Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap menjalankan sistem pajak lama bersamaan dengan penerapan core tax administration system (Coretax). Langkah ini bertujuan untuk membantu wajib pajak yang masih mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem baru.

    Kesepakatan ini dihasilkan dalam rapat antara Komisi XI DPR dan DJP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (10/2/2025). Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menegaskan, DJP harus tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama untuk memastikan penerimaan pajak tidak terganggu.

    “DJP Kemenkeu agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan lama sebagai mitigasi dalam implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan,” ujar Misbakhun.

    Sejak diterapkan mulai 1 Januari 2025 banyak wajib pajak yang mengalami kesulitan saat menggunakan Coretax. Terkait hal itu, DPR meminta DJP agar tidak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada 2025. 

    Sampai dengan 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, wajib pajak yang telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan  (PPh) berjumlah 508.679. 

    Sementara itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak yaitu sebesar 218.994. Jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan untuk masa Januari 2025 yaitu sebesar 30.143.543 dengan jumlah faktur pajak telah divalidasi atau disetujui sebesar 26.313.779.

    “Upaya penyempurnaan sistem pajak baru Coretax juga dilakukan dengan  memperkuat cyber security (keamanan siber). DJP melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR secara berkala,” kata Misbakhun.

    Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyatakan, DJP terus memantau implementasi Coretax, termasuk perubahan jadwal penyampaian SPT dan penyetoran pajak.

    “Ada perubahan terkait penyampaian SPT dan penyetoran PPh Pasal 21. Sebelumnya batas waktu pada Senin (10/2/2025), kini menjadi Sabtu (15/2/2025),” ujar Suryo.

    DJP berkomitmen untuk menjaga stabilitas penerimaan negara selama masa transisi ke sistem pajak baru, yaitu Cortex.

  • Penghapusan NPWP 2025 Lewat Coretax, Begini Caranya

    Penghapusan NPWP 2025 Lewat Coretax, Begini Caranya

    Bisnis.com, JAKARTA – Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah identitas wajib pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Namun, ada beberapa kondisi yang membuat seseorang perlu menonaktifkan atau menghapus NPWP, seperti sudah tidak memiliki penghasilan, pensiun, atau meninggal dunia.

    Kabar baiknya, kini penghapusan NPWP bisa dilakukan secara online. Dengan demikian, wajib pajak memiliki keleluasaan lebih dalam mengurus administrasi perpajakan tanpa perlu datang langsung ke kantor pajak.

    Penghapusan NPWP 2025, kini dapat dilakukan melalui Coretax, sebuah sistem perpajakan terintegrasi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Prosesnya pun cukup mudah asalkan semua persyaratan terpenuhi. Lalu, bagaimana caranya? Simak langkah-langkahnya di bawah ini.

    Syarat menghapus kartu NPWP online 2025

    Wajib pajak orang pribadi yang berencana menghapus NPWP harus menyiapkan beberapa hal agar prosesnya melalui Coretax berjalan lancar. Berdasarkan informasi dari laman resmi DJP, berikut adalah persyaratan untuk menghapus NPWP peribadi secara online pada 2025:

    • Komputer, laptop, atau ponsel.
    • Koneksi internet yang stabil.
    • Nomor Induk Kependudukan (NIK).
    • Nama pemohon, perwakilan, atau kuasa.
    • Alamat lengkap.

    Cara menghapus NPWP orang pribadi secara online 2025

    Berdasarkan laman resmi DJP, berikut adalah langkah-langkah untuk menghapus NPWP orang pribadi secara online pada 2025:

