Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • Coretax Bermasalah, Bos Pajak Beri Pesan Ini ke 1000 Pengusaha

    Coretax Bermasalah, Bos Pajak Beri Pesan Ini ke 1000 Pengusaha

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkomitmen untuk membebaskan pengenaan sanksi administrasi sampai sistem inti administrasi pajak atau Coretax dapat berjalan dengan lancar.

    Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo dalam diskusi daring dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo. Diskusi ini diikuti perwakilan dari dari 100 asosiasi lintas sektor usaha dan lebih dari 1.000 peserta mengikuti secara daring.

    “DJP memastikan tidak akan ada beban tambahan kepada wajib pajak berupa sanksi administrasi atas keterlambatan atau kesalahan dalam pembuatan Faktur Pajak yang disebabkan oleh kendala teknis dalam implementasi Coretax,” kata Suryo dikutip dari siaran pers Apindo, dikutip pada Rabu (15/1/2025).

    Pembebasan sanksi administrasi itu diberlakukan selama masa transisi implementasi Coretax yang telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2025. Namun, masa transisi ini belum ditetapkan tenggat wakunya oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    “Masa transisi belum ditentukan waktunya karena membutuhkan pengkajian lebih dalam, pastinya sampai Coretax DJP ini bisa digunakan dengan baik. Nantinya, masa transisi ini akan diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) guna memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak,” ucap Suryo.

    Pada kesempatan itu, Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo, Suryadi Sasmita, turut meminta Ditjen Pajak untuk memberikan perlindungan bagi pelaku usaha selama masa transisi. Ia menekankan pentingnya dukungan pembinaan yang berkelanjutan dari DJP untuk menjaga keberlangsungan usaha di tengah tantangan teknis yang dihadapi itu.

    “Pelaku usaha membutuhkan jaminan bahwa mereka dapat tetap menjalankan aktivitas bisnis tanpa khawatir akan sanksi selama proses transisi yang menjadi ranah di luar kendali para pengusaha,” ucap Suryadi.

    Ia berharap DJP terus memberikan dukungan yang bersifat pembinaan, bukan semata penegakan, selama masa transisi ini. Pendekatan yang kooperatif menurutnya akan membantu dunia usaha beradaptasi lebih cepat dengan sistem baru. “Sekaligus meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah,” ujar Suryadi.

    Dalam diskusi itu, Ditjen Pajak juga mengungkapkan berbagai langkah yang telah dan akan diambil untuk mengatasi kendala teknis Coretax. Salah satu isu yang diangkat adalah pelaporan PPh Pasal 26 untuk masa Desember 2024, yang masih dapat dilakukan melalui aplikasi legacy seperti e-Bupot PPh Pasal 21 atau e-Bupot Unifikasi.

    Selain itu, DJP sedang mempercepat proses migrasi data untuk memastikan pelaporan manual tetap dapat dilakukan dengan lancar. DJP juga mengatasi masalah akses direktur tenaga kerja asing (TKA) yang telah memiliki NPWP tetapi mengalami kesulitan dalam mendapatkan sertifikat elektronik.

    Validasi data imigrasi dan sistem Coretax tengah diperbaiki untuk menjamin akses yang lebih mudah dan aman bagi wajib pajak asing.

    (arj/haa)

  • Layanan Sertifikasi Elektronik Gratis di Coretax, Begini Caranya

    Layanan Sertifikasi Elektronik Gratis di Coretax, Begini Caranya

    Jakarta

    Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerapkan sistem pajak Core Tax Administration System atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) sejak awal Januari 2025. Kendati menghadapi berbagai kendala, Coretan dianggap penting sebagai langkah digitalisasi informasi dan perbaikan basis data.

    Dalam penerapannya, Coretax juga menggandeng Privy sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) yang berinduk ke Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Privy berperan untuk menyediakan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi untuk dokumen perpajakan.

    CEO & Founder Privy, Marshall Pribadi, mendukung percepatan digitalisasi perpajakan. Privy juga menggratiskan layanan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik pada aplikasi Coretax bagi para penggunanya.

    Ia menyambut baik kerjasama antara DJP dengan Privy dalam bentuk integrasi Coretax. Dengan lebih dari 56 juta masyarakat Indonesia yang menjadi pengguna Privy, Marshall menilai platformnya telah dipercaya untuk mendukung upaya pemerintah dalam reformasi pajak.

