merekapitulasi setoran bulanan yang telah dilakukan selama setahun pajak.

    Agung menjelaskan bahwa otomatisasi ini mencakup kedua profil wajib pajak. “Data dari pemberi kerja (untuk karyawan) itu prepopulated. (Untuk UMKM), data pembayaran yang sudah dilakukan sebelumnya itu otomatis masuk, jadi nggak perlu diinput ulang,” jelasnya.

    Meski demikian, tugas wajib pajak tidak berhenti di situ. Setelah memverifikasi data pra-isi, wajib pajak tetap wajib melengkapi data yang sifatnya pribadi dan tidak terekam otomatis seperti daftar harta, utang dan penghasilan lain di luar data yang sudah ada, sebelum melaporkan SPT.

    Wajib pajak diimbau untuk mempersiapkan diri lebih awal karena pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi untuk tahun pajak 2025 mulai menggunakan Coretax. Terkait waktu pelaporannya, sesuai UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau 31 Maret 2026.

    “Mumpung masih ada waktu, disiapkan dulu, mungkin bisa lihat tutorialnya dulu, nanti baru ketika waktu pelaporan SPT tahunan biar nggak bingung,” kata Penyuluh Pajak Anggita Rahayu.

    (aid/ara)

  • 15 Menit Selesai, Pelayanan PBG di MPP Siola Surabaya Tercepat se-Indonesia

    15 Menit Selesai, Pelayanan PBG di MPP Siola Surabaya Tercepat se-Indonesia

     

    Surabaya (beritajatim.com) Pelayanan publik Kota Surabaya kembali menorehkan prestasi membanggakan di tingkat nasional. Layanan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Mal Pelayanan Publik (MPP) Siola dinilai sebagai yang tercepat se-Indonesia, dengan waktu pengurusan hanya sekitar 15 menit.

    Penilaian tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Republik Indonesia, Maruarar Sirait, saat meninjau MPP Siola bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Jumat (17/10/2025).

    Dalam kunjungan tersebut, keduanya didampingi oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Mereka meninjau sejumlah fasilitas dan layanan publik yang tersedia di gedung bersejarah yang kini menjadi pusat layanan terpadu masyarakat.

    Menteri PKP Maruarar menilai kecepatan pengurusan PBG di Surabaya menjadi contoh nyata pelayanan publik modern yang efisien dan bebas pungutan liar. Ia bahkan menyebut, prosesnya hanya memakan waktu sekitar 15 menit.

    “Kami hitung waktunya, kami muter (melihat pelayanan lainnya) lalu balik lagi kira-kira 15 menit lebih 20 detik dan kami menemukan (pengurusannya) sudah selesai,” ujar Menteri Maruarar.

    Karena itu, Menteri Maruarar memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang telah menghadirkan layanan publik cepat, transparan, dan tanpa biaya tambahan.

    “Jadi selamat kepada Wali Kota Surabaya (Eri Cahyadi) dan kepala dinasnya, mampu membuat pelayanan publik yang prima, berkualitas, cepat, dan tidak ada pungli, bahkan gratis ya,” tambahnya.

    Saat ini, MPP Siola Surabaya menyediakan sekitar 1.993 layanan publik, mulai dari PBG, administrasi kependudukan (adminduk), hingga perizinan investasi. Berbagai fasilitas juga disiapkan untuk mendukung kenyamanan masyarakat.

    Fasilitas tersebut meliputi Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Ruang Layanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Klinik Investasi, Ruang Laktasi, Ruang Bermain Anak, Pojok Baca Digital, Ruang Pengaduan, Ruang Tunggu Difabel, Sentra Wisata Kuliner (SWK), hingga musala.

    Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian menilai kehadiran MPP Siola sangat bermanfaat bagi masyarakat. Menurutnya, warga tidak perlu lagi berpindah dari satu kantor ke kantor lain untuk mengurus berbagai dokumen administrasi.

    “Maka, adanya MPP ini, semua outlet-outlet untuk membuat paspor, Dukcapil, membuat KK, termasuk pengurusan PBG itu semua di sini,” kata Mendagri.

    Mendagri menjelaskan, hingga saat ini sudah terdapat 289 MPP yang terbentuk di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 di antaranya berada di Jawa Timur.

    “Kita total ada 514 kabupaten/kota (di Indonesia), jadi masih ada yang belum, dan terus kita genjot. Di Jatim, dari 38 kabupaten/kota, 35 sudah terbentuk, termasuk yang terbaik dan tertinggi (di Indonesia), tapi masih ada tiga lagi,” terangnya.