    1. Buka situs Coretax DJP melalui laman https://coretaxdjp.pajak.go.id/

    2. Jika belum memiliki akun, pilih “Pengguna Baru? Daftar di Sini” untuk melakukan pendaftaran

    3. Bagi yang sudah terdaftar, masukkan ID pengguna, kata sandi, pilihan bahasa, dan captcha, lalu klik login

    4. Setelah berhasil masuk, pilih menu “Portal Saya”

    5. Klik opsi “Penghapusan & Pencabutan”, kemudian tunggu hingga halaman “Penghapusan Pendaftaran” muncul

    6. Pilih “Penghapusan NPWP” pada kolom “Jenis Pembatalan”

    7. Jika bertindak sebagai wakil atau kuasa wajib pajak, centang kotak pada bagian “Kuasa Wajib Pajak”

    8. Klik ikon “Kaca Pembesar” untuk mencari data perwakilan atau kuasa

    9. Pada bagian “Identitas Wajib Pajak”, data akan terisi secara otomatis

    10. Isi informasi yang diperlukan dalam “Penghapusan Pendaftaran”

    11. Jika semua data sudah diisi dengan benar, lanjutkan ke bagian “Pernyataan Wajib Pajak”

    12. Centang pernyataan wajib pajak, lalu klik “Kirim”

    13. Tunggu hingga muncul notifikasi bahwa permohonan telah terkirim dan sedang dalam proses verifikasi oleh petugas

    14. Unduh bukti pengajuan dengan memilih “Unduh Bukti Tanda Terima”

    15. Bukti tanda terima berisi kop DJP, nomor penerimaan, NPWP, NIK, nama wajib pajak, alamat, jenis permohonan, serta nama petugas penerima.

  • Bahas Coretax, DPR dan Ditjen Pajak Rapat Tertutup – Halaman all

    Bahas Coretax, DPR dan Ditjen Pajak Rapat Tertutup – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – DPR RI dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menggelar rapat mengenai pengaturan dan pengawasan Coretax system secara tertutup.

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mulanya mengatakan bahwa rapat telah dihadiri 15 anggota terdiri dari 6 fraksi dari 48 anggota Komisi XI yang terdiri dari 8 fraksi.

    “Dengan demikian, kuorum sebagaimana ditentukan dalam pasal 279 dan pasal 281, peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2020 tetntang tata tertib telah terpenuhi,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    “Untuk itu dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, izinkanlah kami membuka rapat dengar pendapat dengan Komisi XI dengan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan,” lanjutnya.

    Misbakhun lalu menawarkan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo apakah rapat ini mau dilakukan secara terbuka atau tertutup untuk umum.

    Suryo pun menjawab, jika diizinkan, rapatnya bisa dilaksanakan secara tertutup.

    “Kalau diizinkan pimpinan, rapat dilakukan secara tertutup,” kata Suryo.

    Misbakhun lalu bertanya kepada para anggota yang hadir apakah setuju rapatnya dilakukan secara tertutup. Mereka pun setuju.

    “Rapat ini saya nyatakan tertutup untuk umum,” ujar Misbakhun.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu. 

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah. 

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

    Ia mengatakan Direktorat Jenderal Pajak terus melalukan fine tuning selama 24 jam.

    Suryo juga mengungkapkan bahwa sistem ini tidak bisa berdiri sendiri karena terhubung dengan sistem lain seperti penyedia jaringan telekomunikasi.

    “Dalam 7 hari terus berjalan, mereka berjalan mengumpulkan permasalahan troubleshooting yang ada, termasuk kendala mengenai infrastruktur karena sistem tidak bisa berdiri sendiri karena kita terkait dengan sistem dari pihak lain. Contoh kata misalnya vendor penyedia jaringan telekomunikasi,” ujar Suryo.

    Direktorat Jenderal Pajak pun telah memperlebar kapasitas bandwidth dan mengoptimalkan sistem untuk mengatasi lonjakan beban akses.

    Suryo juga menegaskan bahwa masyarakat wajib pajak tidak perlu khawatir jika terjadi keterlambatan dalam pelaporan atau penerbitan faktur karena masalah pada sistem Coretax.

    “Masyarakat wajib pajak tidak perlu khawatir apabila dalam implementasi ini mungkin ada keterlambatan penerbitan faktur atau pelaporan,” ucap Suryo.

    “Nanti kami pikirkan supaya tidak ada beban tambahan kepada masyarakat pada waktu menggunakan sistem yang baru,” lanjutnya.

    Ia memastikan Direktorat Jenderal Pajak terus mengikuti dan memantau keluhan dari masyarakat, baik wajib pajak maupun pemangku kepentingan lain.

    Pemerintah Tergesa-gesa

    Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rachmat menilai bahwa peluncuran Coretax tampak tergesa-gesa demi memenuhi target timeline.

    “Agaknya pemerintah dalam hal ini DJP memang terkesan memaksakan diri untuk memenuhi target timeline peluncuran pada 1 Januari 2025,” ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Minggu (5/1).