    “Kami sangat menyambut baik kepercayaan yang diberikan DJP kepada Privy. Dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi dan sertifikat elektronik dari Privy secara gratis, diharapkan dapat mendukung DJP dalam reformasi perpajakan sekaligus memberikan keabsahan hukum, menghemat waktu dan biaya secara signifikan. Selain itu, privasi dan keamanan data Wajib Pajak (WP) menjadi keutamaan bagi kami,” kata Marshall dalam keterangannya, ditulis Minggu (19/1/2025).

    Coretax menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang dilakukan DJP sekaligus juga tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) 40 Tahun 2018 untuk meningkatkan kinerja sistem yang ada saat ini. Dengan Coretax, WP akan dimudahkan karena kewajiban perpajakan akan dilakukan secara digital.

    Coretax mewajibkan WP menggunakan TTE dalam penandatanganan dokumen perpajakan. Para WP dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat elektronik melalui aplikasi Privy yang tersedia di Playstore/IOS, kemudian dipilih sebagai sertifikat elektronik pada website Coretax dan digunakan untuk menandatangani dokumen. Tata cara pengajuan dan masa berlaku TTE tersertifikasi diatur oleh PSrE.

    Penerbitan faktur pajak bagi WP badan kini dapat dilakukan secara digital pada menu e-faktur dan e-bupot yang tersedia di website Coretax. Perwakilan setiap perusahaan harus terlebih dahulu memverifikasi identitasnya melalui kode otorisasi dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, termasuk Privy, kemudian mengunggah swafoto untuk dilakukan validasi face comparison oleh sistem.

    Sebelumnya, WP juga perlu memastikan mendaftar akun Privy untuk mempermudah proses verifikasi identitas. Setelah identitas tersimpan, dalam menu penandatanganan e-faktur pengguna akan diminta untuk memilih sertifikat elektronik Privy kemudian cukup memasukkan kode OTP untuk menyelesaikan proses penandatanganan.

    Lebih jauh Marshall mengatakan, kerjasama Privy dengan DJP merupakan kemitraan strategis yang mendorong kesadaran WP pada kepatuhan pajak serta menciptakan ekosistem digital di masyarakat.

    “Diharapkan, kerjasama Privy dan DJP memberikan dampak luas bagi terciptanya ekosistem digital sekaligus mendorong kesadaran WP untuk melaporkan pajak dan serta meningkatkan pelayanan pajak di masyarakat,” tutup Marshall.

    (kil/kil)

  • Layanan Sertifikat dan Tanda Tangan Elektronik di Aplikasi Coretax Gratis

    Layanan Sertifikat dan Tanda Tangan Elektronik di Aplikasi Coretax Gratis

    Jakarta, Beritasatu.com – Sebagai penyelenggara sertifikasi elektronik (PSrE) resmi yang bermitra dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Privy menyediakan layanan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik gratis melalui aplikasi Coretax. Langkah ini dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah dalam proses digitalisasi perpajakan.

    “Privy mendukung percepatan digitalisasi perpajakan dengan menyediakan layanan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik gratis melalui aplikasi Coretax bagi pengguna,” kata CEO dan Founder Privy Marshall Pribadi dikutip dari Antara, Sabtu (18/1/2025)

    Marshall menyampaikan, bahwa pihaknya mengapresiasi kerjasama yang terjalin dengan DJP, khususnya terkait integrasi sistem Coretax.

    “Kami merasa terhormat atas kepercayaan yang diberikan DJP kepada Privy. Layanan tanda tangan elektronik bersertifikasi dan sertifikat elektronik yang kami sediakan secara gratis diharapkan dapat mendukung reformasi perpajakan, sekaligus menawarkan efisiensi waktu dan biaya dengan validitas hukum yang terjamin,” ujar Marshall.

    Ia juga menegaskan bahwa keamanan dan privasi data wajib pajak (WP) merupakan prioritas utama bagi Privy.

    Marshall menjelaskan bahwa mulai 1 Januari 2025, DJP telah mengimplementasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP), atau dikenal sebagai Coretax Administration System, untuk memperbarui teknologi informasi dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi basis data perpajakan.

    Meskipun sempat menghadapi sejumlah tantangan di awal penerapan, Marshall menilai peluncuran Coretax menjadi tonggak penting dalam digitalisasi sistem perpajakan di Indonesia.

    Privy, yang berada di bawah pengawasan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), mengambil peran aktif dalam inisiatif ini dengan menyediakan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi melalui Coretax, sebagai bagian dari reformasi perpajakan yang diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018.