    Menurut Mendagri, MPP seperti Siola mampu mempercepat pelayanan publik, meningkatkan transparansi, memperjelas proses pembayaran, serta menekan potensi korupsi. Ia berharap model pelayanan publik di Surabaya bisa ditiru oleh daerah lain.

    “Adanya MPP maka akan membantu masyarakat dalam mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, transparan, proses pembayarannya jelas, mengurangi korupsi dan mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik,” tuturnya.

    Mendagri juga menyampaikan terima kasih kepada Wali Kota Eri Cahyadi yang dinilainya berhasil menciptakan layanan publik dengan standar nasional.

    “Kami berterima kasih kepada Wali Kota Eri Cahyadi yang telah mewujudkan pelayanan terbaik untuk masyarakat di MPP Siola,” katanya.

    Untuk memperkuat sistem pelayanan publik di seluruh Indonesia, Mendagri menyarankan agar MPP dapat terintegrasi dengan layanan digital lintas kementerian dan pemerintah daerah.

    “Misalnya mengenai (PBG), sebelum menuju ke PBG itu ada beberapa persyaratan, biasanya persetujuan teknis (pertek) dari PUPR, nah ini yang perlu dikoneksikan,” jelas Tito.

    Ia menambahkan, konektivitas digital dengan sistem nasional seperti SIMBG dari Kementerian PUPR dan OSS dari Kementerian Investasi perlu ditingkatkan agar pelayanan tidak berjalan parsial.

    “Nanti Pak Maruarar akan koordinasikan ke tingkat pusat supaya daerah terkoneksi dan lebih mudah,” tambahnya.

    Di kesempatan yang sama, Wali Kota Eri Cahyadi menyampaikan terima kasih atas perhatian dan penilaian positif dari pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa kecepatan pelayanan bukan semata prestasi, tetapi bentuk tanggung jawab Pemkot Surabaya terhadap warganya.

    “Pak Menteri PKP, Maruarar Sirait meninjau Mal Pelayanan Publik (MPP) Siola. Melihat langsung kecepatan petugas kita dalam memproses layanan adminduk. Salah satunya, pelayanan Persetujuan Bangunan Gedung. Kalau kata Pak Maruarar, ini yang tercepat di Indonesia: cuma 15 menit sudah jadi,” ujar Wali Kota Eri.

    Wali Kota Eri juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh petugas MPP Siola yang telah bekerja keras memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.

    “Kerja baik kita diapresiasi. Ke depan tetap harus bisa kita tingkatkan lagi. Karena yang utama adalah melayani warga Surabaya. Matur nuwon untuk seluruh petugas yang sudah bekerja keras di MPP Siola,” imbuhnya.

    Selain layanan Pemkot Surabaya, terdapat pula 43 instansi pemerintah pusat dan daerah yang beroperasi di MPP Siola. Termasuk di antaranya pelayanan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Polrestabes Surabaya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I, hingga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.

    Sejak Mei 2022, Pemkot Surabaya terus melakukan pembenahan terhadap MPP Siola yang telah diresmikan sejak 2017. Berbagai perombakan dilakukan agar masyarakat semakin nyaman dalam mengakses layanan publik.

    Kini, wajah MPP Siola Surabaya tampil lebih modern dengan tata letak stan yang tertata rapi, ruang tunggu yang luas, area bermain anak, serta fasilitas ramah disabilitas. (ADV)

  • Pegawai Senam saat Menkeu Purbaya Sambangi Kantor DJP, Begini Klarifikasi Ditjen Pajak

    Pegawai Senam saat Menkeu Purbaya Sambangi Kantor DJP, Begini Klarifikasi Ditjen Pajak

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan klarifikasi terkait pemberitaan Fajar.co.id pada Minggu, 19 Oktober 2025, yang mengangkat narasi soal sidak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ke kantor pajak dan mendapati pegawai sedang berolahraga.

    DJP menegaskan bahwa kegiatan olahraga yang terekam dalam video viral tersebut tidak dilakukan pada jam kerja dan bukan bagian dari inspeksi mendadak.

    Dalam keterangan resmi, DJP menyampaikan apresiasi kepada Fajar.co.id yang selama ini menjadi mitra strategis dalam menyebarluaskan informasi perpajakan secara informatif dan edukatif. Namun, pihaknya menilai perlu memberikan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

    “Kegiatan olahraga ‘pound fit’ yang terlihat dalam video tidak berlangsung pada jam kerja. Kegiatan tersebut merupakan sesi employee wellness yang dilaksanakan setelah jam kerja, bukan saat jam operasional,” tulis Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmanuli dalam pernyataan resminya yang diterima redaksi fajar.co.id, Jum’at (24/10/2025).