    Secara prosedural, Ariawan bilang, sebelum mulai meluncurkan aplikasi secara publik, seharusnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan uji coba menyeluruh.

    Meski uji coba pengguna telah dilakukan pada akhir 2024, agaknya feedback dari pengguna belum dijadikan landasan untuk penyempurnaan lebih lanjut sebelum peluncuran Coretax.

    Ariawan menjelaskan bahwa idealnya, sebuah sistem digital seperti Coretax memerlukan tahapan pengujian yang matang. Ini termasuk pengujian kapasitas, responsivitas, dan sinkronisasi data yang tampaknya belum dilakukan secara optimal.

    Oleh karena itu, masalah-masalah yang muncul di awal peluncuran ini mengindikasikan bahwa Coretax masih jauh dari kata sempurna.

    “Ke depan saya yakin masih banyak tantangan dan perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan DJP. Entah itu dari sisi kapasitas server, user interface ataupun user experience, bahkan keamanan sistem,” katanya.

    Ia menyarankan agar DJP Kemenkeu lebih membuka diri terhadap masukan dari pengguna serta meminta feedback yang luas untuk membantu mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan sistem.

    “Kasus-kasus yang ada di lapangan dijadikan data awal untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang dilakukan,” imbuhnya.

  • Cuma 4 Kelompok Ini yang Tidak Wajib Lapor Pajak di RI

    Cuma 4 Kelompok Ini yang Tidak Wajib Lapor Pajak di RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tidak semua kelompok masyarakat berkewajiban melaporkan pajak di Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberi ruang pembebasan bagi wajib pajak untuk tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak, dengan kriteria tertentu.

    Khusus untuk kriteria wajib pajak yang akan dibebaskan dari kegiatan lapor SPT ini akan disusun. Ini untuk menindaklanjuti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

    “Kriteria Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,” seperti dikutip dari Pasal 465 huruf s PMK 81/2024, dikutip Senin (3/2/2025).

    Sebelumnya ini diatur dalam PMK-147/PMK.03/2017 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020. Disebutkan dalam aturan mengenai wajib pajak yang masuk kategori Non-Efektif (NE), maka tidak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya.

    Ini daftar wajib pajak yang bisa mengubah status menjadi wajib pajak NE adalah:

    – Wajib Pajak (WP) yang penghasilannya turun menjadi di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
    – Pengusaha yang sudah berhenti melakukan kegiatan usaha
    – Pekerja yang sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan
    – Pensiunan yang tidak lagi memiliki penghasilan

    (mkh/mkh)

  • Mengenal Coretax, Sistem Perpajakan Digital Terbaru

    Mengenal Coretax, Sistem Perpajakan Digital Terbaru

    Jakarta: Pemerintah terus berinovasi dalam menghadirkan layanan perpajakan yang lebih modern dan efisien. 
     
    Salah satu terobosan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah Coretax, sistem administrasi pajak berbasis digital yang akan mulai diterapkan pada 1 Januari 2025. 
     
    Sistem ini dirancang untuk menyederhanakan berbagai proses perpajakan, termasuk pendaftaran wajib pajak (WP), pelaporan SPT Tahunan, serta pembayaran pajak.

    Bagi kamu yang ingin tahu lebih dalam tentang Coretax dan bagaimana sistem ini akan mempermudah pelaporan pajak, simak ulasan lengkapnya di bawah ini, sepeti dirangkum dari Ruang Menyala.

    Apa Itu Coretax?
    Coretax adalah sistem administrasi perpajakan digital yang mengintegrasikan berbagai layanan DJP dalam satu portal. 
     
    Sistem ini dikembangkan sebagai bagian dari Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018. 
     
    Dengan Coretax, wajib pajak bisa melakukan berbagai keperluan perpajakan secara online dengan lebih cepat dan efisien.
     
    Berikut beberapa layanan yang akan tersedia dalam Coretax:
     
    – Pendaftaran NPWP untuk wajib pajak pribadi dan badan.
    – Perubahan data wajib pajak secara online.
    – Pelaporan SPT Tahunan dan berbagai jenis SPT lainnya.
    – Pembayaran pajak melalui sistem yang lebih terintegrasi.
     
    Apakah Pelaporan SPT 2025 Sudah Menggunakan Coretax?
     