    “Dengan lebih dari 56 juta pengguna di Indonesia, kepercayaan terhadap teknologi yang kami tawarkan menjadi bukti dukungan terhadap inisiatif pemerintah untuk reformasi pajak,” ungkapnya.

    Coretax, sebagai bagian dari reformasi perpajakan DJP, dirancang untuk mempermudah wajib pajak (WP) dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara digital. Sistem ini mengharuskan penggunaan tanda tangan elektronik (TTE) untuk pengesahan dokumen perpajakan.

    Pengguna dapat mengajukan permohonan sertifikat elektronik melalui aplikasi Privy yang tersedia di Play Store dan iOS. Sertifikat ini kemudian dapat digunakan pada situs Coretax untuk menandatangani dokumen perpajakan. Proses pengajuan dan masa berlaku TTE diatur oleh PSrE.

    Dalam sistem Coretax, penerbitan faktur pajak bagi badan usaha kini dapat dilakukan secara digital melalui menu e-faktur dan e-bupot. Sebelum memanfaatkan layanan ini, perwakilan perusahaan wajib melakukan verifikasi identitas menggunakan kode otorisasi dari penyelenggara sertifikasi elektronik, termasuk Privy, serta validasi swafoto melalui teknologi face comparison.

    “Pastikan untuk mendaftarkan akun Privy terlebih dahulu agar proses verifikasi identitas dapat berjalan lebih mudah,” tambah Marshall.

    Setelah proses identitas berhasil, pengguna dapat memilih sertifikat elektronik Privy di menu penandatanganan e-faktur dan menyelesaikan prosesnya dengan kode OTP.

    Marshall juga menekankan bahwa kolaborasi antara Privy dan DJP merupakan kemitraan strategis yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran Wajib Pajak terhadap kepatuhan pajak, sekaligus memperkuat ekosistem digital di masyarakat.

    “Kerjasama ini diharapkan menciptakan dampak luas bagi pembangunan ekosistem digital, meningkatkan kesadaran WP untuk melaporkan pajak, dan memperbaiki layanan pajak di Indonesia,” tutupnya dalam merespons sistem Coretax.

  • Penipuan WhatsApp Korbannya Banyak, Kenali Modus Terbaru 2025

    Penipuan WhatsApp Korbannya Banyak, Kenali Modus Terbaru 2025

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penipuan online menjadi fenomena mengkhawatirkan seiring perkembangan teknologi yang kian maju. Meski fitur keamanan di platform online makin canggih, tetapi para penjahat siber terus berevolusi dalam melancarkan serangan. 

    Salah satunya, modus penipuan di aplikasi pesan WhatsApp yang hampir digunakan untuk berbagai kebutuhan khususnya di Indonesia. Hingga saat ini, masih banyak modus penipuan yang memakan korban melalui aplikasi pesan tersebut.

    Kebanyakan penipuan lewat WhatsApp memanfaatkan file APK yang dikirim acak ke nomor HP orang lain. Tujuannya agar penerima chat mengklik dan mendownload file kemudian tanpa sadar menginstal aplikasi jahat di HP-nya.

    Cara pembobolan yang disebut sebagai phising ini serupa dengan kejahatan mengirim link lewat email. Penipu online berharap agar penerima email atau WhatsApp memberikan akses secara tak sadar sehingga HP atau akun finansial bisa diambil alih atau dibajak.

    Berikut rangkuman beberapa modus penipuan online hingga awal 2025:

    1. Surat Peringatan Pajak

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan masyarakat, khususnya wajib pajak dalam menerima surat elektronik atau email yang berisikan surat peringatan pajak.

    “Saya ingin memberikan satu pengingat pada wajib pajak, ini aku minta tolong untuk berhati hati. Banyak e-mail bersifat phising,” ungkap Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers tahun lalu.

    Salah satu tanda e-mail tersebut patut dicurigai adalah pengirim. Surat pemberitahuan resmi dari DJP pasti akan menggunakan alamat e-mail resmi bukan perorangan.

    “Jadi kalau senderunya tidak gunakan @pajak.go.id itu berarti bukan dari DJP. Ini pengingat agar hati hati dalam membuka email yang mungkin bukan dari kami,” paparnya.

    Apabila masih ragu, WP bisa menghubungi kontak resmi DJP. Baik melalui e-mail, kring pajak maupun sosial media.

    Diketahui penipuan menggunakan link phising yang dapat mengambil data pribadi. Hal ini membuat saldo anda di e-wallet tidak aman.