    DJP menjelaskan, peristiwa dalam video itu terjadi pada 17 September 2025 sekitar pukul 17.30 WIB, bukan 17 Oktober 2025 sebelum jam kerja sebagaimana diberitakan sebelumnya.

    Pihak DJP menegaskan, kehadiran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di lokasi bukan dalam rangka sidak untuk mencari ketidakdisiplinan pegawai, melainkan kunjungan biasa usai mengikuti agenda rapat di Kantor Pusat DJP.

    Lebih lanjut, DJP menegaskan bahwa kegiatan olahraga seperti pound fit merupakan bagian dari program employee wellness yang bertujuan menjaga kebugaran dan semangat kerja pegawai.

  • PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, secara blak-blakan tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutupi pembayaran proyek kereta cepat Whoosh yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    Purbaya menjelaskan, alasan tidak mau membayar. Ia menilai dividen Danantara mampu membayar utang Whoosh tersebut. Bahkan diperkirakan dividen yang dimiliki Danantara sebesar Rp 80 – 90 triliun setiap tahunnya.

    “Sudah saya sampaikan (soal tidak mau membayar utang Whoosh memakai APBN). Kenapa? Karena kan Danantara terima dividen dari BUMN kan, hampir Rp 80 – 90 triliun. Itu cukup untuk menutup bayaran tahunan untuk kereta api cepat” kata Menkeu Purbaya usai Rapat Dewan Pengawas Danantara, di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

    Diketahui, utang Whoosh yang harus dibayar adalah Rp 2 triliun setiap tahun. Lebih lanjut, Purbaya mengatakan Danantara akan mempelajari usulan dari dirinya.

    Dalam kesempatan berbeda, saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan keenganan membayar utang Whoos merupakan keputusan yang diambil karena sumber pembayaran proyek tersebut kini berasal dari BUMN holding investasi, bukan langsung dari kas negara.

    Menkeu Purbaya menjelaskan secara gamblang, bahwa dividen perusahaan pelat merah yang sebelumnya masuk ke APBN kini sudah dialihkan ke BPI Danantara. Artinya, APBN tidak perlu menanggung utang kereta cepat tersebut.

    “Tapi ketika sudah dipisahkan, dan seluruh dividen masuk ke Danantara, Danantara cukup mampu untuk membayar itu. Jadi bukan nggak dibayar, tapi Danantara, bukan APBN, kelihatannya. Arahnya saya maunya ke sana,” ujar Purbaya.

  • Daftar 7 Diskon Pajak di Tahun Pertama Prabowo-Gibran

    Daftar 7 Diskon Pajak di Tahun Pertama Prabowo-Gibran

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan berbagai insentif, keringanan, dan fasilitas pajak telah digelontorkan untuk meringankan beban wajib pajak.

    Berdasarkan akun Instagram @ditjenpajakri, insentif mulai dari PPh Karyawan Ditanggung Pemerintah (DTP) di sektor-sektor strategis, hingga diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mendorong konsumsi.

    Berikut daftar insentif pajak yang diberikan selama setahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka:

    PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah tapak dan susun
    PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan kendaraan listrik dan hybrid
    PPN Ditanggung Pemerintah atas pembelian tiket pesawat
    PPN Dibebaskan untuk barang kebutuhan pokok dan jasa pelayanan kesehatan
    PPH Pasal 21 Ditanggung Pemerintah untuk pekerja di bidang: alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit, serta pariwisata (hotel, restoran, dan kafe)
    UMKM dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta Tetap Bebas PPh
    Tarif PPh Final UMKM 0,5% diperpanjang hingga 2029

    Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menjelaskan, realisasi setoran pajak secara bruto yang mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan menunjukkan adanya perbaikan. Tergambar dari naiknya realisasi penerimaan pajak bruto per September 2025 yang mencapai Rp 1.619,2 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 1.588,21 triliun.

    Sementara itu, secara neto atau perhitungan pengumpulan pajak setelah adanya restitusi memang masih mengalami tekanan dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.354,86 triliun menjadi hanya Rp 1.295,28 triliun.

    Namun, ia menekankan, laju pertumbuhan penerimaan neto dari bulan ke bualannya terus mengalami perbaikan, dengan angka per September 2025 senilai Rp 159,8 triliun, lebih tinggi dari realisasi yang sama pada tahun lalu Rp 158,3 triliun.

    “Kalau kita lihat dari revenue yang neto, setelah kita kurangi pengembalian pajak itu kita masih bisa mencatatkan pertumbuhan yang positif month-to-month di September,” papar Bimo.