    Meskipun Coretax mulai diterapkan pada 1 Januari 2025, pelaporan SPT Tahun 2024 (yang dilakukan pada 2025) masih menggunakan sistem lama. 
     
    Coretax baru akan digunakan untuk pelaporan pajak tahun berikutnya.
    Cara menggunakan coretax
    Agar dapat menggunakan Coretax, wajib pajak harus memastikan bahwa NPWP sudah terintegrasi dengan NIK. Berikut langkah-langkah untuk memanfaatkan layanan Coretax:

    Cara Login Coretax

    Sebelum menggunakan fitur Coretax, pastikan kamu sudah memiliki akun DJP Online yang aktif.

    Buka situs coretaxdjp.pajak.go.id
    Masukkan NIK dan kata sandi DJP Online.
    Masukkan kode captcha.
    Klik Login.

    Jika belum menghubungkan NPWP dengan NIK, ikuti langkah-langkah berikut:

    Buka djponline.pajak.go.id.
    Masukkan NPWP (15 digit), kata sandi, dan kode keamanan.
    Pilih Menu Profil, lalu klik Data Profil.
    Masukkan 16 digit NIK sesuai KTP.
    Klik Validasi dan simpan perubahan.
    Logout dan login kembali menggunakan NIK sebagai username.

    Cara Melaporkan SPT di Coretax

    Setiap wajib pajak wajib melaporkan SPT Tahunan pada awal tahun berikutnya. Berikut langkah-langkah pelaporan SPT melalui Coretax:

    Login ke akun Coretax.
    Pilih menu Surat Pemberitahuan.
    Klik Buat Konsep SPT.
    Pilih jenis SPT yang akan dilaporkan.
    Tentukan periode dan tahun pajak.
    Pilih model SPT: Normal atau Pembetulan.
    Isi data yang diperlukan.
    Klik Bayar dan Lapor.
    Jika ada kekurangan pajak, lakukan pembayaran melalui deposit atau kode billing.

    Cara Membayar Pajak di Coretax

    Pembayaran pajak di Coretax bisa dilakukan melalui deposit saldo pajak atau kode billing. Jika ingin membayar menggunakan kode billing, ikuti langkah-langkah berikut:

    Login ke akun Coretax.
    Pilih menu Pembayaran.
    Pilih Layanan Mandiri Kode Billing.
    Verifikasi identitas wajib pajak dan klik Lanjut.
    Pilih Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS).
    Tentukan periode pajak, mata uang, dan nominal yang harus dibayar.
    Unduh Kode Billing.
    Bayar melalui ATM, teller bank, mobile banking, atau internet banking.

    Coretax hadir untuk mempermudah administrasi perpajakan di Indonesia dengan sistem yang lebih modern dan terintegrasi. 
     
    Meskipun implementasinya baru berlaku mulai 1 Januari 2025, pelaporan SPT Tahunan 2024 (yang dilakukan pada 2025) masih menggunakan sistem lama. 
     
    Oleh karena itu, wajib pajak tetap perlu memahami cara kerja Coretax agar siap menggunakannya di tahun-tahun mendatang.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • DJP Bali gaet mahasiswa genjot kepatuhan laporan SPT Tahunan

    DJP Bali gaet mahasiswa genjot kepatuhan laporan SPT Tahunan

    Denpasar (ANTARA) – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali menggaet 202 mahasiswa menjadi relawan untuk menggenjot kepatuhan wajib pajak salah satunya dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

    “Mereka akan memberikan bantuan pelaporan SPT Tahunan ke masyarakat,” kata Kepala Kanwil DJP Bali Darmawan di Denpasar, Bali, Kamis.

    Dia menjelaskan sebanyak 202 mahasiswa yang menjadi relawan itu berasal dari tujuh kampus yakni Universitas Warmadewa, Politeknik Negeri Bali, Universitas Dhyana Pura, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Mahasaraswati, Universitas Hindu Indonesia dan Universitas Pendidikan Nasional.

    Sebelum terjun memberikan bantuan kepada wajib pajak, mereka telah mengikuti pelatihan pada Januari 2025 mengenai tata cara pelaporan SPT Tahunan dan keterampilan komunikasi.

    Relawan itu akan membantu pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Barat, KPP Pratama Denpasar Timur, KPP Pratama Badung Selatan, dan KPP Pratama Badung Utara.