    Metode penipuan link phising dapat menguras saldo m-banking anda. Modus penipuan phising kini makin beragam. Misalnya saja, penipu yang seolah-olah mengirimkan informasi soal paket dari ekspedisi. Tak hanya itu saja, ada juga yang seolah-olah memberikan undangan pernikahan.

    2. Modus Kurir

    Penipuan ini dilaporkan akun Instagram yakni mengungkapkan chat Telegram dengan seseorang yang mengaku berasal dari J&T. Penipu mengirimkan lampiran dengan nama file berbentuk apk dengan tulisan LIHAT Foto Paket’.

    Mereka yang mengunduh file itu akan kehilangan uang yang disimpan di bank. Berbagai data termasuk keuangan yang bakal diambil oleh para pelaku.

    3. File Undangan Nikah

    Penipuan ini sempat jadi banyak perbincangan karena banyaknya pengguna WhatsApp yang mendapatkan. Mereka dikirimi file apk oleh orang yang tidak dikenal yakni sebuah undangan pernikahan.

    File atau aplikasi dengan judul Surat Undangan Pernikahan Digital berukuran 6,6 mb. Para penipu mengajak korbannya membuka file untuk mengecek kebenaran file di dalamnya.

    4. Surat Tilang Palsu

    Sejumlah warganet juga mendapatkan dirinya dikirimi surat tilang palsu. Terdapat file apk berjudul ‘Surat Tilang-1.0 apk’ dalam chat tersebut.

    “AWAS! Hati-hati terhadap penipuan menggunakan modus kirim surat tilang lewat WhatsApp seperti ini. Jangan sekali-kali mengklik/download file dgn ekstensi “.apk” dari orang tak dikenal di gadget anda,” kicau akun @MurtadhaOne1.

    5. Catut MyTelkomsel

    Penipuan di WhatsApp lainnya juga pernah ada yang menggunakan nama MyTelkomsel. Ini merupakan aplikasi milik operator Telkomsel.

    Korban akan diminta klik file apk yang dikirimkan. Berikutnya mereka akan diminta memberikan izin akses pada sejumlah aplikasi, termasuk foto, video, SMS, dan akses akun layanan perbankan digital atau fintech.

    6. Pengumuman dari Bank

    Penipuan lain adalah membuat pengumuman yang seakan berasal dari bank. Isinya mengenai perubahan tarif transaksi dan transfer yang tidak masuk akal.

    Pengguna WhatsApp akan diberikan link untuk mengisi formulir. Link tersebut akan membuat data mereka dicuri para pelaku.

    7. Undangan VCS

    Modus lainnya adalah melakukan video call sex (VCS) dari nomor tidak dikenal. Mereka disebut akan memeras para korbannya.

    Dihubungi beberapa waktu lalu, Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan modus ini memanfaatkan ketidaktahuan seseorang soal teknologi dan menjadikannya ancamannya. “Ini pada prinsipnya adalah pemerasan yang memanfaatkan ketidaktahuan atau keamanan seseorang tentang teknologi,” kata dia.

    “Kalau ragu dan diperas, hubungi teman yang mengerti dan minta bantuannya untuk menghadapi ancaman-ancaman yang tidak kita mengerti, jangan main mengikuti ancaman saja,” paparnya.

    8. Kuras rekening pakai kode QR

    Metode lainnya yang sering digunakan adalah quishing, yaitu kombinasi dari kode QR dan phishing. Pelaku akan memancing korbannya agar mendapatkan informasi dan detail pribadi mereka.

    Saat memindai QR Code, biasanya korban akan dibawa ke situs tertentu. Selain bisa menunjukkan pesan teks biasa, situs tersebut bisa melacak daftar aplikasi hingga alamat peta korban.

    Pelaku memanfaatkan kemampuan tersebut untuk mengarahkan calon korbannya ke situs web palsu. Mereka akan membuat orang sulit mendeteksi situs yang akan dikunjungi sebelum membuka web.

    Wired menyebut, pelaku quishing akan mengelabui seseorang untuk mengunduh sesuatu ke dalam perangkat. Unduhan tersebut akan membahayakan perangkat milik korban.

    Langkah berikutnya, para korban akan diminta memasukkan beberapa kredensial login. Informasi itu akan didapatkan oleh pelaku quishing.

    Kejahatan ini semakin masif karena kode QR bisa dibuat dengan mudah dan siapa saja. Seseorang bisa membuatnya bahkan tanpa keahlian khusus.