    Bila merujuk pada kinerja per jenis pajaknya secara bruto, Bimo menekankan, mayoritas juga mengalami kenaikan. PPh Pasal 21 misalnya tumbuh 1,7% dari Rp 191,8 triliun per Januari-September 2024 menjadi Rp 195 triliun untuk periode Januari-September 2025.

    Setoran PPh Badan pun naik dari sebelumnya Rp 287,3 triliun menjadi Rp 309,7 triliun secara bruto didukung oleh profitabilitas perusahaan pertanian tanaman, ketenagalistrikan, industri minyak kelapa sawit, aktivitas penunjang angkutan, dan pertambangan bijih logam.

    PPN Impor juga masih mampu tumbuh dari periode Januari-September 2024 senilai Rp 198,9 triliun menjadi Rp 229,8 triliun pada periode yang sama tahun ini.

    Sementara itu, untuk kinerja PPN Dalam Negeri secara bruto memang masih mengalami tekanan dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp 505,2 triliun menjadi Rp 497,2 triliun pada periode Januari-September 2025.

    Berdasarkan sektor usahanya, Bimo mengatakan, setoran pajaknya juga mayoritas secara bruto masih tumbuh. Misalnya, sektor industri pengolahan mampu naik dari Rp 443,8 triliun menjadi Rp 452,3 triliun terutama disumbang oleh industri minyak kelapa sawit, logam dasar bukan besi, kendaraan bermotor roda empat, barang kimia lainnya, dan farmasi.

    Sektor industri keuangan juga tumbuh dari Rp 181,1 triliun menjadi Rp 190,3 triliun, dan sektor pertambangan dari Rp 181,7 triliun menjadi Rp 185,8 triliun terutama didukung setoran subsektor tembaga, migas, emas dan perak, serta timah.

    Adapun sektor yang masih lemah setoran pajaknya ialah untuk perdagangan dari Rp 376,9 triliun menjadi hanya Rp 370,9 triliun. Terutama dipengaruhi penurunan setoran untuk subsektor perdagangan mobil dan perdagangan besar balas jasa.

    “Jadi ini kita mulai melemparkan kepada teman-teman bahwa data kinerja perpajakan juga sebenarnya bisa disandingkan untuk memprediksi kinerja sektor. Tentu tergantung kepada bagaimana efektif kita memungut pajak dan di sektor-sektor tertentu pengecualian pajaknya juga bisa kita kualifikasikan yang dalam bentuk tax expenditure,” ungkap Bimo.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Warga RI Buruan Aktifkan Akun, Biar Bisa Lapor SPT 2025 di Coretax

    Warga RI Buruan Aktifkan Akun, Biar Bisa Lapor SPT 2025 di Coretax

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perpindahan sistem pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari DJP Online ke Coretax membuat wajib pajak harus kembali melakukan aktivasi akun. Hal ini karena perpindahan ini tidak bisa dilakukan secara otomatis sehingga wajib pajak harus melakukan kegiatan aktivasi akun kembali di Coretax.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rosmauli menuturkan, pihaknya memperkirakan pelaporan SPT Tahun 2025 nanti bisa tembus 14,5 juta. Angka ini berdasarkan realisasi perhitungan SPT tahun 2023 dan 2024.

    Dari total target 14,5 juta WP, Rosmauli menuturkan baru 2 juta atau sekitar 15% WP orang pribadi yang mengaktifkan akun. Sementara itu, WP badan baru mencapai 500 ribu.

    “Dari target tadi 14,5 juta WP yang diharapkan lapor SPT, sampai 20 Oktober yang sudah melakukan aktivasi akun wajib pajak sebanyak 2 juta atau 15% untuk orang pribadi. Sedangkan badan baru 500 ribu,” ujar Rosmauli, dalam Media Briefing Ditjen Pajak di Kantor DPJ, Jakarta, Senin (20/10/2025).

    Rosmauli mengimbau wajib pajak agar segera melakukan aktivasi akun di Coretax. Pasalnya, pelaporan SPT Tahun 2025 yang dilakukan tahun depan akan menggunakan Coretax.

    Tidak hanya sekedar aktivasi, dia meminta agar WP harus memastikan dapat masuk dan mendapatkan kode otorisasi serta sertifikat elektroniknya dari akun Coretax-nya. Jika ini tidak didapatkan WP, maka mereka tidak akan bisa mengakses Coretax.

    “Tidak hanya sampai di aktivasi akun, tapi juga harus sampai tahap berikutnya, mendapatkan kode otorisasi dan sampai mendapatkan sertifikat elektronik. Karena, nggak akan bisa sign elektronik kalau tidak dapat kode otorisasi atau sertifikat elektronik,” tambahnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]