    Kemudian di KPP Pratama Gianyar, KPP Pratama Tabanan, KPP Pratama Singaraja, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Ubud dan KP2KP Kerobokan.

    Mereka akan bertugas memberikan asistensi pada wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan secara daring melalui laman pajak.go.id hingga April 2025, serta mendukung kegiatan edukasi perpajakan hingga Desember 2025.

    Ia berharap program bertajuk Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) itu menjadi wadah mahasiswa berkontribusi dalam penghimpunan penerimaan negara melalui bantuan pelaporan SPT Tahunan.

    Sementara itu, penerimaan pajak selama 2024 di Bali sebanyak Rp16,97 triliun atau 27,11 persen melampaui realisasi pada 2023 mencapai Rp13,35 triliun.

    Dari sisi kepatuhan wajib pajak di Bali cukup positif dengan realisasi 396.502 Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh telah disampaikan hingga periode Desember 2024 dengan pertumbuhan mencapai 2,74 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Dari jumlah tersebut, SPT orang pribadi karyawan yang paling banyak mencapai 303.389 SPT tahunan.

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Denda Tidak Lapor Pajak: Besaran dan Sanksi

    Denda Tidak Lapor Pajak: Besaran dan Sanksi

    Jakarta, FORTUNE – Pajak merupakan salah satu kewajiban warga negara dan badan usaha guna mendukung pembangunan nasional. Kepatuhan dalam membayar dan melaporkan pajak menjadi elemen penting dalam sistem perpajakan di Indonesia.

    Tidak hanya sebagai bentuk kontribusi terhadap negara, pelaporan pajak tepat waktu juga membantu wajib pajak menghindari sanksi administratif yang telah ditetapkan dalam regulasi perpajakan.

    Setiap wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Kewajiban ini juga dipermudah dengan adanya layanan e-Filing dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan pajaknya secara online tanpa harus mengunjungi kantor pajak secara fisik.
     

    Tenggat Waktu dan Sanksi Keterlambatan Pelaporan Pajak

    Berdasarkan Pengumuman Nomor PENG-p/PJ.09/2025 dari Kementerian Keuangan, terdapat batas waktu tertentu dalam pelaporan pajak. Wajib pajak orang pribadi memiliki tenggat waktu hingga 31 Maret 2025, sedangkan wajib pajak badan harus menyelesaikan pelaporan paling lambat pada 30 April 2025.

    Keterlambatan dalam pelaporan akan mengakibatkan sanksi administratif berupa denda sebagai berikut:

    Wajib Pajak Orang Pribadi: Denda sebesar Rp100.000. Wajib Pajak Badan: Denda sebesar Rp1.000.000.

    Penerapan hukuman pidana menjadi langkah terakhir dalam mendorong kepatuhan wajib pajak dalam pelaporan SPT Tahunan.

    Ketentuan ini diatur dalam Pasal 39 UU KUP, yang menyebutkan bahwa siapa pun yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan SPT dengan data yang tidak benar atau tidak lengkap, sehingga berpotensi merugikan pendapatan negara, dapat dikenakan sanksi pidana.

    Sanksi tersebut meliputi hukuman penjara dengan durasi minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun. Selain itu, pelanggar juga diwajibkan membayar denda, yang jumlahnya paling sedikit dua kali lipat dari pajak terutang yang belum atau kurang dibayarkan, dan paling banyak empat kali lipat dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

    Sanksi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak agar melaporkan pajaknya tepat waktu dan menghindari potensi masalah yang lebih besar di masa mendatang.

    Oleh karena itu, wajib pajak harus memahami batas waktu dan memastikan bahwa semua dokumen yang diperlukan telah siap sebelum pelaporan dilakukan.
     

    Persiapan Sebelum Melaporkan Pajak

    Sebelum memulai proses pelaporan pajak, wajib pajak perlu menyiapkan beberapa dokumen penting yang diperlukan untuk mengisi dan mengirimkan SPT dengan benar. Berikut adalah daftar dokumen yang harus disiapkan:

    1. Formulir 1721 A1 atau A2: Dokumen ini diperlukan bagi pegawai swasta maupun pegawai negeri dan berisi rincian penghasilan selama satu tahun pajak.