    Cara Terhindar Quishing

    Jangan khawatir, ada cara untuk menghindari kejahatan quishing. Utamanya adalah jangan percaya QR code yang dipasang di tempat umum atau diberikan pada orang yang tidak jelas dari mana asalnya.

    Anda juga bisa mengenali QR code dengan tujuan kejahatan. Karena biasanya penipu akan meningkatkan rasa urgensi dan kekhawatiran calon korbannya. Misalnya dengan menyertakan pernyataan, “Pindai kode QR ini untuk memverifikasi identitas Anda atau mencegah penghapusan akun Anda”.

    Terakhir, jangan lupa mengaktifkan autentikasi dua faktor pada tiap akun. Selain itu, jangan lupa untuk keluar dari perangkat yang tidak digunakan lagi.

    Nah, itu dia beberapa modus penipuan WhatsApp yang sudah digencarkan selama ini dan masih terjadi di 2025. Semoga informasi ini bermanfaat!

    (fab/fab)

  • Privy Gratiskan Layanan Tanda Tangan Elektronik untuk Dokumen Perpajakan di Aplikasi Coretax – Halaman all

    Privy Gratiskan Layanan Tanda Tangan Elektronik untuk Dokumen Perpajakan di Aplikasi Coretax – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mulai 1 Januari 2025, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengimplementasikan sistem pajak Core Tax Administration System atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP). 

    Kendati berbagai kendala yang sempat terjadi di awal peluncurannya, penerapan Coretax merupakan langkah penting dalam digitalisasi pembaruan teknologi informasi dan perbaikan basis data yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar lebih efektif dan efisien.  

    Privy selaku  Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) yang berinduk ke Kominfo juga turut mengambil peran dalam inisiatif ini dengan menjadi mitra resmi Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu Sertifikat Elektronik yang tersedia di Coretax dalam menyediakan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi untuk dokumen perpajakan. 

    Untuk mendukung percepatan digitalisasi perpajakan ini, Privy juga turut menggratiskan layanan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik pada aplikasi Coretax bagi para penggunanya.

    CEO & Founder Privy, Marshall Pribadi mengatakan, dirinya menyambut baik kerjasama antara DJP dengan Privy dalam bentuk integrasi Coretax. 

    Dengan lebih dari 56 juta masyarakat Indonesia yang telah menjadi pengguna Privy, hal ini tentunya menandakan teknologi yang dihadirkan Privy telah dipercaya sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam reformasi pajak.

    “Kami menyambut baik kepercayaan yang diberikan DJP kepada Privy. Dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi dan sertifikat elektronik dari Privy secara gratis, diharapkan dapat mendukung DJP dalam reformasi perpajakan sekaligus memberikan keabsahan hukum, menghemat waktu dan biaya secara signifikan. Selain itu, privasi dan keamanan data Wajib Pajak (WP) menjadi keutamaan bagi kami,” ungkap Marshall.  

    Coretax menjadi bagian dari reformasi perpajakan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) 40 Tahun 2018 untuk meningkatkan kinerja sistem yang ada saat ini. 

    Dengan Coretax, WP akan dimudahkan karena kewajiban perpajakan akan dilakukan secara digital. 

    Coretax mengharuskan WP menggunakan tanda tangan elektronik (TTE) dalam pendandatanganan dokumen perpajakan. 

    Para WP dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat elektronik melalui aplikasi Privy yang tersedia di Playstore/IOS, untuk kemudian dipilih sebagai sertifikat elektronik pada website Coretax dan digunakan untuk menandatangani dokumen. Tata cara pengajuan dan masa berlaku TTE tersertifikasi diatur oleh PSrE.

    Penerbitan faktur pajak bagi WP badan kini dapat dilakukan secara digital pada menu e-faktur dan e-bupot yang tersedia di website Coretax. 

    Perwakilan setiap perusahaan harus terlebih dahulu memverifikasi identitasnya melalui kode otorisasi dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, termasuk Privy, kemudian mengunggah swafoto untuk dilakukan validasi face comparison oleh sistem. 

    Pastikan untuk terlebih dahulu mendaftar akun Privy untuk mempermudah proses verifikasi identitas tersebut. 

    Setelah identitas tersimpan, dalam menu penandatanganan e-faktur pengguna akan diminta untuk memilih sertifikat elektronik Privy kemudian cukup memasukkan kode OTP untuk menyelesaikan proses penandatanganan.