    2. Electronic Filing Identification Number (EFIN): Nomor identifikasi unik yang diberikan oleh DJP untuk mengakses layanan e-Filing.

    3. Data Penghasilan Tambahan: Jika wajib pajak memiliki sumber penghasilan lain, utang, atau aset yang harus dilaporkan, data ini harus dikumpulkan sebelum pelaporan.

    Bagi wajib pajak yang belum memiliki EFIN, mereka harus mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat untuk melakukan aktivasi. Jika EFIN sudah dimiliki tetapi lupa, wajib pajak dapat menghubungi DJP melalui berbagai saluran layanan, termasuk telepon, email, atau aplikasi M-Pajak.
     

    Panduan Melaporkan SPT Secara Online

    DJP menyediakan layanan e-Filing yang memungkinkan pelaporan pajak secara daring. Berikut adalah langkah-langkah yang harus diikuti oleh wajib pajak untuk melaporkan SPT secara online:

    1. Akses Situs DJP Online: Buka portal resmi DJP di https://djponline.pajak.go.id.

    2. Login ke Akun Pajak: Masukkan NIK/NPWP, kata sandi, serta kode keamanan.

    3. Pilih Menu ‘Lapor’ dan Klik ‘e-Filing’: Ini akan membawa wajib pajak ke halaman pelaporan SPT.

    4. Klik ‘Buat SPT’: Jawab pertanyaan yang diberikan untuk mendapatkan formulir yang sesuai.

    5. Isi Data Pajak dengan Benar: Masukkan informasi pendapatan, pajak yang telah dipotong, serta rincian penghasilan lainnya.

    6. Verifikasi dan Kirim SPT: Sistem akan mengirimkan kode verifikasi melalui email atau SMS.

    7. Simpan Bukti Pelaporan: Setelah berhasil mengirimkan SPT, wajib pajak akan menerima Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai tanda bahwa pelaporan telah berhasil dilakukan.

    Cara Mengatasi Lupa EFIN

    Bagi wajib pajak yang lupa nomor EFIN, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkannya kembali tanpa harus datang langsung ke kantor pajak, yaitu:

    Menghubungi DJP melalui nomor telepon resmi 1500200. Menggunakan layanan Live Chat di situs resmi DJP. Mengirim email ke: lupa.efin@pajak.go.id. Mengakses aplikasi M-Pajak untuk mengajukan permintaan ulang.
     

    Pentingnya Kepatuhan dalam Pelaporan Pajak

    Pelaporan pajak yang tepat waktu tidak hanya menghindarkan wajib pajak dari denda dan sanksi administratif, tetapi juga mencerminkan kepatuhan terhadap hukum dan mendukung stabilitas ekonomi negara. Pemerintah telah memberikan berbagai kemudahan dalam proses pelaporan, terutama melalui sistem e-Filing yang memungkinkan pengisian dan pengiriman SPT secara online dengan lebih cepat dan praktis.

    Dengan memahami ketentuan perpajakan, wajib pajak dapat menghindari potensi masalah hukum di masa depan serta berkontribusi secara aktif dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, penting bagi setiap wajib pajak, baik individu maupun badan usaha, untuk melaporkan pajaknya tepat waktu dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

    Melalui pemanfaatan teknologi dan layanan yang tersedia, pelaporan pajak kini menjadi lebih mudah dan dapat dilakukan kapan saja serta di mana saja. Oleh karena itu, wajib pajak disarankan untuk tidak menunda pelaporan agar terhindar dari sanksi serta memiliki ketenangan dalam menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang taat pajak.

  • DJP beri penjelasan soal surat teguran di Coretax

    DJP beri penjelasan soal surat teguran di Coretax

    Kami mengimbau kepada wajib pajak yang menerima surat teguran secara berulang atau menemukan adanya ketidaksesuaian dengan data yang dimiliki agar segera melakukan pengecekan pada Coretax DJP

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara soal surat teguran yang diterima oleh wajib pajak pada sistem Coretax.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menjelaskan, penerbitan surat teguran pada aplikasi Coretax DJP dilakukan secara otomatis berdasarkan data administrasi perpajakan DJP.

    Penerbitan surat teguran tersebut dilakukan ketika wajib pajak memiliki tunggakan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap). Penerbitan surat teguran merupakan bagian dari imbauan kepatuhan pajak berbasis data dan otomatisasi.

    “Kami mengimbau kepada wajib pajak yang menerima surat teguran secara berulang atau menemukan adanya ketidaksesuaian dengan data yang dimiliki agar segera melakukan pengecekan pada Coretax DJP,” kata Dwi.

    Selanjutnya, wajib pajak dapat menginformasikan hal dimaksud melalui saluran helpdesk yang ada di unit kerja DJP atau melalui kring pajak 1500 200 dengan dilengkapi dokumen pendukung sehingga dapat ditindaklanjuti oleh DJP.

    Di sisi lain, Dwi juga menyampaikan perkembangan dari perbaikan sistem Coretax.

    Per 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, wajib pajak yang telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong pajak penghasilan (PPh) berjumlah 508.679.

    Sementara itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak yaitu sebesar 218.994.

    Jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan untuk masa Januari 2025 yaitu sebesar 30.143.543 dengan jumlah faktur pajak telah divalidasi atau disetujui sebesar 26.313.779.

    Sedangkan untuk bukti potong, Dwi meminta karyawan atau penerima upah untuk segera mengaktivasi akun Coretax demi kelancaran penerbitan bukti potong PPh yang akan digunakan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

    Dwi menambahkan, DJP akan terus memastikan proses penerbitan faktur pajak, bukti potong PPh, dan surat teguran pada Coretax DJP bisa berjalan sesuai ketentuan.

    “Kami juga menyampaikan apresiasi atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam mendukung penguatan sistem informasi perpajakan yang lebih efisien,” ujarnya.

    Beberapa guidance atau panduan terkait langkah-langkah penggunaan aplikasi Coretax DJP dapat diakses pada laman landas Direktorat Jenderal Pajak dengan tautan https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • DJP imbau karyawan segera aktivasi akun Coretax untuk lapor pajak

    DJP imbau karyawan segera aktivasi akun Coretax untuk lapor pajak

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengimbau kelompok karyawan untuk segera mengaktivasi akun Coretax demi kelancaran pelaporan pajak.

    Seiring dengan diterapkan sistem Coretax DJP pada tahun ini, pembuatan bukti potong pajak penghasilan (PPh) dibuat melalui tiga metode, yaitu input manual secara langsung di aplikasi, unggah file XML untuk wajib pajak dengan jumlah transaksi besar, dan melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti dalam keterangannya di Jakarta, Selasa mengatakan, bagi karyawan atau penerima penghasilan yang belum terdaftar di sistem Coretax, pembuatan bukti potong tetap dapat dilakukan dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

    Namun, dalam kasus ini, sistem akan otomatis menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sementara (temporary TIN), yang mengakibatkan bukti potong tidak akan masuk ke dalam SPT Tahunan penerima penghasilan secara otomatis.

    “Oleh karena itu, agar penerima penghasilan dapat melaporkan SPT dengan bukti potong ter-prepopulated pada SPT-nya, kami mengimbau kepada penerima penghasilan untuk segera aktivasi akun di Coretax DJP,” katanya.

    Hingga tanggal 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, jumlah bukti potong PPh yang telah diterbitkan untuk masa pajak Januari 2025 mencapai 1.259.578 bukti potong.

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 263.871 bukti potong diterbitkan oleh instansi pemerintah, yang terdiri dari 199.177 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap, 46.936 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap, dan 17.758 bukti potong PPh unifikasi.

    Sementara itu, wajib pajak non-instansi pemerintah menerbitkan 995.707 bukti potong, terdiri dari 528.976 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap, 99.559 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap, 415 bukti potong PPh 26 untuk wajib pajak luar negeri, serta 366.757 bukti potong PPh unifikasi.

    Adapun tata cara aktivasi akun Coretax DJP selengkapnya dapat dilihat melalui https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Coretax Masih Bermasalah! Menko Airlangga Cek Langsung ke Kantor Pajak

    Coretax Masih Bermasalah! Menko Airlangga Cek Langsung ke Kantor Pajak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sistem inti administrasi perpajakan atau coretax yang mengalami masalah sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025 membuat sejumlah pejabat negara melakukan peninjauan langsung ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Airlangga teragenda mendatangi Kantor Pusat DJP pagi tadi, sekitar pukul 09.30 WIB. Menurutnya, peninjauan langsung sistem coretax ke Kantor Pusat DJP itu ialah untuk melihat proses perbaikan sistem tersebut, supaya tidak mengganggu penerimaan negara.