    Marshall mengatakan, kerjasama Privy dengan DJP merupakan kemitraan strategis yang mendorong kesadaran WP pada kepatuhan pajak serta menciptakan ekosistem digital di masyarakat. 

    “Diharapkan, kerjasama Privy dan DJP memberikan dampak luas bagi terciptanya ekosistem digital sekaligus mendorong kesadaran WP untuk melaporkan pajak dan serta meningkatkan pelayanan pajak di masyarakat,” imbuh Marshall.

  • Kanwil DJP Papabrama imbau warga waspada penipuan mengatasnamakan Ditjen Pajak 

    Kanwil DJP Papabrama imbau warga waspada penipuan mengatasnamakan Ditjen Pajak 

    Sumber foto: Aman Hasibuan/elshinta.com.

    Kanwil DJP Papabrama imbau warga waspada penipuan mengatasnamakan Ditjen Pajak 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 17 Januari 2025 – 21:58 WIB

    Elshinta.com – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama) mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada  terhadap berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama), Theresia Naniek Widyaningsih menyebutkan, penipuan ini semakin marak terjadi dan dapat merugikan Wajib Pajak. 

    “Modus-modus penipuan yang sering digunakan oleh oknum penipu antara lain penipu mengaku berasal dari DJP melalui telepon, email, atau pesan teks untuk mendapatkan data pribadi korban,” kata Naniek, Jumat (17/1).

    Ia menjelaskan, para pelaku melakukan penipuan dengan mengarahkan korban ke situs web palsu. Bahkan, penipu meretas informasi dari perangkat korban untuk mengakses data penting.

    “Penipu menjebak korban untuk mentransfer uang,” jelas Naniek seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Aman Hasibuan. 

    Lebih lanjut Naniek mengatakan, para  penipu memanipulasi psikologis korban untuk memperoleh informasi penting, dan ini bukan modus baru. Untuk itu, kata Naniek, masyarakat penting untuk mengetahui bahwa modus penipuan ini bukanlah hal baru. Namun, implementasi Coretax DJP saat ini sering disalahgunakan oleh oknum untuk melancarkan aksi yang tidak bertanggung jawab.

    “Kami dari kantor pajak Jayapura mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melayani permintaan yang tidak sesuai dengan standard operating procedures (SOP) administrasi perpajakan, seperti, panggilan telepon atau pesan WhatsApp dari pihak yang mengaku sebagai pejabat/pegawai DJP untuk melakukan update data, transfer pembayaran tunggakan pajak, atau memproses kelebihan pembayaran pajak,” ujar Naniek. 

    Kemudian, lanjut Naniek, ada permintaan untuk mengunduh aplikasi (apk) palsu terkait pajak. Permintaan akses atau klik tautan yang menyerupai domain milik DJP. Permintaan pembayaran bea meterai atau transfer dana untuk layanan pajak. Dan permintaan membuka email dari pengirim selain domain pajak.go.id.

    Naniek menambahkan, jika masyarakat menerima permintaan mencurigakan, segera konfirmasi melalui saluran resmi Kantor DJP terdekat dan melaporkan modus penipuan ini melalui saluran resmi kementerian.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Masyarakat Keluhkan Layanan Coretax Kerap Error

    Masyarakat Keluhkan Layanan Coretax Kerap Error

    Liputan6.com, Bandung – Aplikasi Coretax beberapa hari ini mendapatkan sejumlah keluhan dari masyarakat setelah peluncuran resminya di awal tahun 2025. Sejumlah pengguna banyak yang mengeluhkan bahwa layanan tersebut kerap mengalami gangguan atau error.

    Platform administrasi perpajakan baru itu dilaporkan sempat mengalami beberapa masalah teknis yang menghambat para pengguna khususnya dalam proses pendaftaran dan pembuatan akun baru.

    Melansir dari media sosial Instagram Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sejumlah warganet terlihat memberikan keluhannya melalui kolom komentar. Hampir sebagian besar pengguna mengeluhkan kesulitan mereka untuk melakukan login hingga pembuatan akun.

    “Login ke akun coretax ga bisa, dari tadi dicoba login cuma muter2 (loading) tanpa akhir,” kata salah satu warganet.

    Kemudian warganet lain mengeluhkan kesulitan mereka untuk melakukan pendaftaran akun khususnya untuk membuat NPWP baru karena ada beberapa fitur yang disebut tidak bisa diakses dengan normal.

    Adapun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) beberapa hari yang lalu telah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terkait sejumlah ketidaknyamanan yang terjadi dalam implementasi sistem Coretax DJP.

    Pihak DJP Pajak saat ini juga diketahui terus mengupayakan adanya perbaikan sistem serta memastikan pelayanan dalam aplikasi tersebut menjadi lebih baik untuk seluruh masyarakat khususnya Wajib Pajak.

    “Kami terus berupaya memperbaiki sistem dan memastikan pelayanan yang lebih baik untuk seluruh Wajib Pajak,” tulisnya (@ditjenpajakri).

  • Sistem Coretax Bermasalah di Awal Peluncuran, Luhut: Jangan Buru-Buru Kritik! – Page 3

    Sistem Coretax Bermasalah di Awal Peluncuran, Luhut: Jangan Buru-Buru Kritik! – Page 3

    Sebelumnya, Sistem administrasi perpajakan digital terbaru, Coretax, resmi diperkenalkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025. Sistem ini Coretax dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).

    Namun, beberapa pengguna sempat mengeluhkan kesulitan akses akibat downtime yang terjadi pada Sabtu (11/1/2025). Salah satunya, Septhia Nurholiza yang merupakan staf perusahaan konsultan pajak di Jakarta.

    Septhia mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapinya saat mengakses sistem CoreTax, platform yang digunakan untuk mengelola administrasi pajak secara elektronik.

    Menurut Septhia, masalah utama yang sering dihadapi adalah kesulitan dalam login ke sistem. Beberapa kali ia gagal masuk, bahkan untuk beberapa akun pribadi yang ingin ditunjuk sebagai kuasa pajak juga tidak bisa login.

    “(Kesulitan) banget seringkali gagal login, untuk login nya sangat susah, sampai saat ini ada akun beberapa orang pribadi yang mau di tunjuk menjadi kuasa pun masih gagal login,” kata Septhia kepada Liputan6.com, Selasa (14/1/2025).

     

  • Implementasi Coretax Belum Optimal, Pengusaha Beri Masukan ke DJP

    Implementasi Coretax Belum Optimal, Pengusaha Beri Masukan ke DJP

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah telah menjalankan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Coretax Administration System sejak 1 Januari 2025. Namun, masih banyak wajib pajak yang kesulitan menjalankan sistem ini hingga para pengusaha memberikan masukan terkait Coretax.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, dalam transisi implementasi Coretax dibutuhkan sinergi erat antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini dijalankan agar penerapan sistem baru ini tidak menghambat langkah pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan pajak.

    “Kami mengapresiasi langkah DJP yang proaktif membuka ruang dialog dengan Apindo sebagai wakil dunia usaha, untuk mendengarkan aspirasi dunia usaha dan mencari solusi bersama,” ucap Shinta dalam pernyataannya, Rabu (15/1/2025).

    Dia mengatakan, dengan adanya pendekatan dialogis dan kolaboratif antara dunia usaha dan DJP, implementasi Coretax tidak hanya mendorong kepatuhan pajak tetapi juga memperkuat iklim usaha yang kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Dengan kolaborasi ini, kami optimistis bahwa dunia usaha dapat terus mendukung agenda pembangunan nasional,” kata dia.

    Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, DJP berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada wajib pajak selama masa transisi. Dia tidak menampik bahwa implementasi sistem baru ini menghadirkan tantangan teknis di lapangan.

    Oleh karena itu, DJP memberikan masa transisi khusus untuk penerapan Coretax, sebagaimana DJP juga memberikan masa transisi saat penerapan tarif PPN 11% selama tiga bulan.

    “DJP memastikan tidak akan ada beban tambahan kepada wajib pajak berupa sanksi administrasi atas keterlambatan atau kesalahan dalam pembuatan faktur pajak yang disebabkan oleh kendala teknis dalam implementasi Coretax,” jelas Suryo.

    Terkait solusi untuk kendala teknis Coretax, DJP menjelaskan berbagai langkah yang telah dan akan diambil untuk mengatasi kendala teknis Coretax.

    Salah satu isu yang diangkat adalah pelaporan PPh Pasal 26 untuk masa Desember 2024, yang masih dapat dilakukan melalui aplikasi legacy, seperti e-Bupot PPh Pasal 21 atau e-Bupot Unifikasi. Selain itu, DJP sedang mempercepat proses migrasi data untuk memastikan pelaporan manual tetap dapat dilakukan dengan lancar.