    “Kita lihat progres coretax, kita beri dukungan. Ini kan agar dipersiapkan dan terkait dengan penerimaan negara, terutama yang 2024 kan masih menggunakan legacy system sampai dengan laporan perpajakan nanti akhir Maret,” kata Airlangga saat ditemui di kantornya seusai dari Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Airlangga menganggap, coretax memang perlu terus dilakukan penyempurnaan ke depannya, supaya layanan administrasi pajak yang seharusnya bisa memudahkan para wajib pajak melaporkan dan membayar pajaknya tak terkendala hingga mempengaruhi anggaran pemerintah.

    “Jadi itu yang kami pastikan saja supaya penerimaan anggaran tidak terganggu dengan implementasi cortex yang tentu perlu penyempurnaan. Apalagi dengan sistemnya langsung diberlakukan secara nasional,” tegasnya.

    Menurut Airlangga, perbaikan sistem coretax juga sebetulnya harus diimbangi oleh penyesuaian sistem di instansi lainnya supaya sistem tersebut juga terkoneksi dalam memperkuat pengawasan kepatuhan para wajib pajak.

    “Itu kan semua harus mempersiapkan interoperability apakah itu perbankan, apakah itu wajib pajak. Jadi ini kan bukan sistem yang satu pihak, bukan dari DJP tetapi dari wajib pajaknya pun perlu mempersiapkan,” tuturnya.

    “Makanya tadi saya minta pas moving consumer good, perusahaan yang memproduksi faktur banyak itu perlu ada sistem tersendiri, karena beda kan antara satu WP dengan perusahaan yang memproduksi banyak faktur, perusahaan yang banyak melakukan pemotongan pajak,” papar Airlangga.

    Airlangga mengaku tidak menargetkan secara khusus waktu perbaikan dan penyempurnaan coretax. Ia menyerahkan seluruh skema perbaikan ini kepada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

    Sebelum Airlangga, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan juga telah menyambangi kantor Direktorat Jenderal Perpajakan dan menengok command center Coretax, sistem digital perpajakan yang baru diterapkan di Indonesia.

    Dalam kunjungannya, Luhut ingin melihat langsung command center Coretax dan bertemu dengan tim layanan bantuan (helpdesk) untuk memahami kendala yang dihadapi masyarakat.

    “Saya ingin melihat langsung bagaimana operasional sistem Coretax dan mendengar langsung tantangan yang ada. Transisi ke sistem baru memang selalu penuh tantangan, tapi ini adalah langkah strategis yang harus kita jalani,” kata Luhut dikutip dari akun Instagramnya, dikutip Rabu (15/1/2025).

    Kepada pegawai pajak yang bertugas, dia menyampaikan bahwa pekerjaan mereka adalah game changer bagi negara ini. Jika sistem ini diperkuat, setiap hambatan yang muncul akan dapat diatasi dengan cepat dan efisien sehingga akan berimplikasi pada semakin tingginya penerimaan pajak.

    “Saya sampaikan bahwa pekerjaan mereka adalah “game changer” bagi negeri ini,” ujarnya.

    Dia pun menyinggung perihal integrasi Coretax dengan Govtech juga menjadi prioritas penting. Ini tidak hanya akan membuat sistem menjadi lebih efisien, tetapi juga membantu meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

    “Tapi saya ingin tegaskan, keamanan data wajib pajak harus tetap menjadi perhatian utama. Kepercayaan masyarakat adalah modal besar bagi keberhasilan program ini,” tegasnya.

    Sejauh ini, dia mencatat sistem Coretax telah menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan pelayanan pajak serta kontribusi terhadap penerimaan negara. Dengan rata-rata 2 juta transaksi e-faktur per hari, Coretax menjadi langkah strategis dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan.

    “Saya percaya bahwa digitalisasi ekosistem yang terintegrasi secara nasional antara Coretax dengan Govtech kedepannya, tidak hanya mampu menambah penerimaan negara secara signifikan, tetapi juga menjadi pondasi utama untuk mendukung perubahan tata kelola negara,” paparnya.

    (arj/mij)