    DJP juga mengatasi masalah akses direktur tenaga kerja asing (TKA) yang telah memiliki NPWP tetapi mengalami kesulitan dalam mendapatkan sertifikat elektronik. Validasi data imigrasi dan sistem Coretax tengah diperbaiki untuk menjamin akses yang lebih mudah dan aman bagi wajib pajak asing.

    “Masa transisi belum ditentukan waktunya karena membutuhkan pengkajian lebih dalam, pastinya sampai Coretax DJP ini bisa digunakan dengan baik. Nantinya, masa transisi ini akan diatur melalui peraturan Direktur Jenderal Pajak (perdirjen) guna memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak,” tutur Suryo Utomo.

    Sementara, Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo Suryadi Sasmita, juga memberikan pandangan terkait perlindungan pelaku usaha selama masa transisi.

    Ia menekankan pentingnya dukungan pembinaan yang berkelanjutan dari DJP untuk menjaga keberlangsungan usaha di tengah tantangan teknis yang dihadapi. Pelaku usaha membutuhkan jaminan bahwa mereka dapat tetap menjalankan aktivitas bisnis tanpa khawatir akan sanksi selama proses transisi yang menjadi ranah di luar kendali para pengusaha.

    “Kami berharap DJP terus memberikan dukungan yang bersifat pembinaan, bukan semata penegakan, selama masa transisi ini. Pendekatan yang kooperatif akan membantu dunia usaha beradaptasi lebih cepat dengan sistem baru sekaligus meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah,” pungkas Suryadi dalam menanggapi Coretax.

  • Luhut Yakin Coretax Bakal Dorong Penerimaan Pajak Rp 1.500 Triliun dalam Lima Tahun – Halaman all

    Luhut Yakin Coretax Bakal Dorong Penerimaan Pajak Rp 1.500 Triliun dalam Lima Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan memproyeksikan implementasi Coretax berpotensi menambah penerimaan negara serta membuka peluang untuk mengoptimalkan potensi pajak hingga Rp1.500 triliun dalam lima tahun ke depan.

    Sebab menurutnya, Coretax dapat meningkatkan tax ratio Indonesia sebesar 2 persen poin dari kondisi saat ini dan menutup tax gap sebesar 6,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Melalui implementasi Coretax, pemerintah berharap dapat menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan, sekaligus memperkuat pondasi ekonomi Indonesia untuk menghadapi tantangan global di masa depan,” kata Luhut dalam keterangannya, dikutip Rabu (15/1/2025).

    Luhut menyebut, kehadiran sistem Coretax ini tidak hanya meningkatkan pelayanan pajak, tetapi juga memberikan dampak positif bagi penerimaan negara. 

    Saat ini, DJP telah mencatat 776 juta e-faktur per tahun, atau rata-rata 2 juta transaksi e-faktur setiap harinya. Hal ini menunjukkan potensi besar yang dapat dioptimalkan melalui digitalisasi perpajakan.

    Di sisi lain, Luhut juga menekankan pentingnya integrasi Coretax dengan sistem Govtech untuk memperkuat interoperabilitas data antarinstansi. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan disiplin pajak masyarakat. 

    Namun, Luhut mengingatkan bahwa aspek keamanan data harus menjadi prioritas utama.

    “Sistem keamanan harus dirancang dengan sangat baik untuk menumbuhkan kepercayaan wajib pajak. Dengan pertukaran data secara real-time antara Coretax dan Govtech, integritas dan keamanan data wajib dijaga agar dapat mendukung keberhasilan program ini,” jelas dia.

    Adapun DEN mendukung penuh terhadap langkah dari Kementerian Keuangan melalui implementasi sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal itu sebagai bagian dari reformasi perpajakan nasional yang sangat krusial.

    Luhut menekankan bahwa sistem informasi DJP sebelumnya masih memiliki keterbatasan, seperti teknologi yang out of date, data yang belum lengkap, dan kurangnya integritas data. 

    Menurutnya, sistem Coretax hadir untuk menjawab tantangan ini dengan menghadirkan sistem akuntansi yang terintegrasi dan mampu mengkonsolidasikan data perpajakan secara menyeluruh.

    “Saya memberi apresiasi kepada Kementerian Keuangan atas pelaksanaan Coretax. Meskipun masih dalam tahap transisi, saya yakin sistem ini lambat laun akan berjalan dengan baik. Saya juga mendorong keberlanjutan layanan bantuan (helpdesk) selama masa implementasi awal ini agar tantangan yang dihadapi dapat segera diatasi,” ujar Luhut.